Dengan sengitnya dia bilang Kalau suamiku adalah suaminya, aku dan Mas Widi sampai terkejut. Lebih lebih suamiku, ia hanya bisa terperanjat saat wanita itu mengaku."Benarkah Mas?" tanyaku.Lelaki itu tidak menjawabku tapi dia segera beralih pada wanita yang konon mewarisi pabrik makanan kemasan milik orang tuanya.Suamiku menggeleng wanita itu melotot padanya. Sepertinya dilema sekali ya. Di samping karena dia punya tanggung jawab sebagai seorang dokter sepertinya suamiku tidak akan semudah itu melepaskan wanita kaya yang berpotensi menularkan kekayaannya pada suamiku. Siapapun yang berhubungan dengan Dinda pasti berharap bahwa wanita itu akan jadi tambang emas untuk mereka. Terlebih, gadis ini cantik, kulitnya bak porselen, rambutnya berkilau panjang dan posturnya seperti wanita wanita di ajang beauty pageant."Dinda, kendalikan dirimu""Tidak, jangan coba coba mengelak. Katakan yang sejujurnya pada istrimu. Aku yakin dia muak juga karena aku terus mengusiknya dengan mengejarmu, ka
Keadaan jadi semakin tegang karena ada pertentangan antara pendapat dia dan mas Widi. Kedua sejoli itu saling memandang dengan tatapan amarah masing-masing, aku jadi bingung berada diantara mereka berdua. Sekarang pertarungan Ini bukan tentang diriku dan Dinda saja, tapi tentang dia dan Mas Widi.Sepertinya ada banyak hal yang mereka sembunyikan untuk menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Kesannya, Mas Widi dan Dinda berkomitmen akan sesuatu yang tidak boleh dibuka di depan umum. Kalau memang mereka menikah, kenapa Dinda tidak pernah menghubungi dia lewat telepon, atau berusaha menunjukkan dirinya di hadapan keluarga. Kenapa harus sembunyi-sembunyi kirim pesan lewat m-banking.Katakanlah itu sebuah kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan, tapi apa benar seorang wanita yang konon katanya sudah dinikahi mau berkorban hingga disimpan serapat itu? Bukankah itu namanya istri simpanan kan? Apakah cinta yang membuatnya seperti itu? Umumnya, Orang-orang normal bahagia dengan pernikahan mereka da
Bagaimana cara agar aku tahu yang sebenarnya? Semuanya kelabu di mataku, bahkan arah langkah yang akan kuambil makin abu abu. Semuanya kelam dan membingungkan, aku seakan berdiri di ujung tebing yang curam.Dari sembilan tahun pernikahan, dari lamanya aku menghabiskan masa dengannya ternyata aku belum benar benar mengenal suamiku, mengenali sifat, hasrat dan keinginannya. Apa yang sebenarnya tersimpan dalam benaknya, apa rencananya dan bagaimana ia menyikapi semua masalah yang ia buat ini.Bagaimana mungkin seorang dokter yang sibuk mencurahkan pikiran dan waktunya punya waktu untuk ini? Ya Allah, aku yang memikirkannya saja pusing.Setelah dia dan Dinda keluar rumah rawatku, Aku tidak yakin, kalau mereka tidak bertemu dan melanjutkan untuk pembicaraan mereka. Sepertinya ada banyak hal yang tidak akan kuketahui selagi aku terkapar lemas di tempat ini.*Aku mulai bosan sendirian, hendak memejamkan mata tapi aku tidak bisa karena terlalu banyak pikiran di dalam benakku. Tidak ada ya
"dia hanya temanku, ada sedikit kesalahpahaman yang membuat kami berdebat tapi itu tidak perlu dipikirkan karena semuanya akan membaik begitu dijelaskan.""Jika dia memang temanmu Kenapa dia melibatkan putriku dengan cara datang dan melabrak ke sini apa dia tahu kalau Syifa sedang dirawat?""Entahlah Bu, aku sedang sibuk saat wanita itu datang.""Apa yang dia inginkan?" tanya Ibuku dengan tegas."Entahlah, belum jelas, karena tadi aku sedang menangani pasien yang terluka karena jatuh dari motornya." Suamiku berdusta lagi. Dia pasti bingung bagaimana cara Ia menjelaskan ke mertuanya kalau wanita itu adalah selingkuhan yang pernah pergi travelling dengannya, wanita yang akhirnya kuhancurkan rumah tangganya karena telah lebih dulu menggoda suamiku.Ah. Kalau dihitung seberapa ekstremnya hubungan Widi dengan Rani, maka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan permainan Dinda, pengorbanan dan kerahasiaannya juga masih lebih unggul Dinda. Sayang, semuanya terungkap dengan cepat."Kalau begitu
"Maaf, tapi aku harus pulang, syifa membutuhkanku." Meski terlihat kehilangan kesabaran dan kesal sekali tapi suamiku tetap bersikap lembut dan tenang menghadapi Dinda yang setengah gila."Aku tahu, sangat memalukan memprotes seorang suami yang bersikap baik pada istrinya. Tapi apa kau lupa, kalau aku juga istrimu?"Aku membulatkan mata mendengar perkataan wanita itu dari seberang sana, bahkan saat mereka bicara berdua saja wanita itu tetap mengaku sebagai istrinya. Jadi, apakah benar suamiku dan dinda menikah "Dinda, tolong, kendalikan dirimu dan ucapanmu.""Mas! Kalau kau memang merasa tidak menikahinya dan tidak pula mencintainya Kenapa tidak tegaskan saja agar wanita itu tidak lagi menghubungimu dan mengganggu kehidupan kita, putuskan hubungan kalian sekarang juga dan akhiri segalanya!" Mau tidak mau aku gemas pada suamiku yang selalu lembut dan mengalah, aku juga geram karena wanita itu mati matian mengejar dan meneror suamiku. Ketidaktenangan suamiku, juga tertular padaku dan
Makam berlalu sementara aku sangat sedikit mampu memejamkan mata karena begitu banyaknya pikiran. Di sampingku, masih tertidur dengan pulas kelelahannya sepanjang hari membuat dia mudah saja terlelap saat bertemu dengan bantal.Aku tak mampu memejamkan mataku karena bayang-bayang tentang wanita di sekitar suamiku terus berkelebat di mata ini. Andai Mas Widi tidak mengalah dan bersikap kasar, Mungkin aku akan segera mempertimbangkan perceraian tapi melihat itikadnya yang ingin mempertahankan keluarga dan bagaimana cara ia berusaha menunjukan diri kalau ia ingin berhenti, membuatku berpikir panjang. Sungguhkah dia serius dengan keinginannya ataukah keseriusan itu hanya pura-pura agar aku jadi tenang dan tidak marah-marah lagi? Entahlah, tidak ada jawaban untuk itu. Pagi menjelang dengan sinar matahari yang mulai mengintip dari balik celah jendela. Andi punya kuasa untuk menghentikan waktu rasanya aku ingin terus berada di malam hari. Resah ketika harus menghadapi pagi dan bertemu d
"Aku kerja dulu ya," ucapnya sesudah mengakhiri makan dan cuci tangan. Perdebatan kecil tadi berujung kebisuan lagi.Hatiku merana, aku masih kesal dan dendam karena tidak mampu membalas perbuatan suamiku dengan perlakuan yang sama. Aku tak akan berselingkuh karena itu perbuatan yang menjijikan. Pun memukul atau menghajarnya sepuas hatiku, bukanlah solusi karena akan membuat dia sakit dan cacat saja, efek jera tidak ada. Lalu ketika itu terjadi, maka aku pun yang akan kesulitan, karena akulah istrinya yang harus mengurusnya saat dia sakit.Karena tidak kunjung memberinya jawaban lelaki itu menghampiriku lalu mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku."Aku berangkat kerja dulu." Dia mengulangnya."Pergilah.""Kau yakin kau baik-baik saja di rumah?""Apa wajahku menunjukkan kalau aku akan bunuh diri?""Tidak. Baiklah, maafkan aku. Jaga dirimu," ujarnya sambil menepuk pundakku dan beranjak pergi.*Sepertinya ada orang yang benar-benar menunggu kepergian suamiku sampai ia berani mengetuk p
Wanita itu tertegun dia terbelalak dan tidak tahu harus menjawab apa. Sepertinya permintaanku terlalu berlebihan, tapi apa yang harus kukatakan agar ia segera sadar. Sebanyak apapun harta di dunia ini, jika itu hendak ditukarkan dengan suami orang lain maka kurasa, semesta pun tidaklah mampu melunasi.Dia gigih berusaha untuk memenangkan hatiku, berusaha membuatku luluh agar mau menerima dia sebagai adik madu. "Kurasa kau terlalu berlebihan Mbak, Jika Aku mati bagaimana aku merasakan cinta dari mas Widi?""Andai suamiku hanya bersandiwara mencintaimu, apakah kau bisa merasakan bedanya cinta asli dan palsu? Apa kau bisa melihat bentuk dari apa yang kau sebut cinta pada suami orang, apakah kau melihat kuantitasnya?""Pertanyaanmu sama sekali tidak masuk akal Mbak?" Wanita itu nampak terheran-heran dan terperangah dengan semua ucapanku."Sama seperti sikapmu yang tidak masuk akal, kau berjuang sekuat tenaga dan sampai memberikanku mobil edisi terbatas hanya demi bercinta dengan suamiku