ARUNA MENCINTAI SECARA UGAL- UGALAN!
"Pak Dion," panggil Aruna."Rasa takut kehilangan adalah salah satu tanda cinta. Ketika kita mencintai seseorang, maka akan muncul rasa takut kehilangan! Apakah begitu Aruna?" tanya Dion tanpa sadar."Hah?" sahut Aruna."Apakah perasaan ini, Aruna? Mengapa aku bingung dengan perasaanku sendiri? Aku terbiasa denganmu dan Bima. Bagaimana jika suatu saat nanti kita tak bersama lagi?" tanya Dion."Sttt! Jangan bilang begitu, Pak Dion. Kau harus tetap bersama kami demi Bima. Wajar saja kau merasakan perasaan itu. Aku pun sebenarnya juga merasakannya. Entah perasaan apa ini, perasaan yang dulu sempat aku punya saat bekerja denganmu. Jujur saja, sepuluh tahun denganmu dan interaksi kita yang amat sangat intens membuatku pernah menaruh hati pada Pak Dion. Namun aku sadar diri dan posisi. Aku takut ini hanya perasaan sesaat saja," jawab Aruna."Bukankah Pak Dion juga sering menghabiskan waktu dengan seseorang, maka secara otomSURAT GUGATAN DI ATAS MEJA PRESDIR!"Mengapa kau tak mengatakannya dari awal padaku, Pak Dion?" tanya Aruna pada Dion."Apakah kau bisa menerima semua itu, Aruna? Aku lelaki cacat, kematian sangat dekat denganku!" kata Dion."Apakah kau meragukan cintaku yang brutal dan ugal- ugalan ini, Pak Dion?" tanya Aruna menatap Dion tajam."Tak ada alasan menolakmu untuk menjadi sosok Ayah Baik bagi Bima. Kita bisa membesarkan Bima bersama- sama. Bukan demi aku, ataupun demi dirimu, semua untuk Bima. Malaikat kecil kita yang terlahir tanpa dosa dan tak tahu apa- apa," jelas Aruna sambil mengelus tangan Dion. Dion pun menganggukkan kepala. Tangan Dion membalikkan arah ke atas. Menangkap tangan Aruna dan memegangnya dengan erat. Mungkin Aruna terkesan agresif namun akhirnya ini keputusan Aruna untuk langsung mengungkapkan semua. Aruna sudah tak ingin lagi menutup perasaannya kali ini. Dia ingin mengungkapkannya pada Dion. Untung saja gayung itu bersambut, Dion pu
HAK ASUH BIMA."Pak Dion dan Pak Hendi sudah kembali ke kantor ini kok, Bu Aruna. Silakan tunggu di sini sebentar," perintah seorang resepsionis yang sekaligus merangkap sekertaris Aruna."Baik terima kasih," kata Aruna. Dia duduk di kursi berhadapan dengan kursi Dion. Aruna meletakkan bungkusan paper bag yang berisi kado spesial untuk mantan presiden direkturnya itu. Namun tanpa sengaja saat meletakkan kado itu di meja, Aruna melihat sesuatu. Dia melihat surat gugatan. Karena penasaran Aruna mengambil surat itu dan membacanya. Ternyata itu adalah surat gugatan perubahan hak asuh anak. Aruna ternganga tak percaya dengan apa yang dia baca. Surat itu di temukan diatas meja Dion, saat Aruna membolak baliknya terdapat nama Dion dan Willy salah satu pengacara handal di Jakarta langganan perusahaannya dulu."Astaga! Apa maksud surat ini?" batin Aruna dalam hati setengah tak percaya. Badannya sontak lemas mendadak, dia meraih kursi dan duduk sambil mencoba
PERDEBATAN DAN PENGUSIRAN"Aruna, sabar dulu! Coba kau dengarkan penjelasanku! Mengapa kau begini? Kenapa kau mengeluarkan dan mengemasi semua barangku?" tanya Dion."PERGI!" bentak Aruna dengan mata berkaca- kaca."Aruna, tunggu. Bisakah kamu memberikan kesempatan untukku menjelaskan?" tanya Dion."Baik jelaskan sekarang!" perintah Aruna. Dion terkejut dengan perubahan sikap Aruna. Padahal semalam dia berprilaku lembut sekali. Ini baru pertama kalinya bagi Dion Aruna sangat marah bahkan berani membentak dan mengusirnya. Melihat Dion yang masih terdiam, Aruna makin marah."Kenapa? Kenapa sekarang Pak Dion justru tidak banyak bicara? Bukankah Pak Dion tadi ingin sebuah kesempatan? Sok! Sekarang, katakan lah semuanya, cepat! Sebelum saya berubah pikiran, katakan!" perintah Aruna sambil terus menangis."Katakan sekarang bahwa memang Pak Dion melakukan ini semua hanya untuk merebut hati Bima saja bukan? Demi mendapatkan kesan baik padanya dan mendapatka
KENAPA DION BEGITU?"Kau tahu tidak, Pak Dion? Aku bisa menerima bahwa kau membenciku. Kau boleh melampiaskan semua kemarahanmu padaku! Sungguh, aku bisa menerima semuanya. Tapi tidak dengan Bima, tidak ada seorangpun yang boleh merebut Bima dari sisiku! Termasuk kau juga, tidak boleh!" ancam Aruna."Mulai hari ini kau tidak akan bisa lagi bertemu dengan Bima!" teriak Aruna dengan disertai tangisnya."Aruna, aku tahu apapun sekarang yang aku katakan kau tidak akan mendengarkannya. Meskipun sekarang di dalam hatimu aku adalah seorang penjahat yang tidak bermoral sekalipun, tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal! Ingat lah Aruna yang membuat seorang anak itu tenang adalaj kasih sayang orang tuanya. Terutama Ibunya, seorang Ibu bisa menjadi tulang rusuk dan tulang punggung. Sedangkan aku adalah seorang lelaki yang tak akan pernah membuat seorang anak meninggalkan Ibunya! Bukankah surga seorang anak berada di bawah kaki Ibu? Bukan Ayah. Kau harus percaya itu," kata Di
CINTA BISA MENGHANCURKAN SEMUA"Aku akan membantumu! Pasti ada saat itu, percayalah padaku. Dia pasti akan memaafkanmu," sambungnya lagi."Apa yang aku khawatirkan memangnya?" bentak Dion."Kau tahu rumahnya kecil dan sederhana. Aku sudah lama tidak mau tinggal di sana! Selain itu aku tidak bersalah. Dia sendiri yang tidak percaya pada ku," ucap Dion."Kau kira apakah aku cukup senang tinggal di rumahnya?" tanya Dion."Ya, setidaknya kau bisa tidur dan menemani Bima," jawab Hendi."Apakah perlu ku buatkan susu hangat?" tanya Hendi lagi."Tidak perlu! Tidak perlu," kata Dion melihat Hendi yang mulai beranjak berdiri. Dion menyandarkan kepalanya di kursi lagi sambil menghela nafas panjang sekali. "Aruna bilang dia tidak akan membiarkanku menemui di Bima lagi," terang Dion."Apa? kalau begitu aku juga tidak bisa dengan bertemu dengan Bima dong?" tanya Hendi yang panik."Yah! Padahal kami sudah mulai akrab dan berjanji akan makan es cream be
SAKITNYA ARUNA!"Oh ya jangan lupa gantikan meeting ku dengan PT Hadinata Wijaya," teriak Aruna."Istirahatlah," sahut Arumi."Loh tumben, biasanya dia yang paling semangat dengan proyek ini! Jangan- jangan pasti mereka sedang bertengkar," batin Arumi. "Pak Dion! Pak Dion kan tidak perlu datang sendiri untuk meningkatkan sistem ini. Banyak hal yang bisa kita kerjakan," kata Hendi setengah mengeluh karena harus mengubah jadwal secara mendadak."Ck! Kau hanya mengomel saja. Aku memang tidak di perlukan tapi dia di perlukan di sini," gumam Dion."Kenapa kau menyusahkan diri sendiri?" sahut Hendi."Karena Aruna masih tidak mau menerima teleponu, dia memblokirku!" kata Dion. Arumi yang datang dari belakang mendengar perkataan Dion. Dia tersenyum penuh arti. Akhirnya dia tahu apa penyebabnya. Arumi segera menghampiri Dion karena bagaimanapun juga Dion adalah atasannya."Loh Pak Dion, saya tidak tahu anda juga di sini. Ada apa?" tanya Arumi yang c
GUGATAN HAK ASUH ANAK Dion mendengus kesal sambil memandang sinis ke arah Rendi. Mereka pun bergegas untuk sampai di rumah Aruna. Sesampainya dia di depan pintu depan rumah Aruna, mereka bergegas berjalan bersamaan. Mereka bebarengan mengetuk pintu rumah Aruna. Dion mencoba memasukkan keyword di pintu doorlock itu tapi nyatanya tak tak bisa di buka. Akhirnya Rendi mengetuk pintu biasa.'Tok' 'Tok' 'Tok'"Siapa?" teriak dari dalam."Aku!" sahut Dion dan Rendi berdua bersamaan. Aruna pun membuka pintunya, karena dia yakin Rendi suara yang di dengarnya tadi. Aruna yang memang sedang membuat jus, akhirnya berjalan ke pintu sambil melepaskan apron measaknya. Dengan malas, dia membua pintu dan langsung kaget melihat dua orang lelaki itu berada di depannya."Kenapa kalian di sini?" tanya Aruna heran mengernyitkan keningnya karena Dion dan Rendi datang bersama."Arumi bilang kalau kau sedang tidak enak badan. Lalu dia menyuruhku kemari menjengukmu, aku baw
PENJELASAN PENGACARA"Aku harus bagaimana, Mas?" tanya Aruna."Aruna, tenanglah. Aku an membantumu. Aku memiliki salah satu pasien di rumah sakit, di mana anaknya adalah seorang pengacara yang khusus menangani masalah perceraian dan gugatan perdana. Aku akan menghubunginya jika kau butuh, akan ku kenalkan padanya," ucap Rendi."Mas, berhubung Pak Dion sudah menyiapkan surat gugatan pengacara itu berarti dia sudah mempersiapkan segalanya juga. Kita harus segera bersiap- siap," ujar Aruna."Ini benar sekali," sahut Rendi melihat wajah Aruna yang masih terlihat ayu meskipun berantakan."Kalau begitu tolong bantu aku, Mas. Bantu menghubungi pengacara itu," pinta Aruna."Baiklah, aku akan menghubunginya sekarang," kata Rendi sambil mengambil teleponnya."Terima kasih ya, Mas," kata Aruna terharu dengan kebaikan Rendi. Rendi segera menghubungi nomer relasinya itu. 'Tut' 'Tut' telpon tersambung dengan rumah Rendi berbasa basi dulu. Kemudian dia mengata