AKTA KELAHIRAN BAYI TAK BERNASAB!
"Apakah hanya itu pilihannya, Baby?" tanya Pohan. Gendhis menganggukkan kepalanya."Ya, Ko. Hanya itu pilihan yang di berikan oleh Mamaku," jawab Gendhis."Lalu kau memilih yang mana, Baby? Apakah kau juga sudah mengatakan tentang hubungan kita ini?" tanya Pohan."Aku belum sempat mengatakannya, Ko. Aku bingung," keluh Gendhis."Banyak hal yang aku pikirkan sekarang. Pertama kejelasan status hubungan kita, tak mungkin kan selama ini kita akan terus begini saja. Makin besar Kai juga makin besar, sedangkan dalam mindset Kai kau adalah Daddy, nya. Kedua, Kai juga semakin lama beranjak besar, dia harus sekolah. Sedangkan salah satu syarat sekolah nya adalah akta kelahiran. Bagaimana nanti nasib akta kelahirannya?" sambung Gendhis dengan nada suara bergetar."Sampai detik ini, Kai pun saya belum memiliki akta kelahiran. Aku belum menemukan cara membuatnya. Sedangkan aku tak ingin di atas akta kelahiran anakku tak mencantumkanMAKIAN DARI MAMA!Dia mengambil HP di tasnya. Gendhis mengetik pesan WA untuk nomer Rio. Untung saja, nomer Rio tak pernah ganti.[Aku ingin namamu tercantum dalam akta kelahiran Kai, bagaimana?]Send. Pesan Gendhis terkirim. Dia tinggal menunggu balasan dari Rio.[Kita harus bicara, Baby. Tak mungkin kan hanya lewat pesan. Bisakah aku menelponmu?][Besok aku telpon][Aku akan menunggumu, Baby]"Entahlah apa yang aku lakukan ini, Gusti. Tapi aku berbuat semua ini demi anakku! Demimu, Rahandika Kai Niskala. Cukup Ibu saja yang menderita jangan sampai dirimu juga merasakan semua kesakitan ini," batin Gendis dalam hati.Gendhis segera berjalan menuju ke bayinya. Dia mencoba berbaring di samping bayi itu dan memeluknya. Air matanya tak hentinya menetes, penyesalan memang selalu ada di belakang. Rasanya ingin dia mengulang waktu, mengingat pernyataan sang Mama dan makian nya sangat menyakitkan hatinya.****FLASHBACK SAAT PULANG DI RUMAHRumah itu masih sama, cat nya saja yang nampak bar
AKU HANYA SADAR DIRI SAJA, MA!"Maafkan aku, Ma!" gumam Gendhis sambil mendekap Kai erat."Kenapa dia tak ke sini? Kenapa tak berani menampakkan batang hidungnya?" tanya nya lagi.Gendhis terdiam mendengar semua ucpan dan pertanyaan Mama nya itu. Dia bingung haruskan menjawab semua pertanyaan Ibunya dengan jujur dengan mengatakan bahwa dia bersama Rio tak menikah? Haruskan dia mengatakan bahwa Rio masih memiliki seorang istri? Bagaimana reaksi Ibunya? Akan kah Ibunya memaafkannya?"Jangan bilang kalau kau tak meminta pertanggungjawabannya?" bentak Ririn.Gendhis mengangguk perlahan. Ririn menghela nafasnya panjang, tangannya mulai gemetar mengeluarkan keringat dingin. Sungguh dia tak paham dengan apa yang di pikiran oleh anak gadisnya itu. Dia tak mau langsung menyalahkan lelaki itu, karena dulu lelaki bos Gendhis pernah datang ke rumah mencari keberadaan Gendhis. Namun karena Gendhis melarangnya memberi tahu di mana keberadaan dirinya, jadi Ririn tak mengatakan apapun. Andai dia
ANTARA KATREDAL DAN ISTIQLAL!Gendhis memutuskan untuk tidak memberitahu kepada ibunya bahwa dia sekarang tinggal bersama seorang lelaki bernama Pohan. Karena ibunya memang mengenal Pohan, sebenarnya dia tahu hubungan itu tak akan mendapat Restu lagi. Karena lagi- lagi cinta mereka memang terhalang perbedaan agama. Ketukan pintu di kamar Gendis membuatnya terbangun, dia mengerjapkan matanya dan melirik jam di atas nakas."Ahhh! Aku keiduran," gumam Gendhis lirih.Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul lima lebih. Biasanya Pohan memang sudah bangun pagi, itu adalah kebiasaanya sejak dulu. Dia akan bangun pagi untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan sambil mengopi pagi. Gendhis melirik putranya Kai yang masih tertidur lelap. Gendis kemudian berganti baju karena semalam dia tak sempat menggantinya, jika Pohan tahu lelaki itu akan marah. Setelah itu dia berjalan keluar menemui Pohan yang sudah berada di ruang tamu sambil asik bermain dengan laptopnya. Gendhis segera masuk ke dapur unt
DUA LELAKI KEHILANGAN WANITASetelah acara mengaji tahlil selesai, kini Rio tidur bersama bapaknya, Suhadi. Dengan beralaskan tikar, mereka merebahkan badannya berdua di ruang tamu. Sedangkan di kamar terisi bude dan bulek Rio, saudara dari ibunya yang memang sengaja menginap di rumah mungkin sampai tujuh harian nya nanti."Pak," panggil Rio sambil menatap langit- langit rumah mereka."Opo?" sahutnya."Sebenarnya apa wasiat Ibu? Rio penasaran sekali," kata Rio.Suhadi terdiam sejenak, mendengar pertanyaan anaknya itu. Dia juga tak menyangka di detik- detik terakhir hidupnya justru Purwati memiliki insting yang sangat kuat pada kehidupan rumah tangga anaknya. Dia masih ingat beberapa hari lalu, entah mengapa Purwati tiba- tiba berwasiat. Suhadi masih ingat sekali saat setelah sarapan berdua, Purwati beranjak ke dalam kamar dan keluar membawa sebuah kotak kayu berisi perhiasannya."Pak!" panggilnya saat itu."Ada apa?" sahut Suhadi sambil melanjutkan makannya."Lihatlah," perintah Pur
KAJIAN UMI LAILA!"Bener, Le! Biarlah dia di sana saja dulu, sewaktu ada Ibumu tentu saja Ibumu yang bisa membantunya, orang melahirkan itu lak yo beda -beda penanganannya. Daripada salah kaprah dan salah kejadian, biar dia ikut keluarganya saja," ucap Suhadi setuju."Besok Gendhis akan ke sini atau tidak ya?" tanya Suhadi."Hah?" Rio terkejut sampai terbangun dari tidurnya saat Suhadi menanykan perihal Gendhis."Kenapa Bapak tiba- tiba menanyakan Gendis?" sahut Rio."La besok lak acara tuga harian almarhum Ibumu, to. Entah mengapa menurut Bapak dia itu berbeda, ada satu pesona sendiri dari dalam anak itu yang tak bisa aku temukan di wanita lain. Dia itu njawani, ngajeni grapyak. Kau tak tahu Bude mu muji apa ke Gendhis?" ucap Suhadi bangun dari tidurnya dan duduk.Rio paham, dia langsung mengambil asbak rokok Bapaknya. Suhadi menyalakan rokoknya. Dia menghisap rokok itu kuat- kuat, menyesap aroma tembakau yang masuk memenuhi rongga paru sampai otaknya."Memang Bude bilang apa, Pak?"
Perihal Mencintai Suami Orang Bagaimana, Umi Laila?"Itu lo, Mbak! Istrinya Abah Furqon! Kyai terkenal kok di sini," ujar Bu Mirna."Oh ya, dia ada anak lelaki satu. Tampan sekali, kuliah lulusan Tahrim, namanya Mas Mulki! Mantap sekali, datang lah, Mbak!" pinta Bu Mirna.Gendhis terdiam, dia seperti tak asing dengan nama itu. Lalu sepersekian detik dia baru menyadari, itu adalah keluarga Sifa. Gendhis makin penasaran sebenarnya seperti apa keluarga Sifa, sehingga dia tetap menghadirinya. Sore harinya sekitar jam dua siang, dia segera pergi dan bersiap ke kajian.Karena ia memang tak membawa gamis, dia hanya memakai rok panjang dan atasan 3/4. Tak lupa selendang warna hitam, pakaian yang di pakai ke acara duka kemarin. Dengan memakai lipstik warna nude dan memakai BB cream dia segera keluar. Kai terlihat asik bermain menggambar di samping Pohan."Kai! Kai ikut Ibu atau Daddy?" tanya Gendhis."Biar di sini saja," jawab Pohan sambil asik mengetik di laptopnya."Kau bisa pergi sendiri sa
AKU PEGANG UCAPANMU, UMIKU!"Ada yang mau di tanya lagi, Bu?" tanya Umi Laila setelah menjawab pertanyaan pertama."Umi Saya mau bertanya bagaimana hukumnya mencintai suami orang lain tanpa berniat merebutnya dari sang istri? Misalnya ada wanita yang tertarik pada suami orang karena istrinya mengatakan bahwa laki-lakinya itu adalah seorang yang sholeh. Bagaimana juga hukumnya? Karena saya mengambil sudut pandang wanita, Umi. Bukankah kita harus melihat dari dua sisi?" tanya Gendhis. Semua orang terdiam mendengar perntanyaan Gendhis itu."Wah pertanyaan bagus ini, siapa namanya?" tanya Umi Laila."Gendhis, Umi," jawab Gendhis tegas.'Deg' nama Gendhis, bukan Umi Laila yang terkejut, justru Mulki yang kebetulan duduk di sebelah Umi tersekat partisi menoleh. Dia sangat ingat nama khas itu, Gendhis. Ya, memang Sifa tak pernah menceritakan nama Gendhis pada orang tuanya, namun Mulki sangat ingat sekali nama selingkuhan kakaknya itu.[Di mana rumah Gendhis, Mbak? Alamat yang di Ponorogo?]S
DIA WANITA PANDAI NAMUN SALAH JALAN SAJA![Setahuku dia sudah tak di Ponorogo lagi. Namun Sherlock yang kau berikan itu benar rumahnya karena tak jauh dari sana. Aku melihat dari Google earth sekitar dua rumah dari tempat kau berada][Apakah orangnya putih mirip Chinese?][Betul. Ciri khasnya rambutnya selalu berwarna pirang dengan dandanan ala-ala selebgram][Sepertinya aku menemukannya][Maksudmu][Dia datang di kajian, Umi][Astagfirullah. Benarkah? Kau bisa memotretnya?][Entahlah, Mbak. Aku tak tahu pasti tapi feelingku berkata itu adalah dia. Aku ingin mendekatinya][Jangan main- main dengannya. Dia berbisa dan bahaya][Kenapa Mbak?][Mas Rio yang pendiam saja bisa terkena rayuannya. Apalagi dirimu, Dek. Mbak tak ingin kau kenapa -napa]Mulki tak membalas pesan kakaknya itu. Entah mengapa semakin di larang justru membuat jiwa mudanya juga semakin penasaran. Apalagi selama ini dia memang tak pernah dekat dengan wanita dalam hidupnya. Hanya beberapa wanita yang memang dekat den