Share

Chapter 3: Pertemuan Dengan Irene

Kiara Parvati merasa jantungnya berdegup kencang saat Dalvin Pramoedya mengajaknya ke ruang yang lebih pribadi di dalam villa mewahnya. Ruangan itu didekorasi dengan gaya yang sangat elegan, penuh dengan perabotan mahal dan nuansa yang tenang. Namun, suasana hati Kiara terasa berat, mengingat pertemuan penting yang akan datang.

Dalvin mengantarnya menuju sebuah ruangan di sisi lain villa, di mana ia memperkenalkan Kiara pada seorang wanita cantik dengan rambut pendek. Wanita itu terlihat sangat lemah dan duduk di kursi roda, didampingi oleh beberapa perawat yang berdiri di sekelilingnya. Meski wajahnya cantik, tatapannya tampak penuh kesedihan dan kesakitan.

"Kiara, ini adalah Irene, istri pertamaku," Dalvin memperkenalkan dengan suara lembut. "Irene, ini adalah Kiara, yang akan menjadi istri keduaku."

Irene menatap Kiara dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ada campuran antara keputusasaan dan ketenangan di matanya. Dengan suara yang hampir tidak terdengar, Irene berkata, "Selamat datang, Kiara."

Kiara membalas dengan senyum canggung, tidak tahu harus berkata apa. Akan tetapi ia yakin sepenuhnya bila wanita itu benar-benar sakit saat menerima kedatangannya.

"Terima kasih Nyonya Irene." tutur Kiara lirih.

Irene tidak banyak berkomentar lagi. Dia menundukkan kepalanya dan mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Hati Kiara tak karuan, jika ia berada di posisi tersebut, pasti Kiara merasa tidak ingin hidup lagi.

"Aku... aku rasa aku perlu kembali ke kamar. Tolong maafkan aku Dalvin."

Dalvin mengangguk dengan penuh pengertian. Lelaki itu mengantarkan Irene ke ruangannya, kemudian ia kembali dan mengarahkan Kiara untuk mengikuti langkahnya keluar dari ruangan. Sepanjang ia mengiringi langkah Dalvin, kepalanya tertunduk menahan perasaan yang sedih luar biasa.

"Aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang situasi ini," kata Dalvin sambil menutup pintu ruangan di belakang mereka.

Mereka melanjutkan ke ruangan yang lebih privat, sebuah ruang kerja yang nyaman dengan pemandangan taman yang indah. Dalvin duduk di kursi yang empuk, dan Kiara duduk di kursi di hadapannya. Suasana di ruang ini lebih tenang dan intim.

"Kiara, aku ingin kamu tahu lebih banyak tentang diriku dan harapanku ke depan," Dalvin memulai pembicaraan. "Sebagai seorang penguasa, memiliki keturunan adalah hal yang sangat penting. Tradisi kami mengharuskan seorang pria untuk memiliki keturunan yang dapat meneruskan warisan dan tanggung jawabnya."

Kiara mengangguk, mencoba memahami konteks dari tuntutan tersebut. Ini artinya setelah menikah, Kiara akan dituntut segera memiliki keturunan.

"Aku mengerti, tuan. Aku akan menghormati keinginan tuan." ujar Kiara lembut.

Dalvin melanjutkan dengan nada serius. Napasnya tampak berat saat melanjutkan kalimatnya.

"Irene saat ini sedang berjuang melawan kanker dan tidak dapat memberikan keturunan. Ini adalah alasan mengapa aku mencari istri kedua. Aku berharap kamu bisa membantuku memenuhi harapan ini. Aku ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dan diberi perhatian yang layak. Ini semua juga atas permintaan dan persetujuan Irene, aku sudah memikirkannya selama satu tahun."

Kiara merasa campur aduk antara kekhawatiran dan harapan. Namun, saat melihat cara Dalvin berbicara dengan lembut dan penuh perhatian, dia merasa sedikit tenang. Benarkah pria itu akan membuatnya bahagia?

"Tuan Dalvin, aku... aku ingin memastikan bahwa ini adalah keputusan yang tepat untukku juga. Aku tidak ingin hanya menjadi pengganti, tetapi aku juga ingin merasa dihargai."

Dalvin tersenyum lembut, membuat Kiara merasa ada kehangatan dalam tatapannya. Sepertinya ini kali pertama Kiara dipandangi oleh pria sehangat itu. Seketika jantungnya berdegup kencang.

"Kamu tidak akan pernah hanya menjadi pengganti. Aku menghargai kehadiranmu dan akan berusaha membuatmu merasa dihargai dan dicintai." tutur Dalvin. "Aku tertarik padamu sejak pertama kali Cecilia mengenalkanmu. Jadi, aku akan berusaha mencintaimu sebagaimana aku terhadap Irene."

Selama percakapan mereka, Kiara mulai merasa ada kenyamanan dalam sikap Dalvin. Pria ini tidak hanya tampan, tetapi juga menunjukkan sisi lembut dan pengertian yang jarang ditemui. Meski usia mereka terpaut jauh, Dalvin menunjukkan sikap yang menenangkan dan mengayomi, membuat Kiara merasa lebih percaya diri dengan keputusan yang telah dia ambil.

Sementara mereka berbicara, Kiara memperhatikan betapa perhatian Dalvin terhadap setiap kata dan emosinya. Ini adalah sisi yang berbeda dari pria yang pernah dia bayangkan sebelumnya, dan meskipun ada rasa cemas yang mendalam, dia juga merasakan adanya harapan baru.

"Terima kasih, tuan Dalvin," kata Kiara akhirnya. "Aku akan berusaha melakukan yang terbaik. Aku hanya ingin memastikan bahwa kita bisa saling mendukung satu sama lain."

Dalvin mengangguk dengan penuh pengertian. "Itu yang aku harapkan. Mari kita jalani ini dengan penuh hormat dan pengertian. Aku percaya bahwa kita bisa menemukan kebahagiaan bersama, meski situasi ini tidak biasa."

Dengan itu, mereka menyelesaikan percakapan mereka dengan rasa saling pengertian yang lebih mendalam. Kiara merasa lebih siap menghadapi tantangan ke depan, mengetahui bahwa dia tidak hanya menjalani peran yang sulit ini semata-mata untuk membantu keluarganya, tetapi juga untuk menemukan kemungkinan baru dalam hidupnya.

"Ah Kiara, aku menyiapkan ini sebagai tanda. Aku harap kau mau menerimanya."

Dalvin mengeluarkan sesuatu dari dalam lemarinya. Pria itu membawa sebuah kotak perhiasan indah berisikan emas putih dan juga berlian. Meskipun bentuknya sederhana, Kiara bisa menerka bila itu memiliki nilai fantastis.

"Izinkan aku memakaikannya untukmu. Wanita adalah sesuatu yang harus diberikan keindahan karena itu fitrahnya. Sebagai tanda awal, aku akan memberikan ini padamu. Berhiaslah hingga dirimu bersinar, aku akan mendukungmu." ujar Dalvin.

Dalvin menyibakkan rambut panjang Kiara dan memakaikan kalung berbentuk tiara itu di leher jenjang Kiara. Dua buah anting-anting juga dipakaikan Dalvin pada telinga Kiara yang sebelumnya tidak pernah dipakaikan apapun. Selain itu Dalvin memakaikan gelang dan terakhir ia menyematkan cincin berlian bermata biru di jari manis Kiara.

"Ini kudatangkan langsung dari Perancis, mereka merancangnya khusus untuk gadis seusiamu dan akan cocok dikenakan sehari-hari. Aku juga sudah memesan banyak sekali pakaian, makeup, sepatu serta tas-tas yang akan kau gunakan saat mendampingiku. Semoga kau menyukainya." ujar Dalvin.

Kiara baru pertama kalinya memakai sesuatu yang mahal di tubuhnya. Seketika, ia merasa bila dirinya sangat berharga dan juga indah. Kedua bola matanya menatap ke arah Dalvin, lelaki itu menggamit tangan Kiara dan mencium jemari Kiara yang sudah dihiasi cincin berlian tersebut.

"Apa kau menerima pria tua sepertiku, Kiara?" tanya Dalvin. "Bahkan aku masih berpikir apakah pria tua sepertiku boleh memiliki istri semuda dan secantik dirimu?"

Kiara merasa jantungnya berdegup kencang. Dalvin sangat tampan, usia 45 tahun bagi Dalvin bagaikan seorang Vampir yang sudah hidup ratusan tahun dengan ketampanan yang sempurna. Kiara menganggukkan kepalanya dan ia menggenggam jemari calon suaminya itu.

"Kau sangat tampan, tuan. Kau layak mendapatkan apapun yang kau inginkan." ujar Kiara.

Dalvin mengulas senyum, ia mendekat ke arah Kiara dan mencium kening gadis itu dengan lembut. Kiara sejenak tertegun, itu merupakan kali pertamanya disentuh oleh seorang pria yang bukan ayahnya.

"Mari kita menikah."

Kiara hanya menerima saat Dalvin mendekapnya erat. Pria yang jauh lebih tinggi dari dirinya itu merengkuh Kiara dengan hangat, Kiara merasakan hatinya membuncah dan berharap bahagia walau menjadi istri kedua.

Ketika Kiara dipersilakan masuk ke kamar barunya, dia merasa terharu dengan situasi yang baru saja dia alami. Dia tahu bahwa perjalanannya akan penuh dengan tantangan dan perubahan, tetapi dia juga merasa ada secercah harapan dalam hubungan baru ini. Dia berharap bahwa dia bisa menemukan cara untuk membuat situasi ini bermanfaat bagi dirinya dan keluarga, sambil menghadapi masa depan dengan keberanian dan tekad.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status