Pikiran Aldara tidak bisa fokus selama meeting, ia terus berpikir siapa kira-kira yang menyebarkan gosip tentangnya.Hingga Alastair menggelandang tangannya tanpa aba-aba, membuatnya memekik kaget di hadapan para peserta meeting. Pria itu menyeretnya keluar, tanpa peduli semua pasang mata tengah menatap ke arah mereka.Saat ini Aldara sangat malu dengan semua kepala staf."Argh!" rintih wanita itu saat merasakan punggungnya sakit ketika Alastair menghantamkan tubuhnya ke tembok.Apa maksud pria itu?"Kau ini bodoh atau bagaimana?! Bukannya aku sudah memintamu untuk fokus? Tapi kenapa saat meeting tadi kau bengong saja?! Pikiranmu ke mana, hah ...?!" sentak Alastair tepat di depan wajah cantik itu.Aldara gelagapan, ia tidak sadar kalau sedari dari tadi pikirannya melanglang entah ke mana. "P-Pak—" Wanita sontak memejamkan mata tanpa melanjutkan ucapannya saat tiba-tiba tangan Alastair memukul dinding.Ia baru melihat bosnya semarah ini."Meskipun tadi hanya meeting kecil dengan beber
"Jangan diam saja saat direndahkan seperti itu, aku tidak suka orang-orang lemah!" bisik Alastair."Saya sebenarnya malas meladeni, tapi dia terus nyerocos sampai membuat kuping saya panas. Lalu tiba-tiba istrinya datang, dan dia malah memutar balikkan fakta sampai akhirnya istrinya menampar saya tadi," jelas Aldara.Alastair melirik ke arah wanita yang berjalan di sampingnya itu, kemudian kembali mengalihkan pandangan ke depan. "Ini terakhir kali, besok-besok kalau dia menghinamu lagi langsung tampar saja. Bukan malah kau yang ditampar dan tetap diam saja seperti tadi!""Iya, Pak. Saya tadi syok.""Syok atau pasrah saja? Kau ini juga agak-agak, Aldara. Dihina selalu diam, ditindas tidak bergerak membalas. Kalau tadi aku tidak datang mungkin kau masih jadi bulan-bulanan mereka di sana."Aldara mengangguk aku mendengar sentakan Bosnya. Namun, ia bersyukur masih ada yang membelanya di saat orang lain sibuk menggunjingkan namanya."Baik, Pak. Saya akan mengingat-ingat hal itu.""Jangan h
Raymond membawa Alastair pulang ke apartemennya, karena tidak mungkin membawa Alastair pulang ke Kediaman Wilson dalam keadaan mabuk. "Huh, masalah cinta memang membuat rumit. Tidak Alastair, tidak Naresh, semuanya menjadi bodoh karena cinta!" Pria itu menggerutu sambil menggeleng-gelengan kepalanya. "Untung aku jomblo.""Aldara ...."Raymond yang tengah membenarkan letak selimut Alastair sontak menghentikan gerakannya saat mendengar lagi nama itu."Sebut saja terus namamya, dan dia tetap tidak akan ke sini!" Raymond menghela napas kasar. "Aku heran sekali, apa cinta benar-benar membuat pria-pria angkuh jadi segila ini?!"Tangannya menghempaskan selimut tebal itu ke atas tubuh Alastair. "Aku menebak pasti kau akan menyebut nama itu lagi dalam tidurmu nanti, Al. Padahal belum tentu wanita itu menyebut namamu dalam tidurnya."Raymond keluar dari kamar dengan helaan napas kasar, ia menuju kamarnya sendiri untuk merebahkan tubuh. Di klub sudah ada orang kepercayaannya yang menjaga. Jadi,
"Aku mengajakmu bekerjasama," ujar Virly yang membuat Rangga mengernyit bingung."Kerjasama apa, ya, Bu?"Virly bangkit dan mencondongkan tubuh ke arah Rangga, ia mulai membisikkan rencana yang sudah dibuatnya kemarin bersama Elle.Pria itu mengulas senyum lebar, ia langsung setuju dengan penawaran Virly."Bagus. Untuk selanjutnya akan kita bicarakan di telepon saja, bisa bahaya kalau Alastair tahu aku datang ke sini.""Baik, Bu. Saya akan menunggu perintah selanjutnya."Wanita itu mengangguk, kemudian ia beranjak keluar ruangan. Menyisakan Rangga yang masih mempertahankan senyum lebar di bibirnya. "Aku yakin akan semakin mudah mendapatkan mu, Dara. Sekarang aku tidak sendiri, dan aku pastikan kau tidak bisa mengelak lagi dariku," gumamnya dengan kekehan lirih.•Di sisi lain, Alastair baru tiba di kantor saat pukul sembilan pagi. Pria itu telat bangun karena pengaruh alkohol yang ia konsumsi semalam. Tanpa pulang ke rumah ia langsung menuju ke kantor untuk bertemu Aldara. Entah kena
Aldara duduk dengan posisi tegap di sofa, seperti ada sesuatu yang menekan kepalanya dan juga rasa tidak nyaman di perut. Semua makanan itu benar-benar habis, tidak tersisa sebutir nasi pun.'Ayo, perut ... ayo sendawa. Perutku biar lega dan nggak mau muntah seperti ini,' batin wanita itu nelangsa. Alastair bangkit dari duduk dan beranjak ke dekat sofa, pria itu melirik sinis ke arah sekretarisnya yang tengah memasang raut datar. Kedua tangannya mencengkram pinggang. Pria itu membusungkan dada dengan mengangkat dagu kokohnya."Enak makanannya?" tanya Alastair."Enak, Pak."Pria itu mengangguk. "Kau harus makan banyak, tubuhmu itu kurus kering. Sangat tidak menggairahkan. Pokoknya aku ingin kau banyak makan makanan bergizi dan olahraga, biar agak terbentuk sedikit bodynya.""I-Iya, Pak.""Ada banyak saldo di black card ku. Kau bisa menggunakan untuk mendaftar kelas gym."Wanita itu kembali mengangguk. "Baik, Pak. Akhir pekan saya akan ke tempat gym."Alastair menghela napas kasar. "Ba
Alastair sampai di kediamannya dan melihat sang Mama tengah bersantai sambil bermain ponsel di ruang tamu.'Tumben Mama nggak marah-marah?' batinnya.Alastair mengedikkan bahu dan lantas naik ke kamarnya, tanpa tahu kalau Elle tengah memperhatikan punggungnya sambil menyunggingkan seringai senyum.'Mama tidak akan memarahimu lagi, Al. Karena Mama sudah punya rencana bagus.'Wanita paruh baya itu semakin mengulas senyum saat melihat sebuah panggilan masuk di ponselnya, tanpa berlama-lama ia langsung menggeser ikon hijau."Halo.""Saat ini kami tengah mengikuti wanita itu, Bu. Taksinya berhenti di perumahan Blue House."Elle mengerutkan kening mendengar ucapan anak buahnya dari seberang telepon. "Blue House? Bukannya itu perumahan elite? Bagaimana bisa dia tinggal di sana?""Rumah nomor 17, Bu," sahut seorang pria dari seberang telepon.Elle mangut-mangut saat tahu itu adalah nomor rumah Ernest, pantas saja Aldara bisa tinggal di sana."Pantau terus. Jangan lupa lakukan yang sudah ku ka
"Aaargh ... aku harus cari ke mana?! Ponselnya juga nggak aktif, aku nggak bisa melacak keberadaannya."Berkali-kali tangannya memukul setir, melampiaskan kekesalan karena tidak dapat menemukan Aldara.'Firasatku nggak baik.'Entah sudah berapa jam Alastair menyusuri jalanan malam itu, ia tidak tahu ke mana perginya Aldara. Akhirnya ia memutuskan pulang, sambil terus berharap semoga Aldara baik-baik saja."Kamu baru pulang, Al?" tanya Elle saat melihat putranya baru memasuki ruang tamu.Alastair melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam, biasanya Mamanya memang tidur larut malam karena selalu menunggunya hingga pulang."Mama tadi ke mana saat aku pergi ke pesta?"Wanita paruh baya itu tidak menjawab, ia masih berusaha menormalkan ekspresi wajahnya agar Alastair tidak menangkap keterkejutan di sana."Mama ... di rumah Virly, menemani Mommy Sandra. Kenapa memangnya?" Elle bertanya balik."Yakin ke rumah Mom Sandra? Tidak ke tempat lain?" tanya pria itu sambil memicingkan mat
"Akhirnya selesai juga," gumam Aldara.Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarumnya menunjukkan pukul sebelas siang. Aldara segera merapikan berkas-berkas itu dan membawanya ke ruangan Alastair, karena pagi ini Ernest belum bisa masuk."Permisi, Pak." Tidak ada jawaban, pria itu masih fokus memperhatikan laptopnya. Aldara melangkah mendekat ke meja kerja Alastair dengan tangannya yang membopong tumpukan berkas."Saya sudah menyelesaikan semuanya, Pak. Untuk dokumen yang masuk ke email juga sudah saya kirimkan salinannya ke surel Bapak."Hening! Alastair masih betah dalam kebisuannya, bahkan mata elang itu tidak terangkat dan tetap terkunci pada layar laptop tersebut."Saya taruh di meja mana, Pak?" tanya Aldara, menahan sakit hati saat dirinya diacuhkan.Posisinya serba salah. sebenarnya ia pun tidak dapat menghindar karena pekerjaannya adalah seorang sekretaris yang akan selalu mendampingi Alastair. Namun, demi keselamatan nyawanya, ia harus membuat jarak dengan
Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida