KAU KAH ITU?
"Halo Aruna! Tolong kau simak semua ucapanku! Aku belum pernah bertemu orang yang tidak pandai bicara seumur hidupku! Dia lelaki yang benar- benar bodoh! Menurutmu setelah dua orang berciuman, apakah mereka langsung jadi sepasang kekasih?" tanya Arumi."Hah?" sahut Aruna."Semua orang normal akan berpikir ciuman hanya dilakukan sepasang kekasih! Bukan kah begitu?" tanya Arumi."Benarkah?" sahut Aruna. Aruna terdiam, dia mendengarkan Arumi mengoceh terus. Dalam hatinya dia berpikir apa maksud Dion tadi. Mereka tadi padahal hampir saja berciuman. Dengan posisi sangat dekat, padahal mereka tak ada ikatan apapun. Bahkan Aruna sadar, mereka melakukannya dalam keadaan seratus persen sadar, bukan di bawah pengaruh minuman alkohol."Apakah kami tadi hanya terbawa suasana atau karena memang nafsu? Atau cinta?" batin Aruna dalam hati. Dia tak berani mengatakannya pada Arumi."Aruna! Aruna!" panggil Arumi karena Aruna terus saja diam."Hah?" sPENGORBANAN DION UNTUK MENEBUS DOSA."Wah ini punya siapa, Pak Dion? Ini sangat cocok untuk di ajukan sebagai proyek pendukung kita. Dimana pasiennya?" tanya Aruna."Bagaimana Pak Dion bisa mencarinya dengan waktu secepat itu? Bisakah kita besok pergi untuk meminta izin darinya langsung?" sambung Aruna."Gunakan saja, tidak perlu meminta izin," jawab Dion."Maksudnya?" tanya Aruna."Baca siapa nama pasiennya," sahut Dion. Aruna melihat nama pasien itu. Dia meneguk ludah kasar dan memandang Dion. Jelas sekali nama Dion Hadinata Wijaya di sana tertulis jelas sekali. Aruna menatap nanar Dion."Apakah ini alasan Pak Dion menghilang selama lima tahun belakangan?" batin Aruna dalam hati. Bahkan di data kesehatan tersebut, Dion jelas pernah melakukan terapi Imunosupresif. Terapi imunosupresif memang dimulai segera setelah operasi. Beberapa regimen dapat digunakan, termasuk terapi induksi pratransplantasi dan terapi pemeliharaan sederhana pascaoperasi
ANGIOGRAFI!"Lalu mengapa Pak Dion khawatir proyek ini tak di setujui oleh investor?" tanya Aruna. Dion terdiam, menatap Aruna tajam. Memang wanita di hadapannya ini tak peka atau bodoh sehingga tak bisa menyadarinya. Selain karena biaya dan modal yang di perlukan sangat besar, alasan lain investor tak mau mendanai karena resikonya sangat besar meski keuntungan menjanjikan. Namun alasan lain Dion memperjuangkan ini semua adalah sebagai penebus dosa nya pada Aruna dan Bima."Pak Dion!" panggil Aruna melihat Dion melamun."Apa alasan Bapak sampai ke Beijing dan terus memeprtahankan rumah sakit ini meski di tentang banyak investor?" tanya Aruna lagi."Ck! Apakah tak bekerja selama lima tahun padaaku membuatmu tak bisa berfikir realistis, Aruna?" tanya Dion balik. Dia mencoba menutupi perasaannya sendiri. Rasa gengsi yang dia miliki masih terlalu tinggi untuk mengakui perasaan cintanya pada Aruna. Aruna pun cemberut mendengar olokan Dion, melihat hal itu l
RAYUAN HENDI DAN ARUNA!"Hendi kenapa kau seakan memanfaatkan aku? Bukankah kita hanya perlu mengambil tes angiografi dan scan jantung saja untuk menambah data di kasus penyakit itu?" tanya Dion pada Hendi."Mengapa harus rawat inap sehari?" protes Dion seperti anak kecil."Ketua dewan bilang sekalian saja, Pak Dion. Bapak kan sudah datang ke rumah sakit. Bagaimana kalau sekalian melakukan pemeriksaan rutin? Lagi pula sudah lebih setengah tahun sejak pemeriksaan medical cek up menyeluruh. Apakah ini berarti kau mengkhianatiku dan membela ketua dewan- mu itu?" ancam Dion."Pak Dion! Tenanglah," tegur Aruna yang masuk dalam ruangan."Sejak kapan kau tahu aku di sini?" sahut Dion kaget, namun dia sekarang tahu dalang di balik semua ini tak lain adalah Hendi."Pak Dion, keluargamu itu cukup perhatian padamu. Mereka khawatir terhadap kesehatamu," kata Aruna."Ck! Sok tahu," cebik Dion."Mengapa kau sangat mirip dengan Bima saat seperti ini? Dia juga s
GENGGAMAN TANGAN ARUNA. Dion pun cemberut karena tak bisa lagi mengelak. Apalgi saat itu, Aruna sudah menyetujui perkataan dan ide Rendi. Maka mau tak mau, Dion hanya bisa pasrah dan menyetujui rencana mereka berdua."Terserah kalian saja!" ucap Dion dengan kesal. Hendi tersenyum dan berterima kasih pada Aruna karena dia berhasil membujuk Dion untuk melakukan pemeriksaan."Ayo kita daftarkan bersama- sama," ajak Aruna."Kalian ini benar- benar ya!" keluh Dion."Ayo Hendi! Kita pergi mendaftar, aku akan menemani mu mengurus semuanya," kata Aruna."Baiklah! Ayo kita pergi, aku senang kau membantuku. Aku tak sendiri lagi, Aruna," sahutnya. Melihat ke dua orang itu pun hanya bisa duduk pasrah dan tersiam sekarang. Karena Hendi dan Aruna sudah bersatu maka di jamin akan bisa atau mampu mencegahnya. Dion pun segera membuka baju untuk berganti dengan piyama yang sudah di sediakan sekaligus melepas semua aksesoris termasuk jam tangan. Tak ada yang boleh di
AKAL BULUS DION VS RENDI Dion pun memandang Aruna untuk berpamitan masuk ke dalam sana. Dion menghela nafasnya panjang. Aruna mencegah saat Dion membalikkan badannya. Aruna memegang tangan Dion dengan erat. Melihat perlakuan Aruna itu, Dion cukup kaget. Aruna menatapnya dalam- dalam."Pak Dion! Jangan banyak pikiran sebelum melakukan pemeriksaan. Bima selalu menarik tanganku agar aku memberinya energi an menenangkan jantungnya yang selalu berdetak keras dan grogi saat melakukan pemeriksaan ini. Anggap saja aku membagikannya padamu," ujar Aruna dan menggenggam tangan Dion dengan erat."Terima kasih," jawab Dion sambil menggenggam tangan Aruna kembali dan mengelusnya. Dion lalu tersenyum dan dia pun berbaring ke dalam alat CT Scan dengan perasaan yang damai. Sebelum alat itu masuk dalam tabung, Aruna mendekati Dion. Dia menatap nanar Dion, seperti melihat Bima versi dewasa. Dalam hati dia memanjatkan doa agar kedua lelaki yang di cintai dan di sayangi nya itu s
BERLINDUNG DI BALIK DINDING RUMAH SAKIT Melihat tingkah mesra Aruna tadi, Dion pun tak kehabisan akal. Dia ingin mengusir Rendi dari dalam ruangannya namun dengan cara elegan. Akhirnya Dion menemukan triknya. Dia pun langsung berpura- pura sakit kepala."Aruna," panggil Dion."Ada apa, Pak Dion?" tanya Aruna melihat Dion yang memegangi kepalanya."Pemeriksaan ini membuatku pusing," keluh Dion."Hah? Bagaimana bisa? Kenapa bisa pusing?" tanya Aruna."Apakah perlu aku panggil dokter untuk memeriksa kondisimu, Pak Dion?" tanya Aruna khawatir."Tidak, aku rasa kau tidak perlu sampai memanggil dokter. Aku hanya ingin istirahat dengan tenang," ucap Dion melirik Rendi. Aruna hanya mencebik, dia paham maksud Dion ingin mengusir Rendi secara halus. Rendi pun langsung sadar jika Dion merasa tak nyaman. Akhirnya Rendi pun berpamitan."Kalau begitu aku pamit dulu ya, Aruna. Kalau kau tetap di sini saja dan menjaga Pak Dion yang terhormat itu, aku akan
APAKAH KAU TAHU ARUNA TAK MENYUKAIMU?"Dia bilang mau menemaniku lembur, tapi mengapa justru dia menghabiskan waktunya dengan mengobrol begitu lama bersama dokter itu," gerutu Dion sambil berjalan ke taman."Tungu dokter Rendi! Tunggu," teriak Selly. Dari jauh Dion mendengar teriakan Selly. Dia mendekat, Dion kaget karena dia melihat Rendi tak bersama Aruna. Justru sekarang Dion melihat Rendi sedang berbicara dengan wanita lainnya. Karena penasaran akhirnya Dion berlindung di balik dinding dan menyimak pembicaraan Selly dan Dion."Kenaapa lagi?" tanya Rendi. Dia sebenarnya malas meladeni Selly namun sekali lagi, dia menghormati Ayahnya Selly."Aku benar -benar merasa tidak nyaman begini. Tak enak jika ada yang melihat kita sedang berdua," sambungnya."Baik, aku hanya ingin menanyakan hal yang aku pendam selama ini padamu," ucap Selly."Ada apa?" tanya Rendi."Aku ingin bertanya tentang sepatu itu," jawab Selly."Sepatu? Sepatu apa yang kau m
PENGAKUAN!"Lalu kenapa kau tidak pernah mengatakannya atau sekedar memberitahunya tentang perasaanmu pada dia?" tanya Dion. Mendengar ucapan Dion itu, Rendi langsung terdiam tak bisa menyahut. Rendi menghela nafasnya panjang. Bukannya dia tak pernah mengatakan atau sekedar mengungkapkan semua perasaannya pada Aruna. Dia sering kali memberikan kode itu, namun Aruna tak pernah menganggapnya serius. Aruna tak pernah menyadarinya, atau mungkin lebih tepatnya Aruna tak memiliki perasaan padanya."Haha. Dari diam mu itu sepertinya aku tahu satu hal. Itu karena kau tahu bukan, kalau dia tidak menyukaimu kan?" ucap Dion."Apa pedulimu? Menurutku selama aku bisa selalu berada di sisinya, Aruna pasti akan melihat kebaikan yang selalu aku lakukan untuknya. Suatu saat nanti dia tersenyum dan membuka hatinya untukku. Bukankah selama ini aku yang selalu ada untuknya? Mulai dari kehamilannya sampai dengan menangani kasus Bima. Aku tahu kau tak lupa, bahkan Bima selalu menga