"Hei, apa kabar?"Aku berdiri sambil menggenggam tas belanja sementara anak-anak juga terdiam dan saling melirik satu sama lain."Apa kabar kalian," ucap Mas Widi dengan suara bergetar. Penampilannya terlihat lusuh, pakaian yang dulu dibeli olehku kini masih dikenakan olehnya alih alih dia pakai pakaian baru karena sudah menikah dengan wanita kaya. "Kami baik, tapi sepertinya kau tidak sedang baik baik saja? Apa yang kau lakukan di sini?""Ya, aku yakin Ayah tidak sedang bekerja di tempat ini, jadi kenapa ayah mengikuti kami?""Oh, mungkin aku salah, aku kebetulan lewat dekat sini dan tak sengaja melihat kalian.""Apa yang Ayah lakukan di sini?""Tidak ada, hanya sedang mencari pekerjaan.""Kenapa harus di sini keberadaan Ayah di sekitar sini? Keberadaan ayah akan membuat Bunda tidak nyaman," ucap Faris dengan tegas. Anak sulung itu menatap ayahnya dengan ekspresi datar. Bukan karena dia membencinya tapi aku menangkap sikap itu sebagai bentuk cara melindungi ibunya sendiri."Ayah
"Sudah berapa banyak kau menghabiskan uang perusahaan di bawah kepemimpinanmu, kami terus mengawasi pergerakan dan keputusanmu meski kami tidak punya hak. Kami adalah keluargamu dan kami tidak ingin melihatmu menghancurkan perusahaan yang dibangun ayah ibumu dengan susah payah!" Itu adalah ucapan keluargaku saat akhirnya mereka tahu kalau aku merugi akibat perbuatan mas Widi yang lalai. Aku dipanggil dan disidang di rumah kakekku, diomeli dan dipermalukan di depan keluarga dan sepupuku, di hadapan cucu cucu dari kakekku.Ya, aku merugi, aku nyaris pailit, aku harus mengganti enam miliar ke kantor polisi, ditambah aku merugi karena klinik yang menghabiskan biaya milyaran rupiah itu harus ditutup bahkan sebelum beberapa bulan beroperasi. Yayasan yang kudirikan untuk memberikan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat di daerah terpencil dan jauh dari akses terpaksa dibekukan oleh keputusan pemerintah. Semua ini adalah kesalahan Mas Widi yang tidak mampu membela dirinya atas tuduhan ma
*Terapi Electroconvulsive (ECT) atau terapi kejang listrik merupakan prosedur yang dilakukan di bawah anestesi umum. Dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik bertegangan kecil ke otak (lobus temporalis) untuk memicu kejang singkat. Terapi ECT dapat memicu perubahan kimia di otak yang dengan cepat dan siginifikan untuk memulihkan gejala kesehatan mental tertentu. Terapi ini menjadi pilihan untuk pasien ketika pengobatan lain tidak berhasil. Adapun beberapa kondisi mental yang mungkin bisa disembuhkan dengan terapi ini adalah, depresi berat yang disertai penyangkalan pada kenyataan, adanya kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri dan bunuh diri, menolak makan termasuk resistan terhadap obat dan perawatan, juga, mengobati fase euforia intens dan hiperaktif pada penderita bipolar. (Sumber: Klik Dokter.com )*****Entah berapa lama aku terbaring setelah terapi itu. Yang pasti aku tersadar oleh bunyi mesin alat kesehatan yang ada di sekitarku.Aku terbangun, merasa bingung dan
"Maaf, kami belum buka lowongan Pak.""Maaf, lain kali saja ya Pak, kami belum butuh pekerja.""Maaf Pak, sayang sekali, lowongannya sudah diambil orang lain karena anda terlambat datang."Itulah segelintir kata-kata dari beberapa orang yang menolak diriku. Menolak saat aku mengajukan lamaran untuk bekerja pada mereka. Saat lisensiku dicabut dan reputasi diri ini rusak, hampir seluruh kota mengenal dan menyisihkan diri ini. Aku diintimidasi dan dikucilkan.Aku pergi ke kantor Dinda untuk kesekian kalinya bicara pada wanita itu. Aku tidak mengerti kenapa dia menghindariku dan memasang barikade khusus agar aku tidak sampai mendekatinya. Aku 5 kali dihajar oleh pengawalnya bahkan nyaris patah tulang rusukku.Aku tidak menyerah pada istriku karena aku sudah mengambil komitmen untuk hidup dengannya, jadi, Aku ingin mempertahankan rumah tangga kami.Setidaknya, jika aku pernah membuat kesalahan di masa lalu maka aku tidak ingin mengulanginya di masa sekarang. Aku sudah meninggalkan dan men
Aku pulang ke rumah orang tuaku dengan sedikit uang yang diberikan olehnya. Dengan diantar oleh seorang sopir menggunakan mobil omnya, aku dipulangkan ke rumah ibuku.Sepanjang perjalanan aku tidak mampu menahan kesedihan dan sesak di dada namun aku berusaha untuk tidak menangis. Aku berusaha untuk menghalau air mata agar supir tidak melihat diri ini berkaca-kaca. Ada sensasi kesedihan dan penyesalan mendalam saat aku dibawa meluncur pergi dari rumah di indah dan diantarkan ke rumah orang tuaku. Aku tau persis aku pernah melakukan ini pada Syifa, aku mengusirnya dan memperlakukan dia dengan buruk. Aku tidak membiarkan dia membawa barang-barangnya atau berpamitan dulu pada anak-anak, meski pada akhirnya mereka berjumpa lagi. Aku menceraikannya dengan segala fitnah menyakitkan dan kini hukumannya berbalik padaku.Impianku, aku akan bahagia dengan Dinda dan fokus pada klinik kami. Aku tetap ingin menafkahi anak-anak, meski aku sempat tidak memberi mereka uang selama beberapa bulan, kar
Aku pulang ke rumah orang tuaku dengan sedikit uang yang diberikan olehnya. Dengan diantar oleh seorang sopir menggunakan mobil omnya, aku dipulangkan ke rumah ibuku.Sepanjang perjalanan aku tidak mampu menahan kesedihan dan sesak di dada namun aku berusaha untuk tidak menangis. Aku berusaha untuk menghalau air mata agar supir tidak melihat diri ini berkaca-kaca. Ada sensasi kesedihan dan penyesalan mendalam saat aku dibawa meluncur pergi dari rumah di indah dan diantarkan ke rumah orang tuaku. Aku tau persis aku pernah melakukan ini pada Syifa, aku mengusirnya dan memperlakukan dia dengan buruk. Aku tidak membiarkan dia membawa barang-barangnya atau berpamitan dulu pada anak-anak, meski pada akhirnya mereka berjumpa lagi. Aku menceraikannya dengan segala fitnah menyakitkan dan kini hukumannya berbalik padaku.Impianku, aku akan bahagia dengan Dinda dan fokus pada klinik kami. Aku tetap ingin menafkahi anak-anak, meski aku sempat tidak memberi mereka uang selama beberapa bulan, kare
Aku putus asa mencari pekerjaan untukku, mulai dari klinik sampai toko kelontong, semuanya menolakku. Mereka bilang mereka mengenalku, mereka takut mempekerjakan diri ini khawatir kalau-kalau aku akan lalai dan membuat mereka merugi. "Saya akan bekerja dengan baik, Pak.""Saya percaya, tapi saya tak butuh pekerja baru.""Saya tidak akan menyusahkan Pak."Lelaki itu tersenyum padaku lalu sekali lagi menggelengkan kepala dan minta maaf.Aku tetap berusaha menemui istriku, sesekali duduk di kedai kopi kesukaannya dan melihat dia dari jauh. Aku merindukannya tapi sulit sekali untuk mendekati wanita itu karena dia dikelilingi oleh para pengawal. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi sikapnya aneh sekali, meski kadang aku dan dia saling bertatapan tapi wanita itu seakan melihat diri ini seperti orang asing yang baru saja dia temui.*Teng!Aku memencet bel pintu mansion megah keluarga dinda. Rumah yang membentang dari jalan sepanjang seratus meter, bangunannya berlantai dua dan bergaya Er
Setelah pertemuan terakhir dengan Dinda dia tidak pernah lagi datang ke gym untuk berolahraga. Aku sendiri masih melanjutkan tugas di sana sebagai cleaning service dan merangkap resepsionis.Karena sejak lama aku juga terbiasa untuk berolahraga dan dulu juga punya keanggotaan gym, maka diri ini sedikit tidaknya tahu bagaimana gerakan yang baik dan cara berolahraga dengan benar. Sesekali aku membantu para pemula untuk memakai alat gym dan mempraktekkan kepada mereka cara mengatur gerakan dan nafas dengan benar.Sekitar satu bulan kemudian owner dari gym tersebut memintaku untuk menjadi instruktur magang, mungkin karena aku sering memberikan bantuan serta bekerja dengan serius jadi aku kemudian ditawarkan untuk pindah posisi dari tukang bersih-bersih untuk jadi pelatih."Benarkah?""Iya, akan lebih baik kalau Anda mengembangkan karir dibanding terjebak dengan alat pel dan sapu.""Terima kasih," ucapku dengan hati penuh haru, setidaknya ini tidak seperti titik terang di dalam hidupku, a
Kudengar pembicaraan saat berkunjung terakhir kali ke kantor polisi, berdasarkan pasal 354 dan 353 KUHP tentang penganiayaan berat dan penganiayaan berencana, maka Dinda terancam dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda. Usut punya usut, wanita itu sejak awal memang sudah merencanakan untuk mencelakakan orang lain, ditambah dengan keterangan saksi dan laporan pria yang ditangkap kemarin, bahwa dia memang dibayar oleh Dinda agar menusuk diriku dan mencelakakan diri ini.*Jangan tanya seberapa besar keluarganya berusaha untuk menyelamatkan wanita itu dari tuntutan penjara. Berulang kali staff dari keluarganya mencoba menemuiku dan meyakinkan diri ini untuk tidak memberikan kesaksian, aku juga diiming-imingi uang dan rumah baru juga pekerjaan yang layak tapi aku menolaknya.Pada akhirnya lelaki yang sudah lelah membujuk diriku itu kemudian berkata,"Mengingat betapa baiknya hubungan Anda di masa lalu dengan Nyonya Dinda. Saya rasa Anda harus mulai bermurah hati kepadanya.
Saat polisi menggiring Dinda keluar dari rumah sakit banyak orang-orang yang memperhatikan peristiwa itu. Mereka berkerumun dan membicarakan peristiwa yang bagaikan drama itu. Berulang kali Dinda mencoba melepaskan diri dan menjerit serta berteriak. Dia bilang dia tidak bisa ditangkap karena keluarganya akan segera melindunginya tapi itu tidak urung membuat polisi terus membawa wanita itu ke atas mobil patroli dan meluncur pergi. Kuhela napas pelan setelah keadaan mulai mereda, orang-orang kembali ke ruangan dan posisi mereka, pun Syifa yang sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditenangkan oleh suaminya."Maafkan aku, andai aku tidak datang kemari untuk menjenguk Syifa mungkin Dinda juga tidak akan datang dan melakukan itu.""Jangan salahkan dirimu," ujar Syifa.Usai menyelimuti Syifa Adrian mendekatiku Dia memberi isyarat agar kami berdua bicara ke suatu tempat. "Ayo kita bicara fisiknya sambil mengarahkanku dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan perlahan ke arah balkon da
Dua hari kemudian.Aku sengaja membeli bunga lili dan lavender juga sedikit mawar merah untuk kurangkai di sebuah buket lalu kubawakan untuk Syifa yang keadaannya sudah mulai membaik di rumah sakit.Kutemui wanita yang sudah mulai pulih itu dan sudah bisa duduk serta tersenyum di tempat tidurnya."Apa kabarmu?" tanyaku. Aku menyalaminya dan dia menyambutku dengan senyum hangat, kondisi dirinya yang sedang hamil 6 bulan membuatnya nampak sulit bergerak dan sedikit gemuk."Aku baik. Aku semakin membaik.""Bagaimana dengan lukanya.""Memang nyeri, tapi aku baik baik saja," balasnya."Kau memang kuat.""Alhamdulillah.""Tapi kenapa kau mau melakukan itu untuk melindungiku. Andai kau biarkan saja lelaki itu menyerangku agar kau tidak mengalami hal seperti ini?""Tidak, Mas, aku merasa berguna menyelamatkanmu.""Tapi kau juga punya bayi di dalam perutmu bagaimana kalau bayi itu sampai meninggal gara-gara aku? Aku yakin suamimu tidak akan memaafkanku.""Tidak, Adrian tidak menyalahkanmu, dia
Aku bisa menangkap kemarahan pria itu, pria yang punya perusahaan multinasional dan cukup terkenal itu dia tidak akan melepaskan pelaku penusukan terhadap istrinya juga dalang dibaliknya.Tidak akan butuh waktu lama untuk tahu dan menangkap pelaku penusukan. Cukup memeriksa CCTV Rumah Sakit lalu memeriksa plat motor yang digunakan pelaku untuk melarikan diri dan tak lama kemudian polisi tidak akan kesulitan untuk melacak keberadaan pria tersebut, lalu menangkap dan mengintrogasinya kemudian mengungkap siapa pelaku di balik semua ini.Seperti yang kuduga, 10 menit kemudian Adrian didatangi oleh beberapa orang polisi Dia terlihat berbicara dengan serius dan mengantarkan petugas itu ke ruangan istrinya, polisi melihat keadaan Syifa dari balik kaca ruang perawatan dan terlihat mengerti apa yang diperintahkan oleh Adrian."Kami akan memeriksa kamera pengawas dan kami berjanji akan menemukan pelakunya secepatnya.""Istriku tidak pernah punya musuh bertengkar atau menyakiti orang lain saya
Aku dinaikkan kembali ke kursi roda lalu didorong dan dibawa masuk ke ruang tunggu. Bunda menangis dan pergi melihat mantan menantunya yang kini sedang kalang kabut ditolongi oleh dokter. Adrian juga nampak panik, terlihat berlari ke arah apotek untuk mencari kantung darah dan beberapa alat yang diperlukan. "Dorong ayah masuk ke UGD," ujarku pada anak anak."Dokter bilang nggak boleh masuk," ujar putriku dengan mata sembab."Kita harus liat keadaan Bunda.""Bunda ga sadar, dia dipasangi selang oksigen," ujar anak sulungku. Dengan didorong oleh mereka berdua kami tertatih masuk ke ruang UGD dan melihat betapa kalang kabutnya dokter yang ada di sana. Lantai lantai jadi kotor berserakan dengan kain kasa yang sudah berwarna darah, bahkan dari ranjangnya, Syifa juga mengalirkan dan cairan itu menetes dari brankar, membuat lantai jadi becek dengan warna merah yang membuat kepalaku pusing."Dokter gimana keadaannya?""Kami sedang memberikan pertolongan. Dia mengeluarkan darah yang begitu b
"Bu, berangkat dulu.""Apa kau akan sepanjang hari di gym?""Iya.""Baiklah, kalau begitu. Ibu mau menjenguk ayahmu di pusat perawatan lansia.""Iya, apa ibu akan butuh uang?""Ibu masih punya simpanan.""Baiklah kalau begitu Ibu hati-hati juga."Setelah mencium tangan halus dan mengecup kening ibuku tercinta, aku segera mungkin berangkat menggunakan motor menuju ke gym yang berada 20 KM jauh dari rumah.Berkendara sambil menikmati suasana kota dan sejuknya udara pagi, sambil menatap pohon rindang yang ada di sebelah kanan kiri jalan, membuatku sedikit menikmati perjalanan. Telah sedikit saja aku bisa terjebak macet ditambah cuaca mulai panas maka hati akan mudah runyam. Aku mengemudikan motor sambil mendengarkan alunan musik pelan di headset yang ku pasang di telinga.Karena ingin mempersingkat waktu aku mengambil jalan pintas, memotong melewati blok-blok bangunan dan jalan yang sepi. Hingga tiba di sebuah Jalan yang berada di belakang barisan ruko-ruko besar. Aku menyadari sebuah mo
Aku tidak menyangka bahwa penolakanku tempo hari adalah petaka.**Aku merasa bersalah kepada dinda tapi menimbang bahwa sudah begitu jauh masalah yang terjadi karena kami nekat bersama, akhirnya aku memutuskan untuk mengalah dan mengakhiri semua ini.Ya, aku memutuskan untuk batal rujuk dan mengejarnya lagi. Meski tadinya aku melihat cinta untuknya akan memperbaiki hidupku dan memperlancar jaringan bisnis, serta menaikkan pamorku sebagai dokter yang berprestasi, tapi nyatanya semua itu gagal.Aku beruntung karena aku hanya dipenjara selama beberapa bulan, aku berhasil bebas dengan jaminan darinya, Sebenarnya aku merasa sangat berhutang Budi dan bersalah karena merugikan keuangan Dinda, aku ingin menebusnya tapi entah kenapa saat itu aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak menciptakan konflik antara aku dan istri kedua dengan cara terus-menerus menemui mantan istri pertama.Sebenarnya aku tidak akan membuat episode depresi Dinda jadi kumat andai aku tidak terus meluahkan waktu untuk m
Selepas kepergianku dari rumah mantan ibu mertua aku lanjutkan perjalanan menuju pusat kebugaran di mana mas Widi bekerja sebagai pelatih. Dulu dia hanya cleaning service tapi karena bentuk tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang lumayan menarik serta keahliannya dalam memakai alat olahraga membuat pemilik gym merekrut dia sebagai pelatih.Kudengar berkat kehadiran mas Widi sebagai pelatih banyak wanita yang kemudian bergabung ke pusat kebugaran untuk mengecilkan tubuh mereka dan mendapatkan bentuk yang ideal. Aku aku percaya mereka bukan hanya ingin langsing tapi juga ingin mendapatkan perhatian mantan suamiku.Tidak, suamiku, seharusnya dia masih suamiku. Ketidakwarasanku membuat aku kehilangan suami dan seharusnya itu tidak terjadi."Halo nyonya, kenapa baru datang sekarang? sudah sebulan anda tidak mengunjungi pusat kebugaran," ucapnya yang sudah kenal padaku dan menyambutku dengan Ramah."Apa anda akan berlatih hari ini?""Tidak, Aku ingin bertemu dengan mas Widi.""Oh baik nyo
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t