ANGIOGRAFI!
"Lalu mengapa Pak Dion khawatir proyek ini tak di setujui oleh investor?" tanya Aruna. Dion terdiam, menatap Aruna tajam. Memang wanita di hadapannya ini tak peka atau bodoh sehingga tak bisa menyadarinya. Selain karena biaya dan modal yang di perlukan sangat besar, alasan lain investor tak mau mendanai karena resikonya sangat besar meski keuntungan menjanjikan. Namun alasan lain Dion memperjuangkan ini semua adalah sebagai penebus dosa nya pada Aruna dan Bima."Pak Dion!" panggil Aruna melihat Dion melamun."Apa alasan Bapak sampai ke Beijing dan terus memeprtahankan rumah sakit ini meski di tentang banyak investor?" tanya Aruna lagi."Ck! Apakah tak bekerja selama lima tahun padaaku membuatmu tak bisa berfikir realistis, Aruna?" tanya Dion balik. Dia mencoba menutupi perasaannya sendiri. Rasa gengsi yang dia miliki masih terlalu tinggi untuk mengakui perasaan cintanya pada Aruna. Aruna pun cemberut mendengar olokan Dion, melihat hal itu lRAYUAN HENDI DAN ARUNA!"Hendi kenapa kau seakan memanfaatkan aku? Bukankah kita hanya perlu mengambil tes angiografi dan scan jantung saja untuk menambah data di kasus penyakit itu?" tanya Dion pada Hendi."Mengapa harus rawat inap sehari?" protes Dion seperti anak kecil."Ketua dewan bilang sekalian saja, Pak Dion. Bapak kan sudah datang ke rumah sakit. Bagaimana kalau sekalian melakukan pemeriksaan rutin? Lagi pula sudah lebih setengah tahun sejak pemeriksaan medical cek up menyeluruh. Apakah ini berarti kau mengkhianatiku dan membela ketua dewan- mu itu?" ancam Dion."Pak Dion! Tenanglah," tegur Aruna yang masuk dalam ruangan."Sejak kapan kau tahu aku di sini?" sahut Dion kaget, namun dia sekarang tahu dalang di balik semua ini tak lain adalah Hendi."Pak Dion, keluargamu itu cukup perhatian padamu. Mereka khawatir terhadap kesehatamu," kata Aruna."Ck! Sok tahu," cebik Dion."Mengapa kau sangat mirip dengan Bima saat seperti ini? Dia juga s
GENGGAMAN TANGAN ARUNA. Dion pun cemberut karena tak bisa lagi mengelak. Apalgi saat itu, Aruna sudah menyetujui perkataan dan ide Rendi. Maka mau tak mau, Dion hanya bisa pasrah dan menyetujui rencana mereka berdua."Terserah kalian saja!" ucap Dion dengan kesal. Hendi tersenyum dan berterima kasih pada Aruna karena dia berhasil membujuk Dion untuk melakukan pemeriksaan."Ayo kita daftarkan bersama- sama," ajak Aruna."Kalian ini benar- benar ya!" keluh Dion."Ayo Hendi! Kita pergi mendaftar, aku akan menemani mu mengurus semuanya," kata Aruna."Baiklah! Ayo kita pergi, aku senang kau membantuku. Aku tak sendiri lagi, Aruna," sahutnya. Melihat ke dua orang itu pun hanya bisa duduk pasrah dan tersiam sekarang. Karena Hendi dan Aruna sudah bersatu maka di jamin akan bisa atau mampu mencegahnya. Dion pun segera membuka baju untuk berganti dengan piyama yang sudah di sediakan sekaligus melepas semua aksesoris termasuk jam tangan. Tak ada yang boleh di
AKAL BULUS DION VS RENDI Dion pun memandang Aruna untuk berpamitan masuk ke dalam sana. Dion menghela nafasnya panjang. Aruna mencegah saat Dion membalikkan badannya. Aruna memegang tangan Dion dengan erat. Melihat perlakuan Aruna itu, Dion cukup kaget. Aruna menatapnya dalam- dalam."Pak Dion! Jangan banyak pikiran sebelum melakukan pemeriksaan. Bima selalu menarik tanganku agar aku memberinya energi an menenangkan jantungnya yang selalu berdetak keras dan grogi saat melakukan pemeriksaan ini. Anggap saja aku membagikannya padamu," ujar Aruna dan menggenggam tangan Dion dengan erat."Terima kasih," jawab Dion sambil menggenggam tangan Aruna kembali dan mengelusnya. Dion lalu tersenyum dan dia pun berbaring ke dalam alat CT Scan dengan perasaan yang damai. Sebelum alat itu masuk dalam tabung, Aruna mendekati Dion. Dia menatap nanar Dion, seperti melihat Bima versi dewasa. Dalam hati dia memanjatkan doa agar kedua lelaki yang di cintai dan di sayangi nya itu s
BERLINDUNG DI BALIK DINDING RUMAH SAKIT Melihat tingkah mesra Aruna tadi, Dion pun tak kehabisan akal. Dia ingin mengusir Rendi dari dalam ruangannya namun dengan cara elegan. Akhirnya Dion menemukan triknya. Dia pun langsung berpura- pura sakit kepala."Aruna," panggil Dion."Ada apa, Pak Dion?" tanya Aruna melihat Dion yang memegangi kepalanya."Pemeriksaan ini membuatku pusing," keluh Dion."Hah? Bagaimana bisa? Kenapa bisa pusing?" tanya Aruna."Apakah perlu aku panggil dokter untuk memeriksa kondisimu, Pak Dion?" tanya Aruna khawatir."Tidak, aku rasa kau tidak perlu sampai memanggil dokter. Aku hanya ingin istirahat dengan tenang," ucap Dion melirik Rendi. Aruna hanya mencebik, dia paham maksud Dion ingin mengusir Rendi secara halus. Rendi pun langsung sadar jika Dion merasa tak nyaman. Akhirnya Rendi pun berpamitan."Kalau begitu aku pamit dulu ya, Aruna. Kalau kau tetap di sini saja dan menjaga Pak Dion yang terhormat itu, aku akan
APAKAH KAU TAHU ARUNA TAK MENYUKAIMU?"Dia bilang mau menemaniku lembur, tapi mengapa justru dia menghabiskan waktunya dengan mengobrol begitu lama bersama dokter itu," gerutu Dion sambil berjalan ke taman."Tungu dokter Rendi! Tunggu," teriak Selly. Dari jauh Dion mendengar teriakan Selly. Dia mendekat, Dion kaget karena dia melihat Rendi tak bersama Aruna. Justru sekarang Dion melihat Rendi sedang berbicara dengan wanita lainnya. Karena penasaran akhirnya Dion berlindung di balik dinding dan menyimak pembicaraan Selly dan Dion."Kenaapa lagi?" tanya Rendi. Dia sebenarnya malas meladeni Selly namun sekali lagi, dia menghormati Ayahnya Selly."Aku benar -benar merasa tidak nyaman begini. Tak enak jika ada yang melihat kita sedang berdua," sambungnya."Baik, aku hanya ingin menanyakan hal yang aku pendam selama ini padamu," ucap Selly."Ada apa?" tanya Rendi."Aku ingin bertanya tentang sepatu itu," jawab Selly."Sepatu? Sepatu apa yang kau m
PENGAKUAN!"Lalu kenapa kau tidak pernah mengatakannya atau sekedar memberitahunya tentang perasaanmu pada dia?" tanya Dion. Mendengar ucapan Dion itu, Rendi langsung terdiam tak bisa menyahut. Rendi menghela nafasnya panjang. Bukannya dia tak pernah mengatakan atau sekedar mengungkapkan semua perasaannya pada Aruna. Dia sering kali memberikan kode itu, namun Aruna tak pernah menganggapnya serius. Aruna tak pernah menyadarinya, atau mungkin lebih tepatnya Aruna tak memiliki perasaan padanya."Haha. Dari diam mu itu sepertinya aku tahu satu hal. Itu karena kau tahu bukan, kalau dia tidak menyukaimu kan?" ucap Dion."Apa pedulimu? Menurutku selama aku bisa selalu berada di sisinya, Aruna pasti akan melihat kebaikan yang selalu aku lakukan untuknya. Suatu saat nanti dia tersenyum dan membuka hatinya untukku. Bukankah selama ini aku yang selalu ada untuknya? Mulai dari kehamilannya sampai dengan menangani kasus Bima. Aku tahu kau tak lupa, bahkan Bima selalu menga
ALASAN MENGHILANGNYA DION SELAMA INI Dion tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada Aruna karena wanita itu mencoba untuk mengintip lagi. Sebenarnya Dion tahu Aruna hanya berpura- pura saja, namun dia tetap membiarkannya sambil makan coklat lagi. Dion tetap tersenyum sambil menyindir Aruna."Haha, sampai kapan kau akan berpura- pura tidur seperti itu? Actingmu sangat payah sekali! Benar juga ternyata ucapan Bima! Kau memang tidak ahli pura -pura tidur," ucap Dion. Aruna pun berpura- pura menguap dan menutup mulutnya. Dia masih terus berpura- pura untuk bangun tidur. Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aruna. Aruna pun duduk di sofa, berhadapan dengan Dion. Dia tersenyum memandang lelaki di hadapannya sambil terus memakan coklat yang di beli oleh Aruna tadi."Memang ya ikatan darah anak dan Bapak tak bisa di pisahkan. Bima sangat suka dengan coklat itu, sama sepertimu, Pak Dion," kata Aruna."Memang salah satu genetik yang di t
SEPASANG SAHABAT YANG SAMA- SAMA JATUH CINTA! Pagi ini, Arumi datang menyusul Steven di kolam renang. Semalam lelaki itu sudah memintanya untuk datang ke kolam sejak jam delapan pagi. Arumi pun menurutinya, dia meluangkan waktu beberapa jam sebelum masuk ke kantor. Saat memasuki kolam, terlihat suasana sepi. Tak ada satupun orang di sana. Arumi celingak celinguk ke kanan kiri mencari lelaki itu."Kau di mana Steven? Steven!" teriak Arumi datang di kolam renang. Hening tak ada jawaban."Sialan! Apa dia mengerjaiku?" gerutu Arumi. Arumi pun mulai berjaan meninggalkan kolam renang dengan hati yang dongkol. Sebelum benar- benar pergi dia ingin mengambil Hp untuk menghubungi Steven. Baru saja Hp itu di pegangnya, tiba -tiba ada seorang lelaki memanggilnya."Arumi!" teriak lelaki itu. 'Byurrrr' seseorang masuk ke dalam kolam renang secara tiba- tiba. Arumi langsung menoleh, melihat ke arah kolam renang. Nampak seorang lelaki yaang amat sangat di kenalnya be