Happy Reading*****Ingin rasanya Andrian memberi pukulan pada lelaki yang telah berani menyentuh pujaannya itu, tetapi kemudian dia tersadar pada nasihat Ustaz Muhammad. Sang ustaz pernah mengatakan bahwa sebaik-baiknya kesabaran adalah ketika kita memilih diam padahal emosi di dalam tubuh sedang meronta-ronta untuk didengarkan. Sebaik-baik kekuatan adalah ketika kita tetap tersenyum, meskipun ada air mata yang sejak tadi tak terbendung.Berkali-kali duda tiga anak itu merapalkan istighfar agar emosinya reda. Lalu, Andrian mengikuti mereka masuk, acara ulang tahun sudah dimulai. Sambil mencari keberadaan si bungsu, Andrian juga mengawasi Tari dan si lelaki.Matanya menatap awas pada pasangan itu, gerak-gerik Tari tak pernah luput dari pengamatan Andrian. Si bungsu memanggil ayahnya saat lelaki itu malah termenung ke satu arah."Ayah lagi lihat siapa?" tanya si bungsu. Matanya mengikuti arah pandang Andrian, tetapi Akmal menemukan sosok gadis kecil yang umurnya di bawahnya. "Anak siap
Happy Reading*****Lelaki itu menggerakkan kepala beberapa kali. "Siapa kamu sebenarnya?" Walau usia Andrian lebih dewasa darinya, tetapi karena lelaki itu belum mengenal. Maka, lelaki yang diduga saudara Tari itu belum bisa menghormati. "Apakah kamu memiliki hubungan spesial atau jangan-jangan kamu mencintai adikku?" selidiknya."Ya," jawab Andrian dengan lantang dan mantap. Tak ada keraguan sama sekali dalam ucapannya. "Selama setahun ini saya mencari keberadaan Tari. Saat bertemu di depan tadi, pupus sudah harapan saya untuk memilikinya karena menyangka Anda telah menikah dengan Tari.""Oh, jadi Anda lelaki itu?" Mata lelaki yang mengaku sebagai saudara Tari menatap tajam Andrian. "Berarti kamu mantan bos adik saya? Pantas kamu menyangka saya dan istri berselingkuh karena melihat dirimu sendiri, ya."Andrian mulai geram dengan perkataan lelaki yang belum diketahui namanya itu. Walau saudara Tari, tetapi tak sepantasnya dia berkata demikian. Lelaki itu belum tahu perubahan apa yang
Happy Reading*****Tepat saat jam makan siang, Andrian sudah sampai di rumah. Akmal antusias berlari ke arah kedua saudaranya yang baru akan makan siang. Dari ruang tamu, suara si bungsu sudah menggema memanggil Febi dan Shalwa."Kakak tahu tidak di pesta ulang tahun teman, adik ketemu siapa?" tanya Akmal dengan napas ngos-ngosan.Febi menaruh makanan yang siap masuk ke mulut. Dia memperhatikan si bungsu, lalu menggelengkan kepala. Detik berikutnya, Akmal memajukan bibir karena kecewa sang kakak tidak bisa menebak dengan siapa dia bertemu. Di sebelah Febi, Shalwa tertawa lepas."Adik itu lucu. Kakak kan bukan cenayang yang bisa meramal dan tahu dengan siapa tadi adik ketemu," sahut Shalwa. Kepalanya geleng-geleng melihat kekonyolan Akmal. "Coba ceritakan sama Mbak. Siapa yang adik temui di pesta itu? Kenapa sampai sebahagia ini.""Adik kasih kata kunci, ya. Kakak sama Mbak harus bisa menebak," kata Akmal antusias. Kedua gadis kecil itu mengangguk. "Adik ketemu seseorang yang sangat k
Happy Reading*****Mendengar suara keras ibunya, Radit mendekat ke ruang tamu. Dia dan keluarga yang lain tengah duduk santai di ruang tengah."Kenapa berteriak seperti itu, Bu? Siapa yang datang?" Radit bergerak menengok pada seseorang yang kini menundukkan kepala. Ketika tahu siapa yang datang, lelaki itu berkata, "Masuk, Pak. Sudah ditunggu di dalam," katanya.Sedikit canggung, Andrian berjalan masuk melewati Aminah yang masih terlihat kesal. Diikuti oleh ketiga anaknya, lelaki itu duduk di ruang tamu."Maaf atas sikap Ibu saya. Beliau tidak tahu jika saya yang mengundang Anda ke sini. Sebentar, saya panggilkan yang lain sekalian membuatkan minuman," kata Radit. Tangannya reflek menarik pergelangan Aminah."Tunggu, Mas," ucap Andrian. Lalu, melirik pada ketiga buah hatinya. Satu per satu anak-anak menyerahkan bingkisan yang sudah dipersiapkan hingga menyisakan satu paper bag yang berada di tangan Febi. "Bisa panggilkan Tari, Mas. Anak-anak saya ingin memberikan kado ini secara lan
Happy Reading*****"Kenapa Ibu harus diam, Pak. Ibu tidak akan membiarkan Tari hidup dengan lelaki sepertinya. Jangan sampai Tari mengalami sakit hati seperti diriku." Entah mengapa, Aminah mulai tersedu."Maaf, Bu. Bukannya saya lancang mencampuri urusan Ibu. Tari nggak akan pernah mengalami seperti yang Ibu rasakan. Saya sudah berjanji pada diri sendiri dan juga almarhum istri untuk nggak mengulang kesalahan yang sama. Mungkin, dulu saya nggak peka hingga menyakiti hati almarhum sedemikian rupa, tapi berkat Tari saya menyadari semua kesalahan itu." Andrian menghela napas panjang dan menatap satu per satu seluruh anggota keluarga sang pujaan."Dahulu, mungkin saya lelaki bejat, tak paham agama tentang syariat poligami yang benar. Suatu ketika putri Bapak dan Ibu telah menyadarkan saya bahwa langkah itu salah. Lalu, saya pun berusaha berubah demi memantaskan diri untuk bersanding dengannya. Seiring waktu, saya menyadari jika semua niat itu salah, karena itulah Allah menjauhkan Tari d
Happy Reading*****Tubuh Andrian seperti dialiri listrik ribuan volt yang siap membunuhnya. Kata 'tidak' yang terlontar dari bibir sang gadis mampu meruntuhkan semua dinding pertahanan dan juga harapannya saat ini. Ketiga buah hatinya bahkan sudah merapat padanya. "Jadi, kamu menolak lamaranku, Tar?" kata Andrian pada akhirnya karena tak sabar menanti jawaban yang tak kunjung dilanjutkan.Ibrahim berdiri, mengajak sang istri untuk meninggalkan ruang tamu. "Duduklah, Tar. Mungkin kamu perlu bicara dengan Nak Andri. Ayah akan membiarkan kalian berdua." Lelaki itu kemudian menoleh pada Radit. "Temani adikmu, Mas." Lelaki sepuh itu, juga mengajak ketiga buah hati Andrian dan juga menantunya kembali ke ruang tengah. Duduk di sebelah Radit membuat jantung Tari berlompatan. Menatap saudaranya, si gadis mulai membuka suara. "Bukan maksud saya menolak, Pak. Masih ada satu ganjalan yang ingin saya tanyakan yaitu tentang Ibu Lita dan janin yang dikandungnya. Saya tidak ingin ada masalah lagi
Happy Reading*****Malam semakin larut, tetapi mata Andrian sepertinya enggan terpejam. Bayangan wajah sang pujaan yang malu-malu ketika dipakaikan cincin oleh Radit terlihat dengan jelas. Tak kuasa menahan hasrat ketika membayangkan wajah pujaannya, Andrian turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Sepertinya, dia harus mandi supaya suhu tubuhnya menjadi dingin dan pikirannya kembali waras."Sungguh berat siksaan ini, Tar. Andai kamu tahu apa yang aku alami setiap kali membayangkan wajahmu. Ya Allah sungguh aku sangat berdosa. Membayangkan perempuan yang belum halal untukku. Seminggu lagi, hanya seminggu setelah itu aku bisa memilikimu seutuhnya." Tengah malam, Andrian terpaksa mandi. Setelahnya, dia salat dan membaca Al-Qur'an supaya semua pikirannya teralihkan. Bayangan manis sang pujaan bisa teralihkan dan Andrian mulai kembali memejamkan mata. Hal sama pun dialami Tari. Setelah kepergian Andrian, dia belum juga bisa tidur. Kini, gadis itu sedang menatap bintang. Kenangan
Happy Reading*****Mendengar ponselnya berbunyi, Tari meminta Haura untuk mengambilkan tasnya. Gadis itu melihat nama Andria pada layar ponsel. Segera saja dia mengangkat, takut jika ada hal penting yang ingin disampaikan oleh sang calon."Nikahnya besok saja, ya, Sayang. Aku mana tahan nunggu seminggu kalau kamu cantik banget kayak gini," kata Andrian begitu si gadis mengangkat teleponnya.Tari menatap Febi, lalu tersenyum ketika si sulung mengangkat dua jarinya, telunjuk dan tengah. "Nunggu setahun saja kuat, Mas. Masak cuma enam hari saja tidak sanggup." Jawaban itu terpaksa meluncur dari bibir tipis si gadis."Sebenarnya nggak nahan juga setahun itu, Yang. Aku sering mimpi basah karena merindukanmu." Tawa Andrian membahana."Ish, mulai genitnya. Aku matikan, ya, daripada makin ngawur ngomongnya." Kali ini, Tari berbisik lirih saat berkata bahkan Andrian nyaris tak mendengar."Iya. Maaf, Sayang. Aku lepas kontrol. Gini nih kalau kelamaan nungguin kamu." Sebelum sang calon istri m