Aku putus asa mencari pekerjaan untukku, mulai dari klinik sampai toko kelontong, semuanya menolakku. Mereka bilang mereka mengenalku, mereka takut mempekerjakan diri ini khawatir kalau-kalau aku akan lalai dan membuat mereka merugi. "Saya akan bekerja dengan baik, Pak.""Saya percaya, tapi saya tak butuh pekerja baru.""Saya tidak akan menyusahkan Pak."Lelaki itu tersenyum padaku lalu sekali lagi menggelengkan kepala dan minta maaf.Aku tetap berusaha menemui istriku, sesekali duduk di kedai kopi kesukaannya dan melihat dia dari jauh. Aku merindukannya tapi sulit sekali untuk mendekati wanita itu karena dia dikelilingi oleh para pengawal. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi sikapnya aneh sekali, meski kadang aku dan dia saling bertatapan tapi wanita itu seakan melihat diri ini seperti orang asing yang baru saja dia temui.*Teng!Aku memencet bel pintu mansion megah keluarga dinda. Rumah yang membentang dari jalan sepanjang seratus meter, bangunannya berlantai dua dan bergaya Er
Setelah pertemuan terakhir dengan Dinda dia tidak pernah lagi datang ke gym untuk berolahraga. Aku sendiri masih melanjutkan tugas di sana sebagai cleaning service dan merangkap resepsionis.Karena sejak lama aku juga terbiasa untuk berolahraga dan dulu juga punya keanggotaan gym, maka diri ini sedikit tidaknya tahu bagaimana gerakan yang baik dan cara berolahraga dengan benar. Sesekali aku membantu para pemula untuk memakai alat gym dan mempraktekkan kepada mereka cara mengatur gerakan dan nafas dengan benar.Sekitar satu bulan kemudian owner dari gym tersebut memintaku untuk menjadi instruktur magang, mungkin karena aku sering memberikan bantuan serta bekerja dengan serius jadi aku kemudian ditawarkan untuk pindah posisi dari tukang bersih-bersih untuk jadi pelatih."Benarkah?""Iya, akan lebih baik kalau Anda mengembangkan karir dibanding terjebak dengan alat pel dan sapu.""Terima kasih," ucapku dengan hati penuh haru, setidaknya ini tidak seperti titik terang di dalam hidupku, a
Aku berbaring tidur lalu terbangun dan pergi ke kantor, menyelesaikan tugas-tugas bisnis dan arahan kakekku lalu kembali ke rumah dan beristirahat, sesekali keluar jalan-jalan dan belanja bersama sepupu atau pergi berolahraga ditemani oleh para pengawal. Setelah itu aku akan kembali ke rumah dan berbaring lagi di tempat tidur, tempat tidur ranjang klasik dengan selimut sutra bersulam emas, berbaring sambil menatap langit-langit kamar yang dibuat seperti istana. Meski hidup seperti seorang istri aku merasa ada sesuatu yang hampa di dalam diriku. Dalam hidupku aku merasa ada sesuatu yang kurang. Seperti kepingan puzzle yang belum tersusun dengan lengkap, aku merasa ada potongan yang tertinggal, ada satu yang hilang sehingga masih melubangi hatiku, tapi aku tidak tahu itu berupa apa atau siapa orangnya. Yang pasti aku melupakan sesuatu."Apa yang terjadi dalam hidupku sebelum ini?" Kutanyakan itu pada asisten pribadiku orang yang pertama selalu kutemui saat aku membuka. Dia selalu
"Rin, siapa ya wanita yang hamil yang kutemui dengan suaminya itu. Kelihatannya mereka familiar dan mereka menyapaku.""Oh ya, siapa mereka Nona.""Mereka bilang mereka mengenalku bahkan mereka mengenalku dengan akrab.""Lalu?""Halo tiba-tiba mereka menjauhiku dan bilang kalau aku pernah menghancurkan hidup wanita itu. Apa benar aku pernah menghancurkan hidup seseorang.""Tidak Nona, itu tak mungkin.""Lalu kenapa?""Entahlah, apa anda tertarik untuk menyelidiki lebih jauh.""Kakek dan para pengawal Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.""Apa kau ingin aku yang cari tahu.""Kalau kakak tahu maka kau akan dipecat sebagai asisten pribadiku.""Aku akan melakukannya dengan rahasia, Nona.""Aku tidak ingin kau mempertaruhkan hidupmu demi aku, jadi biar aku cari sendiri jawabanku.'"Baiklah terserah Anda." Arin asistenku beranjak dari kamarku dan bersiap untuk meninggalkan mansion kakek, karena jam kerja para staf sudah berakhir."Oh ya!"Wajah Arin kembali menyembul dari balik pintu."Ad
Belum puas menumpahkan rindu kepada mas Widi tiba-tiba dua buah mobil berhenti di tempat di depan rumah itu. Para pengawal kakek turun dari sana lalu merenggutku dari pelukan Mas Widi. "Maaf Nona anda harus menjaga jarak pada lelaki itu.""Kenapa? Dia suamiku!""Anda sudah bercerai!""Siapa yang bilang Aku dan Dia bercerai aku tidak merasa menandatangani perceraian atau menghadiri persidangan, Siapa yang telah melakukan itu!" Tanya seorang pengawal yang menunjukkan salinan surat persetujuan cerai. Di sana tanda tanganku terpampang dengan jelas, membuatku bingung dan sulit mengingat kapan aku setuju untuk."Aku yakin aku melakukannya tanpa sadar.""Tidak ada bedanya Nona anda harus kembali ke Kakek anda dan tinggalkan lelaki itu karena kalian tidak punya hubungan lagi!""Berarti secara tidak langsung kalian juga mengakui kan kalau aku dan dia memang punya hubungan di masa lalu!" aku marah sekali pada mereka."Kenapa tempo hari ... tempo hari saat aku bertanya tidak ada seorangpun da
Aku terkesiap dengan ucapan kakek, aku terdiam, otakku seakan tidak mampu melanjutkan percakapan itu karena terlalu rumit bahasa yang dia gunakan, terlalu lemah sinyal otak ini untuk melakukan penerimaan sehingga aku mengerti."Jangan menghalangi aku untuk bahagia!"Brak!Kakek melempar asbak kayu ke lantai, membuat diri ini terkesiap kaget dan menutup mata karena syok."Aku membiarkanmu mengelola perusahaanmu, aku melepaskanmu untuk hidup bebas menentukan kemana kau tinggal dan dengan siapa kau berhubungan. Aku membebasmu untuk memilih jalan dan menghambur-hamburkan uang, aku tidak pernah ikut campur. Suatu hari kau datang padaku dan mengeluhkan betapa rumitnya hidupmu, sebagai kakek dan pengganti orang tuamu ... Tentu saja aku sangat prihatin dan peduli, jadi kuambil keputusan terbaik yang sekiranya akan menjagamu dari luka-luka berikutnya.""Dengan memisahkan diriku!""Ya, aku mempertimbangkan keputusan itu berhari-hari, juga berulang kali bertanya padamu, apakah kau yakin, dan k
Sekilas hidupku indah, bergelimbangan harta dan diperlakukan bagai tuan putri. Keluargaku selalu ada untuk mendukung dan menyayangi, mereka menyiapkan dukungan di latar belakang dan selalu pasang badan sebagai perisai untuk melindungi kesalahanku. Aku terbiasa dengan kemanjaan itu, membuat masalah lalu berlari ke balik punggung mereka untuk lepas tanggung jawab dan mencuci kesalahan sendiri.Terhadap semua masalah yang aku buat mereka memang murka tapi keluargaku selalu membereskannya, ada banyak uang untuk membayar tim pengacara terbaik agar semua tuntutan orang-orang yang kusakiti terlihat seperti omong kosong untuk memfitnah diri ini. Aku menang dan selalu mendapatkan apa yang kuinginkan.Hatiku meninggi dan semakin congkak, karena dengan privilege itu aku seperti menguasai dunia ini. Tapi perasaan itu tidak berlangsung lama karena sejak bersaing cinta dengan mbak Syifa aku jadi mengerti Kalau aku bukan apa-apa dan tidak memiliki apapun di dunia ini. Hanya untuk mendapatkan hati
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t