HAK ASUH BIMA.
"Pak Dion dan Pak Hendi sudah kembali ke kantor ini kok, Bu Aruna. Silakan tunggu di sini sebentar," perintah seorang resepsionis yang sekaligus merangkap sekertaris Aruna."Baik terima kasih," kata Aruna. Dia duduk di kursi berhadapan dengan kursi Dion. Aruna meletakkan bungkusan paper bag yang berisi kado spesial untuk mantan presiden direkturnya itu. Namun tanpa sengaja saat meletakkan kado itu di meja, Aruna melihat sesuatu. Dia melihat surat gugatan. Karena penasaran Aruna mengambil surat itu dan membacanya. Ternyata itu adalah surat gugatan perubahan hak asuh anak. Aruna ternganga tak percaya dengan apa yang dia baca. Surat itu di temukan diatas meja Dion, saat Aruna membolak baliknya terdapat nama Dion dan Willy salah satu pengacara handal di Jakarta langganan perusahaannya dulu."Astaga! Apa maksud surat ini?" batin Aruna dalam hati setengah tak percaya. Badannya sontak lemas mendadak, dia meraih kursi dan duduk sambil mencobaPERDEBATAN DAN PENGUSIRAN"Aruna, sabar dulu! Coba kau dengarkan penjelasanku! Mengapa kau begini? Kenapa kau mengeluarkan dan mengemasi semua barangku?" tanya Dion."PERGI!" bentak Aruna dengan mata berkaca- kaca."Aruna, tunggu. Bisakah kamu memberikan kesempatan untukku menjelaskan?" tanya Dion."Baik jelaskan sekarang!" perintah Aruna. Dion terkejut dengan perubahan sikap Aruna. Padahal semalam dia berprilaku lembut sekali. Ini baru pertama kalinya bagi Dion Aruna sangat marah bahkan berani membentak dan mengusirnya. Melihat Dion yang masih terdiam, Aruna makin marah."Kenapa? Kenapa sekarang Pak Dion justru tidak banyak bicara? Bukankah Pak Dion tadi ingin sebuah kesempatan? Sok! Sekarang, katakan lah semuanya, cepat! Sebelum saya berubah pikiran, katakan!" perintah Aruna sambil terus menangis."Katakan sekarang bahwa memang Pak Dion melakukan ini semua hanya untuk merebut hati Bima saja bukan? Demi mendapatkan kesan baik padanya dan mendapatka
KENAPA DION BEGITU?"Kau tahu tidak, Pak Dion? Aku bisa menerima bahwa kau membenciku. Kau boleh melampiaskan semua kemarahanmu padaku! Sungguh, aku bisa menerima semuanya. Tapi tidak dengan Bima, tidak ada seorangpun yang boleh merebut Bima dari sisiku! Termasuk kau juga, tidak boleh!" ancam Aruna."Mulai hari ini kau tidak akan bisa lagi bertemu dengan Bima!" teriak Aruna dengan disertai tangisnya."Aruna, aku tahu apapun sekarang yang aku katakan kau tidak akan mendengarkannya. Meskipun sekarang di dalam hatimu aku adalah seorang penjahat yang tidak bermoral sekalipun, tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal! Ingat lah Aruna yang membuat seorang anak itu tenang adalaj kasih sayang orang tuanya. Terutama Ibunya, seorang Ibu bisa menjadi tulang rusuk dan tulang punggung. Sedangkan aku adalah seorang lelaki yang tak akan pernah membuat seorang anak meninggalkan Ibunya! Bukankah surga seorang anak berada di bawah kaki Ibu? Bukan Ayah. Kau harus percaya itu," kata Di
CINTA BISA MENGHANCURKAN SEMUA"Aku akan membantumu! Pasti ada saat itu, percayalah padaku. Dia pasti akan memaafkanmu," sambungnya lagi."Apa yang aku khawatirkan memangnya?" bentak Dion."Kau tahu rumahnya kecil dan sederhana. Aku sudah lama tidak mau tinggal di sana! Selain itu aku tidak bersalah. Dia sendiri yang tidak percaya pada ku," ucap Dion."Kau kira apakah aku cukup senang tinggal di rumahnya?" tanya Dion."Ya, setidaknya kau bisa tidur dan menemani Bima," jawab Hendi."Apakah perlu ku buatkan susu hangat?" tanya Hendi lagi."Tidak perlu! Tidak perlu," kata Dion melihat Hendi yang mulai beranjak berdiri. Dion menyandarkan kepalanya di kursi lagi sambil menghela nafas panjang sekali. "Aruna bilang dia tidak akan membiarkanku menemui di Bima lagi," terang Dion."Apa? kalau begitu aku juga tidak bisa dengan bertemu dengan Bima dong?" tanya Hendi yang panik."Yah! Padahal kami sudah mulai akrab dan berjanji akan makan es cream be
SAKITNYA ARUNA!"Oh ya jangan lupa gantikan meeting ku dengan PT Hadinata Wijaya," teriak Aruna."Istirahatlah," sahut Arumi."Loh tumben, biasanya dia yang paling semangat dengan proyek ini! Jangan- jangan pasti mereka sedang bertengkar," batin Arumi. "Pak Dion! Pak Dion kan tidak perlu datang sendiri untuk meningkatkan sistem ini. Banyak hal yang bisa kita kerjakan," kata Hendi setengah mengeluh karena harus mengubah jadwal secara mendadak."Ck! Kau hanya mengomel saja. Aku memang tidak di perlukan tapi dia di perlukan di sini," gumam Dion."Kenapa kau menyusahkan diri sendiri?" sahut Hendi."Karena Aruna masih tidak mau menerima teleponu, dia memblokirku!" kata Dion. Arumi yang datang dari belakang mendengar perkataan Dion. Dia tersenyum penuh arti. Akhirnya dia tahu apa penyebabnya. Arumi segera menghampiri Dion karena bagaimanapun juga Dion adalah atasannya."Loh Pak Dion, saya tidak tahu anda juga di sini. Ada apa?" tanya Arumi yang c
GUGATAN HAK ASUH ANAK Dion mendengus kesal sambil memandang sinis ke arah Rendi. Mereka pun bergegas untuk sampai di rumah Aruna. Sesampainya dia di depan pintu depan rumah Aruna, mereka bergegas berjalan bersamaan. Mereka bebarengan mengetuk pintu rumah Aruna. Dion mencoba memasukkan keyword di pintu doorlock itu tapi nyatanya tak tak bisa di buka. Akhirnya Rendi mengetuk pintu biasa.'Tok' 'Tok' 'Tok'"Siapa?" teriak dari dalam."Aku!" sahut Dion dan Rendi berdua bersamaan. Aruna pun membuka pintunya, karena dia yakin Rendi suara yang di dengarnya tadi. Aruna yang memang sedang membuat jus, akhirnya berjalan ke pintu sambil melepaskan apron measaknya. Dengan malas, dia membua pintu dan langsung kaget melihat dua orang lelaki itu berada di depannya."Kenapa kalian di sini?" tanya Aruna heran mengernyitkan keningnya karena Dion dan Rendi datang bersama."Arumi bilang kalau kau sedang tidak enak badan. Lalu dia menyuruhku kemari menjengukmu, aku baw
PENJELASAN PENGACARA"Aku harus bagaimana, Mas?" tanya Aruna."Aruna, tenanglah. Aku an membantumu. Aku memiliki salah satu pasien di rumah sakit, di mana anaknya adalah seorang pengacara yang khusus menangani masalah perceraian dan gugatan perdana. Aku akan menghubunginya jika kau butuh, akan ku kenalkan padanya," ucap Rendi."Mas, berhubung Pak Dion sudah menyiapkan surat gugatan pengacara itu berarti dia sudah mempersiapkan segalanya juga. Kita harus segera bersiap- siap," ujar Aruna."Ini benar sekali," sahut Rendi melihat wajah Aruna yang masih terlihat ayu meskipun berantakan."Kalau begitu tolong bantu aku, Mas. Bantu menghubungi pengacara itu," pinta Aruna."Baiklah, aku akan menghubunginya sekarang," kata Rendi sambil mengambil teleponnya."Terima kasih ya, Mas," kata Aruna terharu dengan kebaikan Rendi. Rendi segera menghubungi nomer relasinya itu. 'Tut' 'Tut' telpon tersambung dengan rumah Rendi berbasa basi dulu. Kemudian dia mengata
AJAKAN MENIKAH RENDI! Aruna menganggukkan kepalanya. Sedikit banyak dia setuju dengan semua ucapan Rendi. Bukannya apa- apa, dia adalah seorang tua tunggal untuk Bima. Meski pekerjaannya juga mapan, kedua orang tuanya mendukung, namun jika di logika dan berpikir realistis tentulah semua itu tak sebanding dengan kekayaan Dion. Di tambah, Bima sendiri sakit dan membutuhkan banyak uang. Itu tentulah akan memberatkannya. Apalagi Bima sangat dekat dengan Dion. Semua sungguh memberatkannya."Lalu apa yang harus aku lakukan, Mas Rendi?" tanya Aruna."Aruna dengarkan aku! Aku akan mengorbankan diriku untuk menjadi Ayah sambung untuk Bima. Bagaimana kalau kita menikah, namun kau jangan salah paham. Kita tidak menikah secara betulan. Kita bisa bercerai setelah mendapatkan hak asuh Bima. Seperti perjanjian pernikahan. Seperti yang kau tahu, pekerjaanku sebagai dokter tentu lebih memudahkanmu untuk memenangkan gugatan kan?" usul Rendi. Aruna cukup terkejut dengan se
PERTEMUAN RAHASIA! Di sisi lain, Bima sudah pulang sekolah. DIa celingak celinguk melihat ke luar, belum nampak Ibu nya menjemput. Bima menghela nafas panjang, lagi semenjak kepergian Ayah Baiknya jam pulang pun harus menunggu lama. Bima duduk di kursi tunggu depan."Bima!" panggil seorang lelaki memakai jas. Melihat kedatangan lelaki itu, Bima tersenyum senang. Dia membalas lambaian tangan lelaki itu dan setengah berlari menghampirinya."Om Baik!!!!" teriak Bima sambil mendatangi Hendi."Sayangku! Apa kabarmu?" tanya Hendi."Baik Om Baik. Kenapa kau datang ke sini?" tanya Bima."Aku merindukanmu! Ayok kita ke toserba sebelah. Aku akan membelikanmu es cream," ajak Hendi. Bima pun menganggukkan kepalanya. Tentu saja wajarnya anak kecil dia merasa kesenangan karena mendapat es cream. Dengan bergandengan tangan bersama Hendi mereka ke toserba samping sekolah Bima."Om Baik, Ayah Baik ku kemana?" tanya Bima sambil menyuap es cream ke dalam mul