HEMBUSAN NAFAS YANG MENERPA WAJAH
"Terima kasih ya, Pak Dion. Kau masih ingat dan menyediakan bubur kesukaanku saat lembur. Sebelumnya tak ada yang memperdulikan aku seperti ini. Ah, aku jadi terharu," kata Aruna lagi sambil menyuap sesondok bubur madura itu."Kau menangis tapi sambil makan! Konyol sekali," ledek Dion."Pak Dion!" panggil Aruna."Hm," sahut Dion."Mengapa Bapak perhatian padaku?" tanya Aruna menatap Dion dengan tatapan dalam dan penuh harap. Aruna tak munafik meski sepuluh tahun telah berlalu tapi perasaannya pada Dion masih sama. Dia masih menyimpan rasa dan harapan besar pada Dion. Rasanya semenjak dia jatuh cinta pertama kali, semua rasa cinta, gemuruh rindu, hanya untuk lelaki di hadapnnya ini. Mungkin dulu Aruna beranggapan karena mereka terlalu terbiasa bersama sehingga seleranya lelaki sempurna adalah Dion. Namun makin ke sini, Aruna menyadari bahwa itu semua salah. Bukan seleranya yang terlalu tinggi dengan menginginkan DioHAMPIR SAJA!Mereka saling bertatapan dalam jangka waktu yang cukup lama. Dion meraih dagu Aruna, dia mencoba meyakinkan rasa pada hatinya sendiri. Bahwa selama ini memang dia mencintai Aruna bukan hanya cinta sekejap saja. Mendapat perlakuan seperti itu otomatis Aruna pun memejamkan matanya. Dion makin berjalan mendekati dan melangkah memepet Aruna. Gadis itu sampai terpojok di dinding. Dion membelai pipi Aruna, hembusan nafas itu terasa hangat menerpa wajah Aruna. Bibir itu semakin mendekat. Hidung mereka sudah bersentuhan. Namun tiba- tiba sorot senter ke arah mereka. Aruna langsung menutup matanya."Astaga! Maaf Ibu Aruna, maaf! Saya tidak tahu, ternyata masih ada orang ya?" tanya Satpam itu."Maaf -maaf! Silahkan lanjutkan saja, aku akan periksa ruangan lain!" ucap Satpam itu."Pak Satpam! Pak, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami tadi sedang lembur," teriak Aruna. Namun satpam itu sudah tak menghiraukan ucapan Aruna karena tak mendengarnya.
ARTI CIUMAN BIBIR APAKAH CINTA?'Ceklek' pintu di buka. Nampak Dion dan Aruna masuk ke dalam ruang tamu. Dion tertawa melihat mukan Hendi yang sudah cemong semua. Begitupun Aruna, dia kasihan tapi lucu juga melihat Hendi seperti itu."Aduh mati aku! Pak Dion sudah pulang namun Bima belum minum obatnya. Bagaimana ini?" batin Hendi dalam hati."Bima! Apakah kau sudah minum obat?" tanya Aruna. Bima memandang ke arah Hendi. Lelaki itu meneguk ludahnya kasar. Bima menggelengkan kepalanya lemah. Percuma saja menipu Ibunya, karena jumlah obat itu sudah di hitung oleh Aruna. Hendi terdiam, bersiap untuk mendengarkan omelan Dion."Bima, ayo minum obat dulu obatnya. Kau tak tahu dalam mitologi di Tiongkok di sebut Qilin?" tanya Dion. Bima menggelengkan kepalanya. Qilin adalah makhluk mitologi Tiongkok berpenampilan seperti kuda. Dijuluki sebagai Unicorn Tiongkok, Qilin merupakan salah satu dari Empat Roh Keberuntungan dalam mitologi Tiongkok, bersama dengan na
KAU KAH ITU?"Halo Aruna! Tolong kau simak semua ucapanku! Aku belum pernah bertemu orang yang tidak pandai bicara seumur hidupku! Dia lelaki yang benar- benar bodoh! Menurutmu setelah dua orang berciuman, apakah mereka langsung jadi sepasang kekasih?" tanya Arumi."Hah?" sahut Aruna."Semua orang normal akan berpikir ciuman hanya dilakukan sepasang kekasih! Bukan kah begitu?" tanya Arumi."Benarkah?" sahut Aruna. Aruna terdiam, dia mendengarkan Arumi mengoceh terus. Dalam hatinya dia berpikir apa maksud Dion tadi. Mereka tadi padahal hampir saja berciuman. Dengan posisi sangat dekat, padahal mereka tak ada ikatan apapun. Bahkan Aruna sadar, mereka melakukannya dalam keadaan seratus persen sadar, bukan di bawah pengaruh minuman alkohol."Apakah kami tadi hanya terbawa suasana atau karena memang nafsu? Atau cinta?" batin Aruna dalam hati. Dia tak berani mengatakannya pada Arumi."Aruna! Aruna!" panggil Arumi karena Aruna terus saja diam."Hah?" s
PENGORBANAN DION UNTUK MENEBUS DOSA."Wah ini punya siapa, Pak Dion? Ini sangat cocok untuk di ajukan sebagai proyek pendukung kita. Dimana pasiennya?" tanya Aruna."Bagaimana Pak Dion bisa mencarinya dengan waktu secepat itu? Bisakah kita besok pergi untuk meminta izin darinya langsung?" sambung Aruna."Gunakan saja, tidak perlu meminta izin," jawab Dion."Maksudnya?" tanya Aruna."Baca siapa nama pasiennya," sahut Dion. Aruna melihat nama pasien itu. Dia meneguk ludah kasar dan memandang Dion. Jelas sekali nama Dion Hadinata Wijaya di sana tertulis jelas sekali. Aruna menatap nanar Dion."Apakah ini alasan Pak Dion menghilang selama lima tahun belakangan?" batin Aruna dalam hati. Bahkan di data kesehatan tersebut, Dion jelas pernah melakukan terapi Imunosupresif. Terapi imunosupresif memang dimulai segera setelah operasi. Beberapa regimen dapat digunakan, termasuk terapi induksi pratransplantasi dan terapi pemeliharaan sederhana pascaoperasi
ANGIOGRAFI!"Lalu mengapa Pak Dion khawatir proyek ini tak di setujui oleh investor?" tanya Aruna. Dion terdiam, menatap Aruna tajam. Memang wanita di hadapannya ini tak peka atau bodoh sehingga tak bisa menyadarinya. Selain karena biaya dan modal yang di perlukan sangat besar, alasan lain investor tak mau mendanai karena resikonya sangat besar meski keuntungan menjanjikan. Namun alasan lain Dion memperjuangkan ini semua adalah sebagai penebus dosa nya pada Aruna dan Bima."Pak Dion!" panggil Aruna melihat Dion melamun."Apa alasan Bapak sampai ke Beijing dan terus memeprtahankan rumah sakit ini meski di tentang banyak investor?" tanya Aruna lagi."Ck! Apakah tak bekerja selama lima tahun padaaku membuatmu tak bisa berfikir realistis, Aruna?" tanya Dion balik. Dia mencoba menutupi perasaannya sendiri. Rasa gengsi yang dia miliki masih terlalu tinggi untuk mengakui perasaan cintanya pada Aruna. Aruna pun cemberut mendengar olokan Dion, melihat hal itu l
RAYUAN HENDI DAN ARUNA!"Hendi kenapa kau seakan memanfaatkan aku? Bukankah kita hanya perlu mengambil tes angiografi dan scan jantung saja untuk menambah data di kasus penyakit itu?" tanya Dion pada Hendi."Mengapa harus rawat inap sehari?" protes Dion seperti anak kecil."Ketua dewan bilang sekalian saja, Pak Dion. Bapak kan sudah datang ke rumah sakit. Bagaimana kalau sekalian melakukan pemeriksaan rutin? Lagi pula sudah lebih setengah tahun sejak pemeriksaan medical cek up menyeluruh. Apakah ini berarti kau mengkhianatiku dan membela ketua dewan- mu itu?" ancam Dion."Pak Dion! Tenanglah," tegur Aruna yang masuk dalam ruangan."Sejak kapan kau tahu aku di sini?" sahut Dion kaget, namun dia sekarang tahu dalang di balik semua ini tak lain adalah Hendi."Pak Dion, keluargamu itu cukup perhatian padamu. Mereka khawatir terhadap kesehatamu," kata Aruna."Ck! Sok tahu," cebik Dion."Mengapa kau sangat mirip dengan Bima saat seperti ini? Dia juga s
GENGGAMAN TANGAN ARUNA. Dion pun cemberut karena tak bisa lagi mengelak. Apalgi saat itu, Aruna sudah menyetujui perkataan dan ide Rendi. Maka mau tak mau, Dion hanya bisa pasrah dan menyetujui rencana mereka berdua."Terserah kalian saja!" ucap Dion dengan kesal. Hendi tersenyum dan berterima kasih pada Aruna karena dia berhasil membujuk Dion untuk melakukan pemeriksaan."Ayo kita daftarkan bersama- sama," ajak Aruna."Kalian ini benar- benar ya!" keluh Dion."Ayo Hendi! Kita pergi mendaftar, aku akan menemani mu mengurus semuanya," kata Aruna."Baiklah! Ayo kita pergi, aku senang kau membantuku. Aku tak sendiri lagi, Aruna," sahutnya. Melihat ke dua orang itu pun hanya bisa duduk pasrah dan tersiam sekarang. Karena Hendi dan Aruna sudah bersatu maka di jamin akan bisa atau mampu mencegahnya. Dion pun segera membuka baju untuk berganti dengan piyama yang sudah di sediakan sekaligus melepas semua aksesoris termasuk jam tangan. Tak ada yang boleh di
AKAL BULUS DION VS RENDI Dion pun memandang Aruna untuk berpamitan masuk ke dalam sana. Dion menghela nafasnya panjang. Aruna mencegah saat Dion membalikkan badannya. Aruna memegang tangan Dion dengan erat. Melihat perlakuan Aruna itu, Dion cukup kaget. Aruna menatapnya dalam- dalam."Pak Dion! Jangan banyak pikiran sebelum melakukan pemeriksaan. Bima selalu menarik tanganku agar aku memberinya energi an menenangkan jantungnya yang selalu berdetak keras dan grogi saat melakukan pemeriksaan ini. Anggap saja aku membagikannya padamu," ujar Aruna dan menggenggam tangan Dion dengan erat."Terima kasih," jawab Dion sambil menggenggam tangan Aruna kembali dan mengelusnya. Dion lalu tersenyum dan dia pun berbaring ke dalam alat CT Scan dengan perasaan yang damai. Sebelum alat itu masuk dalam tabung, Aruna mendekati Dion. Dia menatap nanar Dion, seperti melihat Bima versi dewasa. Dalam hati dia memanjatkan doa agar kedua lelaki yang di cintai dan di sayangi nya itu s
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu