Share

Bab 11: Awal dari Sebuah Keputusan

Pagi itu, Wulan terbangun dengan perasaan yang berbeda. Ada semacam kekuatan baru yang tumbuh di dalam dirinya, meskipun beban yang ia pikul belum berkurang. Matahari belum sepenuhnya terbit, tetapi Wulan sudah berdiri di depan jendela kamarnya, memandang ke arah langit yang mulai berwarna oranye lembut. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa hari ini akan menjadi titik awal dari sesuatu yang penting.

Setelah menyelesaikan rutinitas paginya, Wulan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Dimas belum bangun, begitu pula ibu mertuanya dan Ana. Kesunyian pagi memberikan Wulan waktu untuk berpikir. Ia merenungkan kehidupannya selama ini—cinta yang ia miliki untuk Dimas, pengorbanan yang ia lakukan, dan perlakuan dingin yang terus ia terima dari keluarga suaminya.

Saat Wulan menata piring di meja makan, Dimas muncul dengan senyum mengembang. "Pagi, Sayang," sapanya sambil mendekati Wulan dan memberikan ciuman singkat di pipi.

"Pagi, Mas. Sarapannya sudah siap," jawab Wulan dengan senyum yang tulus, meski ada keraguan yang tersembunyi di balik matanya.

Mereka duduk berdua di meja makan, menikmati sarapan sambil berbincang ringan. Dimas menceritakan tentang pekerjaannya, proyek baru yang sedang ia kerjakan, dan rencana liburan yang mungkin bisa mereka lakukan bersama. Wulan mendengarkan dengan seksama, berusaha menikmati momen kebersamaan ini.

"Bagaimana kalau kita pergi ke Bali bulan depan? Hanya kita berdua," usul Dimas dengan antusias.

Wulan tersenyum tipis. "Itu ide yang bagus, Mas. Tapi apakah tidak apa-apa meninggalkan pekerjaanmu?"

Dimas tertawa kecil. "Aku akan mengatur waktuku. Lagipula, sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama."

Wulan mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa ragu. Apakah liburan singkat bisa memperbaiki perasaan hampa yang ia rasakan? Namun, ia tidak ingin mengecewakan Dimas. "Baiklah, kita bisa merencanakannya."


Setelah Dimas berangkat ke kantor, Wulan kembali ke kamar dan duduk di depan cermin meja rias. Ia menatap wajahnya sendiri, mencoba mencari kekuatan dalam dirinya. Ingatannya melayang ke percakapan para tamu arisan kemarin malam tentang Solus Group. Perusahaannya yang selama ini ia sembunyikan identitasnya. Wulan mulai berpikir, mungkin sudah saatnya ia kembali ke dunia yang pernah ia tinggalkan.

Ponselnya bergetar pelan, tanda ada pesan masuk. Wulan mengambil ponselnya dan melihat sebuah pesan dari Rina, sahabatnya sejak kuliah yang juga bekerja di Solus Group.

"Wulan, kita butuh keputusanmu untuk proyek di Singapura. Kapan kamu bisa memberikan waktumu?"

Wulan terdiam sejenak. Selama ini, ia selalu menghindari keterlibatan langsung dalam operasional perusahaan, mempercayakan semuanya pada tim manajemen yang ia bentuk. Namun, situasi sekarang membuatnya berpikir ulang.

Ia membalas pesan itu. "Kita bisa bertemu besok di kantor. Aku akan datang."

Setelah mengirim pesan itu, Wulan merasakan degup jantungnya berdenyut lebih cepat. Keputusan untuk kembali terlibat aktif dalam perusahaannya adalah langkah besar. Namun, ia merasa ini adalah jalan yang perlu ia tempuh untuk menemukan kembali dirinya.


Siang harinya, saat Wulan sedang merapikan ruang tamu, ibu mertuanya muncul dengan ekspresi datar. "Wulan, aku akan pergi ke rumah Tante Mira sore ini. Pastikan rumah tetap rapi. Ana mungkin akan membawa teman-temannya ke sini malam ini."

"Baik, Bu. Saya akan memastikan semuanya bersih," jawab Wulan sopan.

Ibu mertuanya memandang Wulan sejenak sebelum berbalik menuju pintu. "Dan satu lagi, tolong jangan buat keributan yang tidak perlu. Aku ingin rumah ini tetap tenang."

Wulan hanya mengangguk, meski ia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan 'keributan'. Selama ini, ia selalu berusaha menjaga ketenangan di rumah. Namun, komentar seperti itu bukan hal baru baginya.

Setelah ibu mertuanya pergi, Wulan memutuskan untuk menelepon Rina. Mereka berbincang cukup lama, membahas perkembangan terbaru di Solus Group dan proyek-proyek yang sedang berjalan. Rina terdengar antusias dengan rencana Wulan untuk kembali aktif.

"Aku senang akhirnya kamu mau terlibat lagi, Wulan. Kami benar-benar membutuhkan visimu," kata Rina dengan semangat.

Wulan tersenyum, merasa sedikit lega. "Aku juga merasa saatnya sudah tepat. Banyak hal yang perlu kita bicarakan."

Setelah menutup telepon, Wulan merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Ia mulai menyusun rencana dalam pikirannya, bagaimana mengatur waktunya antara urusan rumah dan keterlibatannya di perusahaan. Meskipun tantangan besar, Wulan merasa siap untuk menjalaninya.


Malam harinya, Dimas pulang lebih awal dari biasanya. Wulan terkejut melihat suaminya sudah ada di ruang tamu saat ia keluar dari dapur.

"Mas, kamu sudah pulang? Aku pikir kamu akan lembur," sapa Wulan sambil menghampiri Dimas.

Dimas tersenyum. "Aku memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah. Lagipula, aku ingin menghabiskan waktu denganmu."

Wulan merasa senang mendengar itu. "Baiklah, aku akan siapkan makan malam."

Saat makan malam, mereka berbincang lebih banyak dari biasanya. Wulan merasa ada kedekatan yang kembali tumbuh di antara mereka. Ia berpikir, mungkin ini kesempatan untuk mulai membuka diri.

"Mas, bagaimana kalau aku mulai bekerja lagi?" tanya Wulan hati-hati.

Dimas terkejut sejenak. "Bekerja? Maksudmu kembali bekerja di perusahaan?"

Wulan mengangguk pelan. "Ya, aku merasa punya banyak waktu luang. Mungkin aku bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat."

Dimas terdiam, tampak mempertimbangkan. "Apakah kamu yakin? Bukankah selama ini kamu lebih nyaman di rumah?"

"Aku pikir, akan menyenangkan jika aku bisa produktif di luar rumah. Lagipula, aku bisa membantu keuangan kita," jawab Wulan.

Dimas tersenyum tipis. "Sayang, kamu tidak perlu khawatir soal keuangan. Aku bisa mencukupi semuanya. Tapi jika kamu ingin bekerja, aku tidak melarang. Asalkan kamu tidak kelelahan."

Wulan merasa sedikit lega. "Terima kasih, Mas. Aku akan menjaga diri."

Mereka melanjutkan makan malam dengan suasana yang lebih hangat. Wulan merasa harapannya mulai menemukan titik terang. Mungkin dengan kembali bekerja, ia bisa menemukan kembali jati dirinya dan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi situasi di rumah.


Setelah makan malam, Wulan menerima pesan dari Rina yang mengonfirmasi pertemuan mereka besok. Wulan merasa bersemangat sekaligus gugup. Sudah lama ia tidak terlibat langsung dalam urusan perusahaan. Namun, ia yakin bahwa ini adalah langkah yang tepat.

Sebelum tidur, Wulan merenung sejenak. Ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bagaimana jika Dimas mengetahui identitas aslinya sebagai pemilik Solus Group? Bagaimana reaksi keluarganya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalanya.

Namun, Wulan memutuskan untuk fokus pada langkah pertama terlebih dahulu. Ia akan kembali ke perusahaannya, mulai membangun kembali kariernya, dan perlahan mencari cara untuk menghadapi situasi di rumah.

Dalam keheningan malam, Wulan merasa lebih tenang. Ada jalan di depan yang mulai terbuka, dan ia siap untuk melangkah. Meski tantangan masih banyak, ia yakin bisa melewatinya.

Esok harinya akan menjadi awal yang baru. Awal dari perjalanan Wulan untuk menemukan kembali dirinya, dan mungkin, untuk menghadapi kenyataan yang selama ini ia pendam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status