Happy Reading*****Akmal menangis tersedu di pangkuan Tari. Sementara Andrian sibuk menghubungi kedua putrinya dan juga pembantu di rumah. Lelaki itu akan mengabarkan bahwa Nina telah berpulang."Assalamualaikum, Kak. Bisa Ayah minta tolong berikan HP-nya pada Bibi? Ayah mau ngomong penting," ucap Andrian ketika panggilannya sudah diangkat oleh si sulung. "Waalaikumsalam. Bisa, Yah. Bentar." Febi keluar dari kamar dan mencari keberadaan pembantunya yang ternyata sedang santai duduk berdua dengan sang suami yang bekerja sebagai penjaga merangkap tukang kebun di rumah Andrian. "Bi, Ayah mau bicara," katanya sambil menyerahkan ponsel di tangan kanan."Ada apa, Kak?" Febi mengedikkan kedua bahunya. "Coba bicara langsung saja.""Halo, Pak?" ucap si Bibi setelah memegang ponsel Febi. Suaminya yang tengah berada di samping diam mendengarkan, jarang-jarang majikan lelaki mereka telepon pada pria pegawai di rumah tersebut."Bi, tolong kabarkan pada Pak RT bahwa istri saya telah berpulang. M
Happy Reading*****Setiap kehilangan pasti meninggalkan banyak duka. Rasa itu akan timbul seiring kepergian seseorang dari kehidupan kita. Kebersamaan yang selalu dianggap biasa tak mampu membuat Andrian menyadari betapa berharganya Nina di sisinya selama ini. Kehadirannya sering kali terabaikan oleh lelaki itu. Kini saat raga sang istri telah terpisah dari jasadnya, dia baru menyadari arti kehilangan itu.Ambulans yang membawa jasad Nina telah meninggalkan rumah Andrian. Putri sulungnya berteriak histeris saat melihat bundanya tak lagi merespon apa yang dia katakan. Si tengah malah tak sadarkan diri ketika banyak orang mengangkat jenazah sang bunda. Sementara Andrian masih mengikuti jenazah sang istri, Tari mendekap si bungsu yang terguncang."Kak, kamu harus kuat! Kak Febi harus bisa menjaga adik-adiknya!" Tari merangkul putri tertua Andrian setelah menenangkan si bungsu."Tante, mengapa harus secepat ini Bunda pergi?" Febi masih tak percaya dengan yang terlihat."Allah terlalu say
Happy Reading*****Suara azan yang menandakan waktu isya terdengar. Tari menatap jam di dinding. Hampir satu jam berlalu sejak keberangkatan Andrian ke pemakaman. Si bungsu pun sudah tertidur lelap setelah meminum susunya sampai tandas. Hari yang panjang dan melelahkan bagi bocah kecil itu. Perlahan Tari mulai menutup mata menyusul si bungsu yang sudah terlebih dahulu pergi ke alam mimpi. Setelah selesai salat Isya, Tari mulai merasa lelah. Sungguh hati yang panjang dan menyedihkan saat ini.Andrian, kedua putrinya dan juga para pegawai sampai di rumah. Semua orang memang ikut mengantar jenazah Nina ke peristirahatan terakhirnya kecuali Tari. Suasana rumah sepi, masih terdapat karpet yang digelar untuk para pelayat yang datang. Tari memang tak berniat membereskan karena pasti masih terpakai untuk acara tahlil sampai tujuh hari ke depan sebagai acara rangkaian doa atas kematian Nina. "Kak, kamu lihat adikmu dan Tante Tari dulu. Ayah, mau menidurkan Mbak dulu. Kasihan, dia." Andrian
Happy Reading*****Kilat kemarahan terpancar lagi ketika Tari menyebut nama Lita. Si gadis merutuki bibirnya yang begitu saja memanggil nama itu."Maaf, Mas. Saya tidak bermaksud menyulut emosi." Tari menunduk dalam. Dia benar- benar tidak bermaksud untuk memancing kemarahan si bos. Semua terlontar begitu saja."Sekali ini, aku mohon. Jangan pernah menyebut nama perempuan itu. Aku terlalu sakit melihat semuanya, Tar. Pengkhianatan, kejahatan dan juga kebohongannya. Aku sangat membencinya sekarang." Andrian menyandarkan tubuhnya pada sofa yang biasa dipakai Akmal dan Nina berbincang ketika mereka berada di kamar tersebut.Lelaki yang selalu terlihat tegas itu kini mendadak tampak begitu rapuh. Begitu besar pengaruh kepergian Nina padanya, lalu masihkah Andrian akan mengelak bahwa dia tidak mencintai istri pertamanya. Sudut bening kedua kelopak indera Tari kembali menetes ketika mengingat Nina. Meskipun baru mengenalnya, Tari tahu jika Nina adalah orang yang baik. Memiliki hati yang b
Happy Reading*****"Sebentar saja, Tar!" ucap Andrian. Dia mengatupkan kedua tangan dan menatap sang sekretaris penuh permohonan.Tari menaikkan sedikit garis bibirnya. Tak mampu menjawab karena merasa semua ini salah. Namun, melihat kedua indera Andrian yang begitu penuh permohonan sekaligus kesedihan. Gadis itu membiarkan bosnya tetap berada pada posisi semula. Sang sekretaris beristighfar dalam hati dan memohon ampunan untuk kejadian malam ini.Mendapat persetujuan dari si gadis, Andrian tersenyum dan melanjutkan perkataannya yang sempat terjeda."Aku sama Nina itu bersahabat sejak SMP. Dia teman yang selalu mengerti melebihi diriku sendiri. Nggak pernah menyangka jika akhirnya menyimpan rasa cinta untukku. Padahal aku menganggapnya, hanya sebatas sahabat nggak lebih. Prinsip hidupku nggak akan pernah bisa jatuh cinta jika perempuan itu sudah menjadi teman, tapi Nina lain. Dia terus membersamai sampai aku pada keadaan paling terpuruk saat itu. Seperti yang aku ceritakan padamu. Ma
Happy Reading*****Tari melangkah ke kamar si bungsu. Dia begitu khawatir dengan keadaan lelaki kecil itu. Perkataan Andrian tadi, telah menyadarkan posisinya sekarang. Si bos tidak mencintai, tetapi dia menginginkannya karena dorongan syahwat.Sesampainya di kamar Akmal, Tari tidur di samping bocah itu dengan pakaian yang lengkap. Tanpa melepaskan hijabnya. Perlahan, matanya pun mulai menutup. Tari terlelap kembali dalam buaian mimpi.*****Suara kokok ayam membangunkan si gadis. Tari merenggangkan ke dua tangannya ke atas, menggerakkan kedua bola mata sebelum membukanya dengan sempurna. Tatkala akan turun dari ranjang, inderanya membulat sempurna. Tepat di bawah kakinya ada Andrian yang tertidur di lantai beralaskan selimut tebal. Tari mengucap istighfar karena terkejut.'Kapan dia masuk ke kamar ini? Semalam aku sudah mengunci pintunya, lalu bagaimana dia melakukannya?' pertanyaan itu muncul dalam hati si gadis.Tari mencoba membangunkan Andrian, tetapi lelaki itu sepertinya terla
Happy Reading*****Usai sarapan, Tari segera membereskan semua peralatan memasaknya. Hendak mencuci piring, Andrian mendekati gadis itu dan berkata. "Nggak perlu kamu cuci peralatannya. Ada Bibi yang akan membereskan semua. Temani anak-anak saja di ruang tengah. Aku mau minta ijin pada guru mereka. Mungkin sampai seminggu ke depan mereka nggak bisa masuk sekolah." Andrian melangkah pergi sebelum mendengar jawaban Tari."Tapi, Mas. Kasihan Bibi jika semua pekerjaan dilimpahkan padanya," kata Tari sedikit keras."Jangan membantah, Tar. Aku sedang nggak punya tenaga untuk berdebat denganku sekarang. Sesekali, turuti perintahku tanpa bantahan, ya?" Andrian melembutkan suara. Kedua inderanya menatap Tari penuh permohonan."Baiklah, Mas," ucap Tari. Lalu, di menaruh mangkok dan peralatan lain di wastafel. "Untuk masalah kerjaan bagaimana, Mas. Ada beberapa meeting hari ini. Salah satunya dengan Pak Rico. Beliau hari ini menyempatkan diri untuk datang ke kantor pusat.""Biar aku telpon unt
Happy Reading*****Tari tak lagi menghiraukan perkataan Andrian. Dia segera keluar tanpa melihat wajah lelaki itu. Berapa kali, dia harus menolak untuk memperkenalkan si bos pada orang tuanya. Sungguh, Tari sangat takut dan tak mungkin bisa bersama dengan lelaki itu. Pernah berada di posisi sebagai korban dari ketidakadilan ayahnya membuat gadis itu benar-benar menjauhi kata pelakor dalam rumah tangga seseorang.Melihat tingkah si gadis yang terlihat marah saat ini, Andrian melajukan kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Niat di dalam hatinya harus segera terealisasi, tetapi dia butuh pendapat seseorang untuk memastikan bahwa apa yang dilakukannya nanti tidak bertentangan dengan syariat Islam.Andrian banyak mendengar bahwa seorang lelaki itu tidak bisa menceraikan istrinya yang sedang hamil. Jadi, dia ingin mengetahui hukum yang sebenarnya pada Ustaz yang beberapa minggu ini secara rutin mengajarinya memperdalam ilmu agama. Kurang dari tiga puluh menit, Andrian sudah sampai