... Elea berkeringat dingin, ia tak tahu bagaimana caranya kembali ke desa. Langkahnya terus mundur, sampai ia tidak sengaja menginjak sebuah ranting memicu perhatian dari Serigala besar itu. “Hmp!” Elea tersentak saat sebuah tangan membekap mulutnya dan dengan cepat membawanya pergi. Serigala besar itu menengok dan tak menemukan apa pun, kemudian berjalan pergi untuk kembali ke sarangnya. Elea yang kaget berusaha melepaskan tangan itu dan berteriak, namun orang itu langsung memberi isyarat diam dan melepas tangannya. Elea menengok dan langsung terkejut saat melihatnya. Dia salah satu dari dua anak yang bertarung kemarin, anak dengan telinga Serigala di kepalanya. Seketika Elea mundur dengan takut. “Apa yang kalian lakukan di sini!” Elea menengok menemukan lelaki bertaring yang menatapnya dengan dingin. Saat ini mereka berada di sebuah gua kosong di dalam hutan. Di luar ada banyak sekali Serigala berkeliaran untuk mencari makanan, para Vampir juga sudah mulai keluar dari saran
Saat ini seorang gadis sedang duduk di sebuah kursi sambil membaca sebuah buku pengendalian sihir kuno. Elea berjalan berjinjit tak mau mengganggu saudaranya, mengambil mantel bulu beruangnya kemudian menuju pintu untuk pergi. “Elea… kamu mau pergi lagi?” Elea seketika berhenti, tertangkap basah hendak pergi keluar. Gadis itu segera berbalik mendapati Ester menutup buku yang dibacanya kemudian berdiri menghampirinya, gadis dingin yang dengan tenang menghampirinya untuk menginterogasi. Kepribadian yang sangat jauh berbeda darinya. “Ada apa Ester?” Elea berusaha bersikap tenang menghadapi tatapan Ester yang menyelidik. Ester bunga segar kebanggaan desa, parasnya sangat cantik dengan rambut berwarna perak berkilauan, kulitnya putih segar dengan tatapan mata yang dingin. Dan walaupun mereka berdua tumbuh bersama, saat dewasa sifat mereka sangat jauh berbeda. “Sudah lama aku perhatikan, kau selalu pergi setiap akhir pekan. Sebenarnya kau pergi ke mana? Selama berkeliling desa aku sa
Mereka kini sampai di pusat desa dengan Ester yang sudah berdiri di tengah kerumunan, di atas sebuah panggung kecil yang terbuat dari campuran pasir dan batu bata. Ester memegang tongkat penyihir yang terbuat dari rotan ajaib yang memiliki banyak kekuatan sihir di dalamnya. Ester berdiri sambil memejamkan mata dan mulutnya merapalkan banyak mantra meminta berkah dari dewa alam, Elea melihatnya dari bawah, namun ia tampak tak senang. Segera naik ke atas dan menemui kakaknya. “Ester….” Ester membuka matanya seketika menoleh, gadis itu tersenyum menyambut kedatangan Elea. “Kau sudah datang, lihatlah.. aku sudah membuat persiapan perang, sebentar lagi kita akan menghabisi para monster yang mengancam kita di luar sana, dan kita semua akan hidup damai.” Elea menunjukkan ketidaksenangannya, dengan segera memprotes tindakan Ester ini yang menurutnya sanggatlah impulsif. “Ester… bukankah kita sudah cukup hidup damai selama ini? selama kita berada di dalam pelindung, kita semua akan aman.” U
Elea menahan nafas dengan gemetar melihat Leon memukuli Chester dengan brutal, ia bisa melihat kemarahan yang begitu besar dari matanya. Leon mengangkat kerah baju Chester membuatnya yang terbaring kini terangkat hampir ke posisi duduk. “Leon…!” Elea berteriak memanggil saat Leon mengangkat tangan ingin kembali memukul membuat Leon menengok ke arahnya, gadis yang terduduk berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka karena pakaiannya sudah robek dikoyak oleh Chester. Gadis itu menggeleng pelan meminta Leon untuk berhenti memukuli. Leon mendorong tubuh Chester membiarkannya jatuh ke tanah. Serigala yang kini sudah jatuh pingsan karena menerima pukulan bertubi darinya. Leon berjalan menghampiri Elea dan membuka mantelnya memberikannya pada gadis itu untuk menutupi tubuhnya. Leon duduk di sebelahnya sembari menghela nafas berat sementara Elea memegang erat mantel itu menutupi tubuhnya dengan malu. “Kau marah? Kalau iya kau bisa pukuli dia sekarang. Tenang saja, dia tidak akan mati
Saat ini tepat satu minggu setelah pengumuman perang di pusat desa diumumkan, Elea masih di hutan buangan bersembunyi di dalam gua yang gelap dan hanya ada sebuah obor untuk penerangannya. Dia tidak bisa kembali ke desa menemui Ester sementara ia telah kehilangan tanda di pergelangan tangannya, selain itu ia juga takut keluar Gua karena ada banyak Vampir dan Serigala di luar sana, jadilah Elea hanya menunggu di dalam Gua sembari memeluk lutut merasakan dinginnya sore karena matahari hampir sepenuhnya tenggelam. Elea yang membenamkan kepalanya di antara lutut mendongak saat mendengar suara keributan di luar. Terdengar suara cekcok Leon dan Chester berdebat dengan beberapa orang yang suaranya tak ia kenal. “Tolong biarkan kami masuk putra mahkota, sebentar lagi juga raja akan datang, dia telah mengetahui apa yang kalian berdua sembunyikan di tempat ini.” Elea berdiri dengan penasaran berjalan lebih dekat ke arah mulut Gua, di sana ia dapat melihat ada enam orang berdiri di depan pint
Hutan yang semula sepi kini ramai dengan para penduduk yang sudah berkumpul siap berperang. Memang pelatihan para prajurit sangatlah singkat, tapi Ester membantu meningkatkan stamina mereka dengan cepat menggunakan sihirnya. Selain itu, semua senjata yang mereka pakai juga sudah terselubung sihir dan juga racun yang sangat kuat. Para penduduk laki-laki berdiri dengan gagah berbaris menunggu arahan, sementara para anak kecil dan wanita bersembunyi di rumah mereka masing-masing, hanya ada beberapa yang ikut karena menawarkan diri. Para wanita yang tinggal menggunakan sihir yang mereka pelajari membuat ilusi seolah desa mereka menghilang dari sana, mereka semua telah menyiapkan pertahanan untuk dampak dan risiko terburuk dari perang ini. Ester menghela nafas berat, adiknya masih tak juga kunjung kembali ke desa, ia yakin para monster itu telah menculiknya dan menjadikannya sebagai tahanan. Adiknya yang begitu polos tidak tahu mana yang berbahaya dan tidak, selama ini ia biarkan karna
Perbatasan hutan buangan… Saat ini Ester berdiri di hadapan bangsa Vampir dan Serigala bersama para penduduk desa. Tampak tatapan kebencian yang sangat besar dari kedua belah pihak, perang ini tidak akan berakhir sampai ada yang mati salah satu di antara mereka. Ester tampak memejamkan mata dan merapalkan beberapa mantra, tumbuhan dan tanaman di sekitar mulai bergoyang dan lapisan pelindung yang melindungi hutan desa mulai menghilang perlahan-lahan. “...Hari ini biar dewa yang menentukan… kami akan membasmi kalian para monster, kami akan menghukum kalian sesuai hukum alam… peperangan ini akan menjadi pertemuan kita untuk yang terakhir….” Ester mengangkat tangannya ke atas mulai membuat pedang dengan mengumpulkan energinya. Sebuah pedang berwarna perak dengan cahaya hijau yang mengelilinginya muncul, kini pelindung telah benar-benar menghilang dan mereka semua dengan cepat memulai pertarungan. Saat ini kekuatan mereka seimbang, Bangsa Serigala yang bersatu dengan bangsa Vampir.
Saat ini mereka sedang berada dalam penjara kayu yang sangat kuat. Walau sudah di pukul, di tendang, bahkan sampai di bakar sekalipun penjara itu tak sedikit pun hancur. Liza duduk dengan lelah, melihat teman-temannya yang sudah berkeringat karena kelelahan juga berusaha membuka penjara. Seekor siluman Rubah besar lewat dan menatap mereka dengan sangar. “Percuma saja, kayu itu terbuat dari kayu Arhen yang telah mati, kayu itu bahkan lebih kuat dari baja. Kalau bukan karena cairan khusus, kami pun tidak bisa membentuknya hingga menjadi sangkar penjara. Rubah betina itu terlihat sangat kekar dan seram, berbeda dengan Rubah lain yang bertubuh ramping dan paras yang cantik. Yoona mendekati jeruji penjara dan mencoba mengajak berkomunikasi siluman Rubah besar itu. “Hai, aku ingin tahu sampai kapan kami disini? Kami bahkan belum makan.” Yoona berusaha terlihat ramah, tapi rubah besar itu malah menyipitkan mata ke arahnya kemudian berbalik pergi. “Huh, merepotkan! dia sangat mirip sek