Aku berusaha menarik nafas dalam dan mengatur tenang sistem respirasi, agar udara yang kuhirup ke paru-paru tidak meledak di tenggorokan. Rasa emosi ini membuatku ingin langsung berteriak dan mencekiknya, tapi aku sungguh lemas dan tidak berdaya."Mas, Kakak maduku sakit, tanyakan padanya apa dia butuh sesuatu?" Dia menyentuh lengan Mas Widi sambil menatapnya dengan mesra. Aku malu sendiri menatap adegan itu, tak menyangka bahwa wanita di balik rentetan pesan M-banking adalah dia."Kurasa tidak, sebaiknya kau kembali ke tempat tidurmu, jangan berjalan-jalan dengan cara membawa tanganmu yang sakit seperti ini.""Aku tidak menyeret tubuhku secara paksa, hanya tanganku yang patah dan itu pun kugendong di bahuku. Tidak ada yang lebih membuatku bersemangat dan menghilangkan sakitku, selain kehadiranmu, Mas," ucapnya manja, ia tidak segan merayu suamiku di hadapan istrinya. "Hei kau! Haruskah aku mengusirmu ataukah aku menghajarmu?" Aku membentaknya. "Boleh, aku ingin sekali melih
Usai memindahkan si jalang itu ke ruang perawatannya suamiku kembali. Melihat diriku yang lamat-lamat mulai mengantuk, ia tidak bicara, hanya perlahan mengambil kursi plastik dan duduk di dekatku."Apa kau sudah menangani kekasihmu?" Dia tersentak saat aku bertanya. Lelaki itu tertawa tapi ia nampak sedih. Dia canggung antara harus berkata jujur ataukah dia harus menjaga perasaanku. "Sepertinya hanya aku istri yang peduli pada kekasih suaminya, dan sepertinya, hanya aku saja istri yang masih terus memaafkan dan menerima suaminya meski ia berkali-kali menyakiti."Mendengar aku mengkritik, dia hanya mendesah dan berusaha menyembunyikan malu."Aku sempat ngeri saat kau bilang ingin menjaga jarak dan sudah tidak akan memperbaiki hubungan kita, aku sangat ketakutan dan benar-benar tidak mau itu terjadi. Aku mohon, kita jangan berpisah.""Semudah itu kau minta agar aku tak menyerah dengan hubungan yang kau rusak sendiri, Mas.""Ampuni aku, hanya itu yang bisa kukatakan.""Jika aku sembuh,
Dengan sengitnya dia bilang Kalau suamiku adalah suaminya, aku dan Mas Widi sampai terkejut. Lebih lebih suamiku, ia hanya bisa terperanjat saat wanita itu mengaku."Benarkah Mas?" tanyaku.Lelaki itu tidak menjawabku tapi dia segera beralih pada wanita yang konon mewarisi pabrik makanan kemasan milik orang tuanya.Suamiku menggeleng wanita itu melotot padanya. Sepertinya dilema sekali ya. Di samping karena dia punya tanggung jawab sebagai seorang dokter sepertinya suamiku tidak akan semudah itu melepaskan wanita kaya yang berpotensi menularkan kekayaannya pada suamiku. Siapapun yang berhubungan dengan Dinda pasti berharap bahwa wanita itu akan jadi tambang emas untuk mereka. Terlebih, gadis ini cantik, kulitnya bak porselen, rambutnya berkilau panjang dan posturnya seperti wanita wanita di ajang beauty pageant."Dinda, kendalikan dirimu""Tidak, jangan coba coba mengelak. Katakan yang sejujurnya pada istrimu. Aku yakin dia muak juga karena aku terus mengusiknya dengan mengejarmu, ka
Keadaan jadi semakin tegang karena ada pertentangan antara pendapat dia dan mas Widi. Kedua sejoli itu saling memandang dengan tatapan amarah masing-masing, aku jadi bingung berada diantara mereka berdua. Sekarang pertarungan Ini bukan tentang diriku dan Dinda saja, tapi tentang dia dan Mas Widi.Sepertinya ada banyak hal yang mereka sembunyikan untuk menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Kesannya, Mas Widi dan Dinda berkomitmen akan sesuatu yang tidak boleh dibuka di depan umum. Kalau memang mereka menikah, kenapa Dinda tidak pernah menghubungi dia lewat telepon, atau berusaha menunjukkan dirinya di hadapan keluarga. Kenapa harus sembunyi-sembunyi kirim pesan lewat m-banking.Katakanlah itu sebuah kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan, tapi apa benar seorang wanita yang konon katanya sudah dinikahi mau berkorban hingga disimpan serapat itu? Bukankah itu namanya istri simpanan kan? Apakah cinta yang membuatnya seperti itu? Umumnya, Orang-orang normal bahagia dengan pernikahan mereka da
Bagaimana cara agar aku tahu yang sebenarnya? Semuanya kelabu di mataku, bahkan arah langkah yang akan kuambil makin abu abu. Semuanya kelam dan membingungkan, aku seakan berdiri di ujung tebing yang curam.Dari sembilan tahun pernikahan, dari lamanya aku menghabiskan masa dengannya ternyata aku belum benar benar mengenal suamiku, mengenali sifat, hasrat dan keinginannya. Apa yang sebenarnya tersimpan dalam benaknya, apa rencananya dan bagaimana ia menyikapi semua masalah yang ia buat ini.Bagaimana mungkin seorang dokter yang sibuk mencurahkan pikiran dan waktunya punya waktu untuk ini? Ya Allah, aku yang memikirkannya saja pusing.Setelah dia dan Dinda keluar rumah rawatku, Aku tidak yakin, kalau mereka tidak bertemu dan melanjutkan untuk pembicaraan mereka. Sepertinya ada banyak hal yang tidak akan kuketahui selagi aku terkapar lemas di tempat ini.*Aku mulai bosan sendirian, hendak memejamkan mata tapi aku tidak bisa karena terlalu banyak pikiran di dalam benakku. Tidak ada ya
"dia hanya temanku, ada sedikit kesalahpahaman yang membuat kami berdebat tapi itu tidak perlu dipikirkan karena semuanya akan membaik begitu dijelaskan.""Jika dia memang temanmu Kenapa dia melibatkan putriku dengan cara datang dan melabrak ke sini apa dia tahu kalau Syifa sedang dirawat?""Entahlah Bu, aku sedang sibuk saat wanita itu datang.""Apa yang dia inginkan?" tanya Ibuku dengan tegas."Entahlah, belum jelas, karena tadi aku sedang menangani pasien yang terluka karena jatuh dari motornya." Suamiku berdusta lagi. Dia pasti bingung bagaimana cara Ia menjelaskan ke mertuanya kalau wanita itu adalah selingkuhan yang pernah pergi travelling dengannya, wanita yang akhirnya kuhancurkan rumah tangganya karena telah lebih dulu menggoda suamiku.Ah. Kalau dihitung seberapa ekstremnya hubungan Widi dengan Rani, maka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan permainan Dinda, pengorbanan dan kerahasiaannya juga masih lebih unggul Dinda. Sayang, semuanya terungkap dengan cepat."Kalau begitu
"Maaf, tapi aku harus pulang, syifa membutuhkanku." Meski terlihat kehilangan kesabaran dan kesal sekali tapi suamiku tetap bersikap lembut dan tenang menghadapi Dinda yang setengah gila."Aku tahu, sangat memalukan memprotes seorang suami yang bersikap baik pada istrinya. Tapi apa kau lupa, kalau aku juga istrimu?"Aku membulatkan mata mendengar perkataan wanita itu dari seberang sana, bahkan saat mereka bicara berdua saja wanita itu tetap mengaku sebagai istrinya. Jadi, apakah benar suamiku dan dinda menikah "Dinda, tolong, kendalikan dirimu dan ucapanmu.""Mas! Kalau kau memang merasa tidak menikahinya dan tidak pula mencintainya Kenapa tidak tegaskan saja agar wanita itu tidak lagi menghubungimu dan mengganggu kehidupan kita, putuskan hubungan kalian sekarang juga dan akhiri segalanya!" Mau tidak mau aku gemas pada suamiku yang selalu lembut dan mengalah, aku juga geram karena wanita itu mati matian mengejar dan meneror suamiku. Ketidaktenangan suamiku, juga tertular padaku dan
Makam berlalu sementara aku sangat sedikit mampu memejamkan mata karena begitu banyaknya pikiran. Di sampingku, masih tertidur dengan pulas kelelahannya sepanjang hari membuat dia mudah saja terlelap saat bertemu dengan bantal.Aku tak mampu memejamkan mataku karena bayang-bayang tentang wanita di sekitar suamiku terus berkelebat di mata ini. Andai Mas Widi tidak mengalah dan bersikap kasar, Mungkin aku akan segera mempertimbangkan perceraian tapi melihat itikadnya yang ingin mempertahankan keluarga dan bagaimana cara ia berusaha menunjukan diri kalau ia ingin berhenti, membuatku berpikir panjang. Sungguhkah dia serius dengan keinginannya ataukah keseriusan itu hanya pura-pura agar aku jadi tenang dan tidak marah-marah lagi? Entahlah, tidak ada jawaban untuk itu. Pagi menjelang dengan sinar matahari yang mulai mengintip dari balik celah jendela. Andi punya kuasa untuk menghentikan waktu rasanya aku ingin terus berada di malam hari. Resah ketika harus menghadapi pagi dan bertemu d