Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 159. KEPUTUSAN #2

Share

159. KEPUTUSAN #2

last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-19 14:00:04

Semata-mata aku dan Dalton tidak betah terlalu lama di Mars—padahal itu, secara teknis, tempat tinggal Dalton sebelum dua tahun lalu. Namun, entah, Dalton bilang, suasana Mars berubah jauh dibanding ketika dirinya masih penghuni.

Kami mencetuskan pergi ke tim peneliti bersama Haswin dan Yasha, tetapi karena perbincangan mereka masih panjang—Dalton sempat buka pintu, tentunya lapor bahwa aku di sana, yang tentu membuat Haswin dan Yasha tercengang seolah aku tak akan pernah muncul lagi—lalu Dalton bilang akan menunggu di luar Mars. Terakhir obrolan mereka terdengar, satu-satunya yang kudengar justru nama orang. Dan aku tidak mau pikir panjang ketika nama yang terdengar itu Layla.

“Mereka menggosip, ya,” kataku, saat kami keluar Mars.

“Perbincangan laki-laki kadang mengupas habis cewek cantik,” ujar Dalton.

Jadi, kami berniat duduk di selasar Mars yang sepi—karena hampir semua penghuni di ladang, yang sebenarny

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   160. KEPUTUSAN #3

    “Jadi, kalian yang buat—” aku menunjuk kaus, “ini?”“Hampir semua baju yang dipakai di sini, kecuali dewan, kami yang buat,” kata Mika. “Padang Anushka punya alatnya. Hanya tidak punya otaknya.”“Itu lumayan menyinggung.”“Tidak ada tim busana di sini. Sebenarnya kami tim tungku.”“Aku tahu itu. Mantan kapten dan wakil kapten, kan?”“Hanya satu tahun.” Mika tidak membantah, meskipun senyumnya terkesan pahit. “Tidak terlalu dibanggakan. Bakat kami—bakatku—bukan di masak. Dhiena mungkin pintar masak, tapi untukku—kurasa tidak.”“Jangan merendah begitu,” sela Dalton. “Satu tahun pun banyak perubahan yang dibuat di masa kalian. Dan masakanmu enak. Dan kau bisa mengatur jadwal makanan, pengaturan kupon, persediaan—yang saat itu belum ada tim stok. Nah, benar, Forlan. Tim stok baru dibuat waktu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21
  • Selubung Memori   161. KEBERADAAN #1

    Hal pertama yang membuatku merasa begitu aneh, adalah kenyataan bahwa di langkah pertamaku masuk ruangan tim peneliti, Jesse langsung berdiri, dengan enteng memelukku. Dan cengkeramannya termasuk kuat seolah dia mengeluarkan segala yang terpendam dalam dirinya.“Lavi selamat,” gumamnya, di bahuku.Aku mengangguk-angguk, kuputuskan membalasnya. “Kau hebat, Jesse. Maaf membuatmu sibuk beberapa jam terakhir.”Hal langka itu berakhir begitu mudah seolah Jesse bukan Jesse yang sering mengumpat. Dia langsung menghela napas, duduk di kursi seperti sebelumnya bak tidak pernah terjadi apa-apa, lalu mengusap semua ingus dan tangisnya dengan tisu. Dia menggeleng, kembali membelakangi kami, menghadap komputer.Aku bertemu mata dengan Dalton.Baru kemudian Haswin dan Yasha.Nuel dan Asva juga memandangi kami. Sepertinya itu hal paling aneh dari semua yang pernah dilakukan Jesse. Mereka berdua bahkan sampai menatap Jesse beberapa w

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Selubung Memori   162. KEBERADAAN #2

    Ada sekitar dua jam sebelum jam malam, Yasha meminta kami bersiap pada kemungkinan terburuk, dan Haswin mengatakan kebenaran tentang rencana ini.“Yang meminta ini sebenarnya Mika, aku menyepakatinya.”“Mika?” tanyaku. “Yang mana?”“Dobrak. Sebenarnya aku sudah memikirkan itu, tapi kupikir tak ada alasan mendesak. Tapi setelah Mika menyebutnya, sekarang waktunya.”“Aku jadi ingat,” ujar Dalton. “Mika punya insting hewan gunung.”“Lebih tepatnya, antena bahaya. Seperti Kapten kalian.”“Itu bukan antena bahaya,” timpaku. “Itu kasih sayang.”“Kuharap seseorang juga punya antena bahaya untukku,” gumam Dalton.Jadi, lagi-lagi kami berpencar. Haswin dan Yasha akan mendaftarkan kami patroli, Dalton berniat membuat alat pendeteksi logam—yang sebenarnya terdengar mustahil karena tersisa kurang dari dua jam, tetap

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Selubung Memori   163. KEBERADAAN #3

    Rapat strategi berlangsung di Gerhaku selama tujuh menit.Ada aku, Haswin, Yasha, Dalton, Elka, Lukas, Reila, dan Kara. Belakangan Haswin menyebut Gerhaku tempat ternyaman untuk berkumpul—biasanya kami di Gerha Dalton ketika bosan menikmati danau sebagai pemandangan untuk ngobrol, tetapi setelah Gerha Dalton rusuh setiap kami di sana, secara teknis, dia mengusir kami. Gerha Dalton juga tidak bisa menjadi pilihan bila Elton ada di sana.“Rasanya memalukan karena aku baru tahu penghuni punya ciri khas yang menonjol di masing-masing Gerha,” ujar Kara, mengamati tiap sudut Gerhaku.Sebelum tujuh menit rapat strategi, aku berdiri bersama Kara di seberang pancuran kolam, Reila ikut di dekat kami, dan Kara bertanya, “Biar kutebak, Nak, ini mirip pondok gunung milikmu, kan?”“Cukup mirip.”“Menenangkan sekali. Air terjun terasa segar di sini.”“Itu juga yang kurasakan saat di pondok.”

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-27
  • Selubung Memori   164. KEBERADAAN #4

    Hal terakhir yang kami lakukan sampai jam malam—dengan sangat yakin—adalah membongkar setiap sudut Gerhaku seolah-olah seseorang berani sembunyi di tempat yang tidak boleh dia pakai sebagai tempat sembunyi. Aku punya dua asumsi soal sisa orang itu. Pertama, dia Kenzie—meskipun aku tidak mengerti mengapa dia memilih menyembunyikan keberadaannya di area Gerha pemilik kemampuan. Semua orang juga masih tidak mengerti mengapa dia sampai harus menyembunyikan keberadaan seolah dia terlibat sesuatu yang begitu mencekam. Kedua, dan yang paling kuyakini, itu Aza. Aku juga sering merasakan Aza seolah kehadirannya masih terasa di sekitarku. “Aku mengatakan itu pada Dhiena dan Mika,” jelas Haswin. “Mika bilang, mungkin yang Fal maksud Gerha Troy atau Aaron. Ada yang sembunyi—” “Disembunyikan,” koreksi Yasha, sudah kembali bersama kami. “Ada yang disembunyikan Aaron atau Troy,” lanjut Haswin. “Jadi, dengan asumsi Dalton sudah mampir ke Gerha Aaron d

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Selubung Memori   165. LUBANG #1

    Troy masih tidak keluar hingga bel keempat. Melihat Gerha Troy yang begitu defensif, rasanya memang mencurigakan. Pagar yang terbuat dari besi ini, kawat berduri sebagai hiasannya, entah bagaimana nuansa yang terasa justru seperti melihat penjara. “Gerbangnya dikunci dari dalam,” kata Dalton, melihat dari celah. “Rantai dan bergembok. Takkan mudah. Sepertinya dia memang tidak berniat keluar.” “Kurasa kita memang harus mendobraknya,” cetus Yasha. “Jadi, kita serius mau menerobos masuk?” Kami terdiam. Dalton menatap Haswin, Yasha menatap Haswin, aku juga menatap Haswin. Haswin menatap Dalton. Kemudian kami tidak bicara—karena sebagian dari kami menunggu instruksi Haswin, tetapi bahasa tubuh Haswin seperti menunggu instruksi Dalton. Dan tampaknya yang memikirkan itu bukan hanya aku. Yasha memotong keheningan. “Jadi, bagaimana, Bongsor?” “Aku?” Gagasan itu memang tepat sasaran. “Dobrak saja.” “Oke, tunggu sebentar,” kata Dalton. “N

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Selubung Memori   166. LUBANG #2

    Dalton menelusuri dinding sekali lagi—menemukan pintu ke bawah di balik meja. “Betapa bodohnya ini tidak kulakukan sejak awal,” decaknya.Kubayangkan itu tangga ke bawah seperti di vila Fal.Namun, tidak, tangga itu justru seperti pintu gorong-gorong, bentuknya dari besi melingkar yang cara dibukanya dengan memutar persneling. Haswin bilang memutar itu pasti akan sulit—seperti ada mekanisme khusus. Dalton tak mau ambil risiko, jadi dia meminta kami mundur beberapa langkah saat dia memakai jam.Kemudian ketika Dalton memencet jam tangannya, tiba-tiba laser muncul.Itu sudah cukup membuatku dan Haswin tercengang, bahkan Yasha sampai menganga tak percaya, tetapi Dalton dengan sangat lihai—bahkan tanpa kacamata khusus, memutar laser itu di pinggiran pintu, membuat pintu itu terbelah. Lagi-lagi dia memakai kemampuannya, mengangkat pintu yang sudah terbelah tanpa sedikit pun memegangnya. Dia memakai senter, menyinari bagian dalam l

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • Selubung Memori   167. LUBANG #3

    Situasinya sangat janggal.Bisa dibilang, terakhir kali aku melihat Kenzie—saat pertama kami melihat Venus dari atas, dia tidak sekacau ini. Dia masih terlihat arogan, dengan baju yang layak dan badan sehat—itu poinnya. Dia tidak pernah menatap kami dengan sorot penuh ngeri. Itu cukup membuatku membisu—mau aku menerimanya atau tidak, kurasa Dalton dan aku sudah bisa mengerti kebenaran yang terjadi.“Kita kecolongan,” gumam Yasha.Haswin mencetuskan untuk membedah ruangan kecil itu. Yasha juga segera bergerak seolah tidak ada lagi yang harus dilakukan. Dalam jeda waktu itu, aku dan Dalton sempat bertemu mata—yang cukup jelas bahwa dia mengerti bila ada orang yang bisa menjelaskan semua ini, tanpa harus melibatkan Troy, itu aku. Namun, dia memilih bungkam, mengedikkan kepala, seolah memberiku isyarat untuk langsung ikut membedah ruangan. Aku sempat trans, sedikit disorientasi, tetapi ketika Dalton mengerti dan sepenuhnya percaya

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04

Bab terbaru

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status