Alastair sampai di kediamannya dan melihat sang Mama tengah bersantai sambil bermain ponsel di ruang tamu.'Tumben Mama nggak marah-marah?' batinnya.Alastair mengedikkan bahu dan lantas naik ke kamarnya, tanpa tahu kalau Elle tengah memperhatikan punggungnya sambil menyunggingkan seringai senyum.'Mama tidak akan memarahimu lagi, Al. Karena Mama sudah punya rencana bagus.'Wanita paruh baya itu semakin mengulas senyum saat melihat sebuah panggilan masuk di ponselnya, tanpa berlama-lama ia langsung menggeser ikon hijau."Halo.""Saat ini kami tengah mengikuti wanita itu, Bu. Taksinya berhenti di perumahan Blue House."Elle mengerutkan kening mendengar ucapan anak buahnya dari seberang telepon. "Blue House? Bukannya itu perumahan elite? Bagaimana bisa dia tinggal di sana?""Rumah nomor 17, Bu," sahut seorang pria dari seberang telepon.Elle mangut-mangut saat tahu itu adalah nomor rumah Ernest, pantas saja Aldara bisa tinggal di sana."Pantau terus. Jangan lupa lakukan yang sudah ku ka
"Aaargh ... aku harus cari ke mana?! Ponselnya juga nggak aktif, aku nggak bisa melacak keberadaannya."Berkali-kali tangannya memukul setir, melampiaskan kekesalan karena tidak dapat menemukan Aldara.'Firasatku nggak baik.'Entah sudah berapa jam Alastair menyusuri jalanan malam itu, ia tidak tahu ke mana perginya Aldara. Akhirnya ia memutuskan pulang, sambil terus berharap semoga Aldara baik-baik saja."Kamu baru pulang, Al?" tanya Elle saat melihat putranya baru memasuki ruang tamu.Alastair melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam, biasanya Mamanya memang tidur larut malam karena selalu menunggunya hingga pulang."Mama tadi ke mana saat aku pergi ke pesta?"Wanita paruh baya itu tidak menjawab, ia masih berusaha menormalkan ekspresi wajahnya agar Alastair tidak menangkap keterkejutan di sana."Mama ... di rumah Virly, menemani Mommy Sandra. Kenapa memangnya?" Elle bertanya balik."Yakin ke rumah Mom Sandra? Tidak ke tempat lain?" tanya pria itu sambil memicingkan mat
"Akhirnya selesai juga," gumam Aldara.Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarumnya menunjukkan pukul sebelas siang. Aldara segera merapikan berkas-berkas itu dan membawanya ke ruangan Alastair, karena pagi ini Ernest belum bisa masuk."Permisi, Pak." Tidak ada jawaban, pria itu masih fokus memperhatikan laptopnya. Aldara melangkah mendekat ke meja kerja Alastair dengan tangannya yang membopong tumpukan berkas."Saya sudah menyelesaikan semuanya, Pak. Untuk dokumen yang masuk ke email juga sudah saya kirimkan salinannya ke surel Bapak."Hening! Alastair masih betah dalam kebisuannya, bahkan mata elang itu tidak terangkat dan tetap terkunci pada layar laptop tersebut."Saya taruh di meja mana, Pak?" tanya Aldara, menahan sakit hati saat dirinya diacuhkan.Posisinya serba salah. sebenarnya ia pun tidak dapat menghindar karena pekerjaannya adalah seorang sekretaris yang akan selalu mendampingi Alastair. Namun, demi keselamatan nyawanya, ia harus membuat jarak dengan
Hari demi hari berlalu begitu cepat, Aldara sudah menyelesaikan sidang pertamanya dibantu oleh pengacara yang telah ia sewa. Tidak ada yang mengganggu kehidupannya selama beberapa minggu ini, bahkan ia tidak mendengar gunjingan tentang dirinya di kantor.Bagaimana semuanya bisa berjalan selancar ini?Ah, entahlah. Aldara berpikir Alastair yang meminta para staf agar tidak menggunjingnya. Namun, bukankah pria itu juga sibuk mempersiapkan rapat tahunan?"Ada apa bengong terus?"Aldara tersentak kaget mendengar suara bariton yang sangat dibencinya itu, ditambah sosok pria itu yang tiba-tiba duduk di hadapannya saat ini."Ternyata kamu suka sama cafe ini, ya? Makanannya memang enak, lebih bervariasi dari makanan di kantin perusahaan. Harganya juga terjangkau, selain itu pelayanannya ramah," jelas Rangga yang membuat Aldara muak.Ia sudah bersyukur hampir satu bulan tidak melihat wajah mantan suaminya, tetapi hari ini Tuhan mengantarkan Rangga yang membuat moodnya langsung anjlok."Ah, dit
Alastair mengantarkan Aldara pulang, meskipun sebelumnya wanita itu menolak, tetapi Aldara tetap kukuh. Apalagi saat mendapati tubuh mungil itu masih gemetaran."Terima kasih, Pak," ucap Aldara, sementara Alastair hanya mengangguk singkat tanpa menoleh sedikitpun ke arah sekretarisnya itu.Tatapannya masih menghunus lurus ke depan, entah apa yang ia pikirkan.Aldara keluar dari mobil dan detik berikutnya kendaraan beroda empat itu langsung melaju kencang, menyisakan Aldara yang berdiri mematung di samping gerbang."Ya sudah lah aku masuk saja, lelah sekali rasanya ...."•Sementara itu Alastair baru saja menghentikan mobil di halaman luas Kediaman Wilson setelah menempuh beberapa menit perjalanan.Kakinya melangkah masuk dan langsung disambut suara lantang sang Mama yang meneriakkan namanya."Kamu apakan Edward, Al?!"Seringai tipis tercipta di sudut bibir Alastair. "Dia mengadu pada Mama?""Edward tidak jadi berinvestasi di perusahaan kita, Al. Dan itu artinya kita harus mencari inve
Pagi ini akan ada meeting penting dengan para kolega, Alastair sudah meminta Aldara dan Ernest untuk menyiapkan semua berkas-berkasnya sejak semalam.Namun, tampaknya wanita itu tengah bingung sedari tadi mengobrak-abrik isi tasnya. "Astaga ... aku meninggalkan berkasnya! Sudah pasti Pak Alastair marah nanti," gumamnya panik. "Mana hari ini Ernest ada kunjungan ke luar kota, sudah pasti nggak bisa ku mintai tolong."Keringat sebesar biji jagung membasahi pelipis Aldara saat menyadari berkas penting itu tidak ia bawa pagi ini, tanpa pikir panjang lagi ia langsung berlari untuk pulang dan mengambil berkasnya sebelum Alastair tahu.BRAK! Tubuh mungil itu menabrak seseorang hingga membuatnya hampir terjengkang ke belakang, beruntung sosok itu dengan cepat menahan pinggang Aldara."Kau kenapa, Dara?"Mata cantik itu membelalak mendapati sosok yang ia tabrak adalah Bos nya. Bagaimana caranya mengelak?"Hei, kenapa diam saja?!" Alastair menelengkan kepalanya ke kanan, berusaha menatap wajah
Selama meeting sampai selesai makan siang bersama para kolega, Alastair tidak melepaskan tatapan tajamnya pada Aldara. Wanita itu terus menunduk, merasa bingung apa lagi yang salah dengan dirinya?'Aku melakukan kesalahan apa lagi? Kenapa Pak Alastair menatapku seperti itu? Dia seperti seekor singa yang tengah menatap mangsanya,' batin Aldara, memelas.DRRT! Aldara merasakan ponselnya berdering, ia langsung merogoh saku blazer dan mendapati pesan dari Alastair baru saja masuk.[Nanti langsung ke ruanganku.] 'Astaga ... ada apa lagi Pak Alastair kirim pesan seperti ini. Dia selalu saja menyulitkan posisiku. Padahal jelas-jelas banyak yang mengancam ku, dan dia tahu. Tapi ... kenapa dia tidak paham dengan kesulitanku?' batinnya, melas.Menit berlalu ....Setelah membereskan berkas-berkas penting, Aldara bergegas ke ruangan Alastair. Langkah kakinya selaras dengan degup jantung yang bertalu kian cepat, Aldara membuka pintu dengan seluruh rasa gugup di dalam dirinya."Permisi, Pak," sap
"Mama nggak nyangka kamu bisa tergoda dengan wanita itu, Al. Apa bagusnya dia, sih?! Penampilannya juga nggak memuaskan. Bisa-bisanya kamu tergoda. Padahal banyak yang lebih dari Aldara. Dan tentunya ... masih gadis, bukan janda.""Ma ... tolong jangan seperti ini. Aku tidak mau melawan Mama, jadi jangan berlebihan," sahut Alastair yang masih fokus pada kemudinya.Wanita paruh baya itu terkekeh. "Demi wanita sialan itu kamu sampai berani melawan Mama."Elle berusaha menormalkan deru napasnya. Ah, ia hampir gila menghadapai Alastair. Padahal sebelum mengenal Aldara putranya adalah sosok penurut, meskipun sikapnya sangat cuek."Kamu juga tidak mau memindahkan Aldara ke kantor cabang, ternyata alasannya seperti ini. Ini sudah keterlaluan dan Mama nggak bisa terima. Sekarang, kamu sendiri yang pindahkan dia atau Mama yang bertindak!" desis Elle.Pria itu menggelengkan kepala. "Maaf, Ma. Mungkin ini pertama kalinya aku melawan Mama."Deg! Wanita paruh baya itu menggeram emosi, netranya mel
Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida