Selama meeting sampai selesai makan siang bersama para kolega, Alastair tidak melepaskan tatapan tajamnya pada Aldara. Wanita itu terus menunduk, merasa bingung apa lagi yang salah dengan dirinya?'Aku melakukan kesalahan apa lagi? Kenapa Pak Alastair menatapku seperti itu? Dia seperti seekor singa yang tengah menatap mangsanya,' batin Aldara, memelas.DRRT! Aldara merasakan ponselnya berdering, ia langsung merogoh saku blazer dan mendapati pesan dari Alastair baru saja masuk.[Nanti langsung ke ruanganku.] 'Astaga ... ada apa lagi Pak Alastair kirim pesan seperti ini. Dia selalu saja menyulitkan posisiku. Padahal jelas-jelas banyak yang mengancam ku, dan dia tahu. Tapi ... kenapa dia tidak paham dengan kesulitanku?' batinnya, melas.Menit berlalu ....Setelah membereskan berkas-berkas penting, Aldara bergegas ke ruangan Alastair. Langkah kakinya selaras dengan degup jantung yang bertalu kian cepat, Aldara membuka pintu dengan seluruh rasa gugup di dalam dirinya."Permisi, Pak," sap
"Mama nggak nyangka kamu bisa tergoda dengan wanita itu, Al. Apa bagusnya dia, sih?! Penampilannya juga nggak memuaskan. Bisa-bisanya kamu tergoda. Padahal banyak yang lebih dari Aldara. Dan tentunya ... masih gadis, bukan janda.""Ma ... tolong jangan seperti ini. Aku tidak mau melawan Mama, jadi jangan berlebihan," sahut Alastair yang masih fokus pada kemudinya.Wanita paruh baya itu terkekeh. "Demi wanita sialan itu kamu sampai berani melawan Mama."Elle berusaha menormalkan deru napasnya. Ah, ia hampir gila menghadapai Alastair. Padahal sebelum mengenal Aldara putranya adalah sosok penurut, meskipun sikapnya sangat cuek."Kamu juga tidak mau memindahkan Aldara ke kantor cabang, ternyata alasannya seperti ini. Ini sudah keterlaluan dan Mama nggak bisa terima. Sekarang, kamu sendiri yang pindahkan dia atau Mama yang bertindak!" desis Elle.Pria itu menggelengkan kepala. "Maaf, Ma. Mungkin ini pertama kalinya aku melawan Mama."Deg! Wanita paruh baya itu menggeram emosi, netranya mel
Aldara terus menatap sosok yang menyelematkannya itu dengan pandangan berkabut. Titik-titik air matanya kembali jatuh saat pria bertubuh kekar itu dengan mudah mengalahkan dua pemabuk.Aldara mengernyit saat pria itu berjongkok sambil tangannya mencengkram kuat pipi pria berambut keriting itu, mereka tampak berbincang sesuatu 'Pak Alastair ngomongin apa sama orang itu?' batinnya.Sampai tiba-tiba wajah tampan itu berubah lebih murka dari pasa sebelumnya. Alastair menghempaskan kepala pria ke aspal hingga menyebabkan sang empunya pingsan. Detik berikutnya Alastair berjalan ke arah Aldara dan membopong tubuh mungil itu untuk masuk ke dalam mobil."Aku benarkan dulu bajumu. Kau menurut saja." Alastair mengancingkan blouse itu sambil sesekali menelan saliva dengan kasar saat melihat tubuh molek Aldara.Ah, 'miliknya' tidak pernah bisa diam kalau berada di dekat Aldara. Hanya melihat kemolekan tubuh sintal itu saja sudah membuat 'miliknya' menggeliat di balik celana."Kenapa keluar mala
Alastair pulang pukul lima pagi, saat Bibi baru sampai rumah dan Aldara belum bangun dari tidur. Pria itu semalaman tidak tidur, ia mengecek beberapa surel dan dokumen agar tidak mengantuk saat menjaga Aldara.'Aku sudah memastikan orang-orang Mamaku tidak berani masuk rumah itu saat melihat mobilku ada di halaman, Dara. Malam tadi ... aku bisa menyelematkan mu,' batin Alastair dengan helaan napas kasar.Setelah menghentikan mobil di depan kediaman Wilson, Alastair langsung masuk untuk bertemu sang Mama. Tanpa diduga wanita paruh baya itu tengah berbincang dengan Sandra di ruang tamu."Kamu baru pulang, Al?" Elle langsung bangkit dan menggandeng tangan putranya menuju sofa. "Mom Sandra dari tadi nungguin kamu, loh."Pria itu mengulas senyum, tangannya menyalami Sandra sembari bertanya, "apa kabar, Mom?""Baik, Nak. Hari ini Virly tidak ikut, dia ada meeting dengan beberapa klien. Mungkin nanti akan menyusul saat makan siang," kata Sandra yang lantas membuat Alastair mengangguk."Nanti
Sebuah mobil mewah berhenti di depan kediaman Ernest, wanita paruh baya itu keluar dan dengan langkah angkuhnya ia berjalan memasuki pelataran."Aldara ada di rumah?" tanyanya pada Bibi."Ada, Bu. Mari masuk dulu, saya akan panggilkan Bu Aldara," sahut Bibi dengan ramah."Tidak. Saya akan menunggu di sini saja.""Baiklah kalau begitu, Bu. Silakan duduk dulu." Bibi menunjuk sebuah kursi dengan ibu jarinya, tetapi wanita paruh baya itu hanya menatap tanpa ekspresi berlebih.Ia tidak berniat duduk, toh tujuannya kali ini tidak akan lama. Suara langkah kaki dari dalam rumah membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arah pintu, saat itu juga Aldara keluar dengan setelan baju rumahan yang menurut pandangannya penampilan itu sangat kumal.Netranya menelisik penampilan Aldara, bibirnya mencebik saat melihat tidak ada satupun barang bermerk yang menempel pada tubuh Aldara. Hanya ada beberapa perhiasan berukuran kecil yang bisa dengan mudah ia taksir harganya.'Sangat jauh kalau dibanding deraj
"Masuk!" Aldara menoleh sekilas, tetapi ia tetap menurut saat Alastair menyuruhnya. Kaki jenjangnya melangkah masuk, bibirnya berdecak kagum melihat interior unit apartemen ini."Aku tadi sudah menghubungi Ernest, dan dia memintaku menjagamu di sini. Jadi kau diam saja dan jangan merusuh," ucap Alastair dengan suara dingin.Alastair mendudukkan dirinya di sofa, tatapan matanya masih sangat dingin menghunus ke arah Aldara."Maaf atas sikap Mamaku. Aku dan Papa sudah beberapa kali memperingatinya, tapi Mama tetap tidak mau berubah.""Tidak apa-apa, Pak. Saya tahu setiap ibu di dunia ini ingin yang terbaik untuk anaknya, saya juga sadar kelas saya jauh di bawah keluarga Bapak," sahut Aldara dengan suara lirih.Pria itu mendengkus, satu kakinya dinaikkan ke atas lutut. "Kau bisa menggunakan satu kamar untuk beristirahat malam ini, besok aku akan mengantarmu pulang."Aldara mengangguk patuh. 'Tidak apa-apa aku tinggal di sini dulu. Daripada pulang nanti Ibu Elle dan Rangga bisa-bisa kemba
Alastair berbalik badan menuju kamar Aldara, ia menguncinya dari luar untuk berjaga-jaga. Selanjutnya barulah ia membuka pintu."Al, kamu tinggal di sini?" tanya Elle saat pintu baru saja terbuka "Iya, Ma. Ada apa Mama ke sini?" Wajah tampan itu masih menunjukkan raut datar."Mama ingin mengajakmu pulang, Al. Kamu tidak akan nyaman di sini. Apartemen ini memang bagus, tapi kamu sendirian di sini. Tidak ada yang menyiapkan keperluan kamu, Al," rayu Elle.Wanita paruh baya itu merasa putranya tidak mampu hidup tanpa asisten rumah tangga, selama ini Alastair juga selalu menuruti ucapannya. Jadi, ia sangat yakin putranya akan pulang bersamanya malam ini.Namun, sebuah gelengan membuat Elle tersentak. Pupil matanya membelalak tidak percaya melihat penolakan dari darah dagingnya sendiri."Aku sudah memutuskan tinggal di sini, dan selamanya akan begitu, Ma."Deg! Elle menggeleng. Ia meraih tangan Alastair seraya menampilkan raut memelas."Pulang, ya, Nak. Mama mengaku salah, Mama nggak seng
"Sudah siap?" tanya Alastair, sambil menelisik penampilan Aldara dari atas sampai bawah.Cantik. Yeah, Alastair mengakui malam ini Aldara sangat cantik dan manis. Gaun berwarna biru tua itu sangat pas melekat di tubuh ramping Aldara."Sudah, Pak," sahut Aldara lirih.Alastair mengangguk, ia lekas bangkit dari sofa ruang tamu dan melangkah keluar lebih dulu. Pria itu membukakan pintu mobil, membuat Aldara tercenung barang sesaat. Namun, detik berikutnya wanita itu segera masuk mobil sambil mengucapkan terima kasih.Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu berjalan mengitari mobil dan lekas melajukan dengan kecepatan tinggi menuju Rose Hotel."Kita akan makan malam dulu, Dara. Kau harus mengisi tenaga agar tidak lemas nanti," bisik Alastair dengan kekehan lirih.Aldara masih menikmati keheningannya, hingga tanpa terasa keduanya sudah sampai di restoran hotel megah itu dan pelayan membawakan beberapa menu yang telah dipesan Alastair sebelumnya."Makanlah, kamu tidak perlu merasa cemas. A