JAJANAN PASAR BUATAN CALON MERTUA TERCINTA!"Mari kita pulang juga, Pak Dion!" ajak Aruna."Aku masih ada beberapa pertemuan habis ini," tolak Dion."Baiklah kalau begitu, saya akan pulang dulu! Jangan lupa Pak Dion, untuk sekarang perhatikan batas waktu akses pintu! Kalau kau pulang terlambat maka saya tak akan membukakan pintu nya untukmu!" ancam Aruna."Kau mengancamku? Kau ingin pulang bersamaku?" tanya Dion.Wajah Aruna memerah. Padahal itu tadi refelk yang di katakan pada Dion. Justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Aruna tersipu malu dan langsung berbalik arah meninggalkan Dion. Setelah Aruna pergi, Dion memegang lehernya yang sakit sekali karena di piting oleh Aruna.Keesokan paginya di kantor milik CV Aruna, sontak saja Iding menjadi bulan- bulanan temannya. Wajah Iding memar di pipinya. Namun dia tak bisa melawannya karena yang menonjokknya adalah Dion. Dia merutuki kebodohannya semalam yang terlalu mabuk sampai melakukan hal memalukan."Halo Pak Iding! Kenapa mukany
TERUNGKAPNYA SEBUAH KEBOHONGAN"Apakah Bapak tidak sadar wajah Pak Dion ini sangat galak sebelumnya?" sindir Hendi."Ah kau tak mengerti! Aku sekarang sangat bahagia," ucap Dion."Karena Aruna atau Bima?" tebak Hendi langsung.Tebakan itu membuat Dion tercengang. Bagaimana mungkin Hendi bisa tahu. Dion berdehem membenahi jasnya."Tentu saja sekarang aku bisa lebih bahagia. Aku bisa melihat anakku Bima setiap hari semauku tanpa perlu sembunyi- sembunyi lagi. Bisa bebas bertemu, mengantarkan sekolah, berbagai hal bisa kami lakukan bersama. Adakah hal yang bisa membuatku lebih bahagia dari pada itu?" tanya Dion."Tuhan memberkatimu, Pak Dion! Jangan sampai kau di usir oleh Aruna!" ledek Hendi."Karena suasana hatiku sedang senang hari ini, bagaimana kalau aku mentraktir kalian. Hubungi catering jajan ini, aku akan membayarnya," perintah Dion."Pak Dion sunggu baik dan berhati malaikat! Baiklah saya akan segera membeli kue ini dan membaginya ke beberapa a
CEKREK"Ibu, apakah kita tidak bisa naik motor lagi?" tanya Bima yang merindukan naik motor bersama Ibunya."Em, setelah di pikir- pikir lagi ucapan Ayah Baik mu itu tak ada salahnya, Sayang. Memang naik motor terlalu bahaya untuk anak kecil sepertimu," jawab Aruna."Tunggu dulu, Ibu akan segera memanggil taksi untuk mengantarmu ke sekolah," sambungnya."Namun menurutku naik motor besar sangat keren, Bu! Jarang teman Bima yang naik motor bersama Ibunya, apalagi jika kita berputar putar dulu sebelum masuk ke sekolah. Bima rindu masuk gang kecil mencari jalan baru dengan Ibu," ucap Bima. Aruna memandang wajah Bima. Dia tersenyum dan mengelus rambut putranya itu."Benarkah? Kalau begitu setelah usiamu 18 tahun, Ibu akan mengajarimu untuk mengendarai motor," jawab Aruna."Apakah Ibu juga bisa mengajari Ayah Baik mengendarai motor juga? Bima ingin mengendarai motor bersama Ayah Baik," jelas Bima."Bima," panggil Aruna sambil menatap Bima dalam- dalam.Dia tak tega melihat putranya memasang
PACARAN?"Kenapa Pak Dion ke sini?" tanya Aruna."Kalau kau tidak naik mobilku dan terlambat untuk presentase uji coba catering yang kedua, aku tidak akan menunggumu!" sahut Dion.Aruna pun melihat jam di pergelangan tangannya. Tak ada pilihan lain, dia tak banyak bicara lagi. Kemudian Aruna naik ke mobil milik Dion duduk bersamanya. Hendi hanya tersenyum melihat tingkah keduanya. Dia mengedari mobil langsung, tak sengaja Hendi menikung terlalu tajam sehingga membuat Aruna memeluk Dion. Dan tanpa Dion sadari jendela itu belum di tutup. 'Cekrek'Orang yang memotret mereka itu tak lain adalah Iding. Ya, tak salah kebetulan dia tadi sedang berada di parkiran dan melihat kemesraan antara Aruna dan seseorang dalam mobil. Meski tak jelas siapa lelakinya karena tertutup oleh badan Iding. Namun lelaki itu puas karena bisa menghancurkan karier Aruna dan menguasai CV milik Juragan Waluyo, pamannya itu. Dia tinggal memfitnah saja Aruna, apalagi selama ini Aruna tak pernah
IDING!!!!!!!!"Aruna aku tanya padamu! Apakah aku adalah teman terbaikmu? Apakah begini sikap terbaik seorang sahabat? Aku merasa di khianati olehmu!" bentak Arumi memotong pembicaraan Aruna."Tentu saja kau sahabat terbaikku! Bukankah kau yang membuatku yakin untuk mendirikan CV ini? Bahkan kau yang menyuruhku mengajukannya menjadi PT! Tanpa mu aku tak dapat melakukan semua ini, mengapa kau mengatakan hal seperti itu?" tanya Aruna."Apakah kau yakin?" sahut Arumi memandang wajah Aruna."Tentu saja! Bahkan semua rahasiaku kau pasti tahu! Bisakah kau tidak bertanya seperti itu padaku? Sepertinya kau meragukan kesetiaan kawanku. Aku sedikit tersinggung dengan ucapanmu," kata Aruna pada Arumi sambil duduk di meja kerja Arumi Aku."Lalu apakah kau pacaran dengan seseorang tanpa memberi tahuku?" tanya Arumi. 'Glek' Aruna menelan ludahnya dengan kasar."Aku? Pacaran? Apakah kau bisa tidak tahu jika aku pacaran? Apakah ada yang bisa aku tutupi darimu, Arumi?" tanya
INI PELECEHAN!"Apakah aku bisa bicara empat mata dengan Ibu Aruna?" tanya Dion tak mengindahkan pertanyaan Arumi."Eh! Oh, bisa, Pak!" sahut Arumi. Arumi melihat mereka bergantian. Dion menatap Arumi yang tak kunjung keluar."Bisa kan?" tanya Dion."Eh iya, Pak! Tidak masalah, silahkan mengobrol," ujar Arumi."Stttt! Arumi kembali! Jangan hiraukan Pak Dion! Tetaplah di sini," perintah Aruna."Ibu Arumi, keluar," perintah Dion.Arumi memilih untuk tidak mengidahkan permintaan Arun. Dia memilih untuk keluar dan menutup pintu, begitupun dengan Hendi. Aruna hanya bisa menghela nafasnya panjang, dia tahu Arumi melakukan itu bukan tanpa sebab. Bagaimanapun Dion adalah penyuntik dana perusahaan mereka selain mama Arumi di jakarta. Setelah pintu itu di tutup hanya tinggal mereka berdua."Sekarang hanya ada kita berdua dalam ruangan, Pak Dion! Lalu sebutkan alasan Bapak, kenapa Bapak mengusir semua orang? Apakah ini urusan rumah?" tanya Aruna."Aruna dengar, aku memang tidak berhak ikut campu
PLOT TWIST IDING!"Tidak masalah Mei- Mei! Tidak perlu terburu- buru! Pelan- pelan saja," kata Iding lagi sambil mengamati pantat milik Mei- Mei."Ah, Mei- Mei! Pena ini sangat penting bagiku! Aku bahkan tidak bisa mentanda tangani proposal tanpa pena itu," ucap Iding sambil memperhatikan lekuk tubuh Mei- Mei."Bukankah masih ada satu pena di meja? Mei- Mei, berdirilah!" perintah seseorang.Orang itu tak lain adalah Aruna yang datang dan masuk ke ruangan Iding. Dia melihat Iding yang duduk di atas meja sambil menatap mesum ke arah Mei- Mei di bawahnya. Aruna geram sekali melihat tingkah Iding yang sudah masuk kategori menyalahkan artikan jabatan dan membuat wanita rendah seperti itu."Kenapa kau ada di mana- mana? Sopankah masuk ruangan orang lain tanpa mengetuk pintu, Ibu Aruna?" tanya Iding sambil mendengus kesal."Aku mencarimu karena ada urusan yang sangat penting! Lagian Pak Iding, apakah kau tidak tahu tindakan yang kau lakukan itu termasuk tindak pelecehan verba?" sindir Aruna.
SIASAT LICIK HARUS DI CURANGI!"Pak Hendra, Lihatlah! Kedua wanita ini mencoba membully ku dan mengancamku," ucap Iding."Diamlah, Pak Iding," bentak Pak Hendra."Tapi, Pak Iding! Mereka sudah merebut Hpku," keluh Iding."Sudahi drama mu mencari muka Pak Iding! Aku sudah muak melihatnya! Saya jelaskan Pak Hendra, saya memiliki program dalam USB ini, program ini dapat menemukan semua foto tersembunyi di hp-mu sekaligus dapat menemukan foto yang terhapus melalui awan ponsel," jelas Aruna.Cloud Storage atau Penyimpanan Awan sudah tak asing bagi pengguna internet. Cloud storage biasa digunakan pengguna sebagai penyimpanan berkolaborasi pengguna. Hal ini karena memudahkan pengguna dapat berbagi berbagai file dengan mudah. Salah satu penyimpanan awan yang cukup sering digunakan pengguna adalah Google Drive. Hanya dengan mendaftar akun Google pengguna sudah mendapatkan fasilitas cloud storage Google Drive hingga 15 GB.Dengan akun Google tersebut, antarpengguna bisa mengakses, melihat, meng
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu