Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”
Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”
“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”
“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.
“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”
“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul tanggung jawab tersebut.
“Tujuanku pulang bukan sepenuhnya karena papa membutuhkanku tetapi karenamu.”
“Karenaku?” pekik Ceysa terkejut. “Apa maksudmu karenaku? Apakah waktu itu kamu sudah bisa menebak jika aku bakal meminta bantuanmu?”
“Bukan begitu,” sanggah Calvin cepat. “Aku bertahan hidup di kota karena ingin dekat denganmu dan saat mendengar berita pernikahanmu, aku tidak punya semangat lagi untuk hidup di sana. Untuk itulah aku menjual semua aset yang aku miliki di kota dan kembali ke sini untuk memulai hidup baru jauh darimu.”
“Aku tidak mengerti maksudmu, Calvin. Jangan membuatku salah paham dengan apa yang kamu katakan.”
“Sudah lama aku menyukaimu, Ceysa. Tidakkah kamu mengerti perasaanku? Berita tentang pernikahanmu adalah kepedihan mendalam bagiku, sehingga saat kamu datang ke apartermenku, aku berlaku egois karena hatiku merasa senang kamu meninggalkan suamimu.”
Ceysa seketika beranjak dari tempat duduknya dan menjauh dari Calvin. “Cukup! Jangan teruskan apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak ingin persahabatan kita rusak karena keegoisanmu.”
“Kamu bilang kamu tidak mencintai suamimu karena itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku. Aku memiliki masa depan bersamamu, aku bisa memberimu kebahagiaan dan semua tanah yang aku miliki bisa menjadi milikmu. Aku akan setia padamu dan tidak akan pernah mengkhianatimu seperti apa yang papa dan suamimu lakukan.”
“Aku bilang cukup!” seru Ceysa menghentikan perkataan Calvin. “Aku kira kamu mengerti perasaanku karena kamu adalah satu-satu orang yang dekat denganku, tetapi aku salah menilaimu. Aku tidak mencintai Olsen, bukan berarti aku bisa mencintaimu. Bahkan aku ragu bisa mencintai seorang pria karena papaku telah memberiku stigma negatif tentang kehidupan seorang pria.”
“Jika kamu mau hidup bersamaku, aku pastikan stigma negatif itu akan hilang dari pikiranmu,” Calvin berusaha menyakinkan Ceysa.
“Itu tidak akan mudah, Calvin.”
“Aku tidak bilang itu mudah, tetapi aku yakin itu bukan hal yang mustahil. Aku akan melimpahimu dengan cinta, kita akan hidup seperti papa dan mamaku yang saling mencintai dan bahagia sampai mereka tua.”
Ceysa terdiam, mengingat lagi kehidupan orang tua Calvin yang hangat dan penuh kebahagiaan, kehidupan yang dia impikan selama ini.
Calvin kemudian berjalan mendekati Ceysa dan menggenggam tangan wanita itu. “Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, tetapi renungkanlah perkataanku. Aku berjanji akan memberimu kebahagiaan. Jika kamu bersedia hidup denganku, kamu bisa menceraikan suamimu dan kita bisa menikah.”
Pembicaraan Ceysa dan Calvin terhenti ketika suara bariton mengejutkan mereka. “Lepaskan tanganmu dari tangan istriku! Kami tidak akan bercerai sampai kapanpun, jadi kubur saja mimpimu itu.”
Ceysa membeku saat menoleh dan menemukan Olsen ada di hadapannya. Dia segera menarik tangannya dari genggaman tangan Calvin. “Olsen ...? ba-bagaimana kamu bisa berada di sini?”
Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, dengan langkah panjang Olsen mendekati Calvin dan meninju wajah pria itu dengan keras hingga Calvin jatuh terhempas ke tanah.
“Olsen, hentikan!” teriak Ceysa.
“Dari kemarin aku ingin membunuh seseorang, hari ini akhirnya aku bisa melakukannya,” geram Olsen penuh dengan kemarahan.
Ceysa tidak tega melihat Calvin terus mendapat pukulan dari Olsen, hingga hampir tak sadarkan diri. Dia berlari dan menutupi tubuh Calvin dengan tubuhnya agar suaminya menghentikan pukulannya. “Hentikan pukulanmu, Olsen! Kamu bisa membunuhnya.”
“Aku memang ingin membunuhnya, gara-gara pria ini kamu pergi dariku. Apa yang dia berikan padamu sehingga kamu bersikap seperti wanita jalang, meninggalkan suamimu demi pergi bersama pria ini?” tuduh Olsen.
“Wanita jalang? kekasihmu itu yang wanita jalang. Cocok sekali jika kalian hidup bersama, pria brengsek bersanding dengan wanita jalang. Sebelum menuduh seseorang, intropeksilah terlebih dahulu terhadap dirimu sendiri. Aku pergi bukan karena Calvin tetapi karena perbuatanmu yang menjijikkan.”
Ceysa berusaha membela diri sekaligus marah dengan semua tuduhan yang Olsen tujukan padanya.
Olsen menyeringai sinis mendengar apa yang Ceysa ucapkan. “Benarkah kamu pergi karena surat dari Fania? jika benar, kenapa kamu tidak meminta penjelasan padaku, tetapi malah kabur dengan seorang pria? Bahkan tidak peduli dengan statusmu yang telah menjadi seorang istri. Aku juga melihatmu menikmati hari-harimu disini dengan kekasihmu itu. Jangan harap aku akan membiarkanmu bahagia bersama bajingan itu,” ancam Olsen dengan tatapan membunuh ke arah Calvin yang membuat Ceysa semakin melindungi pria itu, memastikan jika suaminya tak melukai Calvin lagi.
Sikap protektif Ceysa, membuat mata Olsen menyipit dingin dan tajam seolah bisa membekukan tubuh istrinya.
“Pergilah, Olsen! Maafkan aku jika aku kabur dari pernikahan kita. Kita bisa membicarakan hal itu setelah hatimu tenang kembali.”
“Ikut denganku sekarang juga dan tinggalkan pria itu,” ucap Olsen sambil mengulurkan tangan pada Ceysa, mengajak wanita itu untuk pulang dan kembali padanya.
Ceysa membiarkan tangan Olsen menggantung di udara, dia menatap Calvin yang terbaring tak berdaya, tidak mungkin dia meninggalkan pria itu begitu saja. Apa lagi mengingat bantuan Calvin yang begitu banyak untuknya, demi rasa kemanusiaan, dia pun memutuskan untuk tetap tinggal.
“Aku tidak bisa meninggalkan Calvin disini sendirian. Pergilah Olsen! Aku yang akan datang ke rumahmu setelah semua gosip yang sedang memanas ini mereda,” mohon Ceysa yang membuat hati Olsen terluka.
“Aku tidak ingin kamu tinggal bersama pria ini, ikutlah denganku sekarang juga!” ujar Olsen yang kemudian menarik paksa tangan istrinya, tetapi dengan cepat Ceysa menghentakkan tangan suaminya.
“Sikapmu sangat persis seperti papaku, pria egois dan pemaksa. Kenapa kamu tidak menikah saja dengan Fania jika kamu tahu wanita itu sedang mengandung anakmu?” geram Ceysa.
“Bagaimana jika aku bilang anak yang Fania kandung bukan anakku? Apakah kamu akan percaya?” pancing Olsen.
Ceysa menatap manik mata suaminya mencari kebohongan di sana, meski tidak dia dapatkan namun dia tetap memilih untuk tidak mempercayai kata hatinya dan memilih fakta yang terlihat. “Mustahil dia bukan anakmu, aku melihat foto kalian tidur bersama. Jangan mengelak hanya karena kamu takut jika media menghakimimu.”
“Sudah aku duga kamu tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan. Percuma bicara denganmu, kita pulang sekarang,” Olsen kembali memaksa istrinya untuk pulang bersamanya.
“Aku tidak akan pulang denganmu, aku tidak sudi hidup bersamamu. Aku akan tetap tinggal di sini dan membangun masa depan disini. Aku akan bicara dengan papa tentang keputusan yang aku buat, sudah saatnya aku pergi dari rumah orang tuaku demi impianku.” Ceysa bersikeras dengan keputusannya.
“Apakah kamu tidak punya rasa malu? Kamu istriku, tetapi lebih memilih hidup dengan kekasihmu dibanding dengan suamimu sendiri.” Kemarahan Olsen semakin memuncak.
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Ceysa menatap wajah suaminya penuh selidik, namun dia tidak bisa mengartikan ekspresi pria itu. “Ada kalanya kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri dan butuh orang lain untuk melihatnya,” ujarnya.“Kenapa kamu menakutkan hal yang belum tentu terjadi? Tentu saja aku tidak akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Fania.”Olsen memberi jaminan padanya tapi lagi-lagi Ceysa sulit percaya pada perkataan pria itu.“Terkadang apa yang dikatakan saat ini tidak seperti yang terjadi pada saatnya nanti,” gumam Ceysa yang kemudian pergi menjauh dari hadapan suaminya.Ceysa mengurung diri di kamar, ingatan tentang papanya kembali mengusiknya. Pria yang seharusnya menjadi teladan dan kebanggaan dirinya, telah merusak gambaran tentang seorang pria yang bisa dia percayai.Keluarga mereka dulu sangat bahagia, wajah mamanya selalu memerah dan senyum terus terkembang di wajahnya ketika papanya menggodanya, namun kebahagiaan itu hancur karena orang ketiga. Papanya selalu menyangkal jika dia berselin
“Apa yang Anda lakukan sangat beresiko, kenapa Anda mendatangi sarang serigala? Fania bisa memanfaatkan keadaan karena kecerobohan Anda,” Tony memperingatkan Olsen.“Aku tidak akan membiarkan wanita jalang itu mengganggu Ceysa. Dia mendatangi istriku dan membuatnya bermimpi buruk,” geram Olsen.“Seberapa besar cinta Anda terhadap istri Anda? kenapa Anda tidak pernah mengatakan perasaan Anda yang sebenarnya pada nona Ceysa agar dia mengerti semua pengorbanan yang telah Anda lakukan.”Olsen langsung menatap Tony dengan tatapan dingin. “Aku tidak butuh ceramahmu, jangan pernah kamu mengungkit apa yang kamu katakan tadi.”“Maaf jika tidak membuat Anda senang, tapi aaya mengatakan ini sebagai teman, bukan sebagai sekretaris.” Tony hanya ingin yang terbaik buat atasannya tersebut.“Siapa yang menganggapmu sebagai teman? Cepat jalankan mobilnya! Ada pertemuan penting yang harus aku hadiri pagi ini. Kedepannya jangan pernah kamu mencampuri urusan pribadiku lagi.”Tony terdiam tak tersinggung
Beberapa kali Ceysa menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang telah dia perbuat. Tidak bisa terus memikirkan ciuman pertamanya karena Olsen menunggunya di mobil, dia pun dengan cepat mengambil tas make up dan berlari menyusul suaminya ke mobil.Suasana di mobil pun terasa canggung, Ceysa sesekali melirik ke arah Olsen yang kini serius mengemudikan mobilnya tanpa mengatakan apapun. Dia kemudian mengambil tisu dan membersihkan lipstik yang belepotan di bibirnya lalu memperbaiki dandanannya, beruntung sebelum sampai tempat pesta, dandanannya sudah beres.Tangannya hendak membuka pintu mobil ketika tiba-tiba Olsen menghentikan gerakannya. Ceysa menoleh dan terhenyak ketika wajahnya sangat dekat dengan wajah suaminya.“Olsen ...” panggilnya yang terdengar seperti desahan lembut di telinga Olsen.Ibu jari pria itu terulur lalu mengusap pinggir bibirnya, membuat kulit Ceysa meremang. “Masih ada lipstik yang belepotan di ujung bibirmu,” gumamnya dengan suara yang membuat Ceysa menelan
Seperti yang Olsen katakan, sebelum matahari tenggelam mereka sudah sampai di rumah. Ketika Ceysa keluar dari kamar mandi, dia tidak mendapatkan Olsen di kamar. Dia kemudian keluar dari kamar dan disambut dengan suara merdu alunan musik yang mengingatkannya dengan lagu yang di putar di pernikahannya.“Ada apa ini? apakah kita merayakan sesuatu?” tanya Ceysa ketika melihat suaminya keluar dari ruang penyimpanan minuman sambil membawa sebotol wine.Olsen meletakkan botol minuman yang dia bawa, lalu berjalan mendekati istrinya. Tangannya terulur, membuat Ceysa mengerutkan kening penuh tanda tanya.“Maukah kamu berdansa denganku? Kita belum sempat melakukannya saat acara pernikahan,” ajak Olsen.Ceysa terdiam sambil menatap tangan suaminya, rasa bersalah menyelinap masuk ke relung hatinya. “Soal itu, maafkan aku. Aku mempermalukanmu di depan semua tamumu.”“Lupakan yang sudah terjadi, kita perbaiki kesalahan yang lalu. Jadi, maukah kamu berdansa denganku?” desak Olsen.Tangan Ceysa menyam
“Olsen, berhenti! Ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhku,” engah Ceysa sambil berusaha mendorong tangan suaminya yang bergerak semakin cepat di dalamnya.“Meledaklah! Aku ingin melihatmu meledak di depanku,” balas Olsen yang langsung menahan kedua tangan Ceysa dan menaikkan ke atas kepala wanita itu.Ceysa berteriak keras ketika dirinya meledak untuk pertama kali, nafasnya terengah kasar dengan tubuh lunglai. Beruntung Olsen segera menangkap dan menahan tubuhnya sehingga Ceysa tidak jatuh ke lantai kamar mandi.Dia menopang kepala Ceysa di bahunya dan mengusap punggung telanjang istrinya untuk menormalkan nafas dan detak jantung wanita itu. “Ayo kita sudahi acara mandi ini, aku tidak ingin kamu sakit karena terlalu lama diguyur air dingin,” ucap Olsen.“Kamu yang membuat acara mandiku jadi lama,” gerutu Ceysa ketika nafasnya sudah kembali normal.“Aku akan menghangatkanmu,” goda Olsen.“Jangan menggodaku!”Olsen terkekeh merespon sikap istrinya. “Hari ini aku akan mengajakmu mende
Beberapa hari tinggal di White Forest di dalam perawatan Olsen, membuat Ceysa sembuh dengan cepat. Suasana White Forest yang tenang dan jauh dari keramaian serta akses internet yang dibatasi sehingga Ceysa tidak mendengar berita-berita yang beredar di media massa, berdampak positif terhadap kesehatannya.Pipinya yang tirus dan pucat, kini tampak berisi dan memerah, sangat menggemaskan bagi Olsen. Tak heran jika pria itu sangat suka mengusap pipi kemerahan istrinya yang membuat Ceysa salah tingkah.Meski jauh dari keramaian, bukan berarti mereka kesulitan dengan kebutuhan sehari-hari karena beberapa ratus meter dari rumah mereka, ada penjaga yang mengamankan White Forest dan beberapa pelayan yang sesekali datang untuk membersihkan rumah tersebut.Bangun dengan Olsen ada di sampingnya sudah menjadi kebiasaan bagi Ceysa yang tak lagi membuat dia merasa canggung. Seperti matahari yang bersinar menghangatkan kamar mereka, wajah tampan Olsen yang dia tatap pertama kali saat membuka mata, ma
Cesya menatap makanannya yang terasa hambar dan pahit, bukan karena masakan Olsen tidak enak, tetapi karena mulutnya belum bisa merasakan apa yang dia makan. Obat-obatan yang dikonsumsi, membuat apapun yang masuk ke dalam mulutnya terasa pahit.Tidak ingin mendapat ocehan dari Olsen, dia berusaha menghabiskan makanan tersebut meski dengan perjuangan yang tidak mudah. Beruntung saat suaminya masuk ke kamar, mangkuknya sudah bersih. Olsen yang melihatnya tersenyum senang dan tidak banyak bicara lagi.“Apakah kamu butuh kursi roda untuk berkeliling rumah ini?” tanya Olsen setelah Ceysa meminum obatnya.“Aku harus melatih kakiku yang sudah lama tidak aku gunakan, jadi aku rasa aku tidak membutuhkan kursi roda,” jawab Ceysa yang tidak ingin dianggap sebagai orang penyakitan.“Aku akan membantumu kalau begitu, apakah kamu mau jalan sekarang?”Mata Ceysa kembali menatap tubuh telanjang suaminya, lalu menggeleng. “Aku tidak akan pergi jika kamu masih berkeliaran di rumah ini tanpa mengenakan
Suara kicau burung yang merdu membangunkan Ceysa dari tidur. Dia membuka mata dan menatap ke jendela kamar, terlihat embun membasahi kaca jendela dan kabut terlihat di luar kamar.Hari telah pagi dan dia masih memendam kemarahan pada suaminya. Pertengkarannya kemarin masih membuatnya enggan bicara dengan pria itu. Ceysa membalikkan tubuhnya untuk membuat dirinya nyaman, namun terkejut ketika melihat Olsen tidur di sampingnya.Untuk sejenak Ceysa membeku karena tidak bisa memungkiri ketampanan suaminya, apalagi saat melihatnya masih tidur tanpa ekspresi. Wajah pria itu seperti magnet yang membuatnya tak bisa mengalihkan tatapannya.Dia melirik ke selimut tebal yang menutupi tubuh suaminya, di balik selimut itu dia sangat yakin Olsen bertelanjang dada tanpa memakai pakaian atasnya. Hal tersebut membuat wajahnya memanas apalagi saat ingat jika ini adalah kali pertama bagi dirinya yang terbangun dengan keberadaan Olsen di sampingnya.Kebekuan Ceysa berlanjut ketika Olsen tiba-tiba membuk
Saat Ceysa terbangun dengan aroma segar rumput dan dedaunan yang menyeruak masuk ke indera pembaunya. Perlahan matanya terbuka dengan pandangan yang masih kabur. Dia berusaha memfokuskan tatapannya agar pandangannya menjadi jernih, namun yang terjadi malah kepalanya berdenyut sangat sakit dan rasa mual menghantam perutnya.“Kepalaku ...” serunya serak sambil menjambak rambutnya sendiri karena rasa sakit yang tak tertahankan.Dia berusaha untuk duduk, namun hal itu malah membuat keadaan semakin memburuk, denyut menyakitkan itu sungguh menyiksa.Di tengah rasa sakit sesuatu yang hangat mendekapnya, usapan lembut terasa di punggungnya membuat Ceysa merasa tenang meski rasa sakit itu sama sekali tidak mereda.“Kamu akan baik-baik saja, jangan panik, ambil nafas panjang dan keluarkan pelan-pelan.” Suara bariton yang parau dan berat memberinya arahan agar dirinya lebih tenang.Demi mengurangi rasa sakit, Ceysa melakukan apa yang dia dengar. Setelah melakukan beberapa kali, rasa paniknya be
Perang dingin antara Ceysa dan Olsen belum juga berakhir. Sudah hampir seminggu mereka tidur terpisah dan Olsen jarang pulang sehingga Ceysa hampir tidak pernah melihat suaminya tersebut. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada rasa rindu yang merayap mengusik kenyamanannya.Ada rasa penyesalan menyuruh Olsen menjauh darinya, tetapi setiap kali dia mengingat perbuatan pria itu, rasa kesal dan marah membuatnya tak ingin berdekatan dengan suaminya. Dia ingin Olsen menyadari kesalahannya dan tak menyangkal lagi.Siang ini Ceysa berdiri di balik jendela, berharap Olsen pulang. Dia tidak berharap bertemu dengan suaminya, tetapi dia hanya ingin melihatnya dari jauh agar rasa rindunya terobati. Sayangnya, apa yang dia harapkan hanyalah sia-sia, jalanan di depan rumahnya tetap kosong, tanpa mobil Olsen yang melintas.Lamunan Ceysa buyar ketika suara notifikasi dari ponselnya terdengar. Dia membuka dan membaca berita terupdate yang baru saja diterimanya dan langsung terbelalak kaget. Tangan g
Di tempat lain, Olsen juga membaca apa yang Ceysa baca. Dia membanting ponsel saking marahnya, membuat Tony yang berdiri di samping pria itu terlonjak kaget.“Aku tidak bisa tinggal diam lagi, kesabaranku telah habis. Cari tahu tentang kehamilan Fania, aku benar-benar akan menghancurkan wanita itu,” perintah Olsen pada Tony.“Saya akan segera mencari tahu tentang hal tersebut. Bagaimana dengan berita Anda di pesta semalam? Apakah saya perlu menghentikannya?”“Tuntut saja media tersebut atas pencemaran nama baik, buat penerbitnya tutup.”“Haruskah Anda sampai menutup penerbitnya? Apakah Anda tidak merasa kasihan pada karyawan mereka?”“Siapapun yang membuat istriku resah, akan aku hancurkan. Aku masih bisa diam jika mereka menyerangku, tapi sekali saja mereka menyerang istriku, aku akan membuat mereka hancur.”Tony menghela nafas panjang dan mengangguk patuh menyetujui perintah atasannya. “Apakah saya sudah bisa keluar dari ruangan Anda?”“Satu hal lagi, cari identitas pria yang berani
Nafas Ceysa tercekat ketika bibir panas Olsen menyentuh kulit punggungnya. Pria itu menghujaninya dengan kecupan yang membuat tubuhnya meremang dan inti miliknya memanas dan terasa lembab.Dia memejamkan mata dan menggigit bibir, menahan desahan agar tidak keluar dari mulutnya. Baru kali ini ada pria yang menyentuhnya begitu intim, membuat seluruh indera terbangun merespon sentuhan itu, semua syaraf pun terasa lebih sensitif.Tangan Ceysa menggenggam kuat dengan kaki mengepit rapat karena gairah yang tersulut dalam dirinya. “Olsen, berhentilah! Jangan melakukan apa yang tidak ingin aku lakukan!”Olsen membalikkan tubuh istrinya hingga mereka berhadapan. Perlahan mata Ceysa terbuka dan bertabrakan dengan manik mata suaminya yang menggelap.“Jangan pernah membiarkan satu pria pun menyentuhmu atau aku akan melakukan hal yang lebih gila dari ini. Mengerti!” gertak Olsen dengan bibir yang sangat dekat dengan bibir Ceysa hingga wanita itu bisa merasakan hembusan nafas suaminya dan gerakan b