Happy Reading*****Sekretaris yang dipekerjakan Andrian untuk menggantikan posisi Tari menatap aneh pada wanita hami di depannya. Lelaki itu memang tidak tahu seluk beluk si bos dahulu. Namun, sang sekretaris bisa menyimpulkan bahwa Andrian adalah seorang player."Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud," ucap sang sekretaris mengalah. Saat akan membuka suara, pintu ruangan Andrian terbuka. Lelaki itu terlihat di ambang pintu. "Kenapa kamu di situ. Masuk," perintah Andrian sedikit menyentak pada Lita. Sang sekretaris baru menyadari perbedaan perilaku si bos pada Tari dan juga perempuan hamil tadi. Jika pada gadis berjilbab itu, mata si bos selalu berbinar. Perkataannya lembut walau Tari sedikit keras saat berkata. Namun, semua bukan urusannya lagi, lelaki berkaca mata itu melanjutkan pekerjaan setelah Lita masuk dan si bos menutup pintu ruangannya.Tatapan Andrian tajam menguliti tubuh perempuan hamil di hadapannya. Sementara yang ditatap malah tersenyum lebar penuh kebahagiaan. Ketika Andr
Happy Reading*****Sebelum menginap di balik jeruji besi, Lita sempat menghubungi Anton. Wanita itu meminta bantuan si kekasih gelap untuk datang ke kantor polisi. Sebenarnya, Anton malas terlibat lebih jauh dengan masalah perempuan hamil tersebut. Namun, mengingat Lita tidak memiliki keluarga di kota ini atas nama persahabatan dan hubungan perselingkuhan. Lelaki itupun menyanggupi untuk menjenguk."Kamu buat ulah apa lagi, Lit?" tanya Anton yang mulai frustasi dengan masalah Lita. Belum ada satu bulan pengusiran, dia sudah dimasukkan penjara oleh Andrian."Semua karena kesalahanmu. Mengapa kamu tidak bisa menahan nafsu begituan. Andai Andrian tidak melihat perbuatan kita, aku pasti masih bahagia dengan segala fasilitas yang dia berikan. Tidak menjadi susah seperti sekarang. Ngasih saran tidak berguna sama sekali," gerutu ibu hamil itu mengeluarkan semua unek-unek dalam hati. Lita terlihat begitu frustasi dengan keadaannya sekarang. "Tingkahmu sendiri membuat begini. Tidak perlu men
Happy Reading*****Andrian mulai bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan Febi dan Shalwa. Dari mana dua gadis kecil itu tahu jika Tari pergi meninggalkannya dan anak-anak."Ayah, kenapa bohong," kata Shalwa. Sudah seperti orang dewasa saja tingkahnya. Tangan yang masih menyilang di depan dada dengan mata membulat sempurna. Tak ada senyum, raut mukanya tegang."Ayah mandi dulu dan salat. Setelah itu, baru ayah ceritakan semuanya. Kalian sudah salat belum?" tanya Andrian berusaha mengalihkan pertanyaan dua buah hatinya."Sudah, Yah," jawab si bungsu."Ayah jangan bohong. Harus ceritakan apa yang terjadi. Kami tidak mau kehilangan Tante Tari seperti kami kehilangan Bunda." Febi menyentuh ujung kelopak mata dengan jari telunjuk. Entah mengapa, air matanya mulai turun."Siap. Tunggu Ayah di ruang tengah saja. Setelah itu kita makan terlebih dahulu." Bernapas lega, Andrian masuk ke kamar. Melemparkan tas yang dibawa ke ranjang dengan sembarangan. Duduk di tepi ranjang dengan memejamka
Happy Reading*****"Boleh saya masuk?" tanya Andrian sopan. "Boleh. Mari, Pak." Perempuan sepuh itu membuka pagar. "Mobilnya dimasukkan saja. Daerah sini, tangannya banyak yang usil."Si bos, hanya mengangguk dan sedikit membungkukkan badan. Lalu, dia masuk mobil dan melajukan ke halaman rumah yang terbilang cukup luas. Ketika Aminah, ibunya Tari membukakan pintu. Andrian mengatakan, cukup di teras saja.Lelaki itu teringat dengan nasihat Tari dan Ustaz Muhammad untuk menjaga pandangan dan juga perilaku terhadap lawan jenis."Baiklah, Pak. Silakan duduk," suruh Aminah, "jadi ada apa dengan putri saya?""Begini, Bu. Saya mau menanyakan keberadaan Tari, tapi sepertinya dia nggak ada di rumah ini," ucap Andrian. Dia meneliti kediaman perempuan yang telah melahirkan sang pujaan.Aminah mengerutkan kening. "Bukankah Bapak bosnya, lalu kenapa mencari putri saya ke sini?"Menegakkan tubuh dan mulai serius, Andrian menggeser sedikit posisi duduknya sehingga berhadapan dengan Aminah secara l
Happy Reading*****"Baik, Bu. Kalau Mas ketemu sama Tari tak sampaikan pesannya Ibu. Mas, tutup dulu telponnya, ya." "Ya, sudah. Sampaikan salam ibu sama istrimu. Jangan lupa pesen yang tadi kalau ketemu adikmu." Panggilan pun terputus setelah mereka mengucap dan membalas salam.Aminah meletakkan ponselnya pada meja. Lalu memijit pelipisnya pelan. Bagaimana bisa lelaki yang berstatus suami orang bisa mencintai putrinya. Pantas jika Tari kemudian menghilang. "Haruskah aku menghubungi ayahnya? Ah, lebih baik tidak usah. Lelaki itu pasti tidak akan pernah peduli dengan keadaan dan keberadaan anak-anaknya," kata Aminah berbicara sendirian.Sementara itu, Tari yang baru saja menyelesaikan makan malam mendapat telepon dari saudara laki-lakinya. "Ya, Mas," jawab si gadis."Bosmu sudah datang menemui Ibu. Sebaiknya kamu telpon beliau sebelum Ibu berpikir yang tidak-tidak.""Ya, Mas. Nanti saja telponnya. Aku masih harus membereskan semua baju dan yang lainnya biar cepet bisa istirahat.""Y
Happy Reading*****Andrian mengabaikan pesan yang dikirimkan Lita. Dia berjalan keluar meninggalkan rumah untuk ke kantor. Kurang dari dua puluh menit, ponselnya kembali berdering dan nomor yang terlihat di layar sama dengan nomor yang mengirimkan chat.Memilih membiarkan panggilan tersebut sampai berhenti sendiri, Andrian turun dari mobil dan segera masuk ke kantor. Dering ponselnya terus saja berbunyi hingga si bos sangat terganggu. Terpaksa, setelah sampai di ruangan, Andrian mengangkat panggilan tersebut."Ada apa lagi, Lita. Aku nggak mau berurusan denganmu lagi," ucap Andrian keras. Namun, bukan sebuah jawaban yang didapatkan sang lelaki malah tangisan yang terdengar menyayat hati. Ayah tiga anak itu terdiam."Mas, tolong aku," kata Lita terbata di antara isakannya. "Kamu boleh menghukumku dengan cara apa pun, tapi tolong keluarkan aku dari penjara ini, Mas. Aku tidak ingin mati disiksa di sini. Jika cinta sudah hilang dari hati Mas Andri, setidaknya sisakan rasa kemanusiaan un
Happy Reading*****"Di antara banyak jalan, Allah menuliskan dan menakdirkan tidak menyatukan kisah kita. Bisa jadi karena tujuan yang berbeda atau doa kita yang tak pernah memiliki tujuan yang sama. Mungkin juga dengan bersama kita menyemai begitu banyak luka. Tak ada yang lebih sakit dari apa yang aku rasakan selain tangisan tanpa suara dari dalam hati.""Apa kabarmu pagi ini, Sayang? Sudahkah kamu bisa melupakan aku? Coba tanyakan hal itu padaku dan dengan tegas aku akan menjawab, sampai kapan pun aku nggak pernah melupakanmu. Rasa rindu ini masih sama seperti setahun lalu ketika kamu meninggalkan rumah ini."Andrian menutup kembali gorden kamar yang sempat dipakai oleh Tari ketika sang gadis tinggal di rumah ini. Sejak setahun lalu, si lelaki tidak pernah melupakan gadis ayu mantan sekretarisnya. Segala cara sudah dilakukan untuk mencari keberadaan sang pujaan. Sebulan pertama kepergian Tari, Andrian menyewa seseorang untuk mengamati tempat tinggal kedua orang tuanya. Namun, sa
Happy Reading*****Andrian terus saja berpikir, janji apa yang telah dia ucapkan hari ini. Tampaknya, si bungsu mengerti dia menatap ayahnya dengan kecewa. "Ayah, lupa kalau hari ini ada acara ulang tahun teman Adik? Ini sudah hampir dimulai acaranya, Yah. Siapa yang akan mengantarkan Adik ke sana? Kak Febi sama Kak Shalwa sedang setor hafalan." Akmal memajukan bibirnya marah.Andrian memukul keningnya pelan. Lalu, beristighfar setelah mendengar perkataan si bungsu. Mengapa dia sampai lupa dengan janjinya itu. Padahal kemarin siang, dirinya dan si bungsu sudah menyiapkan kado. "Ayah yang akan mengantar, Sayang. Tunggu di rumah, ya. Ayah segera menyusul," kata Andrian pada akhirnya. Lelaki itu memukul pantat putra bungsunya supaya cepat pulang dan bersiap. Beruntung, hari ini dia tidak bekerja. Jadi ada banyak waktu bersama anak-anak.Akmal segera berlari menuju rumah. Andrian segera menutup pintu kamar serta mengunci rumah itu. Dia tidak ingin mengecewakan buah hatinya. Mencoba ber