PULANGLAH BERSAMA UMI, NAK!"Assalamualaikum," sapa Abah Furqon."Waalaikumsalam, Bah!" jawab Sifa."Sudah bobok, Nduk?" tanya Abah Furqon melihat bayi Sifa yang berada di gendongannya."Liyep- liyep matanya, sudah mau bobok, Bah. Ini sudah minum susu sampai gumoh- gumoh," jawab Sifa sambil melirik ke pintu depan. Seperti sedang mencari seseorang."Bayi sering gumoh cukup umum dialami bayi dan bukanlah hal yang berbahaya, Nduk," jelas Umi Laila. Gumoh adalah keluarnya cairan, susu, atau makanan yang baru saja ditelan. Dalam istilah medis, gumoh ini disebut dengan refluks. Kondisi ini normal dialami bayi karena kerongkongannya yang belum berkembang sepenuhnya dan ukuran lambung bayi yang masih kecil. Pada dasarnya, bayi sering gumoh bukanlah kondisi yang mengkhawatirkan. Selain mengeluarkan susu atau makanan, gumoh terkadang juga disertai dengan sendawa, batuk, atau cegukan. Frekuensi gumoh pada bayi pun sangat bervariasi, bisa jarang, cukup sering, atau
TRADISI YANG DI ANGGAP MENYUSAHKAN"Benar itu, Nduk. Apa yang di katakan Umi mu itu, bayangkan bagaimana kalau kau akan kelelahan di sana nanti dan kalau ada apa -apa? Ikutlah kami, Nduk. Nanti tujuh hariannya kita aqiqah di rumah Abah," ucap Abah."Em, bagaimana ya, Bah? Bukannya apa- apa tapi apakah Mas Rio mengizinkan? Sifa....""Nduk, jujur saja Abah ingin kau ikut bersama kami. Abah memiliki alasan kuat, dan kau bisa menyampaikannya pada Rio saat nanti dia tak mengizinkanmu untuk menginap di rumah kami sementara waktu," kata Abah Furqon memotong pembicaraan Sifa agar puntrinya yakin."Apa itu, Bah?" tanya Sifa penasaran.Umi Laila merebut cucunya dan meletakkan di baby box samping ranjang Sifa. Sedangkan Abah Furqon duduk di samping Sifa. Dia nampan ingin membicarakan hal serius, karena Abah Furqon sangat memegang tegus aqidah demi kebaikan anak cucunya."Kau tahu Bude nya Rio, Nduk? Yang adik atau kakak dari mertuamu?" tanya Abah."Bude Siti?
MEMBUJUK RIO"Abah pun demikian, Mi! Sifa, namun ini lebih dari itu. Abah dengan sendiri saat Rio hendak mengubur ari-ari dengan bunga, jarum, benang, bahkan qur'an kecil!" sanggah Abah Furqon."Innalillah! Tak benar ini! Sebelum terlambat telp suamimu, Nduk! Larang, Allah! Allah," pekik Umi Laila panik."Sabar! Sabar, tak begitu caranya, Bu. Jangan begitu," tegur Abah."Lalu bagaimana?" tanya Umi Laila. "Menurut Abah lebih baik kita biarkan Sifa yang menelpon suaminya langsung jangan kita, Mi. Toh nanti katanya Rio akan pergi ke sini, mungkin malam hari dia baru bisa datang. Saat Rio sudah datang saja baru kita ajak bicara baik- baik, kalau tidak begitu akan bahaya dan menyebabkan salah paham serta miss komunikasi," jelas Abah Furqon."Umi rasanya tak sabar, Bah! Pengen rasanya Umi segera menegurnya," keluh Umi Laila."Nanti saja, Mi. Ingat mengingatkan kemungkaran memang baik namun jika salah caranya akan percuma saja. Semua harus imbang agar berj
DARI MANA KAU GENDHIS ASTARI WIJAYA?"Kantor saja sudah Mas pasrahkan semua satu pintu di Dimas," lanjut Rio."Ya sudah, Mas. Kalau begitu bagaimana Sifa untuk sementara waktu tinggal di rumah Abah dan Umi saja, Mas? Nanti jika semua sudah clear, sudah selesai, Mas juga sudah longgar, baru nanti menjemput Sifa di rumah Abah dan Umi. Bolehkah Mas?" bujuk Sifa."Bagaimana ya, Dek. Mas Rio takut, jika kau di sana merepotkan Abah dan Umi. Apalagi di sana ada Mulki. Kau tahu sendiri kan bagaimana hubungan Mas dengan adikmu Mulki," gumam Rio."Mas Hanya takut jika nanti Mulki menyalah artikan lagi, Mas hanya tak ingin nanti adikmu itu memikirkan macam- macam kalau kau sampai di sana. Mas tak mau ada salah paham lagi, Dek," sambungnya.Sifa terdiam, dia paham maksud suaminya itu. Sedikit banyak memang hubungan Rio dan Mulki memang tidaklah harmonis. Ini karena cekcok masa lalu Rio yang pernah menduakan Sifa, sampai mereka melakukan Khulu'. Saat ini pun sebenarnya Rio dan Sifa melakukan akad
AKU PULANG, KO!"Dri mana saja kok sampai jam delapan baru pulang? Bukannya kau pamitnya beli makan siang? Apakah Ponorogo itu sesulit itu untuk mencari makan? Bahkan aku bisa mendapatkannya lewat grabfood karena terlalu lapar! Aku menelpon pun tak kau angkat. Sebenarnya kau dari mana, GENDHIS ASTARI WIJAYA?" tanya pohon dengan mata nyala.Gendis meneguk ludahnya kasar. Namun dia tak kalah cerdik, dia sudah menyusun sebuah rencana yang bagus. Apakah yang dikatakan Gendis kali ini untuk menjadi alasan yang aman? Rasanya aman, karena Gendhis tahu Pohan sangat realistis dan menggunakan logika. Jadi Gendhis sudah mengantisipasinya. "Pulang ke rumah Mama, Ko," jawab Gendhis sambil berjalan masuk ke dalam rumah."Mama?" tanya Pohan memandang Gendhis heran."Ayok masuk dulu. Tak enak jika di dengar anak kos," ajak Gendhis.Pohan mengikuti langkah kaki Gendhis di belakang. Dia sangat penasaran dengan cerita wanitanya itu. Dia juga tak menyangka bagaimana mungkin Gendhis tiba- tiba mengambil
AKTA KELAHIRAN BAYI TAK BERNASAB!"Apakah hanya itu pilihannya, Baby?" tanya Pohan. Gendhis menganggukkan kepalanya."Ya, Ko. Hanya itu pilihan yang di berikan oleh Mamaku," jawab Gendhis."Lalu kau memilih yang mana, Baby? Apakah kau juga sudah mengatakan tentang hubungan kita ini?" tanya Pohan."Aku belum sempat mengatakannya, Ko. Aku bingung," keluh Gendhis."Banyak hal yang aku pikirkan sekarang. Pertama kejelasan status hubungan kita, tak mungkin kan selama ini kita akan terus begini saja. Makin besar Kai juga makin besar, sedangkan dalam mindset Kai kau adalah Daddy, nya. Kedua, Kai juga semakin lama beranjak besar, dia harus sekolah. Sedangkan salah satu syarat sekolah nya adalah akta kelahiran. Bagaimana nanti nasib akta kelahirannya?" sambung Gendhis dengan nada suara bergetar."Sampai detik ini, Kai pun saya belum memiliki akta kelahiran. Aku belum menemukan cara membuatnya. Sedangkan aku tak ingin di atas akta kelahiran anakku tak mencantumkan
MAKIAN DARI MAMA!Dia mengambil HP di tasnya. Gendhis mengetik pesan WA untuk nomer Rio. Untung saja, nomer Rio tak pernah ganti.[Aku ingin namamu tercantum dalam akta kelahiran Kai, bagaimana?]Send. Pesan Gendhis terkirim. Dia tinggal menunggu balasan dari Rio.[Kita harus bicara, Baby. Tak mungkin kan hanya lewat pesan. Bisakah aku menelponmu?][Besok aku telpon][Aku akan menunggumu, Baby]"Entahlah apa yang aku lakukan ini, Gusti. Tapi aku berbuat semua ini demi anakku! Demimu, Rahandika Kai Niskala. Cukup Ibu saja yang menderita jangan sampai dirimu juga merasakan semua kesakitan ini," batin Gendis dalam hati.Gendhis segera berjalan menuju ke bayinya. Dia mencoba berbaring di samping bayi itu dan memeluknya. Air matanya tak hentinya menetes, penyesalan memang selalu ada di belakang. Rasanya ingin dia mengulang waktu, mengingat pernyataan sang Mama dan makian nya sangat menyakitkan hatinya.****FLASHBACK SAAT PULANG DI RUMAHRumah itu masih sama, cat nya saja yang nampak bar
AKU HANYA SADAR DIRI SAJA, MA!"Maafkan aku, Ma!" gumam Gendhis sambil mendekap Kai erat."Kenapa dia tak ke sini? Kenapa tak berani menampakkan batang hidungnya?" tanya nya lagi.Gendhis terdiam mendengar semua ucpan dan pertanyaan Mama nya itu. Dia bingung haruskan menjawab semua pertanyaan Ibunya dengan jujur dengan mengatakan bahwa dia bersama Rio tak menikah? Haruskan dia mengatakan bahwa Rio masih memiliki seorang istri? Bagaimana reaksi Ibunya? Akan kah Ibunya memaafkannya?"Jangan bilang kalau kau tak meminta pertanggungjawabannya?" bentak Ririn.Gendhis mengangguk perlahan. Ririn menghela nafasnya panjang, tangannya mulai gemetar mengeluarkan keringat dingin. Sungguh dia tak paham dengan apa yang di pikiran oleh anak gadisnya itu. Dia tak mau langsung menyalahkan lelaki itu, karena dulu lelaki bos Gendhis pernah datang ke rumah mencari keberadaan Gendhis. Namun karena Gendhis melarangnya memberi tahu di mana keberadaan dirinya, jadi Ririn tak mengatakan apapun. Andai dia