Share

Sekali Wanita itu Melawan, sang Mantan Terjebak dalam Penyesalan
Sekali Wanita itu Melawan, sang Mantan Terjebak dalam Penyesalan
Penulis: Anita

Menagih Janji

“Kapan kamu akan menikahiku secara hukum?”

“Jangan terburu-buru, Maura. Kamu baru saja melahirkan buah hati kita. Pulihkan dulu kondisimu.”

“Justru karena anak kita sudah lahir, aku ingin menagih janjimu untuk memperjelas statusku.”

“Aku akan segera memprosesnya. Tapi semua ini butuh waktu apalagi belakangan aku masih sibuk dengan urusan perusahaan. Bersabarlah!”

Percakapan suami istri itu terjadi di salah satu kamar rumah sakit. Maura menagih janji Arshel, suaminya, untuk meresmikan hubungan mereka secara hukum negara. Pasalnya, Maura yang baru saja melahirkan anak pertama mereka masih berstatus sebagai istri sah secara agama saja. Bahkan sejak awal hubungan mereka dimulai secara tidak sengaja.

Arshel Dwiangga Pratama adalah pemilik hotel tempat Maura bekerja. Hubungan mereka berawal dari kesalahan satu malam ketika Arshel tak sengaja meniduri karyawannya karena sedang mabuk. Kejadian yang menimpa Maura itu membuat mereka terus terikat apalagi dengan kehamilan Maura.

Arshel bertanggung jawab dengan menikahi Maura. Tapi mereka hanya menikah secara agama dan dirahasiakan dari publik. Arshel beralasan keluarganya tidak akan suka jika tahu bahwa wanita yang Arshel nikahi sudah hamil di luar nikah karena akan mencemarkan nama baik keluarga. Maura menurut dengan hal itu apalagi Arshel mengatakan tentang kekhawatiran keluarganya tidak bisa menerima Maura dan anak mereka. Maura mengalah dengan status istri yang dirahasiakan.

“Kamu tidak perlu khawatir. Aku pasti akan memenuhi semua kebutuhan anak itu meskipun status pernikahan kita belum resmi secara hukum. Dia tetap darah dagingku,” tegas Arshel.

“Aku tidak mengkhawatirkan materi, Arshel. Tapi sebagai seorang perempuan, aku juga butuh kepastian. Aku lelah terus bersembunyi dari orang-orang,” ujar Maura.

Sebagai seorang suami, Arshel menyediakan tempat tinggal dan memenuhi semua kebutuhan Maura selama mengandung. Tapi tentu saja, kejelasan status tetap penting di mata Maura. Dia ingin mendapatkan posisi sebagai seorang istri seutuhnya tanpa harus bersembunyi dari siapa pun.

Sejak awal kehamilannya, Arshel juga sudah berjanji akan menikahi Maura secara hukum setelah anak mereka lahir. Kini setelah berhasil melahirkan anak laki-laki secara cesar, Maura pun menagih janji itu. Dia begitu bersabar menyembunyikan pernikahan dan kehamilannya dari orang lain. Bahkan Maura harus mengambil cuti sementara dari hotel milik Arshel agar tidak ketahuan sedang hamil. Selama sembilan bulan Maura menutup diri dari sekitar. Bahkan di tempat tinggal yang disediakan Arshel, Maura tidak berbaur dengan para tetangga.

“Apa kamu begitu bersemangat untuk memamerkan diri sebagai istri dari CEO perusahaan besar sampai kau tidak bisa bersabar?” sindir Arshel memandang negatif keinginan Maura.

“Tidak seperti itu, Arshel. Aku bukan perempuan yang gila penghormatan,” bantah Maura.

“Tapi kau akan mendapatkan penghormatan itu jika orang-orang tahu kau adalah istriku. Itu kan tujuanmu?”

“Kenapa kau jadi salah paham padaku?” tanya Maura.

“Sudahlah. Ini bukan saat yang tepat untuk berdebat. Kamu butuh istirahat. Jangan terlalu mengkhawatirkan banyak hal,” ujar Arshel dengan nada lembut. Dia mulai melunakkan sikapnya pada sang istri.

Maura pun berusaha untuk lebih tenang. Maura percaya pada Arshel. Meski awalnya menikah karena insiden kehamilan, tapi akhirnya dia pun jatuh hati pada pria itu. Selama ini sikap Arshel begitu baik padanya. Pria itu sering berkunjung dan menginap di tempat Maura. Mereka menjalani kehidupan suami istri yang romantis.

“Istirahatlah dengan tenang. Nanti setelah kau pulih pasca operasi, aku akan mengenalmu pada keluargaku dan kita akan langsung mengurus pencatatan pernikahan kita secara hukum,” ujar Arshel menenangkan Maura.

Arshel menuntun Maura untuk kembali berbaring di ranjang rumah sakit. Maura pun mencoba tenang karena luka jahitannya juga masih terasa sakit. Arshel menemani Maura sampai tertidur. Setelah itu, barulah Arshel melancarkan rencana yang sudah dia susun sebelumnya. Dia meminta asistennya yang bernama Reno untuk menemuinya di rumah sakit.

“Semua tagihan rumah sakitnya sudah aku lunasi. Tinggalkan saja dia di sini dan bawa anakku pergi. Antarkan anakku ke rumah dan berikan pada Sellia. Sellia sudah menunggu di sana,” ujar Arshel memberi perintah.

“Apa kau sudah gila, Shel?” tanya Reno. Meskipun berstatus sebagai asisten, tapi Reno juga sudah lama menjadi teman dekat Arshel. Dia banyak mengetahui tentang kehidupan pribadi atasannya itu.

“Apanya yang gila? Memang seperti ini rencananya,” tegas Arshel.

“Maura baru saja dioperasi karena melahirkan anakmu. Tapi kau? Kau malah ingin meninggalkannya di sini dan memisahkan dia dari anaknya? Apa kau tidak punya hati?”

“Aku sudah muak berpura-pura mencintainya selama ini. Sekarang aku tidak perlu bersandiwara lagi. Aku sudah menanggung semua kebutuhannya selama ini. Aku bahkan sudah memberinya lebih dari cukup. Aku sudah memanjakannya. Anggap saja itu sebagai bayaran sehingga kita impas,” jawab Arshel.

Reno hanya bisa geleng kepala menghadapi sikap Arshel. Meskipun tidak setuju dengan tindakan pria itu, tapi Reno tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah. Arshel pun menyerahkan putranya yang baru lahir pada Reno untuk dibawa pulang. Sementara Arshel sendiri langsung melanjutkan pekerjaannya. Dia benar-benar meninggalkan Maura begitu saja di rumah sakit.

Setelah cukup lama tidur, Maura akhirnya terbangun. Dia tidak mendapati Arshel di sana setelah membuka mata. Hal yang lebih mengejutkan lagi karena dia melihat ranjang bayi yang terletak di kamar itu juga kosong. Padahal sejak tadi anaknya ditempatkan di sana.

Maura mulai panik. Dia menghubungi Arshel via telepon tapi tidak ada jawaban sama sekali. Maura sungguh berpikir bahwa bayinya menghilang. Maura langsung memanggil perawat. Dia mempertanyakan keamanan rumah sakit.

“Lihat! Bayi saya harusnya ada di sana,” kata Maura sambil menunjuk ke arah ranjang bayi.

“Tapi sekarang di mana bayi saya? Kenapa tidak ada di tempatnya?” imbuh Maura. Perawat itu juga kebingungan karena tidak tahu apa pun tentang hilangnya bayi Maura.

Suasana mulai gaduh. Pihak keamanan rumah sakit juga dipanggil. Mereka mencari ke seluruh ruang bayi tapi tidak menemukan bayi itu.

Maura berpikir telah terjadi penculikan bayi yang menimpa putranya. Sebagai seorang ibu, Maura benar-benar gelisah. Hingga akhirnya mereka mendapat sedikit kejelasan dari bagian resepsionis.

“Mohon maaf, tapi bayi Ibu Maura tidak hilang. Bayi itu memang sudah dipulangkan,” tutur gadis di bagian resepsionis.

“Apa? Dipulangkan?” tanya Maura merasa aneh. Bagaimana bisa bayinya sudah dipulangkan sementara dirinya masih di rumah sakit.

“Betul, Ibu. Semua biaya untuk operasi dan lain-lain juga sudah dilunasi oleh Bapak Arshel. Bayi ibu sudah dibawa pulang oleh suami ibu,” jelas sang resepsionis.

Untuk sesaat Maura merasa tenang. Bayinya aman jika dibawa oleh ayahnya sendiri. Namun tetap saja dia berpikir ada sesuatu yang janggal.

“Kenapa Arshel membawa pulang anak kita tanpa memberitahuku dulu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status