“Hampir semua orang yang hidup di sini tidak berpendidikan tinggi, mereka pintar bertani dan beternak karena keahlian turun-temurun tetapi mereka tidak pintar berbisnis. Apakah kamu mengira mereka memiliki banyak uang dengan semua ladang yang mereka miliki?” balas Calvin.
“Tentu saja mereka banyak uang, bukankah panenan mereka juga banyak?” ujar Ceysa begitu yakin, tetapi Calvin menggeleng menyanggah.
“Hasil pertanian dan peternakan mereka dihargai sangat rendah oleh tengkulak karena itulah aku pergi ke kota untuk belajar bagaimana cara distribusi hasil pertanian yang baik sehingga aku bisa menaikkan kesejahteraan semua orang yang hidup di Greenland.”
“Impianmu sangat keren, aku yakin kamu akan menjadi orang hebat pada saatnya nanti.”
“Terima kasih untuk doamu,” balas Calvin dengan senyum hangat.
“Apakah rumahmu masih jauh?”
“Itu rumahku, sudah terlihat,” tunjuk Calvin ke arah rumah kayu sederhana yang tampak menyatu dengan alam.
Awalnya Ceysa merasa khawatir akan tertolak oleh keluarga Calvin, karena dia hanya orang asing yang menumpang di rumah mereka, tetapi apa yang Calvin katakan ternyata benar. Orang tua sahabatnya itu menyambut dan menerima dengan baik, mereka memberikan satu kamar untuknya dan memperbolehkan tinggal bersama mereka.
Kehangatan keluarga Nelson membuatnya betah tinggal di sana. Dirinya merasa tenang dan mimpi buruk tentang suami dan papanya tak lagi singgah di tidurnya. Waktu pun berlalu begitu cepat, tanpa terasa Ceysa sudah menghabiskan waktu satu minggu di peternakan keluarga Nelson.
Suatu hari ketenangannya terusik, saat itu dia baru saja kembali dari kandang setelah membantu Calvin memberi makan sapi. Langkahnya terhenti melihat dan mendengar siaran TV dengan gambar dirinya, Olsen dan Fania yang terpampang besar di layar. Tanpa dia tahu, berita tentang dirinya berkembang begitu panas dan viral.
“Istri Olsen Miller tidak terlihat sejak acara pernikahan di gelar. Menurut informasi, Ceysa Miller meninggalkan suaminya tepat di hari pernikahan setelah tahu jika suaminya menghamili Fania, artis papan atas yang namanya sedang naik daun.”
“Fania memberi keterangan resmi tentang kehamilannya dengan Olsen Miller yang berdampak buruk terhadap karirnya. Akankah pria dengan segudang kekayaan itu akan meninggalkan istrinya dan bertanggung jawab atas kehamilan Fania? Atau dia akan mencari istrinya dan mempertahankan pernikahan mereka? Kita belum mendapat keterangan resmi dari Olsen Miller karena pemilik perusahaan Miller itu masih bungkam sampai saat ini.”
Merespon berita yang dia dengar tentang rumah tangganya, tubuh Ceysa seketika gemetar hebat. Kecemasan dan kekhawatiran yang beberapa hari terakhir ini telah hilang, kini datang kembali.
*
“Berita tentang Anda dan Fania semakin memanas,” ujar Tony, asisten sekaligus sekretaris Olsen.
“Lalu apa masalahnya? Gosip murahan seperti itu tidak akan berdampak bagi perusahaan,” balas Olsen tak mempedulikan gosip yang Fania sebar.
“Apakah Anda akan diam saja? saya yakin Anda tidak melakukan apa yang Fania sebarkan di media.”
“Hanya orang terdekatku yang tahu benar tidaknya berita yang beredar, sayang istriku memilih untuk mempercayai apa yang dia lihat tanpa menanyakan terlebih dahulu kebenarannya padaku,” gumam Olsen dengan nada penuh kekecewaan.
“Mungkin sebaiknya Anda membuat klarifikasi dan menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya terjadi terkait dengan gosip yang beredar tentang Anda dan Fania.”
“Menjelaskan tentang apa? Tentang aku yang tidak pernah meniduri wanita jalang itu? Apakah kamu yakin jika aku menyanggah apa yang Fania katakan di media, maka semua gosip ini akan berhenti?”
“Paling tidak, nona Ceysa akan mendengar kebenaran dari mulut Anda. Bisa jadi dia akan lebih percaya pada Anda daripada gosip murahan yang sedang beredar saat ini.”
Bibir Olsen menyeringai sinis menanggapi perkataan Tony. “Jika aku menanggapi gosip murahan ini, itu tanda aku terpancing dengan sandiwara yang Fania ciptakan. Dia akan semakin senang dan namanya akan semakin melambung karena mendapatkan simpati dari banyak orang yang menganggapnya sebagai korban. Dia akan memanfaatkan foto-foto kedekatan kami sebagai senjata. Soal Ceysa, aku bisa menanganinya.”
“Nona Ceysa butuh tahu jika Anda ...”
Braakkk ...
Tubuh Tony terlonjak kaget ketika Olsen tiba-tiba menggebrak meja menghentikan perkataannya. “Aku tahu kamu adalah orang terdekatku yang bisa aku percaya, tapi sebaiknya kamu tahu batasan posisimu. Jangan pernah mengajariku tentang apa yang harus aku lakukan. Mengerti!”
Tony seketika mengatupkan mulut dan tidak lagi berniat untuk menyinggung masalah pribadi Olsen. “Maafkan saya jika saya sudah melewati batas.”
“Pergilah! aku sudah selesai bicara denganmu,” usir Olsen kemudian.
Dengan patuh, Tony mengangguk lalu keluar dari ruangan. Olsen menatap kepergian sekretarisnya hingga pria itu tak terlihat lagi. Dia kemudian berjalan ke dinding kaca ruang kerja dan menatap langit biru yang terlihat cerah serta kesibukan jalanan kota yang ada di bawah kakinya.
Tatapannya berubah menjadi tatapan kosong ketika ingatannya kembali disaat dia melihat Ceysa untuk pertama kali. Juan Harris mengajak dan memperkenalkan putrinya saat mereka bertemu dalam kunjungan bisnis.
Detik itu juga, Ceysa berhasil menarik perhatian dan merebut hatinya. Sayang, Ceysa sama sekali tidak memperhatikannya. Bahkan saat mereka beberapa kali bertemu setelahnya, Ceysa seolah tak mengenalnya.
Untuk itulah dia mengadakan perjanjian bisnis dengan Juan Harris dan mengeluarkan banyak uang agar dia bisa menikahi putrinya. Dia tidak peduli jika caranya salah, yang penting dia bisa mendapatkan Ceysa dan memiliki wanita itu.
Sialnya saat Ceysa sudah menjadi istrinya, Fania merusak semua rencana yang sudah disusun. Wanita yang terobsesi padanya itu, kini menjadi bumerang yang menghancurkan impiannya.
Mengingat hal tersebut membuat hati Olsen meradang, kemarahan pun tersulut, membuat tubuhnya memanas terbakar oleh emosinya. Dia mengepalkan tangannya kuat, seakan ingin meninju sesuatu untuk melampiaskan kemarahannya. Sayangnya, saat ini dia sedang berada di kantor sehingga harus menahan diri dan mengendalikan emosinya.
“Tunggu saja perhitungan dariku Fania, aku akan menghancurkan hidupmu pada saatnya nanti.”
Ingatan Olsen kemudian kembali ke Ceysa. “Aku tidak akan melepaskanmu Ceysa. Kamu harus menjadi milikku bagaimanapun caranya.”
Setelah berhasil menenangkan diri, Olsen kembali duduk di meja kerja. Baru saja dia tenggelam dalam target bulanan yang harus dia capai, pintu ruangan terbuka dan wajah Tony muncul dari sana.
“Apa lagi yang membuatmu ke sini? aku sedang tidak membutuhkanmu,” tolak Olsen akan kedatangan sekretarisnya.
“Ini tentang nona Ceysa.”
Mendengar nama wanita yang dirindukan, Olsen menegakkan wajah dan menatap Tony dengan serius. “Apakah kamu sudah menemukannya?”
“Saya mendapat informasi jika istri Anda saat ini berada di Greenland.”
Kening Olsen berkerut heran mendengar informasi yang dia dapatkan. “Greenland? Untuk apa dia di sana? tempat itu terlalu jauh dan Ceysa tidak memiliki saudara di sana.”
“Saat ini dia tinggal bersama teman kuliah yang bernama Calvin Nelson. Menurut keterangan teman Nona Ceysa, dulu mereka sangat dekat dan banyak yang bilang jika nona Ceysa dan Calvin adalah sepasang kekasih.”
Rahang Olsen seketika mengeras, kemarahan yang sempat surut, kini kembali membakar dirinya. “Jadi kepergian Ceysa ternyata bukan semata-mata karena surat yang Fania kirim? Pantas saja dia langsung percaya dengan surat yang dia terima tanpa mau tahu dari mana surat itu berasal dan tanpa berniat meminta penjelasan dariku. Kini aku tahu alasan kepergiannya karena dia ingin bersama kekasihnya.”
Tony menatap Olsen dengan tatapan penuh arti, dia yakin jika saat ini atasannya sedang terluka. Sebelum mengatakan informasi yang dia dapatkan, dia sudah tahu jika apa yang akan dia katakan akan melukai Olsen, tetapi dia tidak bisa bersembunyi dari pria itu karena Olsen selalu punya cara untuk mengetahui apa yang dia sembunyikan. “Apa yang akan Anda lakukan?”
“Atur perjalananku ke sana, aku akan menyeret istriku untuk pulang. Aku tidak akan melepaskannya lagi.”
“Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata ada di sini,” ujar Calvin saat menemukan Ceysa sedang duduk termenung di pinggir irigasi pertanian.“Berita tentangku dan Olsen ternyata tengah memanas, kenapa kamu tidak memberitahuku akan hal ini?” balas Ceysa dengan mata nanar dan berkabut karena air mata yang hendak menetes.“Bukankah kamu bilang kamu butuh tempat untuk menenangkan diri? Aku sengaja tidak memberitahumu agar kamu tidak banyak pikiran. Aku tidak ingin membuatmu cemas dan khawatir.”“Olsen pasti sangat marah padaku, dia menanggung malu karena aku pergi meninggalkannya di hari pernikahan kami.”“Apakah kamu menyesal melakukannya? aku rasa dia pantas mendapatkan perlakuan itu darimu karena telah menodai pernikahan kalian. Jika dia masih memiliki hubungan dengan Fania, untuk apa dia menikahimu? Apakah tidak lebih baik dia menikahi kekasihnya yang sedang mengandung?”Air mata yang dari tadi Ceysa tahan, akhirnya menetes keluar. “Betapa bodoh diriku yang mengira jika Olsen adalah jala
Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Ceysa menatap wajah suaminya penuh selidik, namun dia tidak bisa mengartikan ekspresi pria itu. “Ada kalanya kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri dan butuh orang lain untuk melihatnya,” ujarnya.“Kenapa kamu menakutkan hal yang belum tentu terjadi? Tentu saja aku tidak akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Fania.”Olsen memberi jaminan padanya tapi lagi-lagi Ceysa sulit percaya pada perkataan pria itu.“Terkadang apa yang dikatakan saat ini tidak seperti yang terjadi pada saatnya nanti,” gumam Ceysa yang kemudian pergi menjauh dari hadapan suaminya.Ceysa mengurung diri di kamar, ingatan tentang papanya kembali mengusiknya. Pria yang seharusnya menjadi teladan dan kebanggaan dirinya, telah merusak gambaran tentang seorang pria yang bisa dia percayai.Keluarga mereka dulu sangat bahagia, wajah mamanya selalu memerah dan senyum terus terkembang di wajahnya ketika papanya menggodanya, namun kebahagiaan itu hancur karena orang ketiga. Papanya selalu menyangkal jika dia berselin
Keesokan paginya, Kenny terbangun dengan handuk basah di kening. Dia mengambil handuk tersebut dan hendak bangun, tetapi seketika kepalanya berputar serta berdenyut sakit.Pintu kamar terbuka dan Calvin terkejut melihat istrinya berusaha bangun dengan menahan rasa sakit. Dia segera meletakkan nampan berisi makanan lalu menopang tubuh Kenny, membantunya untuk bangun.“Tidurlah kembali, kamu masih sakit,” ujarnya.“Apa yang terjadi?” tanya Kenny dengan suara lirih.“Semalam kamu demam, beruntung menjelang pagi suhu tubuhmu sudah normal kembali,” jawab Calvin.“Apakah semalam kamu tidak tidur karena aku?” Kenny merasa tidak enak hati.“Sudah kewajibanku merawatmu dan memastikan keadaanmu baik-baik saja.” Calvin tidak merasa terbebani dengan hal tersebut.“Maaf jika aku selalu merepotkanmu. Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas semua kebaikanmu?” Kenny bertekad untuk tidak merepotkan Calvin lagi dengan semua masalahnya.“Makan dan minumlah obatmu sehingga cepat sembuh,” balas Calvin ya
“Lepaskan tanganmu! Aku mertuamu. Ingat?” seru Fortin menghentakkan tangan Calvin.Dengan tatapan membunuh, Calvin menjauh dari mertuanya. “Kamu tidak pantas berbuat kasar pada putrimu, sekarang dia adalah istriku jadi aku memiliki hak untuk melindunginya dari siapapun yang ingin menyakitinya termasuk dirimu.”Tawa Fortin menggema di dinding rumah merespon sikap posesif menantunya terhadap putrinya. “Apa yang telah putriku lakukan terhadapmu sehingga kamu memiliki perasaan padanya? Apakah dia membuatmu kasihan, dia memang ahli melakukannya.”“Papa cukup!” tegur Kenny dengan suara bergetar, tak menyangka jika papanya tega mempermalukannya di depan Calvin.“Apa yang kamu inginkan?” tanya Calvin pada Fortin.Tak ingin papanya menimbulkan masalah lebih besar, Kenny langsung menahan perkataan papanya agar tetap bungkam.“Dia tidak menginginkan apa pun, dia hanya datang menjengukku dan tanpa sengaja aku membuatnya marah.” Kenny mewakili papanya menjawab pertanyaan Calvin.“Marah hingga tega
Kenny duduk di depan jendela dengan laptop di depannya. Dia menghabiskan waktu untuk mencari banyak referensi tentang masakan, mencatat setiap bahan dan tahapan yang dibutuhkan.Selain itu dia mendapat ide untuk membuat video pendek tentang bagaimana dia membuat masakan tersebut dan meng-upload di internet. Kegiatan itu dilakukan secara konsisten dan tanpa disangka dia mendapatkan uang dari hal tersebut.Saat menceritakan apa yang didapatkan, Calvin ikut merasa senang dan mendukung kegiatan tersebut. Ini adalah kebahagiaan pertama dalam hidupnya ketika setelah puluhan tahun akhirnya mengetahui apa yang disuka dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan.Kebahagiaan Kenny bertambah karena Calvin membimbingnya menemukan bakat dan potensi yang selama ini tidak disadari.“Kenapa kamu tidak melakukannya dari dulu?” tanya Calvin melihat kesibukan istrinya.“Karena selama ini aku merasa tidak berguna dan tidak memiliki kelebihan apapun,” jawab Kenny lugas. Papanya yang selalu merendahkan, m
“Apakah keadaanmu tidak memungkinkan untuk itu?” tanya Cameron menyinggung kondisi kesehatan menantunya.Kenny merasa tidak nyaman dengan pertanyaan mertuanya. “Maaf, tapi aku rasa terlalu aneh jika mama membicarakan urusan ranjangku dengan Calvin. Ini membuatku canggung,” jawabnya tak ingin membahas urusan rumah tangga yang seharusnya hanya dirinya dan Calvin yang tahu.“Kamu benar, maaf jika aku terlihat selalu menekanmu dengan hal ini, mulut tuaku ini kadang tidak bisa dikendalikan,” ujar Cameron menyadari batasan.“Apa yang sedang kalian bicarakan? Sepertinya terlihat serius.” Suara Calvin mengagetkan Kenny dan Cameron membuat mereka saling menjauh dengan ekspresi seperti pencuri yang ketangkap basah.“Mama hanya membawakan kue kesukaanmu dan mencicipi masakan istrimu yang ternyata sangat lezat,” balas Cameron menyembunyikan apa yang dibicarakan dengan menantunya.Calvin mendekat lalu mengambil kue yang mamanya bawa dan memakannya dengan ekspresi yang memperlihatkan jika kue terse
Kenny tak berhenti tersenyum melihat bagaimana Calvin begitu perhatian padanya, lebih dari itu suaminya memberi dia kepercayaan untuk memakai dapur dan menggunakan semua perlengkapan yang ada di sana.“Bahan apa lagi yang kamu butuhkan karena aku harus meninggalkanmu untuk ke peternakan?” tanya Calvin memastikan keperluan Kenny.“Apakah kamu tidak bisa makan bersamaku?” Kenny berharap mereka bisa makan bersama untuk pertama kali.“Aku akan makan bersamamu setelah memberi pekerjaan pada para pekerjaku,” ucap Calvin mengembalikan suasana hati Kenny yang sempat kecewa.“Pergilah! Semua sudah cukup, aku bisa melanjutkan masakan ini. Aku akan menunggumu pulang.”Tangan Calvin yang tadinya sibuk menata bahan makanan, terhenti untuk beberapa saat merasa ada yang aneh karena sekarang ada seseorang yang membuatkannya makanan dan menunggunya pulang.Untuk sesaat mata mereka saling menatap dan terkunci, membuat suasana mendadak hening.Calvin kemudian berdehem seolah membersihkan sesuatu yang me
“Maaf aku pulang terlambat,” ujar Calvin pada Kenny saat sampai rumah setelah jam makan malam telah lewat.“Tadi papa dan mama menemaniku makan, dia memasak untuk kita.” Kenny menyampaikan apa yang terjadi di rumah.“Aku yang meminta mama memasak untuk kita karena aku merasa tidak begitu nyaman jika ada pekerja atau orang asing di sini,” terang Calvin.“Bolehkah aku yang memasak untuk kita? Tidak mungkin mama selalu ke sini untuk mengantar makanan,” pinta Kenny.“Tapi keadaanmu tidak memungkinkan,” sanggah Calvin sambil menatap kaki Kenny, hal itu tanpa sengaja menyinggung perasaan istrinya, seolah Kenny tidak bisa melakukan apa-apa karena kondisinya.“Oh … maafkan aku, bukan itu maksudku.” Dengan cepat dia memperbaiki kesalahan, sadar jika baru saja dia menyepelekan istrinya.“Meski berada di kursi roda, bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa,” ujar Kenny dengan nada dingin.“Aku hanya khawatir terjadi sesuatu padamu saat aku sedang tidak berada di rumah, apalagi peternakan s
“Apakah kamu keberatan jika kita satu kamar?” Calvin balik bertanya untuk memastikan kenyamanan Kenny.“Aku …” Kenny menggantung ucapannya karena malu jika mengatakan jika dirinya merasa senang mereka bisa satu kamar, rasanya terlihat dirinya sedang melemparkan diri pada Calvin.Raut ragu di wajah Kenny ditangkap berbeda oleh Calvin, mengira jika istrinya itu merasa keberatan dengan kamar mereka yang menjadi satu.“Kita tidak mungkin tidur di kamar terpisah karena mamaku sering ke sini. Dia akan curiga jika pernikahan kita tidak serius. Aku harap kamu bisa mengerti,” terang Calvin mengira jika itu bisa menenangkan Kenny.Namun untuk kesekian kalinya Kenny harus menelan kekecewaan karena ternyata masalah kamar pun mertuanya masih ikut campur dan Calvin tidak benar-benar berharap mereka berada di dalam satu kamar.“Bagaimana denganmu? Apakah kamu merasa keberatan?” Ganti Kenny memastikan apa mau suaminya sebenarnya.Tak langsung menjawab, Calvin meletakkannya ke atas ranjang dan menjauh
Kenny mengira persiapan yang Calvin katakan adalah persiapan sederhana karena pernikahan mereka hanya dihadiri keluarga inti, namun sungguh mengejutkan ketika orang tua Calvin membawa tim penata rias untuk mengubah penampilannya.“Apakah ini tidak terlalu berlebihan? Bukankah tidak banyak orang yang hadir?” tanya Kenny menatap gaun pengantin yang dikenakan. Dia merasa tidak sempurna mengenakannya karena gaun itu terlipat kusut di antara tubuh dan kursi roda yang menopangnya.“Tentu saja tidak, hari ini adalah momen sakral kalian yang hanya sekali seumur hidup, sudah sepantasnya kamu berdandan cantik dan anggun.” Cameron menjawab protes calon menantunya.Tatapan Kenny berubah menjadi tatapan nanar mendengar jawaban Cameron yang berharap banyak padanya padahal pernikahannya dengan Calvin tidak memiliki masa depan, bahkan mereka sudah sepakat bercerai sebelum pernikahan digelar.Kenny hanya tersenyum masam menanggapi, menahan gejolak di dalam hati karena merasa telah membohongi kedua ora
Keesokan harinya, Jamie datang membuka pintu kamar rawat putrinya dengan kasar. “Kenapa pria brengsek itu tidak menghubungiku untuk membahas pernikahannya denganmu?”“Aku yang menolak pernikahan itu karena aku tahu rencana licik papa,” terang Kenny.“Dasar bodoh! Siapa yang akan merawatmu ketika kamu tidak bisa melakukan apa pun? Siapa yang akan memberimu makan? Apakah kamu tidak sadar jika sekarang sudah menjadi wanita cacat? Tidak akan ada pria yang mau menikahimu. Jangan harap aku akan memberimu uang,” murka Jamie.Mendengar perkataan menyakitkan dari papanya, air mata Kenny langsung meleleh keluar. Di saat keadaannya tidak baik-baik saja seperti sekarang ini, seharusnya papanya memberinya semangat dan tidak merendahkannya, namun yang terjadi malah sebaliknya, mulut pedas papanya berhasil menghancurkan hatinya, membuat rasa percaya dirinya runtuh.Sambil mengumpulkan keberanian, Kenny berkata, “seharusnya aku menjadi tanggung jawabmu bukan tanggung jawab seorang pria asing yang sama