Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”
Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”
“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”
“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.
“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”
“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul tanggung jawab tersebut.
“Tujuanku pulang bukan sepenuhnya karena papa membutuhkanku tetapi karenamu.”
“Karenaku?” pekik Ceysa terkejut. “Apa maksudmu karenaku? Apakah waktu itu kamu sudah bisa menebak jika aku bakal meminta bantuanmu?”
“Bukan begitu,” sanggah Calvin cepat. “Aku bertahan hidup di kota karena ingin dekat denganmu dan saat mendengar berita pernikahanmu, aku tidak punya semangat lagi untuk hidup di sana. Untuk itulah aku menjual semua aset yang aku miliki di kota dan kembali ke sini untuk memulai hidup baru jauh darimu.”
“Aku tidak mengerti maksudmu, Calvin. Jangan membuatku salah paham dengan apa yang kamu katakan.”
“Sudah lama aku menyukaimu, Ceysa. Tidakkah kamu mengerti perasaanku? Berita tentang pernikahanmu adalah kepedihan mendalam bagiku, sehingga saat kamu datang ke apartermenku, aku berlaku egois karena hatiku merasa senang kamu meninggalkan suamimu.”
Ceysa seketika beranjak dari tempat duduknya dan menjauh dari Calvin. “Cukup! Jangan teruskan apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak ingin persahabatan kita rusak karena keegoisanmu.”
“Kamu bilang kamu tidak mencintai suamimu karena itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku. Aku memiliki masa depan bersamamu, aku bisa memberimu kebahagiaan dan semua tanah yang aku miliki bisa menjadi milikmu. Aku akan setia padamu dan tidak akan pernah mengkhianatimu seperti apa yang papa dan suamimu lakukan.”
“Aku bilang cukup!” seru Ceysa menghentikan perkataan Calvin. “Aku kira kamu mengerti perasaanku karena kamu adalah satu-satu orang yang dekat denganku, tetapi aku salah menilaimu. Aku tidak mencintai Olsen, bukan berarti aku bisa mencintaimu. Bahkan aku ragu bisa mencintai seorang pria karena papaku telah memberiku stigma negatif tentang kehidupan seorang pria.”
“Jika kamu mau hidup bersamaku, aku pastikan stigma negatif itu akan hilang dari pikiranmu,” Calvin berusaha menyakinkan Ceysa.
“Itu tidak akan mudah, Calvin.”
“Aku tidak bilang itu mudah, tetapi aku yakin itu bukan hal yang mustahil. Aku akan melimpahimu dengan cinta, kita akan hidup seperti papa dan mamaku yang saling mencintai dan bahagia sampai mereka tua.”
Ceysa terdiam, mengingat lagi kehidupan orang tua Calvin yang hangat dan penuh kebahagiaan, kehidupan yang dia impikan selama ini.
Calvin kemudian berjalan mendekati Ceysa dan menggenggam tangan wanita itu. “Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, tetapi renungkanlah perkataanku. Aku berjanji akan memberimu kebahagiaan. Jika kamu bersedia hidup denganku, kamu bisa menceraikan suamimu dan kita bisa menikah.”
Pembicaraan Ceysa dan Calvin terhenti ketika suara bariton mengejutkan mereka. “Lepaskan tanganmu dari tangan istriku! Kami tidak akan bercerai sampai kapanpun, jadi kubur saja mimpimu itu.”
Ceysa membeku saat menoleh dan menemukan Olsen ada di hadapannya. Dia segera menarik tangannya dari genggaman tangan Calvin. “Olsen ...? ba-bagaimana kamu bisa berada di sini?”
Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, dengan langkah panjang Olsen mendekati Calvin dan meninju wajah pria itu dengan keras hingga Calvin jatuh terhempas ke tanah.
“Olsen, hentikan!” teriak Ceysa.
“Dari kemarin aku ingin membunuh seseorang, hari ini akhirnya aku bisa melakukannya,” geram Olsen penuh dengan kemarahan.
Ceysa tidak tega melihat Calvin terus mendapat pukulan dari Olsen, hingga hampir tak sadarkan diri. Dia berlari dan menutupi tubuh Calvin dengan tubuhnya agar suaminya menghentikan pukulannya. “Hentikan pukulanmu, Olsen! Kamu bisa membunuhnya.”
“Aku memang ingin membunuhnya, gara-gara pria ini kamu pergi dariku. Apa yang dia berikan padamu sehingga kamu bersikap seperti wanita jalang, meninggalkan suamimu demi pergi bersama pria ini?” tuduh Olsen.
“Wanita jalang? kekasihmu itu yang wanita jalang. Cocok sekali jika kalian hidup bersama, pria brengsek bersanding dengan wanita jalang. Sebelum menuduh seseorang, intropeksilah terlebih dahulu terhadap dirimu sendiri. Aku pergi bukan karena Calvin tetapi karena perbuatanmu yang menjijikkan.”
Ceysa berusaha membela diri sekaligus marah dengan semua tuduhan yang Olsen tujukan padanya.
Olsen menyeringai sinis mendengar apa yang Ceysa ucapkan. “Benarkah kamu pergi karena surat dari Fania? jika benar, kenapa kamu tidak meminta penjelasan padaku, tetapi malah kabur dengan seorang pria? Bahkan tidak peduli dengan statusmu yang telah menjadi seorang istri. Aku juga melihatmu menikmati hari-harimu disini dengan kekasihmu itu. Jangan harap aku akan membiarkanmu bahagia bersama bajingan itu,” ancam Olsen dengan tatapan membunuh ke arah Calvin yang membuat Ceysa semakin melindungi pria itu, memastikan jika suaminya tak melukai Calvin lagi.
Sikap protektif Ceysa, membuat mata Olsen menyipit dingin dan tajam seolah bisa membekukan tubuh istrinya.
“Pergilah, Olsen! Maafkan aku jika aku kabur dari pernikahan kita. Kita bisa membicarakan hal itu setelah hatimu tenang kembali.”
“Ikut denganku sekarang juga dan tinggalkan pria itu,” ucap Olsen sambil mengulurkan tangan pada Ceysa, mengajak wanita itu untuk pulang dan kembali padanya.
Ceysa membiarkan tangan Olsen menggantung di udara, dia menatap Calvin yang terbaring tak berdaya, tidak mungkin dia meninggalkan pria itu begitu saja. Apa lagi mengingat bantuan Calvin yang begitu banyak untuknya, demi rasa kemanusiaan, dia pun memutuskan untuk tetap tinggal.
“Aku tidak bisa meninggalkan Calvin disini sendirian. Pergilah Olsen! Aku yang akan datang ke rumahmu setelah semua gosip yang sedang memanas ini mereda,” mohon Ceysa yang membuat hati Olsen terluka.
“Aku tidak ingin kamu tinggal bersama pria ini, ikutlah denganku sekarang juga!” ujar Olsen yang kemudian menarik paksa tangan istrinya, tetapi dengan cepat Ceysa menghentakkan tangan suaminya.
“Sikapmu sangat persis seperti papaku, pria egois dan pemaksa. Kenapa kamu tidak menikah saja dengan Fania jika kamu tahu wanita itu sedang mengandung anakmu?” geram Ceysa.
“Bagaimana jika aku bilang anak yang Fania kandung bukan anakku? Apakah kamu akan percaya?” pancing Olsen.
Ceysa menatap manik mata suaminya mencari kebohongan di sana, meski tidak dia dapatkan namun dia tetap memilih untuk tidak mempercayai kata hatinya dan memilih fakta yang terlihat. “Mustahil dia bukan anakmu, aku melihat foto kalian tidur bersama. Jangan mengelak hanya karena kamu takut jika media menghakimimu.”
“Sudah aku duga kamu tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan. Percuma bicara denganmu, kita pulang sekarang,” Olsen kembali memaksa istrinya untuk pulang bersamanya.
“Aku tidak akan pulang denganmu, aku tidak sudi hidup bersamamu. Aku akan tetap tinggal di sini dan membangun masa depan disini. Aku akan bicara dengan papa tentang keputusan yang aku buat, sudah saatnya aku pergi dari rumah orang tuaku demi impianku.” Ceysa bersikeras dengan keputusannya.
“Apakah kamu tidak punya rasa malu? Kamu istriku, tetapi lebih memilih hidup dengan kekasihmu dibanding dengan suamimu sendiri.” Kemarahan Olsen semakin memuncak.
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Ceysa menatap wajah suaminya penuh selidik, namun dia tidak bisa mengartikan ekspresi pria itu. “Ada kalanya kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri dan butuh orang lain untuk melihatnya,” ujarnya.“Kenapa kamu menakutkan hal yang belum tentu terjadi? Tentu saja aku tidak akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Fania.”Olsen memberi jaminan padanya tapi lagi-lagi Ceysa sulit percaya pada perkataan pria itu.“Terkadang apa yang dikatakan saat ini tidak seperti yang terjadi pada saatnya nanti,” gumam Ceysa yang kemudian pergi menjauh dari hadapan suaminya.Ceysa mengurung diri di kamar, ingatan tentang papanya kembali mengusiknya. Pria yang seharusnya menjadi teladan dan kebanggaan dirinya, telah merusak gambaran tentang seorang pria yang bisa dia percayai.Keluarga mereka dulu sangat bahagia, wajah mamanya selalu memerah dan senyum terus terkembang di wajahnya ketika papanya menggodanya, namun kebahagiaan itu hancur karena orang ketiga. Papanya selalu menyangkal jika dia berselin
“Apa yang Anda lakukan sangat beresiko, kenapa Anda mendatangi sarang serigala? Fania bisa memanfaatkan keadaan karena kecerobohan Anda,” Tony memperingatkan Olsen.“Aku tidak akan membiarkan wanita jalang itu mengganggu Ceysa. Dia mendatangi istriku dan membuatnya bermimpi buruk,” geram Olsen.“Seberapa besar cinta Anda terhadap istri Anda? kenapa Anda tidak pernah mengatakan perasaan Anda yang sebenarnya pada nona Ceysa agar dia mengerti semua pengorbanan yang telah Anda lakukan.”Olsen langsung menatap Tony dengan tatapan dingin. “Aku tidak butuh ceramahmu, jangan pernah kamu mengungkit apa yang kamu katakan tadi.”“Maaf jika tidak membuat Anda senang, tapi aaya mengatakan ini sebagai teman, bukan sebagai sekretaris.” Tony hanya ingin yang terbaik buat atasannya tersebut.“Siapa yang menganggapmu sebagai teman? Cepat jalankan mobilnya! Ada pertemuan penting yang harus aku hadiri pagi ini. Kedepannya jangan pernah kamu mencampuri urusan pribadiku lagi.”Tony terdiam tak tersinggung
Beberapa kali Ceysa menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang telah dia perbuat. Tidak bisa terus memikirkan ciuman pertamanya karena Olsen menunggunya di mobil, dia pun dengan cepat mengambil tas make up dan berlari menyusul suaminya ke mobil.Suasana di mobil pun terasa canggung, Ceysa sesekali melirik ke arah Olsen yang kini serius mengemudikan mobilnya tanpa mengatakan apapun. Dia kemudian mengambil tisu dan membersihkan lipstik yang belepotan di bibirnya lalu memperbaiki dandanannya, beruntung sebelum sampai tempat pesta, dandanannya sudah beres.Tangannya hendak membuka pintu mobil ketika tiba-tiba Olsen menghentikan gerakannya. Ceysa menoleh dan terhenyak ketika wajahnya sangat dekat dengan wajah suaminya.“Olsen ...” panggilnya yang terdengar seperti desahan lembut di telinga Olsen.Ibu jari pria itu terulur lalu mengusap pinggir bibirnya, membuat kulit Ceysa meremang. “Masih ada lipstik yang belepotan di ujung bibirmu,” gumamnya dengan suara yang membuat Ceysa menelan
Keesokan paginya, Kenny terbangun dengan handuk basah di kening. Dia mengambil handuk tersebut dan hendak bangun, tetapi seketika kepalanya berputar serta berdenyut sakit.Pintu kamar terbuka dan Calvin terkejut melihat istrinya berusaha bangun dengan menahan rasa sakit. Dia segera meletakkan nampan berisi makanan lalu menopang tubuh Kenny, membantunya untuk bangun.“Tidurlah kembali, kamu masih sakit,” ujarnya.“Apa yang terjadi?” tanya Kenny dengan suara lirih.“Semalam kamu demam, beruntung menjelang pagi suhu tubuhmu sudah normal kembali,” jawab Calvin.“Apakah semalam kamu tidak tidur karena aku?” Kenny merasa tidak enak hati.“Sudah kewajibanku merawatmu dan memastikan keadaanmu baik-baik saja.” Calvin tidak merasa terbebani dengan hal tersebut.“Maaf jika aku selalu merepotkanmu. Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas semua kebaikanmu?” Kenny bertekad untuk tidak merepotkan Calvin lagi dengan semua masalahnya.“Makan dan minumlah obatmu sehingga cepat sembuh,” balas Calvin ya
“Lepaskan tanganmu! Aku mertuamu. Ingat?” seru Fortin menghentakkan tangan Calvin.Dengan tatapan membunuh, Calvin menjauh dari mertuanya. “Kamu tidak pantas berbuat kasar pada putrimu, sekarang dia adalah istriku jadi aku memiliki hak untuk melindunginya dari siapapun yang ingin menyakitinya termasuk dirimu.”Tawa Fortin menggema di dinding rumah merespon sikap posesif menantunya terhadap putrinya. “Apa yang telah putriku lakukan terhadapmu sehingga kamu memiliki perasaan padanya? Apakah dia membuatmu kasihan, dia memang ahli melakukannya.”“Papa cukup!” tegur Kenny dengan suara bergetar, tak menyangka jika papanya tega mempermalukannya di depan Calvin.“Apa yang kamu inginkan?” tanya Calvin pada Fortin.Tak ingin papanya menimbulkan masalah lebih besar, Kenny langsung menahan perkataan papanya agar tetap bungkam.“Dia tidak menginginkan apa pun, dia hanya datang menjengukku dan tanpa sengaja aku membuatnya marah.” Kenny mewakili papanya menjawab pertanyaan Calvin.“Marah hingga tega
Kenny duduk di depan jendela dengan laptop di depannya. Dia menghabiskan waktu untuk mencari banyak referensi tentang masakan, mencatat setiap bahan dan tahapan yang dibutuhkan.Selain itu dia mendapat ide untuk membuat video pendek tentang bagaimana dia membuat masakan tersebut dan meng-upload di internet. Kegiatan itu dilakukan secara konsisten dan tanpa disangka dia mendapatkan uang dari hal tersebut.Saat menceritakan apa yang didapatkan, Calvin ikut merasa senang dan mendukung kegiatan tersebut. Ini adalah kebahagiaan pertama dalam hidupnya ketika setelah puluhan tahun akhirnya mengetahui apa yang disuka dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan.Kebahagiaan Kenny bertambah karena Calvin membimbingnya menemukan bakat dan potensi yang selama ini tidak disadari.“Kenapa kamu tidak melakukannya dari dulu?” tanya Calvin melihat kesibukan istrinya.“Karena selama ini aku merasa tidak berguna dan tidak memiliki kelebihan apapun,” jawab Kenny lugas. Papanya yang selalu merendahkan, m
“Apakah keadaanmu tidak memungkinkan untuk itu?” tanya Cameron menyinggung kondisi kesehatan menantunya.Kenny merasa tidak nyaman dengan pertanyaan mertuanya. “Maaf, tapi aku rasa terlalu aneh jika mama membicarakan urusan ranjangku dengan Calvin. Ini membuatku canggung,” jawabnya tak ingin membahas urusan rumah tangga yang seharusnya hanya dirinya dan Calvin yang tahu.“Kamu benar, maaf jika aku terlihat selalu menekanmu dengan hal ini, mulut tuaku ini kadang tidak bisa dikendalikan,” ujar Cameron menyadari batasan.“Apa yang sedang kalian bicarakan? Sepertinya terlihat serius.” Suara Calvin mengagetkan Kenny dan Cameron membuat mereka saling menjauh dengan ekspresi seperti pencuri yang ketangkap basah.“Mama hanya membawakan kue kesukaanmu dan mencicipi masakan istrimu yang ternyata sangat lezat,” balas Cameron menyembunyikan apa yang dibicarakan dengan menantunya.Calvin mendekat lalu mengambil kue yang mamanya bawa dan memakannya dengan ekspresi yang memperlihatkan jika kue terse
Kenny tak berhenti tersenyum melihat bagaimana Calvin begitu perhatian padanya, lebih dari itu suaminya memberi dia kepercayaan untuk memakai dapur dan menggunakan semua perlengkapan yang ada di sana.“Bahan apa lagi yang kamu butuhkan karena aku harus meninggalkanmu untuk ke peternakan?” tanya Calvin memastikan keperluan Kenny.“Apakah kamu tidak bisa makan bersamaku?” Kenny berharap mereka bisa makan bersama untuk pertama kali.“Aku akan makan bersamamu setelah memberi pekerjaan pada para pekerjaku,” ucap Calvin mengembalikan suasana hati Kenny yang sempat kecewa.“Pergilah! Semua sudah cukup, aku bisa melanjutkan masakan ini. Aku akan menunggumu pulang.”Tangan Calvin yang tadinya sibuk menata bahan makanan, terhenti untuk beberapa saat merasa ada yang aneh karena sekarang ada seseorang yang membuatkannya makanan dan menunggunya pulang.Untuk sesaat mata mereka saling menatap dan terkunci, membuat suasana mendadak hening.Calvin kemudian berdehem seolah membersihkan sesuatu yang me
“Maaf aku pulang terlambat,” ujar Calvin pada Kenny saat sampai rumah setelah jam makan malam telah lewat.“Tadi papa dan mama menemaniku makan, dia memasak untuk kita.” Kenny menyampaikan apa yang terjadi di rumah.“Aku yang meminta mama memasak untuk kita karena aku merasa tidak begitu nyaman jika ada pekerja atau orang asing di sini,” terang Calvin.“Bolehkah aku yang memasak untuk kita? Tidak mungkin mama selalu ke sini untuk mengantar makanan,” pinta Kenny.“Tapi keadaanmu tidak memungkinkan,” sanggah Calvin sambil menatap kaki Kenny, hal itu tanpa sengaja menyinggung perasaan istrinya, seolah Kenny tidak bisa melakukan apa-apa karena kondisinya.“Oh … maafkan aku, bukan itu maksudku.” Dengan cepat dia memperbaiki kesalahan, sadar jika baru saja dia menyepelekan istrinya.“Meski berada di kursi roda, bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa,” ujar Kenny dengan nada dingin.“Aku hanya khawatir terjadi sesuatu padamu saat aku sedang tidak berada di rumah, apalagi peternakan s
“Apakah kamu keberatan jika kita satu kamar?” Calvin balik bertanya untuk memastikan kenyamanan Kenny.“Aku …” Kenny menggantung ucapannya karena malu jika mengatakan jika dirinya merasa senang mereka bisa satu kamar, rasanya terlihat dirinya sedang melemparkan diri pada Calvin.Raut ragu di wajah Kenny ditangkap berbeda oleh Calvin, mengira jika istrinya itu merasa keberatan dengan kamar mereka yang menjadi satu.“Kita tidak mungkin tidur di kamar terpisah karena mamaku sering ke sini. Dia akan curiga jika pernikahan kita tidak serius. Aku harap kamu bisa mengerti,” terang Calvin mengira jika itu bisa menenangkan Kenny.Namun untuk kesekian kalinya Kenny harus menelan kekecewaan karena ternyata masalah kamar pun mertuanya masih ikut campur dan Calvin tidak benar-benar berharap mereka berada di dalam satu kamar.“Bagaimana denganmu? Apakah kamu merasa keberatan?” Ganti Kenny memastikan apa mau suaminya sebenarnya.Tak langsung menjawab, Calvin meletakkannya ke atas ranjang dan menjauh
Kenny mengira persiapan yang Calvin katakan adalah persiapan sederhana karena pernikahan mereka hanya dihadiri keluarga inti, namun sungguh mengejutkan ketika orang tua Calvin membawa tim penata rias untuk mengubah penampilannya.“Apakah ini tidak terlalu berlebihan? Bukankah tidak banyak orang yang hadir?” tanya Kenny menatap gaun pengantin yang dikenakan. Dia merasa tidak sempurna mengenakannya karena gaun itu terlipat kusut di antara tubuh dan kursi roda yang menopangnya.“Tentu saja tidak, hari ini adalah momen sakral kalian yang hanya sekali seumur hidup, sudah sepantasnya kamu berdandan cantik dan anggun.” Cameron menjawab protes calon menantunya.Tatapan Kenny berubah menjadi tatapan nanar mendengar jawaban Cameron yang berharap banyak padanya padahal pernikahannya dengan Calvin tidak memiliki masa depan, bahkan mereka sudah sepakat bercerai sebelum pernikahan digelar.Kenny hanya tersenyum masam menanggapi, menahan gejolak di dalam hati karena merasa telah membohongi kedua ora
Keesokan harinya, Jamie datang membuka pintu kamar rawat putrinya dengan kasar. “Kenapa pria brengsek itu tidak menghubungiku untuk membahas pernikahannya denganmu?”“Aku yang menolak pernikahan itu karena aku tahu rencana licik papa,” terang Kenny.“Dasar bodoh! Siapa yang akan merawatmu ketika kamu tidak bisa melakukan apa pun? Siapa yang akan memberimu makan? Apakah kamu tidak sadar jika sekarang sudah menjadi wanita cacat? Tidak akan ada pria yang mau menikahimu. Jangan harap aku akan memberimu uang,” murka Jamie.Mendengar perkataan menyakitkan dari papanya, air mata Kenny langsung meleleh keluar. Di saat keadaannya tidak baik-baik saja seperti sekarang ini, seharusnya papanya memberinya semangat dan tidak merendahkannya, namun yang terjadi malah sebaliknya, mulut pedas papanya berhasil menghancurkan hatinya, membuat rasa percaya dirinya runtuh.Sambil mengumpulkan keberanian, Kenny berkata, “seharusnya aku menjadi tanggung jawabmu bukan tanggung jawab seorang pria asing yang sama