Saat Darel melamar Hera padahal mereka baru pertama kali bertemu, sang model tidak langsung menanggapi. Ia mengulur hingga satu bulan dan berharap Darel melupakannya.
Hera ingat betul akan kegigihan Abigail meyakinkannya untuk menerima Darel. Selain soal kekayaan dan ketampanan, Abigail mengatakan bahwa Hera akan bahagia di sisa hidupnya. Pun Darel membuktikan itu hingga Hera luluh.Lalu lihat sekarang.Saat Hera mulai mencintai dan berpikir akan bahagia sepanjang hidupnya, Darel berkhianat. Kini Abigail malah membantunya membereskan perselingkuhan sang suami.Kemudian apalagi?[Abigail: Aku tidak pernah bilang padamu tentang ini. Sepertinya, perempuan itu, maksudku Ayuna. Dia memiliki sesuatu dengan suamimu.]Deg!Detak keresahan yang menyusup tanpa undangan. Hera berpekur sejenak dan membiarkan pikirannya beku seperti Abigail baru saja mengutuknya.Sang manajer terkadang intuitif. Namun tidak pernah gagal membuat Hera mempercayai barang sejumput dari perkataannya."Tidak mungkin." Batin Hera menentang meskipun di sudut hatinya sesuatu mulai berpercikan. Hera tidak tahu bagaimana mengatakannya. Mungkin itulah kecemburuan yang selama ini mematikkan api, namun Hera tidak membiarkan dirinya terbakar begitu saja. Toh, sudah sejauh ini ia ikut campur pada hubungan terlarang suaminya."Sayang.""Hera?"Pundak Hera tersentak saat jemari seseorang meremas bahunya. Ia menemukan Darel sedang memberikan tatapan khawatir."Pesan dari siapa sampai membuatmu mengabaikan saya?"Hera melemparkan senyum manis lantas menyembunyikan ponsel ke sisi tubuhnya. Iris madu Hera mengedarkan sudut pandang ke arah lain hingga menemukan perempuan muda dengan rambut hitam terurai panjang sedang berdiri di ambang pintu. Setidaknya gadis itu berusia tidak lebih dari dua puluh enam tahun, beberapa tahun lebih muda dari Hera.Dia, Ayuna. Perempuan yang pertama kali memberitahunya bahwa Darel berselingkuh. Sekretaris Darel itu memiliki bukti-bukti tak berbantahkan pasal kebejatan Darel di belakangnya. Katakan saja Hera naif atau memang berkepala dingin, sementara istri mana pun mungkin tidak akan sanggup melanjutkan semua ini dan bersandiwara seolah baik-baik saja.Gadis dengan blus kemeja putih itu tersenyum pada Hera. Senyum yang normal, seperti biasanya saat mereka berpapasan. Hera membalas dengan senyum kecil meskipun entah kenapa begitu ingin menginspeksi gadis itu dari pucuk kepala hingga ujung kakinya. Ayuna memiliki wajah khas gadis daerah yang ayu. Jika diperhatikan, dia cukup manis.Abigail mungkin mengada-ngada saja karena tidak suka dengan Ayuna. Setahu Hera, Ayuna sangat profesional. Alasan dia terkadang tidak segan mengganggu waktu pribadi Darel hanyalah karena pekerjaan."Ayuna, bisa tinggalkan kami? Urus saja dengan resepsionis di sana."Sang sekretaris mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti dengan apa yang atasannya katakan."Sayang, kemarilah." Darel merengkuh Hera tanpa menunggu punggung Ayuna benar-benar menghilang dari ambang pintu. "Apa yang kamu pikirkan, hm? Ada masalah?"Hera balas mendekap sembari menghirup feromon Darel, mencari ketenangan. Lucunya, keresahan dan ketenangan Hera datang dari sumber yang sama yaitu Darel Lakeswara."Abigail bilang ada masalah di agensi. Anak-anak sekarang sangat sensitif dan sulit diatur. Mereka membuatku sibuk. Aku jadi banyak pertimbangan sebelum benar-benar mendebutkan mereka sebagai model.""Saya sudah bilang untuk berhenti bekerja. Kamu vakum modeling dan malah mengasuh anak-anak?""Sayang, mereka bukan anak-anak sembarangan. Mereka berbakat dan aku tidak mengasuh tapi melatih.""Ya, ya. Terserah. Kamu nyonya-nya di sini. Jadi, Nyonya ... " Darel menunduk, merengkuh dagu lancip sang istri seraya memamerkan seringaian menggoda andalannya. "Sekarang kita hanya berdua. Apa yang bisa saya lakukan untuk Nyonya?"Tubuh Darel menegang saat merasakan jemari lentik Hera bermain di balik bahan kemejanya, meraba area bidang di sana dengan gerakan seduktif. Ia menunggu sambil mengagumi kecantikan sang istri yang seolah dirancang khusus untuknya. Mulai dari cara netra coklat madu itu membalas tatapannya sampai setiap lekuk tubuh Hera yang pas di genggamannya. Kesesuaian itu membuat Darel mabuk kepayang hanya dengan memikirkan sosok Hera."Kamu masih berhutang satu penjelasan padaku," bisik Hera selagi menggerakkan lembut jemarinya menuju pundak Darel. "Apa maksud Ayuna dengan mengatakan 'kamar kita'?""Tadi saya sudah jelaskan tapi sepertinya kamu bengong. Klien mengadakan pertemuan dengan menyewa kamar. Kamu harus tahu ini bukan pertemuan seserius itu."Tiba-tiba tangan sang istri meraih benda tipis dari bahunya, menunjukkan sesuatu itu tepat di depan mata kepala Darel. Pria itu mengerutkan dahi melihat seutas rambut berwarna hitam. Darel menerka-nerka apa yang dimaksud sang istri."Kamu ... tidak mencurigai saya selingkuh dengan Ayuna, 'kan?"Hera melihat perubahan ekspresi Darel yang semula bersinar seperti pria badung seribu akal menjadi redup dan tajam.Detik itu juga, untuk pertama kalinya bagi Hera akhirnya yakin perihal keputusannya untuk berpura-pura buta mengenai kelakuan Darel. Mendengar pria itu melontarkan pertanyaan dengan nada datar dan ekspresi sedingin ini membuat Hera bisa merasakan hawa yang sama dengan pernikahannya andai melabrak Darel.Hera mengendalikan air mukanya dengan baik. Meski baru saja menemukan rambut yang kontras dengan surai berwarna coklat miliknya menempel di pakaian suaminya."Oh, sayang. Aku tidak bilang begitu. Rambut itu bisa saja milik orang lain? Memang kenapa kalau ini milik Ayuna? Bukan berarti kamu telah tidur dengannya, 'kan?" ungkap Hera mengakhiri kalimatnya dengan kekehan renyah.Darel ikut tergelak, membuktikan bahwa Hera tidak gagal memanipulasi suaminya. Toh, sebenarnya Hera juga tidak yakin soal perselingkuhan Darel dengan Ayuna. Abigail hanya berspekulasi. Kalau pun benar, cepat atau lambat Hera pasti akan mengetahuinya.Hera terhenyak saat lengan Darel dengan mudah mengangkat tubuhnya. Aroma anggur menguar dari napas Darel yang berat, indikasi bahwa pria itu baru saja minum-minum. Ia menatap sang istri dengan intens dan berbicara lirih setengah frustasi."Saya bahkan tidak bisa menyentuh wanita lain karena kamu menghantui setiap sudut pikiranku. Saya tidak bisa melakukannya selain denganmu. Apa kamu mempercayai itu, Hera?"Jantung Hera berdegup kencang terdengar hingga ke telinganya. Darel mengatakan tanpa memutus kontak mata mereka, memperlihatkan kesungguhan tak bercela. Lidah Hera tiba-tiba saja kelu, terpaku oleh netra kelam Darel yang memancar tanpa kebohongan."Kamu tidak perlu mempercayai saya. Cukup pegang kata-kata saya. Saya tidak akan tidur dengan wanita manapun lagi selain dirimu," pungkas Darel.Tirai air mata di pelupuk mata Hera hampir pecah. Sang model mengangguk dan memeluk leher Darel untuk menenangkan dirinya yang emosional. Perasaan memang tidak bisa berbohong. Hera yang kepalang mencintai Darel tahu dengan pasti bahwa barusan adalah ucapan paling tulus yang ia dengar dari Darel sejauh ini.Hera semakin percaya bahwa suatu saat Darel akan menemukan titik jenuh dari perselingkuhannya.Darel membawa tubuh Hera ke meja yang terhidang sashimi salmon dan naan keju lantas mendudukkannya di sana. Pria itu membungkuk untuk memagut bibir Hera dengan awal yang lembut. Intensitas ciuman mereka meningkat seiring suara cecapan yang memenuhi seisi ruangan.Keduanya terengah-engah berjeda untuk meraup udara dengan rakus. Tak peduli lagi seberantakan apa penampilan mereka. Jas Darel teronggok di lantai dan rambut potongan serigalanya tidak lagi tertata. Sementara Hera menengadah dengan sorot mata sayu."Ingin sewa kamar di sini?" tanya Darel dengan suara serak efek dari hasrat yang bergejolak. Matanya tak lepas dari sang istri yang sekarang berkali lipat terlihat lebih seksi.Hera hanya bergumam dan mengangguk tanpa sanggup melontarkan satu kata pun lagi.Darel menarik dagu Hera dan memburunya dengan ciuman yang lebih panas. Tangan Darel bergerilya di balik pakaian istrinya. Ujung dress Hera tersingkap hingga paha.Saat itu keduanya benar-benar melayang. Sibuk saling memberi rangsangan sensual tanpa menyadari pintu yang belum tertutup rapat. Di antara celah itu, seorang perempuan tengah mengintip, menyimak semua percakapan mereka sejak awal. Ia menyugar rambut hitamnya sambil menahan air mata. Kemudian pergi saat mendengar suara Hera mulai mendesah. Membawa serta perasaan terluka dan kepalan tangan sarat akan tekad penuh dendam."Ayuna."Gadis itu memutar kepalanya pada sumber suara, praktis menemukan figur atraktif milik istri atasannya yang tengah tersenyum dan melambai singkat. Rambut coklat yang tergerai bergerak lembut saat sang model melenggok seakan jalan yang dilewati adalah catwalk-nya. Hera Andromeda, sosok yang selalu membuat para gadis seantero negeri ingin menjadi dirinya. "Madam." Gadis itu mengangguk singkat.Hera melenggang anggun menuju salah satu sofa lobi bergabung duduk dengan Ayuna. "Sudah dapat flashdisk-nya?"Ayuna hanya tersenyum tipis kemudian mengangguk."Apa kau menunggu seseorang di sini? Mas Darel sudah tidak ada pekerjaan, 'kan?" Hera melirik arlojinya yang menunjukkan pukul lima sore. Waktu pulang kerja sudah satu jam berlalu dan Ayuna masih di sini dengan pakaian yang sama."Aku memang sengaja menunggu Madam untuk memberitahu sesuatu."Padahal Hera baru saja menemukan posisi duduk yang nyaman dan bersandar agar santai, namun punggungnya harus menegang lagi. "Baiklah. Mas Dare
Hera sungguh muak dengan wanita bernama Feronika Denise itu. Baru saja semalam Hera menegaskan dengan keras untuk menjauhi suaminya, tapi pagi-pagi sekali—menurut Hera—telah menerima telpon dari Ayuna.["Maaf, Madam, telah menganggumu. Apa kau tidak mencapai kesepakatan dengan Feronika Denise? Dia mengunjungi Tuan Darel di kantor. Aku sudah mengirimkan fotonya, bisa kau lihat?"]Sang model yang masih mengenakan gaun tidur kini terduduk di bibir ranjang besarnya. Penutup mata bermotif karakter beruang madu yang sedang ia pakai diturunkan hingga leher dengan sedikit merenggut."Sebentar." Kemudian menjauhkan layar ponselnya untuk memeriksa ruang obrolan dengan Ayuna. Terpampanglah foto Feronika Denise yang sedang duduk di atas paha Darel. Dari tata ruangnya, jelas itu adalah kantor Darel bekerja. Ini masih pukul sembilan pagi ketika melirik jam di atas nakas. Itu artinya Darel berangkat satu jam lalu. Hera ingat karena ia terbangun sebentar untuk sekedar memeluk dan mencium Darel sebel
Setiap misi menjauhkan wanita-wanita pengganggu dari Darel selama ini, Hera banyak dicekoki pikiran licik oleh Abigail. Sang model jelas menolak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan citra dirinya yang tenang dan bersahaja. Jadi ia hanya bicara dengan wanita-wanita itu tanpa berniat buruk.Namun kali ini, Hera memutuskan menjalankan semua rencana di kepalanya sendirian tanpa melibatkan siapapun di luar dirinya. Rencana rahasia Hera itu sudah di mulai sejak ia memberi tugas palsu pada Abigail untuk membuat manajernya itu sibuk.["Istri sah Pak Galih adalah wanita old money, kau tahu? Kesuksesan pak Galih sekarang berkat campur tangan mertuanya. Dengan kata lain, dia tidak bisa apa-apa tanpa istrinya."]"Hanya itu yang kau tahu? Apa kau tahu apa jadwal istrinya kemarin, hari ini dan besok?" Hera berbicara sembari mengatur pernapasan. "Jujur saja, Gail. Kau tidak bisa membantuku kali ini menggantikan tugas Ayuna. Jangan memaksakan diri." Bulu mata lentik Hera mengerling ke arah panel
Resah. Gelisah. Lelah. Sejujurnya, Hera gugup sekali melalui ini semua. Tidak mungkin tidak terlintas pikiran untuk menyudahi dan menyerah barang setitik saja, tapi hidupnya rumit dari yang terlihat di permukaan. Pernikahan ini menautkan dua keluarga yang perlu di jaga nama baik dan kepercayaannya.Hera hampir berniat menikam Darel dengan sederet fakta yang ia jaga selama ini, bahwa suami terkasihnya mempermainkan janji suci pernikahan mereka. Hera terlampau berdamai dengan kenyataan telah sampai mati rasa secara menyedihkan, ia setengah masa bodoh dan selebihnya adalah perasaan cinta yang besar."Hei, apa ada yang sakit?" Darel meremas bahu Hera kemudian menginspeksi sang istri dari atas ke bawah. "Kenapa menangis?" Ibu jarinya bergerak lembut menghapus jejak air mata yang terjun dari pelupuk mata istrinya.Hera menegang lantaran tak menduga bahwa dirinya menjadi emosional semudah itu. Masih menolak untuk membiarkan Darel mengetahui bahwa Hera memelihara kewaspadaan dan membendung k
Setelah terlibat dalam obrolan sendu, mereka sepakat untuk bergerak dari topik biru itu ditandai dengan Lina yang menuangkan anggur kedua kalinya pada gelas kristal dan bertos-ria. Suara dentingan khas dari gelas berkilau itu seakan terdengar bak lonceng aba-aba di telinga Hera."Tante..." Hera menaruh gelas yang isinya tinggal separuh di atas meja. "Kudengar selain anggota partai, Pak Galih juga berbisnis. Bagaimana? Cukup menghasilkan?""Ya. Kami punya beberapa properti dan real estat. Lumayan untuk tabungan pendidikan anak-anak dan hari tua." Lina terus menyesap hingga anggur di gelasnya tandas. "Ah. Kau beruntung menikah dengan pewaris Lakeswara, Hera. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi."Hera tertawa miris dalam hati. Mungkin dirinya memang cukup beruntung sampai harus duduk di depan Lina dan mencari celah untuk menyusupkan kebenaran. Ditambah semuanya harus tampak alami jika tak ingin disalahpahami sebagai pengadu yang suka ikut campur urusan orang lain."Bagaimana bisnis
"Madam, suamimu selingkuh..."Suara perempuan berdenging di telinga Hera. Ia tahu, itu bukan sesuatu yang berasal dari mimpi buruk. Suaminya selingkuh sementara ia tak mengizinkan diri sendiri untuk bersedih. Hari ini Hera memiliki agenda untuk makan siang di kafe sebuah hotel, lebih tepatnya ia baru saja memanipulasi pertemuan aktris dengan seorang produser. Mungkin Hera tidak akan menginginkan makan siangnya lagi hari ini.Sesampainya Hera di sana, sang aktris tengah menikmati hidangan kesukaannya, sashimi salmon dan naan keju. Jangan tanya bagaimana Hera bisa mengetahuinya. Ia tidak datang dengan kepala kosong. Hera agak menyayangkan mereka berdua harus berkenalan dengan cara menyedihkan seperti ini. Padahal ia menyukai beberapa film sang aktris. Wanita itu menepikan alat makannya bersamaan dengan Hera yang menemukan permulaan kata untuk memulai percakapan sebagai 'istri yang sedang menemui selingkuhan suaminya'.Meski mulanya keheranan, tak butuh waktu lama bagi sang aktris untu
Setelah terlibat dalam obrolan sendu, mereka sepakat untuk bergerak dari topik biru itu ditandai dengan Lina yang menuangkan anggur kedua kalinya pada gelas kristal dan bertos-ria. Suara dentingan khas dari gelas berkilau itu seakan terdengar bak lonceng aba-aba di telinga Hera."Tante..." Hera menaruh gelas yang isinya tinggal separuh di atas meja. "Kudengar selain anggota partai, Pak Galih juga berbisnis. Bagaimana? Cukup menghasilkan?""Ya. Kami punya beberapa properti dan real estat. Lumayan untuk tabungan pendidikan anak-anak dan hari tua." Lina terus menyesap hingga anggur di gelasnya tandas. "Ah. Kau beruntung menikah dengan pewaris Lakeswara, Hera. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi."Hera tertawa miris dalam hati. Mungkin dirinya memang cukup beruntung sampai harus duduk di depan Lina dan mencari celah untuk menyusupkan kebenaran. Ditambah semuanya harus tampak alami jika tak ingin disalahpahami sebagai pengadu yang suka ikut campur urusan orang lain."Bagaimana bisnis
Resah. Gelisah. Lelah. Sejujurnya, Hera gugup sekali melalui ini semua. Tidak mungkin tidak terlintas pikiran untuk menyudahi dan menyerah barang setitik saja, tapi hidupnya rumit dari yang terlihat di permukaan. Pernikahan ini menautkan dua keluarga yang perlu di jaga nama baik dan kepercayaannya.Hera hampir berniat menikam Darel dengan sederet fakta yang ia jaga selama ini, bahwa suami terkasihnya mempermainkan janji suci pernikahan mereka. Hera terlampau berdamai dengan kenyataan telah sampai mati rasa secara menyedihkan, ia setengah masa bodoh dan selebihnya adalah perasaan cinta yang besar."Hei, apa ada yang sakit?" Darel meremas bahu Hera kemudian menginspeksi sang istri dari atas ke bawah. "Kenapa menangis?" Ibu jarinya bergerak lembut menghapus jejak air mata yang terjun dari pelupuk mata istrinya.Hera menegang lantaran tak menduga bahwa dirinya menjadi emosional semudah itu. Masih menolak untuk membiarkan Darel mengetahui bahwa Hera memelihara kewaspadaan dan membendung k
Setiap misi menjauhkan wanita-wanita pengganggu dari Darel selama ini, Hera banyak dicekoki pikiran licik oleh Abigail. Sang model jelas menolak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan citra dirinya yang tenang dan bersahaja. Jadi ia hanya bicara dengan wanita-wanita itu tanpa berniat buruk.Namun kali ini, Hera memutuskan menjalankan semua rencana di kepalanya sendirian tanpa melibatkan siapapun di luar dirinya. Rencana rahasia Hera itu sudah di mulai sejak ia memberi tugas palsu pada Abigail untuk membuat manajernya itu sibuk.["Istri sah Pak Galih adalah wanita old money, kau tahu? Kesuksesan pak Galih sekarang berkat campur tangan mertuanya. Dengan kata lain, dia tidak bisa apa-apa tanpa istrinya."]"Hanya itu yang kau tahu? Apa kau tahu apa jadwal istrinya kemarin, hari ini dan besok?" Hera berbicara sembari mengatur pernapasan. "Jujur saja, Gail. Kau tidak bisa membantuku kali ini menggantikan tugas Ayuna. Jangan memaksakan diri." Bulu mata lentik Hera mengerling ke arah panel
Hera sungguh muak dengan wanita bernama Feronika Denise itu. Baru saja semalam Hera menegaskan dengan keras untuk menjauhi suaminya, tapi pagi-pagi sekali—menurut Hera—telah menerima telpon dari Ayuna.["Maaf, Madam, telah menganggumu. Apa kau tidak mencapai kesepakatan dengan Feronika Denise? Dia mengunjungi Tuan Darel di kantor. Aku sudah mengirimkan fotonya, bisa kau lihat?"]Sang model yang masih mengenakan gaun tidur kini terduduk di bibir ranjang besarnya. Penutup mata bermotif karakter beruang madu yang sedang ia pakai diturunkan hingga leher dengan sedikit merenggut."Sebentar." Kemudian menjauhkan layar ponselnya untuk memeriksa ruang obrolan dengan Ayuna. Terpampanglah foto Feronika Denise yang sedang duduk di atas paha Darel. Dari tata ruangnya, jelas itu adalah kantor Darel bekerja. Ini masih pukul sembilan pagi ketika melirik jam di atas nakas. Itu artinya Darel berangkat satu jam lalu. Hera ingat karena ia terbangun sebentar untuk sekedar memeluk dan mencium Darel sebel
"Ayuna."Gadis itu memutar kepalanya pada sumber suara, praktis menemukan figur atraktif milik istri atasannya yang tengah tersenyum dan melambai singkat. Rambut coklat yang tergerai bergerak lembut saat sang model melenggok seakan jalan yang dilewati adalah catwalk-nya. Hera Andromeda, sosok yang selalu membuat para gadis seantero negeri ingin menjadi dirinya. "Madam." Gadis itu mengangguk singkat.Hera melenggang anggun menuju salah satu sofa lobi bergabung duduk dengan Ayuna. "Sudah dapat flashdisk-nya?"Ayuna hanya tersenyum tipis kemudian mengangguk."Apa kau menunggu seseorang di sini? Mas Darel sudah tidak ada pekerjaan, 'kan?" Hera melirik arlojinya yang menunjukkan pukul lima sore. Waktu pulang kerja sudah satu jam berlalu dan Ayuna masih di sini dengan pakaian yang sama."Aku memang sengaja menunggu Madam untuk memberitahu sesuatu."Padahal Hera baru saja menemukan posisi duduk yang nyaman dan bersandar agar santai, namun punggungnya harus menegang lagi. "Baiklah. Mas Dare
Saat Darel melamar Hera padahal mereka baru pertama kali bertemu, sang model tidak langsung menanggapi. Ia mengulur hingga satu bulan dan berharap Darel melupakannya. Hera ingat betul akan kegigihan Abigail meyakinkannya untuk menerima Darel. Selain soal kekayaan dan ketampanan, Abigail mengatakan bahwa Hera akan bahagia di sisa hidupnya. Pun Darel membuktikan itu hingga Hera luluh.Lalu lihat sekarang.Saat Hera mulai mencintai dan berpikir akan bahagia sepanjang hidupnya, Darel berkhianat. Kini Abigail malah membantunya membereskan perselingkuhan sang suami.Kemudian apalagi?[Abigail: Aku tidak pernah bilang padamu tentang ini. Sepertinya, perempuan itu, maksudku Ayuna. Dia memiliki sesuatu dengan suamimu.]Deg! Detak keresahan yang menyusup tanpa undangan. Hera berpekur sejenak dan membiarkan pikirannya beku seperti Abigail baru saja mengutuknya.Sang manajer terkadang intuitif. Namun tidak pernah gagal membuat Hera mempercayai barang sejumput dari perkataannya."Tidak mungkin."
"Madam, suamimu selingkuh..."Suara perempuan berdenging di telinga Hera. Ia tahu, itu bukan sesuatu yang berasal dari mimpi buruk. Suaminya selingkuh sementara ia tak mengizinkan diri sendiri untuk bersedih. Hari ini Hera memiliki agenda untuk makan siang di kafe sebuah hotel, lebih tepatnya ia baru saja memanipulasi pertemuan aktris dengan seorang produser. Mungkin Hera tidak akan menginginkan makan siangnya lagi hari ini.Sesampainya Hera di sana, sang aktris tengah menikmati hidangan kesukaannya, sashimi salmon dan naan keju. Jangan tanya bagaimana Hera bisa mengetahuinya. Ia tidak datang dengan kepala kosong. Hera agak menyayangkan mereka berdua harus berkenalan dengan cara menyedihkan seperti ini. Padahal ia menyukai beberapa film sang aktris. Wanita itu menepikan alat makannya bersamaan dengan Hera yang menemukan permulaan kata untuk memulai percakapan sebagai 'istri yang sedang menemui selingkuhan suaminya'.Meski mulanya keheranan, tak butuh waktu lama bagi sang aktris untu