Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Ceysa menatap wajah suaminya penuh selidik, namun dia tidak bisa mengartikan ekspresi pria itu. “Ada kalanya kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri dan butuh orang lain untuk melihatnya,” ujarnya.“Kenapa kamu menakutkan hal yang belum tentu terjadi? Tentu saja aku tidak akan memperlakukanmu seperti aku memperlakukan Fania.”Olsen memberi jaminan padanya tapi lagi-lagi Ceysa sulit percaya pada perkataan pria itu.“Terkadang apa yang dikatakan saat ini tidak seperti yang terjadi pada saatnya nanti,” gumam Ceysa yang kemudian pergi menjauh dari hadapan suaminya.Ceysa mengurung diri di kamar, ingatan tentang papanya kembali mengusiknya. Pria yang seharusnya menjadi teladan dan kebanggaan dirinya, telah merusak gambaran tentang seorang pria yang bisa dia percayai.Keluarga mereka dulu sangat bahagia, wajah mamanya selalu memerah dan senyum terus terkembang di wajahnya ketika papanya menggodanya, namun kebahagiaan itu hancur karena orang ketiga. Papanya selalu menyangkal jika dia berselin
“Apa yang Anda lakukan sangat beresiko, kenapa Anda mendatangi sarang serigala? Fania bisa memanfaatkan keadaan karena kecerobohan Anda,” Tony memperingatkan Olsen.“Aku tidak akan membiarkan wanita jalang itu mengganggu Ceysa. Dia mendatangi istriku dan membuatnya bermimpi buruk,” geram Olsen.“Seberapa besar cinta Anda terhadap istri Anda? kenapa Anda tidak pernah mengatakan perasaan Anda yang sebenarnya pada nona Ceysa agar dia mengerti semua pengorbanan yang telah Anda lakukan.”Olsen langsung menatap Tony dengan tatapan dingin. “Aku tidak butuh ceramahmu, jangan pernah kamu mengungkit apa yang kamu katakan tadi.”“Maaf jika tidak membuat Anda senang, tapi aaya mengatakan ini sebagai teman, bukan sebagai sekretaris.” Tony hanya ingin yang terbaik buat atasannya tersebut.“Siapa yang menganggapmu sebagai teman? Cepat jalankan mobilnya! Ada pertemuan penting yang harus aku hadiri pagi ini. Kedepannya jangan pernah kamu mencampuri urusan pribadiku lagi.”Tony terdiam tak tersinggung
Beberapa kali Ceysa menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang telah dia perbuat. Tidak bisa terus memikirkan ciuman pertamanya karena Olsen menunggunya di mobil, dia pun dengan cepat mengambil tas make up dan berlari menyusul suaminya ke mobil.Suasana di mobil pun terasa canggung, Ceysa sesekali melirik ke arah Olsen yang kini serius mengemudikan mobilnya tanpa mengatakan apapun. Dia kemudian mengambil tisu dan membersihkan lipstik yang belepotan di bibirnya lalu memperbaiki dandanannya, beruntung sebelum sampai tempat pesta, dandanannya sudah beres.Tangannya hendak membuka pintu mobil ketika tiba-tiba Olsen menghentikan gerakannya. Ceysa menoleh dan terhenyak ketika wajahnya sangat dekat dengan wajah suaminya.“Olsen ...” panggilnya yang terdengar seperti desahan lembut di telinga Olsen.Ibu jari pria itu terulur lalu mengusap pinggir bibirnya, membuat kulit Ceysa meremang. “Masih ada lipstik yang belepotan di ujung bibirmu,” gumamnya dengan suara yang membuat Ceysa menelan
Nafas Ceysa tercekat ketika bibir panas Olsen menyentuh kulit punggungnya. Pria itu menghujaninya dengan kecupan yang membuat tubuhnya meremang dan inti miliknya memanas dan terasa lembab.Dia memejamkan mata dan menggigit bibir, menahan desahan agar tidak keluar dari mulutnya. Baru kali ini ada pria yang menyentuhnya begitu intim, membuat seluruh indera terbangun merespon sentuhan itu, semua syaraf pun terasa lebih sensitif.Tangan Ceysa menggenggam kuat dengan kaki mengepit rapat karena gairah yang tersulut dalam dirinya. “Olsen, berhentilah! Jangan melakukan apa yang tidak ingin aku lakukan!”Olsen membalikkan tubuh istrinya hingga mereka berhadapan. Perlahan mata Ceysa terbuka dan bertabrakan dengan manik mata suaminya yang menggelap.“Jangan pernah membiarkan satu pria pun menyentuhmu atau aku akan melakukan hal yang lebih gila dari ini. Mengerti!” gertak Olsen dengan bibir yang sangat dekat dengan bibir Ceysa hingga wanita itu bisa merasakan hembusan nafas suaminya dan gerakan b
Seperti yang Olsen katakan, sebelum matahari tenggelam mereka sudah sampai di rumah. Ketika Ceysa keluar dari kamar mandi, dia tidak mendapatkan Olsen di kamar. Dia kemudian keluar dari kamar dan disambut dengan suara merdu alunan musik yang mengingatkannya dengan lagu yang di putar di pernikahannya.“Ada apa ini? apakah kita merayakan sesuatu?” tanya Ceysa ketika melihat suaminya keluar dari ruang penyimpanan minuman sambil membawa sebotol wine.Olsen meletakkan botol minuman yang dia bawa, lalu berjalan mendekati istrinya. Tangannya terulur, membuat Ceysa mengerutkan kening penuh tanda tanya.“Maukah kamu berdansa denganku? Kita belum sempat melakukannya saat acara pernikahan,” ajak Olsen.Ceysa terdiam sambil menatap tangan suaminya, rasa bersalah menyelinap masuk ke relung hatinya. “Soal itu, maafkan aku. Aku mempermalukanmu di depan semua tamumu.”“Lupakan yang sudah terjadi, kita perbaiki kesalahan yang lalu. Jadi, maukah kamu berdansa denganku?” desak Olsen.Tangan Ceysa menyam
“Olsen, berhenti! Ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhku,” engah Ceysa sambil berusaha mendorong tangan suaminya yang bergerak semakin cepat di dalamnya.“Meledaklah! Aku ingin melihatmu meledak di depanku,” balas Olsen yang langsung menahan kedua tangan Ceysa dan menaikkan ke atas kepala wanita itu.Ceysa berteriak keras ketika dirinya meledak untuk pertama kali, nafasnya terengah kasar dengan tubuh lunglai. Beruntung Olsen segera menangkap dan menahan tubuhnya sehingga Ceysa tidak jatuh ke lantai kamar mandi.Dia menopang kepala Ceysa di bahunya dan mengusap punggung telanjang istrinya untuk menormalkan nafas dan detak jantung wanita itu. “Ayo kita sudahi acara mandi ini, aku tidak ingin kamu sakit karena terlalu lama diguyur air dingin,” ucap Olsen.“Kamu yang membuat acara mandiku jadi lama,” gerutu Ceysa ketika nafasnya sudah kembali normal.“Aku akan menghangatkanmu,” goda Olsen.“Jangan menggodaku!”Olsen terkekeh merespon sikap istrinya. “Hari ini aku akan mengajakmu mende
Beberapa hari tinggal di White Forest di dalam perawatan Olsen, membuat Ceysa sembuh dengan cepat. Suasana White Forest yang tenang dan jauh dari keramaian serta akses internet yang dibatasi sehingga Ceysa tidak mendengar berita-berita yang beredar di media massa, berdampak positif terhadap kesehatannya.Pipinya yang tirus dan pucat, kini tampak berisi dan memerah, sangat menggemaskan bagi Olsen. Tak heran jika pria itu sangat suka mengusap pipi kemerahan istrinya yang membuat Ceysa salah tingkah.Meski jauh dari keramaian, bukan berarti mereka kesulitan dengan kebutuhan sehari-hari karena beberapa ratus meter dari rumah mereka, ada penjaga yang mengamankan White Forest dan beberapa pelayan yang sesekali datang untuk membersihkan rumah tersebut.Bangun dengan Olsen ada di sampingnya sudah menjadi kebiasaan bagi Ceysa yang tak lagi membuat dia merasa canggung. Seperti matahari yang bersinar menghangatkan kamar mereka, wajah tampan Olsen yang dia tatap pertama kali saat membuka mata, ma
Cesya menatap makanannya yang terasa hambar dan pahit, bukan karena masakan Olsen tidak enak, tetapi karena mulutnya belum bisa merasakan apa yang dia makan. Obat-obatan yang dikonsumsi, membuat apapun yang masuk ke dalam mulutnya terasa pahit.Tidak ingin mendapat ocehan dari Olsen, dia berusaha menghabiskan makanan tersebut meski dengan perjuangan yang tidak mudah. Beruntung saat suaminya masuk ke kamar, mangkuknya sudah bersih. Olsen yang melihatnya tersenyum senang dan tidak banyak bicara lagi.“Apakah kamu butuh kursi roda untuk berkeliling rumah ini?” tanya Olsen setelah Ceysa meminum obatnya.“Aku harus melatih kakiku yang sudah lama tidak aku gunakan, jadi aku rasa aku tidak membutuhkan kursi roda,” jawab Ceysa yang tidak ingin dianggap sebagai orang penyakitan.“Aku akan membantumu kalau begitu, apakah kamu mau jalan sekarang?”Mata Ceysa kembali menatap tubuh telanjang suaminya, lalu menggeleng. “Aku tidak akan pergi jika kamu masih berkeliaran di rumah ini tanpa mengenakan
Suara kicau burung yang merdu membangunkan Ceysa dari tidur. Dia membuka mata dan menatap ke jendela kamar, terlihat embun membasahi kaca jendela dan kabut terlihat di luar kamar.Hari telah pagi dan dia masih memendam kemarahan pada suaminya. Pertengkarannya kemarin masih membuatnya enggan bicara dengan pria itu. Ceysa membalikkan tubuhnya untuk membuat dirinya nyaman, namun terkejut ketika melihat Olsen tidur di sampingnya.Untuk sejenak Ceysa membeku karena tidak bisa memungkiri ketampanan suaminya, apalagi saat melihatnya masih tidur tanpa ekspresi. Wajah pria itu seperti magnet yang membuatnya tak bisa mengalihkan tatapannya.Dia melirik ke selimut tebal yang menutupi tubuh suaminya, di balik selimut itu dia sangat yakin Olsen bertelanjang dada tanpa memakai pakaian atasnya. Hal tersebut membuat wajahnya memanas apalagi saat ingat jika ini adalah kali pertama bagi dirinya yang terbangun dengan keberadaan Olsen di sampingnya.Kebekuan Ceysa berlanjut ketika Olsen tiba-tiba membuk
Saat Ceysa terbangun dengan aroma segar rumput dan dedaunan yang menyeruak masuk ke indera pembaunya. Perlahan matanya terbuka dengan pandangan yang masih kabur. Dia berusaha memfokuskan tatapannya agar pandangannya menjadi jernih, namun yang terjadi malah kepalanya berdenyut sangat sakit dan rasa mual menghantam perutnya.“Kepalaku ...” serunya serak sambil menjambak rambutnya sendiri karena rasa sakit yang tak tertahankan.Dia berusaha untuk duduk, namun hal itu malah membuat keadaan semakin memburuk, denyut menyakitkan itu sungguh menyiksa.Di tengah rasa sakit sesuatu yang hangat mendekapnya, usapan lembut terasa di punggungnya membuat Ceysa merasa tenang meski rasa sakit itu sama sekali tidak mereda.“Kamu akan baik-baik saja, jangan panik, ambil nafas panjang dan keluarkan pelan-pelan.” Suara bariton yang parau dan berat memberinya arahan agar dirinya lebih tenang.Demi mengurangi rasa sakit, Ceysa melakukan apa yang dia dengar. Setelah melakukan beberapa kali, rasa paniknya be
Perang dingin antara Ceysa dan Olsen belum juga berakhir. Sudah hampir seminggu mereka tidur terpisah dan Olsen jarang pulang sehingga Ceysa hampir tidak pernah melihat suaminya tersebut. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada rasa rindu yang merayap mengusik kenyamanannya.Ada rasa penyesalan menyuruh Olsen menjauh darinya, tetapi setiap kali dia mengingat perbuatan pria itu, rasa kesal dan marah membuatnya tak ingin berdekatan dengan suaminya. Dia ingin Olsen menyadari kesalahannya dan tak menyangkal lagi.Siang ini Ceysa berdiri di balik jendela, berharap Olsen pulang. Dia tidak berharap bertemu dengan suaminya, tetapi dia hanya ingin melihatnya dari jauh agar rasa rindunya terobati. Sayangnya, apa yang dia harapkan hanyalah sia-sia, jalanan di depan rumahnya tetap kosong, tanpa mobil Olsen yang melintas.Lamunan Ceysa buyar ketika suara notifikasi dari ponselnya terdengar. Dia membuka dan membaca berita terupdate yang baru saja diterimanya dan langsung terbelalak kaget. Tangan g
Di tempat lain, Olsen juga membaca apa yang Ceysa baca. Dia membanting ponsel saking marahnya, membuat Tony yang berdiri di samping pria itu terlonjak kaget.“Aku tidak bisa tinggal diam lagi, kesabaranku telah habis. Cari tahu tentang kehamilan Fania, aku benar-benar akan menghancurkan wanita itu,” perintah Olsen pada Tony.“Saya akan segera mencari tahu tentang hal tersebut. Bagaimana dengan berita Anda di pesta semalam? Apakah saya perlu menghentikannya?”“Tuntut saja media tersebut atas pencemaran nama baik, buat penerbitnya tutup.”“Haruskah Anda sampai menutup penerbitnya? Apakah Anda tidak merasa kasihan pada karyawan mereka?”“Siapapun yang membuat istriku resah, akan aku hancurkan. Aku masih bisa diam jika mereka menyerangku, tapi sekali saja mereka menyerang istriku, aku akan membuat mereka hancur.”Tony menghela nafas panjang dan mengangguk patuh menyetujui perintah atasannya. “Apakah saya sudah bisa keluar dari ruangan Anda?”“Satu hal lagi, cari identitas pria yang berani
Nafas Ceysa tercekat ketika bibir panas Olsen menyentuh kulit punggungnya. Pria itu menghujaninya dengan kecupan yang membuat tubuhnya meremang dan inti miliknya memanas dan terasa lembab.Dia memejamkan mata dan menggigit bibir, menahan desahan agar tidak keluar dari mulutnya. Baru kali ini ada pria yang menyentuhnya begitu intim, membuat seluruh indera terbangun merespon sentuhan itu, semua syaraf pun terasa lebih sensitif.Tangan Ceysa menggenggam kuat dengan kaki mengepit rapat karena gairah yang tersulut dalam dirinya. “Olsen, berhentilah! Jangan melakukan apa yang tidak ingin aku lakukan!”Olsen membalikkan tubuh istrinya hingga mereka berhadapan. Perlahan mata Ceysa terbuka dan bertabrakan dengan manik mata suaminya yang menggelap.“Jangan pernah membiarkan satu pria pun menyentuhmu atau aku akan melakukan hal yang lebih gila dari ini. Mengerti!” gertak Olsen dengan bibir yang sangat dekat dengan bibir Ceysa hingga wanita itu bisa merasakan hembusan nafas suaminya dan gerakan b