Hari demi hari berlalu begitu cepat, Aldara sudah menyelesaikan sidang pertamanya dibantu oleh pengacara yang telah ia sewa. Tidak ada yang mengganggu kehidupannya selama beberapa minggu ini, bahkan ia tidak mendengar gunjingan tentang dirinya di kantor.Bagaimana semuanya bisa berjalan selancar ini?Ah, entahlah. Aldara berpikir Alastair yang meminta para staf agar tidak menggunjingnya. Namun, bukankah pria itu juga sibuk mempersiapkan rapat tahunan?"Ada apa bengong terus?"Aldara tersentak kaget mendengar suara bariton yang sangat dibencinya itu, ditambah sosok pria itu yang tiba-tiba duduk di hadapannya saat ini."Ternyata kamu suka sama cafe ini, ya? Makanannya memang enak, lebih bervariasi dari makanan di kantin perusahaan. Harganya juga terjangkau, selain itu pelayanannya ramah," jelas Rangga yang membuat Aldara muak.Ia sudah bersyukur hampir satu bulan tidak melihat wajah mantan suaminya, tetapi hari ini Tuhan mengantarkan Rangga yang membuat moodnya langsung anjlok."Ah, dit
Alastair mengantarkan Aldara pulang, meskipun sebelumnya wanita itu menolak, tetapi Aldara tetap kukuh. Apalagi saat mendapati tubuh mungil itu masih gemetaran."Terima kasih, Pak," ucap Aldara, sementara Alastair hanya mengangguk singkat tanpa menoleh sedikitpun ke arah sekretarisnya itu.Tatapannya masih menghunus lurus ke depan, entah apa yang ia pikirkan.Aldara keluar dari mobil dan detik berikutnya kendaraan beroda empat itu langsung melaju kencang, menyisakan Aldara yang berdiri mematung di samping gerbang."Ya sudah lah aku masuk saja, lelah sekali rasanya ...."•Sementara itu Alastair baru saja menghentikan mobil di halaman luas Kediaman Wilson setelah menempuh beberapa menit perjalanan.Kakinya melangkah masuk dan langsung disambut suara lantang sang Mama yang meneriakkan namanya."Kamu apakan Edward, Al?!"Seringai tipis tercipta di sudut bibir Alastair. "Dia mengadu pada Mama?""Edward tidak jadi berinvestasi di perusahaan kita, Al. Dan itu artinya kita harus mencari inve
Pagi ini akan ada meeting penting dengan para kolega, Alastair sudah meminta Aldara dan Ernest untuk menyiapkan semua berkas-berkasnya sejak semalam.Namun, tampaknya wanita itu tengah bingung sedari tadi mengobrak-abrik isi tasnya. "Astaga ... aku meninggalkan berkasnya! Sudah pasti Pak Alastair marah nanti," gumamnya panik. "Mana hari ini Ernest ada kunjungan ke luar kota, sudah pasti nggak bisa ku mintai tolong."Keringat sebesar biji jagung membasahi pelipis Aldara saat menyadari berkas penting itu tidak ia bawa pagi ini, tanpa pikir panjang lagi ia langsung berlari untuk pulang dan mengambil berkasnya sebelum Alastair tahu.BRAK! Tubuh mungil itu menabrak seseorang hingga membuatnya hampir terjengkang ke belakang, beruntung sosok itu dengan cepat menahan pinggang Aldara."Kau kenapa, Dara?"Mata cantik itu membelalak mendapati sosok yang ia tabrak adalah Bos nya. Bagaimana caranya mengelak?"Hei, kenapa diam saja?!" Alastair menelengkan kepalanya ke kanan, berusaha menatap wajah
Selama meeting sampai selesai makan siang bersama para kolega, Alastair tidak melepaskan tatapan tajamnya pada Aldara. Wanita itu terus menunduk, merasa bingung apa lagi yang salah dengan dirinya?'Aku melakukan kesalahan apa lagi? Kenapa Pak Alastair menatapku seperti itu? Dia seperti seekor singa yang tengah menatap mangsanya,' batin Aldara, memelas.DRRT! Aldara merasakan ponselnya berdering, ia langsung merogoh saku blazer dan mendapati pesan dari Alastair baru saja masuk.[Nanti langsung ke ruanganku.] 'Astaga ... ada apa lagi Pak Alastair kirim pesan seperti ini. Dia selalu saja menyulitkan posisiku. Padahal jelas-jelas banyak yang mengancam ku, dan dia tahu. Tapi ... kenapa dia tidak paham dengan kesulitanku?' batinnya, melas.Menit berlalu ....Setelah membereskan berkas-berkas penting, Aldara bergegas ke ruangan Alastair. Langkah kakinya selaras dengan degup jantung yang bertalu kian cepat, Aldara membuka pintu dengan seluruh rasa gugup di dalam dirinya."Permisi, Pak," sap
"Mama nggak nyangka kamu bisa tergoda dengan wanita itu, Al. Apa bagusnya dia, sih?! Penampilannya juga nggak memuaskan. Bisa-bisanya kamu tergoda. Padahal banyak yang lebih dari Aldara. Dan tentunya ... masih gadis, bukan janda.""Ma ... tolong jangan seperti ini. Aku tidak mau melawan Mama, jadi jangan berlebihan," sahut Alastair yang masih fokus pada kemudinya.Wanita paruh baya itu terkekeh. "Demi wanita sialan itu kamu sampai berani melawan Mama."Elle berusaha menormalkan deru napasnya. Ah, ia hampir gila menghadapai Alastair. Padahal sebelum mengenal Aldara putranya adalah sosok penurut, meskipun sikapnya sangat cuek."Kamu juga tidak mau memindahkan Aldara ke kantor cabang, ternyata alasannya seperti ini. Ini sudah keterlaluan dan Mama nggak bisa terima. Sekarang, kamu sendiri yang pindahkan dia atau Mama yang bertindak!" desis Elle.Pria itu menggelengkan kepala. "Maaf, Ma. Mungkin ini pertama kalinya aku melawan Mama."Deg! Wanita paruh baya itu menggeram emosi, netranya mel
Aldara terus menatap sosok yang menyelematkannya itu dengan pandangan berkabut. Titik-titik air matanya kembali jatuh saat pria bertubuh kekar itu dengan mudah mengalahkan dua pemabuk.Aldara mengernyit saat pria itu berjongkok sambil tangannya mencengkram kuat pipi pria berambut keriting itu, mereka tampak berbincang sesuatu 'Pak Alastair ngomongin apa sama orang itu?' batinnya.Sampai tiba-tiba wajah tampan itu berubah lebih murka dari pasa sebelumnya. Alastair menghempaskan kepala pria ke aspal hingga menyebabkan sang empunya pingsan. Detik berikutnya Alastair berjalan ke arah Aldara dan membopong tubuh mungil itu untuk masuk ke dalam mobil."Aku benarkan dulu bajumu. Kau menurut saja." Alastair mengancingkan blouse itu sambil sesekali menelan saliva dengan kasar saat melihat tubuh molek Aldara.Ah, 'miliknya' tidak pernah bisa diam kalau berada di dekat Aldara. Hanya melihat kemolekan tubuh sintal itu saja sudah membuat 'miliknya' menggeliat di balik celana."Kenapa keluar mala
Alastair pulang pukul lima pagi, saat Bibi baru sampai rumah dan Aldara belum bangun dari tidur. Pria itu semalaman tidak tidur, ia mengecek beberapa surel dan dokumen agar tidak mengantuk saat menjaga Aldara.'Aku sudah memastikan orang-orang Mamaku tidak berani masuk rumah itu saat melihat mobilku ada di halaman, Dara. Malam tadi ... aku bisa menyelematkan mu,' batin Alastair dengan helaan napas kasar.Setelah menghentikan mobil di depan kediaman Wilson, Alastair langsung masuk untuk bertemu sang Mama. Tanpa diduga wanita paruh baya itu tengah berbincang dengan Sandra di ruang tamu."Kamu baru pulang, Al?" Elle langsung bangkit dan menggandeng tangan putranya menuju sofa. "Mom Sandra dari tadi nungguin kamu, loh."Pria itu mengulas senyum, tangannya menyalami Sandra sembari bertanya, "apa kabar, Mom?""Baik, Nak. Hari ini Virly tidak ikut, dia ada meeting dengan beberapa klien. Mungkin nanti akan menyusul saat makan siang," kata Sandra yang lantas membuat Alastair mengangguk."Nanti
Sebuah mobil mewah berhenti di depan kediaman Ernest, wanita paruh baya itu keluar dan dengan langkah angkuhnya ia berjalan memasuki pelataran."Aldara ada di rumah?" tanyanya pada Bibi."Ada, Bu. Mari masuk dulu, saya akan panggilkan Bu Aldara," sahut Bibi dengan ramah."Tidak. Saya akan menunggu di sini saja.""Baiklah kalau begitu, Bu. Silakan duduk dulu." Bibi menunjuk sebuah kursi dengan ibu jarinya, tetapi wanita paruh baya itu hanya menatap tanpa ekspresi berlebih.Ia tidak berniat duduk, toh tujuannya kali ini tidak akan lama. Suara langkah kaki dari dalam rumah membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arah pintu, saat itu juga Aldara keluar dengan setelan baju rumahan yang menurut pandangannya penampilan itu sangat kumal.Netranya menelisik penampilan Aldara, bibirnya mencebik saat melihat tidak ada satupun barang bermerk yang menempel pada tubuh Aldara. Hanya ada beberapa perhiasan berukuran kecil yang bisa dengan mudah ia taksir harganya.'Sangat jauh kalau dibanding deraj