RUMAH SAKIT TRANSPLANTASI GINJAL?
"Pak Elbara, kalau kehadiranmu di sini karena ingin minta maaf padaku, sebenarnya aku sudah menerimanya," sambung Dion."Kalau tidak ada urusan lain aku ingin permisi," lanjutnya."Sebentar, Pak Dion! Karena saya kemari memang berniat untuk meminta maaf dengan tulus pada Pak Dion! Selain itu sebenarnya saya ingin mengundangmu hari ini untuk membuat Pak Dion melihat ketulusanku," kata Elbara sambil menunjukkan sesuatu di ipad nya."Proyek transplantasi ginjal bagi penyakit ginjal kronis," gumam Dion."Benar sekali, Pak Dion! Seperti yang kita ketahui dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini telah terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit ginjal kronis (PGK) stadium akhir di Indonesia. Namun meningkatnya jumlah tersebut belum diimbangi dengan pelayanan yang maksimal terhadap terapi PGK stadium akhir," jelas Elbara mengambil gelas Wine nya."Jika di bandingkan dengan negara di dunia, transplantasi ginjal di IndonesiaIDING SI PEMBUAT ONAR!"Dengan semua benefit yang akan di berikan oleh PT Gold, bukankah itu artinya Pak Dion akan mendapatkan keuntungan yang lebih stabil? Pak Dion tak perlu bekerja, hanya menyalurkan semua dana yang kami butuhkan serta memfasilitasinya. Biarkan PT Gold yang bekerja. Jadi menurut saya, proposal yang saya berikan pada Pak Dion ini adalah proposal yang saling menguntungkan," bujuk Elbara mencoba mengiming imingi Dion dengan janji dan harapan yang muluk. Dia terdiam memikirkan sesuatu."Pak Dion, saya sungguh sangat tulus dengan keahlian profesional Bapak! Saya sungguh salut pada kemampuan Bapak mengelola perusahaan," puji Elbara agar Dion setuju."Terima kasih aatas pujianmu! Bukankah kau tahu sendiri juga jika aku ingin kau membuat pilihan yang terbaik untuk Hadinata Wijaya, aku akan pertimbangkan proposalmu," kata Dion sambil berdiri bersiap meninggalkan jamuan ini.Di sisi lain kantor Aruna, mereka tak dapat segera pulang karena ulang Iding kepona
BERPELUKAN DALAM SEMAK!"Apakah sikapmu seperti ini cerminan seorang pemimpin, Iding? Baimana dengan mudahnya kau mengancam dan mengandalkan hanya titelmu saja?" ejek Aruna mulai terpancing."Heh! Aku beritahu pada kalian semua! Bahwa direktur devisi tiga, Aruna yang terlihat kalem ini sebenarnya sangat binal dan liar! Bahkan dia terlibat skandal besar," ledeknya.Aruna menggenggam tangannya mengepal. Kesabarannya hampir habis dengan tingkah Iding pembuat onar yang sudah kelewat batas. Bahkan dia sudah masuk ke ranah pribadinya."Hentikan, Iding! Aku tak akan membiarkanmu untuk...""Hahaha! Apakah aku salah bicara, Aruna? Tidak kan? Coba sekarang kau jelaskan padaku! Kalau kau memang bukan wanita liar, lalu dari mana anak lelakimu itu? Kau tak bisa menyembunyikan fakta, Aruna? Memang kau pikir aku tidak tahu dari mana anak lelakimu berasal?" tanya Iding dengan sok tahunya."Anak itu sudah berusia empat tahun! Tapi lihatlah, dia tidak berani memberitahu siapakah ayah nya! Bahkan pada o
JAJANAN PASAR BUATAN CALON MERTUA TERCINTA!"Mari kita pulang juga, Pak Dion!" ajak Aruna."Aku masih ada beberapa pertemuan habis ini," tolak Dion."Baiklah kalau begitu, saya akan pulang dulu! Jangan lupa Pak Dion, untuk sekarang perhatikan batas waktu akses pintu! Kalau kau pulang terlambat maka saya tak akan membukakan pintu nya untukmu!" ancam Aruna."Kau mengancamku? Kau ingin pulang bersamaku?" tanya Dion.Wajah Aruna memerah. Padahal itu tadi refelk yang di katakan pada Dion. Justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Aruna tersipu malu dan langsung berbalik arah meninggalkan Dion. Setelah Aruna pergi, Dion memegang lehernya yang sakit sekali karena di piting oleh Aruna.Keesokan paginya di kantor milik CV Aruna, sontak saja Iding menjadi bulan- bulanan temannya. Wajah Iding memar di pipinya. Namun dia tak bisa melawannya karena yang menonjokknya adalah Dion. Dia merutuki kebodohannya semalam yang terlalu mabuk sampai melakukan hal memalukan."Halo Pak Iding! Kenapa mukany
TERUNGKAPNYA SEBUAH KEBOHONGAN"Apakah Bapak tidak sadar wajah Pak Dion ini sangat galak sebelumnya?" sindir Hendi."Ah kau tak mengerti! Aku sekarang sangat bahagia," ucap Dion."Karena Aruna atau Bima?" tebak Hendi langsung.Tebakan itu membuat Dion tercengang. Bagaimana mungkin Hendi bisa tahu. Dion berdehem membenahi jasnya."Tentu saja sekarang aku bisa lebih bahagia. Aku bisa melihat anakku Bima setiap hari semauku tanpa perlu sembunyi- sembunyi lagi. Bisa bebas bertemu, mengantarkan sekolah, berbagai hal bisa kami lakukan bersama. Adakah hal yang bisa membuatku lebih bahagia dari pada itu?" tanya Dion."Tuhan memberkatimu, Pak Dion! Jangan sampai kau di usir oleh Aruna!" ledek Hendi."Karena suasana hatiku sedang senang hari ini, bagaimana kalau aku mentraktir kalian. Hubungi catering jajan ini, aku akan membayarnya," perintah Dion."Pak Dion sunggu baik dan berhati malaikat! Baiklah saya akan segera membeli kue ini dan membaginya ke beberapa a
CEKREK"Ibu, apakah kita tidak bisa naik motor lagi?" tanya Bima yang merindukan naik motor bersama Ibunya."Em, setelah di pikir- pikir lagi ucapan Ayah Baik mu itu tak ada salahnya, Sayang. Memang naik motor terlalu bahaya untuk anak kecil sepertimu," jawab Aruna."Tunggu dulu, Ibu akan segera memanggil taksi untuk mengantarmu ke sekolah," sambungnya."Namun menurutku naik motor besar sangat keren, Bu! Jarang teman Bima yang naik motor bersama Ibunya, apalagi jika kita berputar putar dulu sebelum masuk ke sekolah. Bima rindu masuk gang kecil mencari jalan baru dengan Ibu," ucap Bima. Aruna memandang wajah Bima. Dia tersenyum dan mengelus rambut putranya itu."Benarkah? Kalau begitu setelah usiamu 18 tahun, Ibu akan mengajarimu untuk mengendarai motor," jawab Aruna."Apakah Ibu juga bisa mengajari Ayah Baik mengendarai motor juga? Bima ingin mengendarai motor bersama Ayah Baik," jelas Bima."Bima," panggil Aruna sambil menatap Bima dalam- dalam.Dia tak tega melihat putranya memasang
PACARAN?"Kenapa Pak Dion ke sini?" tanya Aruna."Kalau kau tidak naik mobilku dan terlambat untuk presentase uji coba catering yang kedua, aku tidak akan menunggumu!" sahut Dion.Aruna pun melihat jam di pergelangan tangannya. Tak ada pilihan lain, dia tak banyak bicara lagi. Kemudian Aruna naik ke mobil milik Dion duduk bersamanya. Hendi hanya tersenyum melihat tingkah keduanya. Dia mengedari mobil langsung, tak sengaja Hendi menikung terlalu tajam sehingga membuat Aruna memeluk Dion. Dan tanpa Dion sadari jendela itu belum di tutup. 'Cekrek'Orang yang memotret mereka itu tak lain adalah Iding. Ya, tak salah kebetulan dia tadi sedang berada di parkiran dan melihat kemesraan antara Aruna dan seseorang dalam mobil. Meski tak jelas siapa lelakinya karena tertutup oleh badan Iding. Namun lelaki itu puas karena bisa menghancurkan karier Aruna dan menguasai CV milik Juragan Waluyo, pamannya itu. Dia tinggal memfitnah saja Aruna, apalagi selama ini Aruna tak pernah
IDING!!!!!!!!"Aruna aku tanya padamu! Apakah aku adalah teman terbaikmu? Apakah begini sikap terbaik seorang sahabat? Aku merasa di khianati olehmu!" bentak Arumi memotong pembicaraan Aruna."Tentu saja kau sahabat terbaikku! Bukankah kau yang membuatku yakin untuk mendirikan CV ini? Bahkan kau yang menyuruhku mengajukannya menjadi PT! Tanpa mu aku tak dapat melakukan semua ini, mengapa kau mengatakan hal seperti itu?" tanya Aruna."Apakah kau yakin?" sahut Arumi memandang wajah Aruna."Tentu saja! Bahkan semua rahasiaku kau pasti tahu! Bisakah kau tidak bertanya seperti itu padaku? Sepertinya kau meragukan kesetiaan kawanku. Aku sedikit tersinggung dengan ucapanmu," kata Aruna pada Arumi sambil duduk di meja kerja Arumi Aku."Lalu apakah kau pacaran dengan seseorang tanpa memberi tahuku?" tanya Arumi. 'Glek' Aruna menelan ludahnya dengan kasar."Aku? Pacaran? Apakah kau bisa tidak tahu jika aku pacaran? Apakah ada yang bisa aku tutupi darimu, Arumi?" tanya
INI PELECEHAN!"Apakah aku bisa bicara empat mata dengan Ibu Aruna?" tanya Dion tak mengindahkan pertanyaan Arumi."Eh! Oh, bisa, Pak!" sahut Arumi. Arumi melihat mereka bergantian. Dion menatap Arumi yang tak kunjung keluar."Bisa kan?" tanya Dion."Eh iya, Pak! Tidak masalah, silahkan mengobrol," ujar Arumi."Stttt! Arumi kembali! Jangan hiraukan Pak Dion! Tetaplah di sini," perintah Aruna."Ibu Arumi, keluar," perintah Dion.Arumi memilih untuk tidak mengidahkan permintaan Arun. Dia memilih untuk keluar dan menutup pintu, begitupun dengan Hendi. Aruna hanya bisa menghela nafasnya panjang, dia tahu Arumi melakukan itu bukan tanpa sebab. Bagaimanapun Dion adalah penyuntik dana perusahaan mereka selain mama Arumi di jakarta. Setelah pintu itu di tutup hanya tinggal mereka berdua."Sekarang hanya ada kita berdua dalam ruangan, Pak Dion! Lalu sebutkan alasan Bapak, kenapa Bapak mengusir semua orang? Apakah ini urusan rumah?" tanya Aruna."Aruna dengar, aku memang tidak berhak ikut campu