Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”
Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”
“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”
“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.
“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”
“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul tanggung jawab tersebut.
“Tujuanku pulang bukan sepenuhnya karena papa membutuhkanku tetapi karenamu.”
“Karenaku?” pekik Ceysa terkejut. “Apa maksudmu karenaku? Apakah waktu itu kamu sudah bisa menebak jika aku bakal meminta bantuanmu?”
“Bukan begitu,” sanggah Calvin cepat. “Aku bertahan hidup di kota karena ingin dekat denganmu dan saat mendengar berita pernikahanmu, aku tidak punya semangat lagi untuk hidup di sana. Untuk itulah aku menjual semua aset yang aku miliki di kota dan kembali ke sini untuk memulai hidup baru jauh darimu.”
“Aku tidak mengerti maksudmu, Calvin. Jangan membuatku salah paham dengan apa yang kamu katakan.”
“Sudah lama aku menyukaimu, Ceysa. Tidakkah kamu mengerti perasaanku? Berita tentang pernikahanmu adalah kepedihan mendalam bagiku, sehingga saat kamu datang ke apartermenku, aku berlaku egois karena hatiku merasa senang kamu meninggalkan suamimu.”
Ceysa seketika beranjak dari tempat duduknya dan menjauh dari Calvin. “Cukup! Jangan teruskan apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak ingin persahabatan kita rusak karena keegoisanmu.”
“Kamu bilang kamu tidak mencintai suamimu karena itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku. Aku memiliki masa depan bersamamu, aku bisa memberimu kebahagiaan dan semua tanah yang aku miliki bisa menjadi milikmu. Aku akan setia padamu dan tidak akan pernah mengkhianatimu seperti apa yang papa dan suamimu lakukan.”
“Aku bilang cukup!” seru Ceysa menghentikan perkataan Calvin. “Aku kira kamu mengerti perasaanku karena kamu adalah satu-satu orang yang dekat denganku, tetapi aku salah menilaimu. Aku tidak mencintai Olsen, bukan berarti aku bisa mencintaimu. Bahkan aku ragu bisa mencintai seorang pria karena papaku telah memberiku stigma negatif tentang kehidupan seorang pria.”
“Jika kamu mau hidup bersamaku, aku pastikan stigma negatif itu akan hilang dari pikiranmu,” Calvin berusaha menyakinkan Ceysa.
“Itu tidak akan mudah, Calvin.”
“Aku tidak bilang itu mudah, tetapi aku yakin itu bukan hal yang mustahil. Aku akan melimpahimu dengan cinta, kita akan hidup seperti papa dan mamaku yang saling mencintai dan bahagia sampai mereka tua.”
Ceysa terdiam, mengingat lagi kehidupan orang tua Calvin yang hangat dan penuh kebahagiaan, kehidupan yang dia impikan selama ini.
Calvin kemudian berjalan mendekati Ceysa dan menggenggam tangan wanita itu. “Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, tetapi renungkanlah perkataanku. Aku berjanji akan memberimu kebahagiaan. Jika kamu bersedia hidup denganku, kamu bisa menceraikan suamimu dan kita bisa menikah.”
Pembicaraan Ceysa dan Calvin terhenti ketika suara bariton mengejutkan mereka. “Lepaskan tanganmu dari tangan istriku! Kami tidak akan bercerai sampai kapanpun, jadi kubur saja mimpimu itu.”
Ceysa membeku saat menoleh dan menemukan Olsen ada di hadapannya. Dia segera menarik tangannya dari genggaman tangan Calvin. “Olsen ...? ba-bagaimana kamu bisa berada di sini?”
Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, dengan langkah panjang Olsen mendekati Calvin dan meninju wajah pria itu dengan keras hingga Calvin jatuh terhempas ke tanah.
“Olsen, hentikan!” teriak Ceysa.
“Dari kemarin aku ingin membunuh seseorang, hari ini akhirnya aku bisa melakukannya,” geram Olsen penuh dengan kemarahan.
Ceysa tidak tega melihat Calvin terus mendapat pukulan dari Olsen, hingga hampir tak sadarkan diri. Dia berlari dan menutupi tubuh Calvin dengan tubuhnya agar suaminya menghentikan pukulannya. “Hentikan pukulanmu, Olsen! Kamu bisa membunuhnya.”
“Aku memang ingin membunuhnya, gara-gara pria ini kamu pergi dariku. Apa yang dia berikan padamu sehingga kamu bersikap seperti wanita jalang, meninggalkan suamimu demi pergi bersama pria ini?” tuduh Olsen.
“Wanita jalang? kekasihmu itu yang wanita jalang. Cocok sekali jika kalian hidup bersama, pria brengsek bersanding dengan wanita jalang. Sebelum menuduh seseorang, intropeksilah terlebih dahulu terhadap dirimu sendiri. Aku pergi bukan karena Calvin tetapi karena perbuatanmu yang menjijikkan.”
Ceysa berusaha membela diri sekaligus marah dengan semua tuduhan yang Olsen tujukan padanya.
Olsen menyeringai sinis mendengar apa yang Ceysa ucapkan. “Benarkah kamu pergi karena surat dari Fania? jika benar, kenapa kamu tidak meminta penjelasan padaku, tetapi malah kabur dengan seorang pria? Bahkan tidak peduli dengan statusmu yang telah menjadi seorang istri. Aku juga melihatmu menikmati hari-harimu disini dengan kekasihmu itu. Jangan harap aku akan membiarkanmu bahagia bersama bajingan itu,” ancam Olsen dengan tatapan membunuh ke arah Calvin yang membuat Ceysa semakin melindungi pria itu, memastikan jika suaminya tak melukai Calvin lagi.
Sikap protektif Ceysa, membuat mata Olsen menyipit dingin dan tajam seolah bisa membekukan tubuh istrinya.
“Pergilah, Olsen! Maafkan aku jika aku kabur dari pernikahan kita. Kita bisa membicarakan hal itu setelah hatimu tenang kembali.”
“Ikut denganku sekarang juga dan tinggalkan pria itu,” ucap Olsen sambil mengulurkan tangan pada Ceysa, mengajak wanita itu untuk pulang dan kembali padanya.
Ceysa membiarkan tangan Olsen menggantung di udara, dia menatap Calvin yang terbaring tak berdaya, tidak mungkin dia meninggalkan pria itu begitu saja. Apa lagi mengingat bantuan Calvin yang begitu banyak untuknya, demi rasa kemanusiaan, dia pun memutuskan untuk tetap tinggal.
“Aku tidak bisa meninggalkan Calvin disini sendirian. Pergilah Olsen! Aku yang akan datang ke rumahmu setelah semua gosip yang sedang memanas ini mereda,” mohon Ceysa yang membuat hati Olsen terluka.
“Aku tidak ingin kamu tinggal bersama pria ini, ikutlah denganku sekarang juga!” ujar Olsen yang kemudian menarik paksa tangan istrinya, tetapi dengan cepat Ceysa menghentakkan tangan suaminya.
“Sikapmu sangat persis seperti papaku, pria egois dan pemaksa. Kenapa kamu tidak menikah saja dengan Fania jika kamu tahu wanita itu sedang mengandung anakmu?” geram Ceysa.
“Bagaimana jika aku bilang anak yang Fania kandung bukan anakku? Apakah kamu akan percaya?” pancing Olsen.
Ceysa menatap manik mata suaminya mencari kebohongan di sana, meski tidak dia dapatkan namun dia tetap memilih untuk tidak mempercayai kata hatinya dan memilih fakta yang terlihat. “Mustahil dia bukan anakmu, aku melihat foto kalian tidur bersama. Jangan mengelak hanya karena kamu takut jika media menghakimimu.”
“Sudah aku duga kamu tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan. Percuma bicara denganmu, kita pulang sekarang,” Olsen kembali memaksa istrinya untuk pulang bersamanya.
“Aku tidak akan pulang denganmu, aku tidak sudi hidup bersamamu. Aku akan tetap tinggal di sini dan membangun masa depan disini. Aku akan bicara dengan papa tentang keputusan yang aku buat, sudah saatnya aku pergi dari rumah orang tuaku demi impianku.” Ceysa bersikeras dengan keputusannya.
“Apakah kamu tidak punya rasa malu? Kamu istriku, tetapi lebih memilih hidup dengan kekasihmu dibanding dengan suamimu sendiri.” Kemarahan Olsen semakin memuncak.
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Ceysa menatap wajah suaminya penuh selidik, namun dia tidak bisa mengartikan ekspresi pria itu. “Ada kalanya kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri dan butuh orang lain untuk melihatnya,” ujarnya.“Kenapa kamu menakutkan hal yang belum tentu terjadi? Tentu saja aku tidak akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Fania.”Olsen memberi jaminan padanya tapi lagi-lagi Ceysa sulit percaya pada perkataan pria itu.“Terkadang apa yang dikatakan saat ini tidak seperti yang terjadi pada saatnya nanti,” gumam Ceysa yang kemudian pergi menjauh dari hadapan suaminya.Ceysa mengurung diri di kamar, ingatan tentang papanya kembali mengusiknya. Pria yang seharusnya menjadi teladan dan kebanggaan dirinya, telah merusak gambaran tentang seorang pria yang bisa dia percayai.Keluarga mereka dulu sangat bahagia, wajah mamanya selalu memerah dan senyum terus terkembang di wajahnya ketika papanya menggodanya, namun kebahagiaan itu hancur karena orang ketiga. Papanya selalu menyangkal jika dia berselin
“Apa yang Anda lakukan sangat beresiko, kenapa Anda mendatangi sarang serigala? Fania bisa memanfaatkan keadaan karena kecerobohan Anda,” Tony memperingatkan Olsen.“Aku tidak akan membiarkan wanita jalang itu mengganggu Ceysa. Dia mendatangi istriku dan membuatnya bermimpi buruk,” geram Olsen.“Seberapa besar cinta Anda terhadap istri Anda? kenapa Anda tidak pernah mengatakan perasaan Anda yang sebenarnya pada nona Ceysa agar dia mengerti semua pengorbanan yang telah Anda lakukan.”Olsen langsung menatap Tony dengan tatapan dingin. “Aku tidak butuh ceramahmu, jangan pernah kamu mengungkit apa yang kamu katakan tadi.”“Maaf jika tidak membuat Anda senang, tapi aaya mengatakan ini sebagai teman, bukan sebagai sekretaris.” Tony hanya ingin yang terbaik buat atasannya tersebut.“Siapa yang menganggapmu sebagai teman? Cepat jalankan mobilnya! Ada pertemuan penting yang harus aku hadiri pagi ini. Kedepannya jangan pernah kamu mencampuri urusan pribadiku lagi.”Tony terdiam tak tersinggung
Beberapa kali Ceysa menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang telah dia perbuat. Tidak bisa terus memikirkan ciuman pertamanya karena Olsen menunggunya di mobil, dia pun dengan cepat mengambil tas make up dan berlari menyusul suaminya ke mobil.Suasana di mobil pun terasa canggung, Ceysa sesekali melirik ke arah Olsen yang kini serius mengemudikan mobilnya tanpa mengatakan apapun. Dia kemudian mengambil tisu dan membersihkan lipstik yang belepotan di bibirnya lalu memperbaiki dandanannya, beruntung sebelum sampai tempat pesta, dandanannya sudah beres.Tangannya hendak membuka pintu mobil ketika tiba-tiba Olsen menghentikan gerakannya. Ceysa menoleh dan terhenyak ketika wajahnya sangat dekat dengan wajah suaminya.“Olsen ...” panggilnya yang terdengar seperti desahan lembut di telinga Olsen.Ibu jari pria itu terulur lalu mengusap pinggir bibirnya, membuat kulit Ceysa meremang. “Masih ada lipstik yang belepotan di ujung bibirmu,” gumamnya dengan suara yang membuat Ceysa menelan
Perkataan Calvin bukan hanya sebatas ancaman, siksaan itu dimulai ketika sesuatu merayap menyentuh tempat berharga dimana harta karun Kenny tersembunyi. Mata sayu Kenny menatap manik mata Calvin yang berbaring miring di sebelahnya.Desahan kecil terus lolos dari bibir Kenny tanpa bisa ditahan, ketika jari suaminya menelusup masuk menyentuh dinding sensitifnya. Tubuhnya menggeliat seirama dengan gerakan tangan Calvin yang menari di dalamnya.Goncangan, gesekan dan hentakan menjadi perpaduan yang sempurna yang mampu membawa Kenny ke puncak yang dirindukan. Tidak ada pria manapun yang bisa menyentuhnya seperti Calvin menyentuhnya saat ini karena dirinya hanya milik pria itu.Denyutan muncul, ketika dirinya tak mampu lagi membendung ledakan gairah. Tangannya mencengkeram bahu Calvin menyambut ledakan tersebut, tubuhnya melengkung indah diakhiri dengan teriakan siksa nikmat ketika gelombang itu datang.Tubuh Kenny terkulai lemas dengan nafas tersengal, pemandangan tersebut memberi fantasi
“Ada hal yang selama ini belum aku ceritakan padamu yang mungkin akan membuatmu berpikir ulang tentang pernikahan kita,” ujar Kenny memulai pembicaraan.“Aku rasa hal tersebut sangat membebanimu sehingga kamu berpikiran seperti itu. Katakan tentang hal yang membuatmu harus berpikir lama sebelum memberitahukannya padaku!” pinta Calvin.Kenny meremas jari tangan, tanda jika dirinya cemas dan gugup. Melihat hal itu, Calvin menggenggam tangan itu untuk memberi kekuatan dan dukungan.Dengan berkaca-kaca, Kenny menatap mata Calvin dan berkata, “Selama aku terapi di rumah sakit, aku memeriksakan kandungan karena mamamu berharap banyak padaku. Dokter menyatakan jika aku akan sulit untuk hamil karena bermasalah dengan rahim dan gangguan hormon.”Untuk sesaat Calvin membeku mendengarnya, membuat Kenny yakin jika pria itu tidak akan menerimanya. Air matanya menetes keluar dan semakin deras, membuatnya menangis terisak.Calvin memeluk dan mengusap punggungnya, berusaha menenangkan. “Kenapa selama
“Kamu mengingat semuanya?” Kenny kembali memastikan.“Ya, terutama tentang kecemburuanmu terhadap Ceysa,” ungkit Calvin.“Harus aku bilang berapa kali, aku tidak cemburu,” kilah Kenny sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya tetapi rengkuhan Calvin semakin erat sehingga usahanya sia-sia saja.“Jika terus bergerak di atas tubuhku seperti ini, kamu tahu siapa yang sedang kamu bangunkan.” Peringatan dari Calvin membuat Kenny seketika membeku, bahkan kini dia bisa merasakan sesuatu mendesak bagian bawah tubuhnya.Melihat ekspresi menggemaskan istrinya, Calvin tersenyum lalu mengecup singkat bibir Kenny.“Lepaskan aku, Calvin! Ada banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” Kenny membuat alasan.“Sekarang aku tahu bagaimana seorang pria harus berjuang demi cintanya,” ucap Calvin membuat mata Kenny menatap penuh arti.“Cinta …?” gumam Kenny sangat pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Calvin.“Aku hidup dalam tatanan sopan santun yang kental, menghargai hak setiap orang dan tid
Setelah kejadian tersebut, Calvin dan Kenny seakan saling menghindar. Mereka sadar jika saat berdekatan, kendali diri mereka menjadi sangat tipis.Calvin menyibukkan diri dengan kerja sama baru yang dirintis dengan Olsen, sering pulang malam sehingga hanya punya waktu sebentar untuk melihat Kenny dan itu sangat menyiksa.Sedangkan Kenny selalu menunggu Calvin pulang dan berujung kecewa karena sikap pria itu berubah dingin. Hingga suatu malam, Calvin pulang telat dalam keadaan mabuk.Kenny membuka pintu untuk pria itu dan mendapati mobil Ceysa berhenti di depan mansion. Setelah Calvin masuk, mobil itu memutar balik lalu pergi begitu saja.“Apakah Ceysa mengantarmu pulang? Di mana mobilmu?” cecar Kenny dengan sikap cemburu seorang istri, padahal selama ini dia sendiri yang selalu menegaskan jika posisinya adalah sebagai karyawan Miller.Kening Calvin berkerut sambil menahan rasa berdenyut di kepala. “Aku tidak mengerti arah pertanyaanmu.”“Apakah kamu belum melupakannya? Apakah kamu mas
Berusaha menjauh dari jangkauan Calvin, Kenny menyibukkan diri di dapur. Setelah menyiapkan makan malam, dia memasukkan semua alat dapur yang kotor ke wastafel dan mencucinya. Ketenangannya terganggu ketika Calvin tiba-tiba muncul dari belakang dan mengambil sarung tangan karet untuk membantunya mencuci.“Biar aku saja yang melakukannya, kamu tamu di sini,” larang Kenny.“Apakah salah jika aku membantumu?” ujar Calvin masih sibuk menggosok alat dapur dengan sabun.“Kita harus tahu batasan, aku yang bertanggung jawab atas rumah ini dan kebutuhanmu, sedangkan kamu tamu di sini. Aku yakin kamu tidak akan membantu jika yang ada di sini bukanlah aku.” Kenny memasang dinding pembatas untuk mengingatkan status mereka.Ekspresi Calvin berubah kesal, dia melepaskan sarung tangan dan pergi menjauh.“Bukankah kamu juga bertanggung jawab atas kebutuhanku? Sekarang aku ingin mandi, siapkan bajuku dan rapikan koper yang aku bawa, aku belum sempat memasukkan pakaian yang kubawa ke lemari,” ujarnya s
Kenny merasa resah, duduk di ruang ganti baju sambil melamun. Dadanya terasa sesak mengingat kedekatan Calvin dengan Ceysa, mungkinkah pertemuan mereka yang semakin intens akan membuat Calvin semakin tak bisa melepaskan Ceysa? Padahal wanita itu sudah bahagia bersama suaminya.Sedalam apa perasaan Calvin sehingga tidak bisa menerima jika Ceysa sudah menikah? Wanita manapun tidak akan bisa meruntuhkan hati Calvin jika pria itu terus memasang dinding tebal.Pikiran itu terus berkecamuk, Kenny tenggelam dalam persepsinya sendiri, menyimpulkan apa yang dilihat.Semua kejadian beruntun terkait Calvin membuat mental dan emosi Kenny terganggu, dia berpikir, mungkin akan jauh lebih baik jika mengundurkan diri dari pekerjaan serta menjauh dari pria yang pernah dinikahinya itu.Helaan nafas terdengar berat menggema di dinding ruangan, ada hal lain yang mengganjal di hati sehingga dia tidak bisa serta merta meninggalkan pekerjaannya saat ini.Pertama karena Olsen sudah menolongnya, dia masih mem
“Kenny, tolong antarkan handuk ini ke kamar nomor 1005,” ujar rekan kerja Kenny.Meski pikirannya sedang berkecamuk dan tubuhnya semakin lemah karena pertemuannya dengan Calvin, tapi Kenny sadar jika harus bersikap profesional terhadap pekerjaan. Tanpa bantahan, dia mengambil handuk itu lalu pergi untuk mengantarnya.Dia menempelkan kartu ke pintu kamar untuk membukanya karena rekan kerjanya bilang dia hanya perlu menaruh handuk itu dan pergi secepatnya agar tidak mengganggu tamu yang menginap di kamar tersebut.Kemungkinan tamu itu belum ada di kamar karena masih ada urusan bisnis dengan rekannya.Tak ingin membuat masalah, Kenny secepat mungkin menaruh handuk ke atas ranjang sebelum tamu itu kembali ke kamar. Dia membalikkan badan hendak pergi, tetapi tubuhnya membeku ketika pintu kamar mandi di depannya terbuka dan keluar seorang pria yang sangat ingin dia hindari.“Ke-kenapa kamu di sini?” racau Kenny gugup menatap Calvin hanya memakai handuk kecil untuk menutup area sensitifnya,
“Maaf jika aku mengganggu kalian, aku akan segera keluar setelah menyiapkan makanannya,” ujar Kenny sopan.Bukannya merespon perkataan Kenny, wanita itu malah menatap suaminya lalu berkata, “Apakah karyawan ini yang kamu ceritakan?”Kenny tertegun mendengar suami istri itu membicarakannya. “Apa yang kalian bicarakan tentangku?”Nada Kenny mengisyaratkan ketidaksukaan karena kehidupan pribadinya dijadikan bahan gosip.“Jangan berpikir macam-macam, suamiku hanya menceritakan apa yang kamu alami. Aku kagum dan bersyukur karena kamu bisa pulih dari trauma dengan cepat. Aku tahu apa yang kamu alami tidak mudah,” ujar istri Olsen yang membuat hati Kenny luluh karena apa yang diucapkan wanita itu terasa begitu tulus.“Terima kasih atas simpatinya, jika tidak ada Tuan Miller yang membantuku, mungkin masa depanku sudah hancur,” ucap Kenny.“Siapa namamu? Namaku Ceysa,” ujar wanita itu sambil mengulurkan tangan.Kenny segera membersihkan tangan yang kotor karena makanan lalu menjabat tangan Cey
Kenny tidak menyangka dirinya kini sedang berhadapan dengan pria tampan yang menyelamatkan nyawa dan kehormatannya. Pria itu menyodorkan kwitansi pelunasan hutang yang dibayarkan untuk menembus dirinya.“Ini total uang yang aku keluarkan untukmu dan sebagai seorang pengusaha, aku tidak ingin dirugikan untuk masalahmu. Jadi apa yang bisa kamu berikan untuk bisa membayar hutangmu?” tuntut pria itu.Mata Kenny terbelalak kaget dengan nominal yang dibayarkan pria itu, sebanyak itukah papanya menjualnya? Bahkan seumur hidup pun dia tidak akan mampu melunasi hutangnya.“Kamu bilang jika hotel ini milikmu, izinkan aku bekerja di sini dan kamu bisa mengambil seluruh gajiku untuk melunasi hutangku,” ujar Kenny dengan solusi yang cerdas.Pria itu tampak memikirkan usul Kenny dan terlihat setuju dengan hal itu.“Tidak mungkin aku mengambil semua gajimu, aku akan memotong 50 persen dari gajimu sebagai cicilan pelunasan hutang. Sebagai gantinya kamu akan mendapat asrama gratis, sehingga kamu bisa