Olsen menyusul Ceysa ke kamar karena tidak sabar menunggu istrinya yang tak kunjung datang ke ballroom, tempat pesta pernikahan mereka berlangsung. Dia terkejut ketika tidak menemukan istrinya di sana.
“Ceysa ...!” panggil Olsen, namun tidak ada yang menyahut.
“Di mana dirimu? Jangan bercanda, semua orang sudah menunggu kita untuk berdansa.”
“Ceysa ...!” panggilnya lagi dengan nada yang lebih tinggi.
Olsen memeriksa setiap sudut kamar dan juga kamar mandi, tetapi tidak menemukan orang yang dia cari. Saat ingin keluar dari kamar, langkahnya tertahan karena kakinya menginjak sesuatu. Dia menurunkan tatapan dan terbelalak melihat foto-foto yang ada di bawah kaki.
“Shiiitt ...!” umpatnya keras sambil mengambil foto-foto tersebut.
Dengan kemarahan memuncak, Olsen meremas foto tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Tangannya mengepal kuat hingga gemetar, matanya memerah dan rahangnya mengeras. Dia tidak akan membiarkan istrinya mempermalukan dirinya di depan semua rekan bisnis yang datang di pesta.
Dia segera berlari keluar kamar sambil menelepon seseorang. “Cari istriku dan temukan dia! Dia kabur dari pesta. Bawa dia padaku apapun keadaannya! Jika perlu, seret paksa wanita itu agar kembali padaku,” ucapnya penuh kemarahan.
*
“Benarkah kamu tidak apa-apa ikut bersamaku ke Greenland? Itu hanya pedesaan kecil di ujung negara ini yang bahkan sebagian besar orang tak mengetahui keberadaannya,” Calvin memastikan keputusan Ceysa bersedia ikut dengannya ke tempat kelahirannya.
“Aku yang seharusnya bertanya padamu, apakah keluargamu tidak keberatan karena aku ikut denganmu?” balas Ceysa.
“Orang tuaku selalu menerima teman-temanku dengan baik, aku yakin mereka tidak akan merasa keberatan dan senang menyambutmu.”
“Aku rasa alasan itu sudah cukup bagiku untuk ikut bersamamu.”
“Maafkan aku karena tidak bisa meminjamkan apartemenku padamu. Aku terlanjur telah menjualnya dan harus pindah ke tempat kelahiranku malam ini. Orang tuaku sedang membutuhkan orang untuk mengelola peternakan dan pertanian yang mereka miliki.”
“Kenapa kamu meminta maaf? kamu tidak bersalah apapun terhadapku.”
“Tetap saja aku mengecewakanmu karena tidak bisa memberimu tempat yang layak.”
“Itu bukan kewajibanmu, aku yang merasa tidak enak karena merepotkanmu.”
“Aku tidak merasa direpotkan, aku malah senang kamu bisa ikut bersamaku.”
Ceysa tersenyum tipis, menahan rasa sungkan pada sahabatnya tersebut. “Terima kasih telah bersedia membantuku, hanya kamu yang aku pikirkan saat aku butuh bantuan. Aku janji akan segera pergi dari Greenland setelah mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal.”
“Terima kasih juga telah memberiku kepercayaan sehingga kamu datang padaku. Kamu tidak perlu buru-buru mencari pekerjaan, tenangkanlah dirimu terlebih dahulu. Aku rasa Green Land akan menjadi tempat yang cocok untukmu karena tempatnya jauh dari keramaian.”
Menanggapi hal tersebut, Ceysa mengangguk pelan lalu memalingkan wajah ke jendela mobil yang dia naiki, menyembunyikan kesedihan dari Calvin. Matanya menatap sendu ke luar jendela, bayangan kemarahan Olsen karena kepergiannya terbesit di pikiran dan membuatnya cemas.
Pria yang memiliki wajah tampan dengan rahang kokoh serta bibir seksi itu akan berubah menjadi monster menakutkan ketika seseorang mengusik ketenangan hidupnya. Ceysa sadar jika dia bukan sekedar mengusik ketenangan Olsen, namun telah mempermalukan pria itu di depan semua rekan bisnisnya.
Memikirkan hal tersebut, membuat tubuhnya menggigil. Hawa dingin merayap mencengkeram dirinya, kekhawatiran membuatnya gelisah dan tidak tenang.
“Apakah kamu merasa kedinginan, tubuhmu menggigil? ada pakaian hangat di kursi belakang kalau kamu mau,” tawar Calvin ketika melihat tubuh Ceysa yang menggigil.
“Ya, aku rasa aku membutuhkannya,” balas Ceysa yang kemudian mengambil pakaian hangat tersebut dan menutupkan ke tubuhnya.
Bukannya merasa hangat, hawa dingin itu malah semakin terasa kental karena bukan udara dingin yang membuatnya menggigil. Dia menyembunyikan tubuhnya yang semakin menggigil di balik pakaian hangat itu dan memejamkan mata pura-pura tidur. Dia tidak ingin Calvin bertanya macam-macam tentang apa yang terjadi pada dirinya.
Ketakutan akan kemarahan suaminya, biar dirinya sendiri yang menanggungnya. Dia berharap, Olsen tidak menemukan keberadaannya karena kini dia berada jauh dari jangkauan pria itu.
Semakin lama rasa kantuk pun menyerang, Ceysa masuk ke alam mimpi dimana papanya dan Olsen mengejar-ngejarnya di dalam tidur. Titik-titik keringat dingin membasahi kening, bibirnya gemetar hendak berteriak minta tolong, namun tak bisa dia lakukan.
Guncangan mobil karena jalan berbatu yang Calvin lewati, membuat mimpi buruk Ceysa semakin mencekam. Dia berlari sekuat tenaga untuk menjauh dari kejaran Olsen, sialnya kakinya tersandung dan membuatnya terjatuh.
“Mau lari kemana lagi, Ceysa? Kamu tidak bisa menghindar dariku,” geram Olsen penuh kemarahan.
“Aku tidak sudi hidup bersamamu, pergi saja dengan jalangmu itu. Aku dengan sukarela bersedia bercerai denganmu.”
“Tidak semudah itu. Kamu telah mempermalukanku, maka kamu harus mendapatkan hukuman dariku. Aku akan membuat hidupmu seperti di neraka, lebih menderita dibanding saat kamu hidup bersama papamu,” ujar Olsen yang kemudian menarik tanganya dan menyeret dengan paksa.
“Lepaskan aku!” teriaknya dalam mimpi.
Ceysa seketika terbangun dengan nafas terengah, seakan dia baru saja berlari ratusan km. Matanya berkedip sakit karena sinar matahari yang silau. Dia tidak menyangka jika Calvin telah mengendarai mobil semalaman dan sekarang matahari sudah bersinar terang.
“Apakah kamu baik-baik saja? sepertinya kamu bermimpi buruk?” tanya Calvin khawatir masih dengan mengemudikan mobil.
Ceysa segera menegakkan tubuh dan terduduk. “Bisakah kita berhenti sebentar, aku butuh udara segar.”
“Di depan ada tempat pemberhentian, aku akan mengisi bahan bakar dan kamu bisa turun untuk mencuci muka serta mencari udara segar.”
Ceysa mengangguk setuju, mereka kemudian turun di pemberhentian yang Calvin katakan. Ceysa langsung berlari mencari toilet dan memuntahkan isi perut di kloset yang ada di kamar mandi tersebut. Perutnya terasa mual sehingga tak mampu lagi menampung makanan yang dia makan semalam.
Setelah tidak ada lagi makanan yang bisa dia muntahkan, Ceysa terduduk di lantai kamar mandi dan menangis di sana. Dia tidak menyangka jika lari dari suaminya terasa lebih menakutkan dibanding lari dari papanya.
Tidak ingin Calvin merasa khawatir, Ceysa berusaha berdiri dengan tubuh yang masih gemetar. Dia mencuci muka untuk menyamarkan mata yang sembab. Dia melanjutkan perjalanan setelah membeli snack untuk mengisi kembali perutnya yang kosong.
Sesampainya di tanah pertanian milik keluarga Nelson, Ceysa terperangah kagum. Pertama, dia disambut oleh sungai kecil dengan air yang sangat jernih. Semakin ke dalam, hamparan permadani hijau menyegarkan mata, perbukitan dan lahan yang luas penuh dengan rumput yang tumbuh segar.
“Untuk apa semua rumput itu dibiarkan tumbuh begitu saja?” gumam Ceysa dengan mata yang tak berkedip.
“Kami memang menanam rumput di sini,” jawab Calvin.
“Apa gunanya? Apakah rumput bisa dijual?”
Calvin tertawa merespon pertanyaan Ceysa yang terdengar lucu untuknya. “Kami memiliki banyak sapi dan kuda, butuh banyak rumput untuk memberi makan mereka.”
“Oh ...” gumam Ceysa seperti orang bodoh karena tak berpikir sampai ke sana.
Melewati lahan rumput ratusan hektar, kini ladang jagung yang tampak menguning mencerahkan mata. “Apakah ini untuk hewan peternakan juga?”
“Sebagian ya, tetapi sebagian lagi untuk dibuat sereal dan makanan kita sehari-hari,” jawab Calvin.
“Keluargamu sangat hebat, kalian hidup di lumbung makanan. Kenapa kamu jauh-jauh pergi ke kota jika di sini kalian bisa hidup tenang?”
Cesya merasa penasaran dengan kehidupan sebuah keluarga yang tak pernah dirasakan dalam hidupnya selama ini.
“Hampir semua orang yang hidup di sini tidak berpendidikan tinggi, mereka pintar bertani dan beternak karena keahlian turun-temurun tetapi mereka tidak pintar berbisnis. Apakah kamu mengira mereka memiliki banyak uang dengan semua ladang yang mereka miliki?” balas Calvin.“Tentu saja mereka banyak uang, bukankah panenan mereka juga banyak?” ujar Ceysa begitu yakin, tetapi Calvin menggeleng menyanggah.“Hasil pertanian dan peternakan mereka dihargai sangat rendah oleh tengkulak karena itulah aku pergi ke kota untuk belajar bagaimana cara distribusi hasil pertanian yang baik sehingga aku bisa menaikkan kesejahteraan semua orang yang hidup di Greenland.”“Impianmu sangat keren, aku yakin kamu akan menjadi orang hebat pada saatnya nanti.”“Terima kasih untuk doamu,” balas Calvin dengan senyum hangat.“Apakah rumahmu masih jauh?”“Itu rumahku, sudah terlihat,” tunjuk Calvin ke arah rumah kayu sederhana yang tampak menyatu dengan alam.Awalnya Ceysa merasa khawatir akan tertolak oleh keluar
“Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata ada di sini,” ujar Calvin saat menemukan Ceysa sedang duduk termenung di pinggir irigasi pertanian.“Berita tentangku dan Olsen ternyata tengah memanas, kenapa kamu tidak memberitahuku akan hal ini?” balas Ceysa dengan mata nanar dan berkabut karena air mata yang hendak menetes.“Bukankah kamu bilang kamu butuh tempat untuk menenangkan diri? Aku sengaja tidak memberitahumu agar kamu tidak banyak pikiran. Aku tidak ingin membuatmu cemas dan khawatir.”“Olsen pasti sangat marah padaku, dia menanggung malu karena aku pergi meninggalkannya di hari pernikahan kami.”“Apakah kamu menyesal melakukannya? aku rasa dia pantas mendapatkan perlakuan itu darimu karena telah menodai pernikahan kalian. Jika dia masih memiliki hubungan dengan Fania, untuk apa dia menikahimu? Apakah tidak lebih baik dia menikahi kekasihnya yang sedang mengandung?”Air mata yang dari tadi Ceysa tahan, akhirnya menetes keluar. “Betapa bodoh diriku yang mengira jika Olsen adalah jala
Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Ceysa merasa bersalah ketika Cameron, mama Calvin terus menangis melihat keadaan putranya. “Orang kejam seperti apa yang tega membuatmu seperti ini?” serunya di tengah isak tangis.“Sudahlah Ma, aku baik-baik saja,” ucap Calvin sambil menahan rasa sakit.“Kamu harus melaporkan tindak kekerasan ini ke pihak berwenang,” desak Cameron, tidak terima anaknya diperlakukan semena-mena.“Ini hanya kesalahpahaman, aku sudah memaafkan orang itu,” balas Calvin.Ceysa berdiri di depan pintu kamar sambil menatap dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tersebut. Jika saja dia tidak datang ke keluarga Nelson, sahabatnya itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.Ketika Cameron keluar dari kamar untuk membuatkan makanan untuk putranya, Ceysa ganti mendekati Calvin. “Maafkan aku. Olsen sangat marah karena aku bersamamu.”Calvin menatap Ceysa dengan lembut. “Kamu tidak perlu meminta maaf, semua ini bukan salahmu. Aku malah bersyukur hal ini menimpaku.”“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”“
Calvin pulang dari bank dengan wajah sumringah, dia merasa senang karena berhasil menyakinkan bank untuk memperpanjang pelunasan hutang papanya. Tadi dia berpikir akan butuh kerja keras untuk meyakinkan bank tentang keuangan keluarganya yang telah stabil sehingga mampu membayar angsuran hutang. Beruntung dengan mudah, bank mempercayainya dan meloloskan pengajuannya.Roger menyambut kabar itu dengan hati gembira, masalah di peternakan akhirnya terselesaikan dengan baik. Keceriaan dan tawa bahagia kembali hadir di rumah tersebut, hal itu membuat Ceysa ikut merasa senang meski ada sesuatu yang dia sembunyikan dari keluarga Nelson.Setelah malam siang bersama, Ceysa undur diri dan masuk ke kamar. Dia mengemasi semua karena harus pergi meninggalkan rumah yang selama ini membuatnya nyaman. Pembicaraannya dengan Olsen hari sebelumnya, menghasilkan kekalahan bagi dirinya.“Baiklah, aku akan ikut denganmu tetapi tidak hari ini. Aku harus memastikan jika kamu tidak berbohong padaku,” ujar Ceysa
Tak langsung menjawab, Olsen kembali menegakkan posisi duduknya dan mengeratkan sabuk pengamannya. “Pasang kembali sabuk pengamanmu!” ucap Olsen mulai mengemudikan kembali mobilnya seolah tidak mendengar perkataan Ceysa.“Apakah kamu tidak mendengar perkataanku? Aku ingin kita bercerai dan tidak akan mengganggu kehidupanmu atau menuntutmu karena pernikahan kita,” desak Ceysa.“Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Sampai kapanpun kita tidak akan bercerai,” tegas Olsen tanpa menatap istrinya. Matanya terus menatap ke depan ke jalan yang dia lalui.“Kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku?” tuntut Ceysa.“Aku sedang membuatmu mengerti perasaanku dan berhentilah bersikap egois,” balas Olsen.“Aku tidak pernah mencintaimu, Olsen. Aku menikahimu karena aku berpikir kamu adalah solusi agar aku bisa keluar dari rumah papaku.”Olsen menoleh dan menatap Ceysa dengan tajam. “Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan percayalah jika aku adalah solusi dari semua masalahmu termasuk masalah te
Mengabaikan sikap Olsen yang tak bisa dimengerti, perhatian Ceysa beralih ke kantong belanja yang dibawa pelayan tersebut, matanya melirik penasaran dengan semua isinya. “Apa yang kamu bawa?”Pelayan itu mengangkat kantong bawaannya dan menaruhnya di depan Ceysa. “Tuan Olsen memesan semua pakaian ini untuk Anda.”“Pakaian?” gumam Ceysa lirih. Dia kembali berpikir negative tentang suaminya, mengira jika pria itu sedang berusaha merayu dan menyuapnya dengan semua pakaian tersebut.“Bolehkah saya merapikan pakaian Anda di ruang ganti?” balas pelayan itu meminta izin pada Ceysa untuk menyentuh pakaiannya karena bisanya Olsen tidak mengizinkan sembarang orang menyentuh pakaiannya.Melihat Ceysa yang masih diam tanpa memberi jawaban, pelayan itu pun berkata, “jika Anda keberatan saya menyentuh pakaian Anda, saya akan meninggalkannya di sini.”“Taruh saja pakaiannya di lemari, lagipula aku tidak akan memakainya,” ujar Ceysa yang kemudian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi meninggalk
Perkataan Calvin bukan hanya sebatas ancaman, siksaan itu dimulai ketika sesuatu merayap menyentuh tempat berharga dimana harta karun Kenny tersembunyi. Mata sayu Kenny menatap manik mata Calvin yang berbaring miring di sebelahnya.Desahan kecil terus lolos dari bibir Kenny tanpa bisa ditahan, ketika jari suaminya menelusup masuk menyentuh dinding sensitifnya. Tubuhnya menggeliat seirama dengan gerakan tangan Calvin yang menari di dalamnya.Goncangan, gesekan dan hentakan menjadi perpaduan yang sempurna yang mampu membawa Kenny ke puncak yang dirindukan. Tidak ada pria manapun yang bisa menyentuhnya seperti Calvin menyentuhnya saat ini karena dirinya hanya milik pria itu.Denyutan muncul, ketika dirinya tak mampu lagi membendung ledakan gairah. Tangannya mencengkeram bahu Calvin menyambut ledakan tersebut, tubuhnya melengkung indah diakhiri dengan teriakan siksa nikmat ketika gelombang itu datang.Tubuh Kenny terkulai lemas dengan nafas tersengal, pemandangan tersebut memberi fantasi
“Ada hal yang selama ini belum aku ceritakan padamu yang mungkin akan membuatmu berpikir ulang tentang pernikahan kita,” ujar Kenny memulai pembicaraan.“Aku rasa hal tersebut sangat membebanimu sehingga kamu berpikiran seperti itu. Katakan tentang hal yang membuatmu harus berpikir lama sebelum memberitahukannya padaku!” pinta Calvin.Kenny meremas jari tangan, tanda jika dirinya cemas dan gugup. Melihat hal itu, Calvin menggenggam tangan itu untuk memberi kekuatan dan dukungan.Dengan berkaca-kaca, Kenny menatap mata Calvin dan berkata, “Selama aku terapi di rumah sakit, aku memeriksakan kandungan karena mamamu berharap banyak padaku. Dokter menyatakan jika aku akan sulit untuk hamil karena bermasalah dengan rahim dan gangguan hormon.”Untuk sesaat Calvin membeku mendengarnya, membuat Kenny yakin jika pria itu tidak akan menerimanya. Air matanya menetes keluar dan semakin deras, membuatnya menangis terisak.Calvin memeluk dan mengusap punggungnya, berusaha menenangkan. “Kenapa selama
“Kamu mengingat semuanya?” Kenny kembali memastikan.“Ya, terutama tentang kecemburuanmu terhadap Ceysa,” ungkit Calvin.“Harus aku bilang berapa kali, aku tidak cemburu,” kilah Kenny sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya tetapi rengkuhan Calvin semakin erat sehingga usahanya sia-sia saja.“Jika terus bergerak di atas tubuhku seperti ini, kamu tahu siapa yang sedang kamu bangunkan.” Peringatan dari Calvin membuat Kenny seketika membeku, bahkan kini dia bisa merasakan sesuatu mendesak bagian bawah tubuhnya.Melihat ekspresi menggemaskan istrinya, Calvin tersenyum lalu mengecup singkat bibir Kenny.“Lepaskan aku, Calvin! Ada banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” Kenny membuat alasan.“Sekarang aku tahu bagaimana seorang pria harus berjuang demi cintanya,” ucap Calvin membuat mata Kenny menatap penuh arti.“Cinta …?” gumam Kenny sangat pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Calvin.“Aku hidup dalam tatanan sopan santun yang kental, menghargai hak setiap orang dan tid
Setelah kejadian tersebut, Calvin dan Kenny seakan saling menghindar. Mereka sadar jika saat berdekatan, kendali diri mereka menjadi sangat tipis.Calvin menyibukkan diri dengan kerja sama baru yang dirintis dengan Olsen, sering pulang malam sehingga hanya punya waktu sebentar untuk melihat Kenny dan itu sangat menyiksa.Sedangkan Kenny selalu menunggu Calvin pulang dan berujung kecewa karena sikap pria itu berubah dingin. Hingga suatu malam, Calvin pulang telat dalam keadaan mabuk.Kenny membuka pintu untuk pria itu dan mendapati mobil Ceysa berhenti di depan mansion. Setelah Calvin masuk, mobil itu memutar balik lalu pergi begitu saja.“Apakah Ceysa mengantarmu pulang? Di mana mobilmu?” cecar Kenny dengan sikap cemburu seorang istri, padahal selama ini dia sendiri yang selalu menegaskan jika posisinya adalah sebagai karyawan Miller.Kening Calvin berkerut sambil menahan rasa berdenyut di kepala. “Aku tidak mengerti arah pertanyaanmu.”“Apakah kamu belum melupakannya? Apakah kamu mas
Berusaha menjauh dari jangkauan Calvin, Kenny menyibukkan diri di dapur. Setelah menyiapkan makan malam, dia memasukkan semua alat dapur yang kotor ke wastafel dan mencucinya. Ketenangannya terganggu ketika Calvin tiba-tiba muncul dari belakang dan mengambil sarung tangan karet untuk membantunya mencuci.“Biar aku saja yang melakukannya, kamu tamu di sini,” larang Kenny.“Apakah salah jika aku membantumu?” ujar Calvin masih sibuk menggosok alat dapur dengan sabun.“Kita harus tahu batasan, aku yang bertanggung jawab atas rumah ini dan kebutuhanmu, sedangkan kamu tamu di sini. Aku yakin kamu tidak akan membantu jika yang ada di sini bukanlah aku.” Kenny memasang dinding pembatas untuk mengingatkan status mereka.Ekspresi Calvin berubah kesal, dia melepaskan sarung tangan dan pergi menjauh.“Bukankah kamu juga bertanggung jawab atas kebutuhanku? Sekarang aku ingin mandi, siapkan bajuku dan rapikan koper yang aku bawa, aku belum sempat memasukkan pakaian yang kubawa ke lemari,” ujarnya s
Kenny merasa resah, duduk di ruang ganti baju sambil melamun. Dadanya terasa sesak mengingat kedekatan Calvin dengan Ceysa, mungkinkah pertemuan mereka yang semakin intens akan membuat Calvin semakin tak bisa melepaskan Ceysa? Padahal wanita itu sudah bahagia bersama suaminya.Sedalam apa perasaan Calvin sehingga tidak bisa menerima jika Ceysa sudah menikah? Wanita manapun tidak akan bisa meruntuhkan hati Calvin jika pria itu terus memasang dinding tebal.Pikiran itu terus berkecamuk, Kenny tenggelam dalam persepsinya sendiri, menyimpulkan apa yang dilihat.Semua kejadian beruntun terkait Calvin membuat mental dan emosi Kenny terganggu, dia berpikir, mungkin akan jauh lebih baik jika mengundurkan diri dari pekerjaan serta menjauh dari pria yang pernah dinikahinya itu.Helaan nafas terdengar berat menggema di dinding ruangan, ada hal lain yang mengganjal di hati sehingga dia tidak bisa serta merta meninggalkan pekerjaannya saat ini.Pertama karena Olsen sudah menolongnya, dia masih mem
“Kenny, tolong antarkan handuk ini ke kamar nomor 1005,” ujar rekan kerja Kenny.Meski pikirannya sedang berkecamuk dan tubuhnya semakin lemah karena pertemuannya dengan Calvin, tapi Kenny sadar jika harus bersikap profesional terhadap pekerjaan. Tanpa bantahan, dia mengambil handuk itu lalu pergi untuk mengantarnya.Dia menempelkan kartu ke pintu kamar untuk membukanya karena rekan kerjanya bilang dia hanya perlu menaruh handuk itu dan pergi secepatnya agar tidak mengganggu tamu yang menginap di kamar tersebut.Kemungkinan tamu itu belum ada di kamar karena masih ada urusan bisnis dengan rekannya.Tak ingin membuat masalah, Kenny secepat mungkin menaruh handuk ke atas ranjang sebelum tamu itu kembali ke kamar. Dia membalikkan badan hendak pergi, tetapi tubuhnya membeku ketika pintu kamar mandi di depannya terbuka dan keluar seorang pria yang sangat ingin dia hindari.“Ke-kenapa kamu di sini?” racau Kenny gugup menatap Calvin hanya memakai handuk kecil untuk menutup area sensitifnya,
“Maaf jika aku mengganggu kalian, aku akan segera keluar setelah menyiapkan makanannya,” ujar Kenny sopan.Bukannya merespon perkataan Kenny, wanita itu malah menatap suaminya lalu berkata, “Apakah karyawan ini yang kamu ceritakan?”Kenny tertegun mendengar suami istri itu membicarakannya. “Apa yang kalian bicarakan tentangku?”Nada Kenny mengisyaratkan ketidaksukaan karena kehidupan pribadinya dijadikan bahan gosip.“Jangan berpikir macam-macam, suamiku hanya menceritakan apa yang kamu alami. Aku kagum dan bersyukur karena kamu bisa pulih dari trauma dengan cepat. Aku tahu apa yang kamu alami tidak mudah,” ujar istri Olsen yang membuat hati Kenny luluh karena apa yang diucapkan wanita itu terasa begitu tulus.“Terima kasih atas simpatinya, jika tidak ada Tuan Miller yang membantuku, mungkin masa depanku sudah hancur,” ucap Kenny.“Siapa namamu? Namaku Ceysa,” ujar wanita itu sambil mengulurkan tangan.Kenny segera membersihkan tangan yang kotor karena makanan lalu menjabat tangan Cey
Kenny tidak menyangka dirinya kini sedang berhadapan dengan pria tampan yang menyelamatkan nyawa dan kehormatannya. Pria itu menyodorkan kwitansi pelunasan hutang yang dibayarkan untuk menembus dirinya.“Ini total uang yang aku keluarkan untukmu dan sebagai seorang pengusaha, aku tidak ingin dirugikan untuk masalahmu. Jadi apa yang bisa kamu berikan untuk bisa membayar hutangmu?” tuntut pria itu.Mata Kenny terbelalak kaget dengan nominal yang dibayarkan pria itu, sebanyak itukah papanya menjualnya? Bahkan seumur hidup pun dia tidak akan mampu melunasi hutangnya.“Kamu bilang jika hotel ini milikmu, izinkan aku bekerja di sini dan kamu bisa mengambil seluruh gajiku untuk melunasi hutangku,” ujar Kenny dengan solusi yang cerdas.Pria itu tampak memikirkan usul Kenny dan terlihat setuju dengan hal itu.“Tidak mungkin aku mengambil semua gajimu, aku akan memotong 50 persen dari gajimu sebagai cicilan pelunasan hutang. Sebagai gantinya kamu akan mendapat asrama gratis, sehingga kamu bisa