Alastair pulang pukul lima pagi, saat Bibi baru sampai rumah dan Aldara belum bangun dari tidur. Pria itu semalaman tidak tidur, ia mengecek beberapa surel dan dokumen agar tidak mengantuk saat menjaga Aldara.'Aku sudah memastikan orang-orang Mamaku tidak berani masuk rumah itu saat melihat mobilku ada di halaman, Dara. Malam tadi ... aku bisa menyelematkan mu,' batin Alastair dengan helaan napas kasar.Setelah menghentikan mobil di depan kediaman Wilson, Alastair langsung masuk untuk bertemu sang Mama. Tanpa diduga wanita paruh baya itu tengah berbincang dengan Sandra di ruang tamu."Kamu baru pulang, Al?" Elle langsung bangkit dan menggandeng tangan putranya menuju sofa. "Mom Sandra dari tadi nungguin kamu, loh."Pria itu mengulas senyum, tangannya menyalami Sandra sembari bertanya, "apa kabar, Mom?""Baik, Nak. Hari ini Virly tidak ikut, dia ada meeting dengan beberapa klien. Mungkin nanti akan menyusul saat makan siang," kata Sandra yang lantas membuat Alastair mengangguk."Nanti
Sebuah mobil mewah berhenti di depan kediaman Ernest, wanita paruh baya itu keluar dan dengan langkah angkuhnya ia berjalan memasuki pelataran."Aldara ada di rumah?" tanyanya pada Bibi."Ada, Bu. Mari masuk dulu, saya akan panggilkan Bu Aldara," sahut Bibi dengan ramah."Tidak. Saya akan menunggu di sini saja.""Baiklah kalau begitu, Bu. Silakan duduk dulu." Bibi menunjuk sebuah kursi dengan ibu jarinya, tetapi wanita paruh baya itu hanya menatap tanpa ekspresi berlebih.Ia tidak berniat duduk, toh tujuannya kali ini tidak akan lama. Suara langkah kaki dari dalam rumah membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arah pintu, saat itu juga Aldara keluar dengan setelan baju rumahan yang menurut pandangannya penampilan itu sangat kumal.Netranya menelisik penampilan Aldara, bibirnya mencebik saat melihat tidak ada satupun barang bermerk yang menempel pada tubuh Aldara. Hanya ada beberapa perhiasan berukuran kecil yang bisa dengan mudah ia taksir harganya.'Sangat jauh kalau dibanding deraj
"Masuk!" Aldara menoleh sekilas, tetapi ia tetap menurut saat Alastair menyuruhnya. Kaki jenjangnya melangkah masuk, bibirnya berdecak kagum melihat interior unit apartemen ini."Aku tadi sudah menghubungi Ernest, dan dia memintaku menjagamu di sini. Jadi kau diam saja dan jangan merusuh," ucap Alastair dengan suara dingin.Alastair mendudukkan dirinya di sofa, tatapan matanya masih sangat dingin menghunus ke arah Aldara."Maaf atas sikap Mamaku. Aku dan Papa sudah beberapa kali memperingatinya, tapi Mama tetap tidak mau berubah.""Tidak apa-apa, Pak. Saya tahu setiap ibu di dunia ini ingin yang terbaik untuk anaknya, saya juga sadar kelas saya jauh di bawah keluarga Bapak," sahut Aldara dengan suara lirih.Pria itu mendengkus, satu kakinya dinaikkan ke atas lutut. "Kau bisa menggunakan satu kamar untuk beristirahat malam ini, besok aku akan mengantarmu pulang."Aldara mengangguk patuh. 'Tidak apa-apa aku tinggal di sini dulu. Daripada pulang nanti Ibu Elle dan Rangga bisa-bisa kemba
Alastair berbalik badan menuju kamar Aldara, ia menguncinya dari luar untuk berjaga-jaga. Selanjutnya barulah ia membuka pintu."Al, kamu tinggal di sini?" tanya Elle saat pintu baru saja terbuka "Iya, Ma. Ada apa Mama ke sini?" Wajah tampan itu masih menunjukkan raut datar."Mama ingin mengajakmu pulang, Al. Kamu tidak akan nyaman di sini. Apartemen ini memang bagus, tapi kamu sendirian di sini. Tidak ada yang menyiapkan keperluan kamu, Al," rayu Elle.Wanita paruh baya itu merasa putranya tidak mampu hidup tanpa asisten rumah tangga, selama ini Alastair juga selalu menuruti ucapannya. Jadi, ia sangat yakin putranya akan pulang bersamanya malam ini.Namun, sebuah gelengan membuat Elle tersentak. Pupil matanya membelalak tidak percaya melihat penolakan dari darah dagingnya sendiri."Aku sudah memutuskan tinggal di sini, dan selamanya akan begitu, Ma."Deg! Elle menggeleng. Ia meraih tangan Alastair seraya menampilkan raut memelas."Pulang, ya, Nak. Mama mengaku salah, Mama nggak seng
"Sudah siap?" tanya Alastair, sambil menelisik penampilan Aldara dari atas sampai bawah.Cantik. Yeah, Alastair mengakui malam ini Aldara sangat cantik dan manis. Gaun berwarna biru tua itu sangat pas melekat di tubuh ramping Aldara."Sudah, Pak," sahut Aldara lirih.Alastair mengangguk, ia lekas bangkit dari sofa ruang tamu dan melangkah keluar lebih dulu. Pria itu membukakan pintu mobil, membuat Aldara tercenung barang sesaat. Namun, detik berikutnya wanita itu segera masuk mobil sambil mengucapkan terima kasih.Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu berjalan mengitari mobil dan lekas melajukan dengan kecepatan tinggi menuju Rose Hotel."Kita akan makan malam dulu, Dara. Kau harus mengisi tenaga agar tidak lemas nanti," bisik Alastair dengan kekehan lirih.Aldara masih menikmati keheningannya, hingga tanpa terasa keduanya sudah sampai di restoran hotel megah itu dan pelayan membawakan beberapa menu yang telah dipesan Alastair sebelumnya."Makanlah, kamu tidak perlu merasa cemas. A
Aldara membuka mata dan merasakan kepalanya masih sangat berat, pandangannya menelisik ke seluruh kamar dengan kening mengerut.Kosong. Tidak ada siapapun di kamar luas ini, ia segera bangun. Detik itu juga bola matanya melotot lebar saat selimut terbuka dan tubuh polosnya terekspos."Astaga!" pekiknya dan segera membungkus lagi tubuhnya.Pikirannya melayang, membawa angan pada kejadian semalam. Benaknya berusaha merangkai kepingan ingatan, hingga perlahan-lahan kejadian semalam berhasil diingatnya."A-Aku ... aku sudah menyerahkannya?"Cairan bening kembali luruh dari pelupuk mata cantik itu, merasakan getir di hatinya saat mendapati fakta bahwa Alastair tega membuatnya mabuk.Aldara berpikir kalau Alastair sudah benar-benar berubah, sikap baik dan lemah lembutnya akhir-akhir ini sering membuatnya tersenyum. Yeah, wanita itu harus jujur kalau beberapa bulan terakhir ini ia tidak terlalu tertekan bekerja dengan Alastair.Namun, siapa sangka kalau itu hanya kedok? Alastair tetap lah p
Pagi ini Aldara datang dengan sisa kekuatan yang masih ada pada dirinya, kaki jenjangnya melangkah lesu menapaki lantai gedung kantor tempatnya bekerja.Tangannya memegang map berisi berkas pengunduran diri. Pokoknya bisa tidak bisa ia harus keluar dari perusahaan ini dan pergi jauh dari kehidupan Alastair."Sepertinya masih lama Pak Alastair datangnya, lebih baik aku membereskan ruanganku dulu," gumam Aldara dan langsung masuk ke dalam ruangannya.Wanita itu memasukkan beberapa barang pribadinya ke dalam goodie bag besar, beruntung barang-barangnya tidak terlalu banyak.Tidak terasa Aldara sudah menghabiskan banyak waktu untuk membereskan ruangannya, hingga tiba-tiba pintu ruangannya dibuka paksa yang sontak saja membuatnya terkejut."P-Pak Alastair," gumam wanita itu dengan suara terbata-bata.Tubuh mungilnya kembali bergetar. Ah, bahkan kemarin keduanya sangat manis. Beberapa hari lalu Aldara merasa nyaman berada satu ruangan dengan Alastair tanpa takut apapun.Termasuk takut dilece
"Anak laki-laki yang diolok-olok di depan warga sekolah, mengalami perundungan bahkan sampai ke fisik hingga menyebabkan ia harus pindah ke luar negeri," ujar Alastair sambil condong ke arah Aldara yang masih menunduk. "Lima hari setelah peristiwa itu, dia pergi dari sekolah tanpa pamit pada semua orang, termasuk kepada seorang siswi perempuan yang bernama... Aldara Maharani."Tubuh Aldara masih bergetar hebat, beberapa kali kepalanya tampak menggeleng."Sudah ingat?" tanya Alastair.Ingatan Aldara membawanya pada kejadian sepuluh tahun silam, seorang anak laki-laki asing datang membawa setangkai bunga mawar merah kepadanya.Anak laki-laki itu berjalan dengan kepala menunduk, setiap langkahnya disoraki oleh semua siswa. Aldara yang bingung saat anak laki-laki itu menyatakan perasaan cinta padanya hanya bisa tercenung."Apa kau mau jadi kekasihku?" tanya anak laki-laki itu, entah sudah yang ke berapa kalinya.Aldara tidak terlalu mengenalnya, karena selama SMA ia hanya fokus pada Rangg
Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida