Keesokan paginya, Dimas bangun dengan perasaan yang aneh. Meski ia telah tidur dengan nyenyak, ada sesuatu yang mengusik pikirannya, seperti bayangan samar yang tak bisa ia tangkap. Ketika ia menoleh ke samping, Wulan sudah tidak ada di tempat tidur. Hanya sisa-sisa kehangatan di tempat tidur yang menandakan bahwa Wulan baru saja bangun.
Dimas bangkit dan berjalan menuju dapur, di mana ia menemukan Wulan sedang menyiapkan sarapan. Pemandangan itu seharusnya menenangkan hatinya, tetapi kali ini berbeda. Ada sesuatu dalam ekspresi Wulan yang membuat Dimas merasa gelisah. Wulan tampak tenang, tetapi di balik senyum lembutnya, Dimas bisa merasakan ada sesuatu yang tidak biasa.
"Selamat pagi, Sayang," Dimas menyapa, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.
Wulan menoleh dan tersenyum, seperti biasa. "Pagi, Mas. Mau kopi?"
Dimas mengangguk, duduk di meja makan, dan memperhatikan gerakan Wulan yang lincah. Ia berusaha menyingkirkan perasaan aneh yang terus menggan
Pagi datang dengan sinar matahari yang menembus tirai jendela, menciptakan pola cahaya yang indah di lantai kamar. Dimas terbangun dengan perasaan campur aduk. Tidur semalam tidak memberinya jawaban, justru menambah kegelisahan di dalam hatinya. Ia berusaha untuk tidak memikirkan pesan yang telah dikirimkan kepada temannya, tetapi pikiran itu terus menghantuinya, seperti bayangan gelap yang tak bisa dihindari.Setelah beberapa saat merenung, Dimas memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur dan melakukan rutinitas pagi. Ia merapikan tempat tidur dan berjalan menuju dapur, di mana aroma sarapan mulai menyebar. Wulan sudah berada di sana, mempersiapkan omelet dan menggoreng beberapa potong roti. Saat Dimas memasuki ruangan, senyum Wulan menyambutnya, seolah-olah mencoba untuk menciptakan suasana ceria di tengah ketegangan yang menyelimuti mereka.“Selamat pagi, Mas. Mau sarapan apa?” tanya Wulan dengan nada ceria, berusaha menunjukkan ketenangan.Dimas
Malam itu terasa panjang bagi Wulan. Setelah makan malam bersama, Wulan dan Dimas berbicara dengan nada ringan tentang rencana ke depan, tetapi percakapan mereka hanya di permukaan. Jauh di dalam hatinya, Wulan merasakan jarak yang mulai tumbuh di antara mereka. Setelah mencuci piring, Wulan naik ke kamar, mencoba menenangkan pikirannya dengan membaca buku. Namun, huruf-huruf di halaman hanya berlari di matanya tanpa benar-benar masuk ke dalam pikirannya.Di sisi lain, Dimas masih duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. Ia memikirkan pertemuannya dengan temannya tadi. Rasa bersalah merayap di hatinya. Apakah ia terlalu jauh melangkah dengan meminta bantuan untuk memantau Wulan? Namun, ada suara lain di dalam dirinya yang mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mengetahui kebenaran.Setelah beberapa saat merenung, Dimas memutuskan untuk tidur. Ketika ia masuk ke kamar, Wulan sudah berada di tempat tidur, berpura-pura tertidur. Dima
Pagi itu, Dimas terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang lembut mulai masuk melalui jendela kamar mereka, menghangatkan ruangan. Ia menatap wajah Wulan yang masih tertidur lelap di sampingnya. Ada perasaan tenang yang aneh ketika ia melihat istrinya, seolah-olah semua keraguan dan kecurigaan yang menghantuinya semalam menguap begitu saja. Namun, kenyataan segera menyergapnya, mengingatkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Wulan menggeliat sedikit, lalu perlahan membuka matanya. Ia melihat Dimas sudah terjaga dan menatapnya. “Mas, kamu sudah bangun?” tanyanya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.Dimas tersenyum kecil, mengangguk. “Iya, Sayang. Aku terbangun lebih awal hari ini.”Wulan merespons dengan senyum lembut, lalu duduk di tempat tidur. “Aku akan membuatkan sarapan. Kamu mau kopi atau teh?”“Kopi saja, seperti biasa,” jawab Dimas, masih berusaha mempertahankan nada bi
Malam itu, setelah Dimas selesai berbicara di telepon, ia kembali ke ruang tamu dengan pikiran yang masih berkecamuk. Ia mendapati Wulan masih duduk di tempat yang sama, tampak termenung dan sedikit cemas. Ada perasaan bersalah yang mulai merayap di hatinya. Ia tahu bahwa Wulan sedang menyembunyikan sesuatu, tapi ia juga merasa bahwa mungkin ada alasan kuat di balik semua ini. Dimas berusaha untuk menenangkan diri, tetapi pikirannya terus berputar, mencari tahu bagaimana ia harus menghadapi situasi ini."Maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemas," kata Dimas dengan lembut saat ia duduk di sebelah Wulan. Tangannya meraih tangan Wulan, menggenggamnya erat, seolah-olah mencari pegangan dalam kegelapan.Wulan memaksakan senyumnya, meskipun hatinya terasa berat. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti. Tapi, apakah semuanya baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir, mencoba mencari tahu seberapa jauh Dimas sudah mengetahui kebenaran yang ia sembunyikan.Dimas
Pagi datang dengan sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar tidur mereka. Wulan terbangun lebih awal dari biasanya, pikirannya dipenuhi dengan tekad dan kecemasan. Hari ini adalah hari yang telah ia putuskan untuk mengungkapkan kebenaran kepada Dimas. Namun, ketika ia memandang wajah suaminya yang masih tertidur lelap, keberanian yang tadi malam ia kumpulkan tiba-tiba memudar.Wulan turun dari tempat tidur dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan Dimas. Ia berjalan menuju dapur dan mulai mempersiapkan sarapan. Tangan-tangannya bergerak otomatis, memasak nasi goreng kesukaan Dimas, sementara pikirannya terus-menerus berputar. Ia tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana reaksi Dimas nanti, bagaimana ia harus memulai pembicaraan ini, dan apa yang akan terjadi pada mereka setelah itu.Saat Dimas bangun, ia mencium aroma nasi goreng dari dapur dan tersenyum kecil. Wulan selalu tahu bagaimana membuat paginya lebih baik, dan itu adalah salah satu hal yang paling ia
Keesokan paginya, Wulan bangun dengan perasaan tak menentu. Malam sebelumnya, setelah Dimas berbicara dengan nada yang penuh kekhawatiran, ia merasakan ada sesuatu yang mendekat, sesuatu yang lebih besar dari apa yang ia bayangkan. Rasa takut itu terus menyelimuti pikirannya, membuatnya sulit untuk berpikir jernih.Namun, Wulan tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus berada dalam ketakutan. Hari ini, ia harus mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dimas mungkin tidak ingin memberitahunya dengan alasan tertentu, tetapi Wulan merasa bahwa ia harus tahu, apalagi jika hal itu akan memengaruhi kehidupan mereka.Setelah Dimas pergi bekerja, Wulan memutuskan untuk menelepon Sarah, salah satu temannya yang bekerja di sebuah perusahaan yang sering berurusan dengan Solus Group. Wulan dan Sarah sudah berteman sejak lama, dan meskipun Sarah tidak tahu tentang keterlibatan Wulan dengan Solus Group, ia selalu menjadi sumber informasi yang bisa diandalkan.
Pagi itu, Wulan bangun dengan perasaan yang lebih tenang meski malamnya ia nyaris tidak bisa tidur. Langit masih gelap saat ia bangkit dari tempat tidurnya, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menghadapi hari yang penuh ketidakpastian. Namun, dalam hati ia tahu bahwa hari ini akan berbeda—ia akan mulai menggali lebih dalam, mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di sekelilingnya.Setelah Dimas pergi bekerja, Wulan kembali duduk di ruang tamu, memikirkan langkah berikutnya. Ia sudah mencoba mencari tahu melalui Sarah, dan kunjungannya ke kantor Solus Group tidak membuahkan hasil. Kini, ia tahu bahwa pendekatan yang lebih langsung mungkin diperlukan.Wulan memutuskan untuk membuka laptopnya dan mulai menelusuri jejak digital yang mungkin dapat memberinya petunjuk. Sebagai seorang pemilik rahasia dari perusahaan sebesar Solus Group, ia seharusnya memiliki akses ke berbagai informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun, Wulan selalu berhati-hati untuk ti
Malam mulai menyelimuti rumah dengan keheningan yang mencekam. Wulan duduk di ruang kerjanya, memandangi layar laptop yang menampilkan laporan keuangan terbaru Solus Group. Angka-angka yang bergerak di layar seolah-olah menggambarkan sebuah cerita tersembunyi yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang tahu betapa rapuhnya dunia ini. Ia merasa ada sesuatu yang janggal, namun tidak bisa langsung menempatkan jarinya pada apa yang salah.Pikiran Wulan melayang kembali ke percakapannya dengan Clara di kafe beberapa hari lalu. Kata-kata Clara terus terngiang di telinganya—ada pengkhianatan yang mungkin sedang terjadi di dalam Solus Group, dan yang lebih mengganggu, Dimas bisa jadi terlibat di dalamnya. Namun, Wulan masih tidak bisa menerima kemungkinan itu. Bagaimana mungkin orang yang selama ini ia cintai, suaminya sendiri, bisa melakukan sesuatu yang begitu menyakitkan?Dalam kesunyian malam, Wulan merasa dirinya semakin terasing dari segala yang ia kenal. Ia merind