Perbatasan hutan buangan… Saat ini Ester berdiri di hadapan bangsa Vampir dan Serigala bersama para penduduk desa. Tampak tatapan kebencian yang sangat besar dari kedua belah pihak, perang ini tidak akan berakhir sampai ada yang mati salah satu di antara mereka. Ester tampak memejamkan mata dan merapalkan beberapa mantra, tumbuhan dan tanaman di sekitar mulai bergoyang dan lapisan pelindung yang melindungi hutan desa mulai menghilang perlahan-lahan. “...Hari ini biar dewa yang menentukan… kami akan membasmi kalian para monster, kami akan menghukum kalian sesuai hukum alam… peperangan ini akan menjadi pertemuan kita untuk yang terakhir….” Ester mengangkat tangannya ke atas mulai membuat pedang dengan mengumpulkan energinya. Sebuah pedang berwarna perak dengan cahaya hijau yang mengelilinginya muncul, kini pelindung telah benar-benar menghilang dan mereka semua dengan cepat memulai pertarungan. Saat ini kekuatan mereka seimbang, Bangsa Serigala yang bersatu dengan bangsa Vampir.
Saat ini mereka sedang berada dalam penjara kayu yang sangat kuat. Walau sudah di pukul, di tendang, bahkan sampai di bakar sekalipun penjara itu tak sedikit pun hancur. Liza duduk dengan lelah, melihat teman-temannya yang sudah berkeringat karena kelelahan juga berusaha membuka penjara. Seekor siluman Rubah besar lewat dan menatap mereka dengan sangar. “Percuma saja, kayu itu terbuat dari kayu Arhen yang telah mati, kayu itu bahkan lebih kuat dari baja. Kalau bukan karena cairan khusus, kami pun tidak bisa membentuknya hingga menjadi sangkar penjara. Rubah betina itu terlihat sangat kekar dan seram, berbeda dengan Rubah lain yang bertubuh ramping dan paras yang cantik. Yoona mendekati jeruji penjara dan mencoba mengajak berkomunikasi siluman Rubah besar itu. “Hai, aku ingin tahu sampai kapan kami disini? Kami bahkan belum makan.” Yoona berusaha terlihat ramah, tapi rubah besar itu malah menyipitkan mata ke arahnya kemudian berbalik pergi. “Huh, merepotkan! dia sangat mirip sek
Klak… Pintu kayu dibuka dan Viona memunculkan kepalanya di sana. “Ada apa ayah, ibu?” Viona melihat ibunya yang hampir sampai ke pintu dan ayahnya yang menunggu di bawah. “Sekarang kami akan berangkat berburu, kami ingin tanya kamu suka hewan apa?” Viona tersenyum dan berpikir. “Aku ingin seekor kelinci putih!” jawabnya. Orang tuanya tersenyum, namun tampaknya ibunya penasaran dan ingin mengintip karena Viona hanya membuka sedikit rumah pohonnya. “Ada apa, Bu?” Viona merapatkan pintunya hingga hanya satu matanya yang terlihat. “Bukan apa-apa, sekarang sedang musim berburu, kau terpaksa banyak menghabiskan waktu di rumah pohon, pasti membosankan, bukan. Dan berhati-hatilah, nak. Tahanan yang dikurung baru saja kabur, mungkin saja mereka sudah keluar desa, tapi tidak ada yang tahu mereka pergi ke mana.” Viona mengangguk mengerti, ibunya tersenyum kemudian pergi dengan tenang. Viona menutup pintu, kini tampak orang-orang yang merapatkan diri ke dinding takut ketahuan. Suku Rub
“Lukisan itu milik--” “Kau tidak punya saudara?” Andrew bertanya memotong ucapan Viona. “Tidak, dari kecil aku hanya sendiri.” Aldric yang sedari tadi mengawasi sekitar takut ada binatang tanah yang mendekatinya akhirnya pun berceletuk. “Aku kira suku Rubah sudah punah, tidak ada kabar tentang suku Rubah selama ratusan tahun bahkan saat aku masih hidup sebagai Serigala.” Viona tampak murung seperti mengingat sesuatu yang sedih. “Memang benar suku kami hampir punah, setelah kejadian yang membinasakan banyak suku Rubah, kami berusaha keras untuk tetap hidup. Hutan ini seolah mengulurkan tangan memberikan rumah dan rasa aman pada kami, tapi populasi Rubah yang tersisa menurun, penyakit aneh yang menyerang anak-anak membuat banyak anak yang meninggal karena sakit. Sampai saat ini kami tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Makanya, aku pun tidak punya teman. Mereka semua sakit, kalau ada yang sehat pun tidak boleh keluar rumah.” cerita Viona dengan murung. “Memangnya penyakit
Yoona sampai di tempat eksekusi dengan kaget berteriak hingga semua orang di luar berdatangan. Ia menemukan Luze, tapi dengan kondisi kepala yang terpenggal dan tergantung, sementara ada wadah di bawahnya untuk menampung darah Luze agar tidak membanjiri lantai dan bisa digunakan. “...Luze? Apa yang terjadi… kita baru bertemu pagi tadi. Ini semua salahku, Luze….” air matanya tak bisa berhenti mengalir, gadis yang menangis sesak sembari memandangi mayat sahabatnya yang tergantung di depan matanya. Sebuah tangan muncul dari belakang dan menutup matanya. Derrick tidak ingin Yoona terus syok meratapi bangkai sahabatnya, Derrick meraih kepala Yoona kemudian mendekapnya, ia mengajak Yoona keluar agar gadis itu bisa lebih tenang. Sementara semua pelayan yang ada di sana, hanya berdiri mematung tanpa berani berbicara. Yoona keluar dengan wajah pucat masih tampak syok, di luar dia melihat kelompok Elf yang melakukan protes atas dieksekusinya salah-satu kaum mereka. Yoona melihat mereka semua
Hari sudah hampir memasuki pagi, tanpa sadar Yoona sama sekali tidak tertidur sepanjang malam. Gua kelinci ini tidak besar tapi setidaknya jauh lebih besar daripada penjara suku rubah. Kekuatan sihirnya perlahan pulih, ia harap hari ini mereka bisa keluar dengan aman tanpa harus menyakiti satu pun dari suku rubah. Tinggal satu langkah lagi menuju lembah Phoenix, tempat terlarang yang bahkan dulu orang saja dilarang menyebut namanya. Batu segel suci ada di sana, berikut nama pemilik darah bangsawan suci, ia harap ia bisa ditemukan dan dibangunkan dari tidurnya. Dan semua ini akan berakhir sehingga ia bisa kembali hidup dengan nyaman. Pagi datang, seperti yang diberitahukan Viona, mereka segera bersiap untuk keluar dan meninggalkan hutan. Semua sudah beranjak hendak pergi, namun Yoona terlihat begitu khawatir masih terduduk mengguncang dan memanggil-manggil nama Viona agar bangun. Badan gadis kecil itu sedingin es, nadinya begitu lemah saat di periksa. Aldric menggendong Viona di
Ini pertama kalinya mereka memasuki rumah suku rubah. Walau sempat memasuki rumah pohon, tapi tidak bisa dibandingkan dengan tempat ini. Sepanjang jalan yang mereka hirup adalah wangi bunga yang segar. Yoona berjalan melihat sekitar tertarik dengan sebuah lukisan di dinding. Yoona berhenti dan memandanginya sejenak, yang lainnya ikut tertarik dan melihat lukisan itu. Mereka terperangah… lukisan itu, benar-benar sangat mirip dengan Yoona. “Itu adalah lukisan putri Elea, dan di sebelahnya adalah putri Ester.” Mereka menoleh mendapati kepala suku kini sudah berada di belakang mereka sembari ikut melihat lukisan itu. “Putri Elea dulunya sangat dicintai di hutan ini, dulu tempat ini adalah sebuah desa yang besar. Kami saat itu masih seekor rubah dengan kultivasi lemah yang belum bisa berubah menjadi manusia, kami senang dan hidup di desa ini dengan damai.” “Sampai putri Elea melakukan kesalahan, dia jatuh cinta dengan bangsa vampir dan serigala yang tinggal di hutan buangan. Bahkan
“SELAMAT DATANG KEMBALI. PUTRI ESTORIA!” Dua anak membungkuk memberikan hormat kepada Yoona. Mereka Andrew dan Nataly. Kini mata mereka berubah menjadi biru dan muncul tanduk berwarna perak di kepala mereka. Yoona terperangah. Baru saja Yoona kaget dengan lukisan yang ada dinding, sekarang apa yang ada di hadapannya membuatnya menjadi semakin kaget. Seorang wanita menggendong seorang bayi di tangannya. Wanita itu tersenyum dan dia sangat mirip dengan Yoona. Di sudut lukisan itu tertulis beberapa kata. -Kastel Ereden. 2 Rums, 203 Arsel. Estoria Philip- Rangkaian kata yang aneh. Sepertinya itu adalah tanggal dan tahun pada saat itu. Andrew dan Nataly melihat kebingungan dari wajah Yoona. Lantas Andrew mengeluarkan sebuah buku dari dalam bajunya dan menyerahkannya kepada gadis itu. “Buku ini akan menjawab semua kebingunganmu-“ Di dalam kamar itu Yoona duduk sendirian, gadis itu memegang buku catatan lama itu kemudian membukanya dengan penasaran. Dia membuka lembar pertama,