APAKAH DIA JUGA MENCINTAIMU?
Mendengar Arumi mengatakan sayang di depan Aruna, dia pun langsung salah tingkah dan malu-malu. Sontak saja, perbuatan Steven dan Arumi itu membuat Aruna geli sendiri."Aku minta maaf sekali! Tapi bisakah kalian menghentikan semua kalimat yang romantis di depanku? Maaf sekali, namun aku agak tidak terbiasa," kata Aruna lagi sambil cekikan"Kenapa kau iri ya? Iri bilang saja! Iya kan, Sayang! Muaccch!" kata Arumi mengecup cium jauh Steven."Muah!" balas Steven pun langsung membalas kecupan itu dengan ciuman jauh juga."Aduh! Kenapa kalian semua seperti ini?" ucap Aruna sambil memandang ke arah keduanya. Mereka pun makan sore bersama sambil bercanda sesekali. Menghabiskan waktu bertiga, Aruna cukup senang dengan hubungan Arumi sekarang ini. Setelah makan sore bersama, Aruna pun segera pulang. Dia harus segera menyiapkan Bima untuk makan malam bersama Dion. Dion sengaja sudah datang di tempat makan itu lebih awal. SengajaHILANG NYA BIMA!Selly hanya mengangguk setuju dan menerima uluran minuman itu. Dia mencicipi susu hangat yang di belikan oleh Rendi tadi. Dia memandang wajah Rendi dengan tatapan mendalam."Oh ya, Dok. Bolehkah aku bertanya?" tanya Selly."Silahkan," sahut Rendi."Orang yang kau bilang kau sukai sebelumnya padaku itu. Apakah dia juga menyukaimu?" tanya Selly."Tidak," sahut Rendi."Hah? Dia tidak mencintaimu? Bagaimana mungkin? Wahhh! Bagaimana bisa ada seorang wanita yang tak tergoda olehmu? Ck! Ck!" kata Selly. "Kau tak sakit hati, Dokter Rendi?" tanya Selly lagi. Rendi melihat ekspresi dan ucapan Shelly yang sewot. Hal itu membuat Rendi tertawa sedikit renyah. Namun dia menggelengkan kepalanya lemah."Tidak," jawab Rendi."Kenapa bisa kau tak marah? Kenapa kau hanya diam saja. Bagaimana bisa? Kau sudah menyukainya, tapi dia tak bisa menyukaimu," ucap Selly. "Selly dengar, saat kau menyukai seseorang orang itu, kau tak bisa menu
PELUKAN DION UNTUK BIMA DAN ARUNA!"Baik, Pak Dion," jawab Aruna melepaskan pelukan Dion."Kabari aku juga kalau kau sudah ketemu!" pesan Aruna."Jangan tergesa- gesa, Aruna!" teriak Dion melihat Aruna berlari diantara kerumunan orang. Aruna dan Dion pun berpencar. Mereka saling mencari keberadaan putranya itu. Mneyibak semua gerombolan pengunjung bazar UMKM. Bazar itu lumayan besar karena tingkat Jawa Timur. Bazar UMKM merupakan salah satu program pemberdayaan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah untuk memastikan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta berkeadilan. Semua masyarakat yang hadir merasa seang untuk ikut mendorong pengembangan UMKM dengan berpartisipasi dan membeli produk-produk hasil UMKM pada Bazar ini."Permisi! Apakah kalian melihat anak ini?" tanya Aruna."Anak ini memakai baju jas anak, tingginya kira- kira segini," sambung Aruna. Semua orang menggelengkan kepalanya. Aruna tak putus asa, dia terus berusaha men
PERASAAN RINDU?"Sudah Bim! Jangan menangis lagi! Jangan menangis lagi," kata Aruna sambil terus menangis begitupun dengan Bima."Cup! Sudah, jangan menangis. Sudah! Sudah!" kata Dion."Maafkan Ibu ya, Bima. Tidak seharusnya Ibu memarahimu, jangan menangis lagi," ujar Aruna. Mereka pun lantas pulang bersama. Dion mengambil mobilnya, saat di perjalanan Bima tidur dalam pangkuan Aruna. Aruna pun mencium dan memeluk Bima dengan erat seperti takut kehilangan sepanjang perjaanan. Dion menggotong Bima dan menidurkan di kamar Bima. Aruna memandangi wajah putranya lalu berpindah pandangan ke arah Dion. Memang benar- benar mirip."Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Dion merasa salah tingkah."Mari kita ke luar!" ajak Dion mengajak Aruna keluar. Aruna menganggukkan kepalanya dan mereka berjalan keluar. Aruna membuatkan dua gelas susu hangat untuk dirinya dan Dion. Setelah selesai dia menyerahhkan satu gelas susu hangat untuk Dion."Minum lah, Pak
ARUNA MENCINTAI SECARA UGAL- UGALAN!"Pak Dion," panggil Aruna."Rasa takut kehilangan adalah salah satu tanda cinta. Ketika kita mencintai seseorang, maka akan muncul rasa takut kehilangan! Apakah begitu Aruna?" tanya Dion tanpa sadar."Hah?" sahut Aruna."Apakah perasaan ini, Aruna? Mengapa aku bingung dengan perasaanku sendiri? Aku terbiasa denganmu dan Bima. Bagaimana jika suatu saat nanti kita tak bersama lagi?" tanya Dion."Sttt! Jangan bilang begitu, Pak Dion. Kau harus tetap bersama kami demi Bima. Wajar saja kau merasakan perasaan itu. Aku pun sebenarnya juga merasakannya. Entah perasaan apa ini, perasaan yang dulu sempat aku punya saat bekerja denganmu. Jujur saja, sepuluh tahun denganmu dan interaksi kita yang amat sangat intens membuatku pernah menaruh hati pada Pak Dion. Namun aku sadar diri dan posisi. Aku takut ini hanya perasaan sesaat saja," jawab Aruna."Bukankah Pak Dion juga sering menghabiskan waktu dengan seseorang, maka secara otom
SURAT GUGATAN DI ATAS MEJA PRESDIR!"Mengapa kau tak mengatakannya dari awal padaku, Pak Dion?" tanya Aruna pada Dion."Apakah kau bisa menerima semua itu, Aruna? Aku lelaki cacat, kematian sangat dekat denganku!" kata Dion."Apakah kau meragukan cintaku yang brutal dan ugal- ugalan ini, Pak Dion?" tanya Aruna menatap Dion tajam."Tak ada alasan menolakmu untuk menjadi sosok Ayah Baik bagi Bima. Kita bisa membesarkan Bima bersama- sama. Bukan demi aku, ataupun demi dirimu, semua untuk Bima. Malaikat kecil kita yang terlahir tanpa dosa dan tak tahu apa- apa," jelas Aruna sambil mengelus tangan Dion. Dion pun menganggukkan kepala. Tangan Dion membalikkan arah ke atas. Menangkap tangan Aruna dan memegangnya dengan erat. Mungkin Aruna terkesan agresif namun akhirnya ini keputusan Aruna untuk langsung mengungkapkan semua. Aruna sudah tak ingin lagi menutup perasaannya kali ini. Dia ingin mengungkapkannya pada Dion. Untung saja gayung itu bersambut, Dion pu
HAK ASUH BIMA."Pak Dion dan Pak Hendi sudah kembali ke kantor ini kok, Bu Aruna. Silakan tunggu di sini sebentar," perintah seorang resepsionis yang sekaligus merangkap sekertaris Aruna."Baik terima kasih," kata Aruna. Dia duduk di kursi berhadapan dengan kursi Dion. Aruna meletakkan bungkusan paper bag yang berisi kado spesial untuk mantan presiden direkturnya itu. Namun tanpa sengaja saat meletakkan kado itu di meja, Aruna melihat sesuatu. Dia melihat surat gugatan. Karena penasaran Aruna mengambil surat itu dan membacanya. Ternyata itu adalah surat gugatan perubahan hak asuh anak. Aruna ternganga tak percaya dengan apa yang dia baca. Surat itu di temukan diatas meja Dion, saat Aruna membolak baliknya terdapat nama Dion dan Willy salah satu pengacara handal di Jakarta langganan perusahaannya dulu."Astaga! Apa maksud surat ini?" batin Aruna dalam hati setengah tak percaya. Badannya sontak lemas mendadak, dia meraih kursi dan duduk sambil mencoba
PERDEBATAN DAN PENGUSIRAN"Aruna, sabar dulu! Coba kau dengarkan penjelasanku! Mengapa kau begini? Kenapa kau mengeluarkan dan mengemasi semua barangku?" tanya Dion."PERGI!" bentak Aruna dengan mata berkaca- kaca."Aruna, tunggu. Bisakah kamu memberikan kesempatan untukku menjelaskan?" tanya Dion."Baik jelaskan sekarang!" perintah Aruna. Dion terkejut dengan perubahan sikap Aruna. Padahal semalam dia berprilaku lembut sekali. Ini baru pertama kalinya bagi Dion Aruna sangat marah bahkan berani membentak dan mengusirnya. Melihat Dion yang masih terdiam, Aruna makin marah."Kenapa? Kenapa sekarang Pak Dion justru tidak banyak bicara? Bukankah Pak Dion tadi ingin sebuah kesempatan? Sok! Sekarang, katakan lah semuanya, cepat! Sebelum saya berubah pikiran, katakan!" perintah Aruna sambil terus menangis."Katakan sekarang bahwa memang Pak Dion melakukan ini semua hanya untuk merebut hati Bima saja bukan? Demi mendapatkan kesan baik padanya dan mendapatka
KENAPA DION BEGITU?"Kau tahu tidak, Pak Dion? Aku bisa menerima bahwa kau membenciku. Kau boleh melampiaskan semua kemarahanmu padaku! Sungguh, aku bisa menerima semuanya. Tapi tidak dengan Bima, tidak ada seorangpun yang boleh merebut Bima dari sisiku! Termasuk kau juga, tidak boleh!" ancam Aruna."Mulai hari ini kau tidak akan bisa lagi bertemu dengan Bima!" teriak Aruna dengan disertai tangisnya."Aruna, aku tahu apapun sekarang yang aku katakan kau tidak akan mendengarkannya. Meskipun sekarang di dalam hatimu aku adalah seorang penjahat yang tidak bermoral sekalipun, tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal! Ingat lah Aruna yang membuat seorang anak itu tenang adalaj kasih sayang orang tuanya. Terutama Ibunya, seorang Ibu bisa menjadi tulang rusuk dan tulang punggung. Sedangkan aku adalah seorang lelaki yang tak akan pernah membuat seorang anak meninggalkan Ibunya! Bukankah surga seorang anak berada di bawah kaki Ibu? Bukan Ayah. Kau harus percaya itu," kata Di