Share

7. Rencana Selly

Anya menelan salivanya. Ucapan Bima barusan mengingatkan kembali kejadian semalam. Tidak mungkin ia bisa lupa, bahkan seumur hidupnya. Benar apa kata pria itu kalau mereka tidak akan mudah melupakannya.

“Aku bilang jangan dibahas dan lupakan saja. Anggap semua tidak pernah terjadi karena itu sebuah kesalahan,” sahut Anya lirih.

Bima mendengus kesal mendengar permintaan Anya. Katakanlah ia brengsek atau apalah, tapi ia bukan pria perusak para gadis. Tanggung jawab, tentu saja Bima harus lakukan itu. Hanya saja tanggung jawab seperti apa mengingat Anya adalah istri orang. Beda cerita kalau wanita itu masih single.

Malam itu ia sadar dengan posisi Anya istri dari adik sepupunya, tapi tidak ada kucing yang menolak ikan asin, apalagi tersaji dan menggoda di depan matanya. Kalau pria lain mungkin akan lenggang kangkung saat si wanita malah mengusir dan mengatakan agar melupakan apa yang sudah terjadi. Namun, bagi Bima pantang ia mundur dan menghindar.

Semakin diingat kejadian itu dan ditatap wajah Anya, semakin terlihat menarik dan membuat hatinya berdebar. Jatuh cinta? Entahlah.

“Kadang sebuah kebahagiaan bermula dari sebuah kesalahan.”

“Kamu pikir kita bisa bahagia karena kesalahan semalam?” tanya Anya mulai emosi. Mulai kesal dengan Bima seolah tidak merasa bersalah malah bicara tentang kebahagian. Sedangkan hidupnya jauh dari bahagia sejak menikah dengan Rama, apalagi sekarang.

“Dengar--"

“Tolong jangan bahas lagi,” sela Anya. “Jangan buat pernikahanku jadi berantakan.”

Berharap Bima akan paham dan sepakat dengan permintaannya, nyatanya pria itu malah terkekeh membuat Anya mengernyitkan dahinya heran.

“Maksud kamu, aku bisa membuat pernikahan kamu berantakan?” Anya mengangguk pelan.”Pernikahan kalian, memang sudah berantakan.”

Apa dia sudah tahu? Batin Anya.

“Kalau kamu memiliki posisi terbaik di hati Rama, tidak akan dia bersikap begitu. Kami baru bertemu dan dalam dua malam dia sudah dua kali menitipkan kamu denganku. Alasannya sama, telpon dan urusan yang lebih penting dari istrinya.”

“Tidak usah berkilah,” cetus Bima saat Anya akan bicara. “Aku sudah tahu kalau hubungan kalian tidak baik dan ada wanita lain di hati Rama.”

Ya Tuhan, bagaimana ini. Kalau Bima tahu, bisa jadi Mama dan Papa juga tahu. Mas Rama pasti akan marah dan tuduh aku yang membocorkan rahasianya.

***

“Ayolah sayang, jangan merajuk. Aku kemari susah loh, bahkan harus berbohong kalau ada janji makan malam dan sekarang Anya aku tinggal di café.”

Rama sedang membujuk Selly yang merajuk.

“Kamu tahu kita tidak bisa bebas seperti kemarin. Ada Papa yang akan terus mengawasi aku.”

“Kita tidak bisa begini terus. Mana tahu kamu dan Anya ternyata makin dekat lalu--"

“Tidak sayang. Hubunganku dengan Anya masih sama seperti awal kami menikah. Ayolah, waktu kita terbatas, mari kita manfaatkan dengan baik,” rayu Rama menyela Selly sambil memeluk dan memberikan kecupan di pipi wanita itu.

“Rama, kamu tahu aku sedang tidak sehat. Aku butuh kamu di sini, tapi komunikasi saja sulit kalau kamu ada di rumah itu.”

Selly bersedekap membelakangi Rama. Tidak sehat dari tubuhnya hanya alasan untuk dapat perhatian dari Rama. Ia harus membuat pria itu terlena dan menjadikan dunia Rama hanya tentang dirinya. Tujuannya tentu saja untuk menguasai Rama. Mungkin saja mereka saling cinta, tapi rasa cinta itu kalah dengan niatnya yang lain. Menjadikan dirinya Nyonya Rama Hardana agar hidupnya berubah, sudah lelah hidup penuh keterbatasan dan kerja keras tapi hasilnya biasa saja.

“Sabar sayang, ini hanya sementara.” Tangan Rama mengusap pelan punggung lalu rambut Selly dengan lembut, tapi tidak membuat Selly luluh yang masih konsisten dengan drama merajuknya.

“Waktu kita akan menikah, kamu janji akan berlaku adil,” ungkap Selly mengingatkan kembali janji Rama.

“Tentu saja, bahkan perasaan aku hanya untuk kamu. Itu lebih dari adil, sayang. Memang untuk waktu kamu harus sabar karena--"

“Aku tidak dapatkan apa yang Anya rasakan sekarang. Nama baik dan pengakuan, bahkan ia bisa hidup enak dengan status istri kamu. Aku juga istri kamu, Rama.”

“Iya, kamu istri aku. Tenang saja, aku akan berikan juga apa yang Anya nikmati.” Rama mengeluarkan dompet dan membukanya. Mengambil salah satu kartu dan memberikan pada Selly. “Gunakan untuk kebutuhanmu, nafkah dariku adalah kamu bisa nikmati apa yang aku miliki.”

Selly menerima kartu pemberian Rama dengan buncahan rasa yang tidak terkira, tapi raut wajah ia tunjukan biasa saja.

“Kamu sogok aku?”

“Apapun akan aku lakukan untukmu. Jangan marah lagi ya,” bujuk Rama kembali memeluk Selly. “Mau ke dokter untuk periksa kesehatan kamu atau aku saja yang periksa kamu?” tanya Rama sambil mengerlingkan matanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status