Share

Senandika Alia

last update Last Updated: 2021-08-10 08:11:19

Tahukah kau, aku kerap mencuri pandang, memandangi wajahmu yang cerah penuh senyuman dari tempatku memasak? Kau tidak seperti Chef lainnya yang kaku. Di saat kebanyakan chef dengan sengaja memasang wajah kaku berkalimat tegas, kau malah kerap bersenda gurau bersama tim dapur. Tak sanggup aku melepaskan pikiranku darimu. Kau begitu mudah untuk disukai.

Berawal dari interview di depan para kepala bagian, termasuk dirimu, aku sudah menyukai vibrasi positif lingkungan ini. Bahkan kurasa aku jatuh cinta pada pembawaan hangat, ramah dan penuh senyumanmu. Sejak hari itu, aku terus menyelipkan doa agar aku bisa berada dalam lingkungan hotel berpantai putih ini. Tak luput dari anganku betapa bahagianya bisa selalu berdekatan denganmu.

Rupanya Tuhan mendengar doaku. Pada hari pertama bekerjaku, kau sendiri yang menyambutku lalu mengantarku berkeliling berkenalan dengan semua personel yang telah lebih dahulu menjadi bagian dari hotel ini. Kita dalam satu departemen yang sama, juga dengan level yang sama. Meja kita pun berdekatan. Bagaimana aku tidak berbunga-bunga? Aku bahagia mana kala berada di dekatmu.

Sejak hari itu kau dan aku selalu berbagi cerita, tak ada kejadian di hotel ini yang tak kita ketahui. Semuanya kita bahas bersama. Aku menyukai pola pikirmu yang open minded, seakan kau bisa menerima semua pendapat orang walaupun berbeda denganmu. Jiwamu begitu lapang dan damai.

Pada waktu sedang hectic atau pun menerima tekanan dari rekan departemen lain, aku kerap bersikap begitu emosional, di saat itulah kau meminjamkan telingamu untuk mendengarkan semuanya. Saat yang lainnya menghindariku, kau tetap tenang menghadapiku sampai tuntas sehingga semua api dalam jiwa ini pun padam.

Hendro, sulit bagiku untuk mengabaikan engkau, akan tetapi kusadari bahwa perempuan yang kau damba bukanlah aku. Kau menyukai perempuan yang tidak terlalu dominan, yang mau mendengarkan kata-kata kamu, bukan justru membantah apalagi kerap berdebat denganmu.

Kusadari, kedekatanmu dengan Laila. Aku cemburu, tetapi tak ada yang bisa aku lakukan untuk mengalihkan perhatianmu. Mungkin aku terlalu percaya diri, rasa gengsi pun menyeruak ke permukaan sehingga aku terlihat seperti tak memerlukan kehadiran laki-laki. Kehadiran Laila dengan jiwa feminin yang kuat sanggup mengalihkan duniamu.

Hendro, tahukan kau? Hitamnya mendung di hatiku sungguh tak terlukiskan, tatkala mendengar berita pernikahanmu dengan Laila. Aku sedih dan merasa kehilangan. Kenapa kau memilih perempuan lemah tersebut? Aku lebih memahamimu daripada yang lainnya. Penampilannya pun tak secantik yang lainnya. Apa yang kau cari dari perempuan biasa tersebut?

Ingatkah kau? Di saat kau galau akan keluhan para tamu, siapa yang selalu mendampingimu untuk mencari solusi? Apakah Laila? Laila hanya kebetulan mampir di antara kita ketika kasus Ngurah menyeruak. Kenapa juga kau harus setiap hari menanyakan hal yang sama kepada Laila? Bukankah hal sepele tersebut telah kita selesaikan saat itu juga? Kau mestinya sudah tahu jawaban apa yang akan diberikan olehnya. Apa juga maksudmu menemani Laila saat Kevin check out? Itu bukan tugasmu bahkan tim Laila saat itu lengkap. Kasus Kevin and steak bukan yang terbesar, Hendro. Kita pernah menghadapi peristiwa yang lebih rumit lagi, tak ada yang tak dapat kita selesaikan dengan baik. Kau dan aku, kita berdua adalah tim yang kuat. Aku membutuhkan kamu, kau pun membutuhkan aku. Kau sendiri yang bilang, tak ada aku rasanya belum lengkap.

Hendro, ingatkah kau? Kau kerap mengatakan bahwa aku sungguh cerdas dan kuat. Kau bilang aku sanggup membuat dunia bertekut lutut padaku. Kau juga bilang aku selalu bekerja dengan cepat dan cekatan. Tahukan kau, dari mana aku mendapat kekuatan super tersebut? Itu semua karenamu, Hendro. Bagiku kaulah matahariku.

Hendro, di mataku kau berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik. Aku tidak mengatakan bahwa Laila itu tidak baik, akan tetapi aku merasa ia tidak sepadan denganmu, tetapi ya sudahlah, toh, ia jodoh pilihan ibumu. Jika saja ibumu tidak memintanya, apakah kau akan tetap meminang Laila?

Hari ini ruangan F&B disatukan dengan General Administration dan Front Office. Aku menyaksikan betapa murahannya teman-teman Laila. Mereka terang-terangan menggodamu di depan umum, bahkan istrimu sama sekali tidak menunjukkan rasa cemburu sedikit pun. Kau yakin ia mencintaimu? Menyayangimu? Memperhatikanmu? Jika saja yang kau sanding adalah aku, pastilah sudah aku bungkam perempuan tak tahu adat tersebut. Tak boleh ada satu pun menggoda lelaki yang sudah menjadi milik orang.

Aku bukan menjelek-jelekkan para junior di meja depan, akan tetapi kejadian hari ini sudah membuktikan betapa lemahnya kepemimpinan perempuan yang baru saja kau nikahi tersebut. Bagaimana bisa seorang front liners melupakan sebuah informasi penting pada catatan jam makan pagi tamu? Begitukah seorang staf hotel bintang lima bekerja?

Ketika kuputuskan agar expense pudding dimasukkan ke Front Office, tak ada maksud jahat dalam hatiku. Sumpah demi Tuhan, aku hanya ingin memastikan kejadian tersebut tidak terulang kembali. Apa yang kau pikirkan saat itu, Hendro?

Kali ini aku tak habis pikir pada sikapmu. Biasanya kau bertindak secara rasional. Namun tadi pagi sebuah emosi khusus membuat kau memutuskan secara sepihak. Kau bahkan tak ingin mendengarkan alasanku.

Hendro, aku harap hubunganmu dengan seorang wanita tidak membuatmu menjadi lemah. Kau bukan Hendro yang kukenal sebelumnya. Hanya karena ingin memupuk cinta kalian berdua, janganlah hal kecil seperti tadi menjadikan kau kurang professional. Reputasimu terlalu berharga.

Akan tetapi tenang saja, kau tidak usah khawatir. Aku akan memastikan bahwa keadaan akan tetap sama seperti semula. Kuharap kau tidak menuduh aku tengah merusak hubungan kalian. Tidak Hendro. Kulakukan semua rencanaku ini untuk kebaikan semuanya.

Satu hal lagi, aku mohon, janganlah terlalu sering berpelukan dan bermesraan di depanku. Sebelum kalian melakukan perbuatan memuakkan tersebut, pastikanlah aku sudah tak ada di dunia ini. Aku tahu pasti rasanya sulit untuk tetap bersikap professional mana kala bekerja dengan orang yang kita cintai. Kau lihat sendiri sikapku dalam pekerjaan tidak pernah berubah, tidak pernah melunak walaupun terpendam perasaan padamu, Hendro.

Kita juga kerap makan siang bersama, kerap ngobrol hingga tertawa bersama. Pernah juga kita berselisih pendapat. Apa yang menjadi buah pikiran atau pun ganjalan di hati kulontarkan begitu saja seakan kaulah belahan jiwaku. Kupercayakan semua rahasiaku padamu.

Hendro, kurasa ku t’lah jatuh cinta. Tidak akan kusimpan rasa ini walaupun kau tak mencintaiku. Beri aku waktu untuk membuktikan segalanya. Aku yakin, aku lebih baik darinya. Aku tidak menjanjikan bersamaku, kau akan bahagia selalu. Karena begitulah dunia, ada suka dan duka, senang dan sedih, sulit dan mudah.

Kapan kita makan siang bersama lagi?

--Bersambung--

Related chapters

  • Sebelum Terlarang Untukku   Be careful, Laila!

    “Hey, girls!” sapa Laila kepada Wendi dan Elsa yang tengah terpaku pada layar monitor.“Hey!” Elsa menjawab sambil terus mengetik.“Dare to go to the beach?”“Yea!” Elsa lagi yang menjawab.Wendi masih saja serius dengan pekerjaannya.“Let’s go!” Laila berdiri di antara kedua perempuan berbeda warga negara tersebut agar bersiap.“I am coming!” Elsa berdiri sambil meraih tas kecilnya menyambut ajakan manajer yang ceria tersebut. “Let’s go, Wendi!”Ketiganya memang kerap bertiga jalan-jalan. Sore itu, enam puluh menit menjelang waktu pulang, mereka bermaksud hendak jalan-jalan ke pantai yang menjadi satu bagian dengan resort mereka bekerja.Sinar matahari

    Last Updated : 2021-08-10
  • Sebelum Terlarang Untukku   Hari Bahagia

    “Sekitar dua jam lagi saya tiba, Bu. Masih macet, niy.” kataku. “Siap, Mbak Laila. Kira-kira pukul delapan, ya… Saya tunggu, kok.” sahut Bu Bambang kepadaku dengan intonasinya yang lembut menenangkan. Gawai pun kututup. Malam ini aku dan Hendro bermaksud mengunjungi Bu Bambang di Griya Aseri untuk fitting final. Sebetulnya posisi saat ini dekat saja dengan kediamannya, tapi macet yang mengular membuatku berasumsi akan lama di jalan. Aku—Hannah Laila dan Hendro Angkawijaya—calon suamiku tengah mempersiapkan sebuah hari yang istimewa. Besok adalah hari bahagia kami berdua, karena esok pagi sebuah sumpah suci akan dilangitkan. Acaranya sederhana saja. Akad di KUA lalu dilanjutkan makan siang di restoran pilihan. Tamu yang diundang pun terbatas hanya dari keluarga dan sahabat dekat kami di mana jumlahnya hanya sekitar seratus orang banyaknya. Akhirnya tibalah di kediaman Bu Bambang. Wanita anggun

    Last Updated : 2021-07-30
  • Sebelum Terlarang Untukku   Aku, Laila

    Aku terbangun di pagi hari dengan Hendro di sisiku yang helaan nafasnya terdengar teratur. Kurapatkan tubuhku padanya, kupandangi wajahnya lekat-lekat lalu kusentuh pipinya dengan ujung jariku. Seakan ingin memastikan ini bukanlah mimpi. Aroma tubuhnya begitu menyenangkan. Rasa nyaman pun menyelinap dalam sukmaku. Ia tidak menyadari apa yang kulakukan, sepertinya masih jauh tenggelam dalam tidurnya.Hendro, tahukah kau?Semenjak pertama kita bertemu, aku seperti telah mengenalmu puluhan tahun lamanya. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Ataukah pertanda jodoh? Sosokmu serupa tokoh dalam bayangku. Kau persis sama seperti yang kumau. Keceriaanmu, gaya bicaramu yang apa adanya, kecerdasanmu, dan penampilanmu yang mempesona. Begitu mudah bagi siapa pun untuk akrab denganmu.Kau selalu lebih dahulu memulai percakapan. Menyapaku duluan saat melihatku santai sendirian di bar, atau saat aku tengah sibuk denga

    Last Updated : 2021-08-03
  • Sebelum Terlarang Untukku   Hendro

    Kuterbangun di pagi hari karena sebuah sentuhan lembut di pipi. Rasa geli agak gatalnya menembus alam tidurku. Wajah Laila yang masih menyisakan sedikit make up terpampang begitu dekat dengan wajahku. Aku senang melihatnya terkejut dan tersipu-sipu. Tampaknya ia tengah mengagumiku, mungkin juga teringat pergulatan tadi malam.Tak kuasa menahan diri, kuraih ia dalam pelukan. Tubuh semampainya terasa mungil dan lembut. Pakaian minim yang kami kenakan membuat kulit kami saling bersentuhan dengan leluasa, seketika itu hormon kebahagiaan melaju deras, lalu kuberikan kecupan pada bibirnya yang merah jambu. Kita pun mengulangi kebahagiaan tadi malam. Aku ingin mengulanginya lagi dan lagi, bersamamu.Laila, aku sungguh bahagia. Kau membuatku bahagia. Bersentuhan denganmu adalah yang kuinginkan. Sungguh hasratku tak dapat kukendalikan ketika berhadapan denganmu.Laila, tahukah kamu, aku sudah terpikat sejak pandangan per

    Last Updated : 2021-08-03
  • Sebelum Terlarang Untukku   Mahligai

    Pagi yang cerah, Hendro dan Laila bergerak dengan sigap membersihkan dan menata rumah mungil mereka. Dalam tiga puluh menit rumah tinggal pasangan muda tersebut telah rapi dan bersih.Laila mengenakan blazer hitam dan gaun warna senada yang berpotongan sederhana, roknya mengembang sehingga ia terlihat langsing. Kedua kaki jenjangnya dilapisi stoking hitam dan bersepatu hitam setinggi lima sentimeter. Sebuah bros berbentuk kembang kecil bertahtakan sepuluh buah berlian tersemat di dada kirinya.Hendro berseragam Chef serba putih di mana lis hitam menghiasi pinggir kain. Terlihat garis samar sisa-sisa mencukur berwarna hijau menghiasi area dagu dan pipi, wajahnya terlihat bersih dan segar. Sebelum berangkat, mereka berdua mematut diri pada sebuah cermin besar yang hampir setinggi tubuh manusia.Situasi area F&B masih dalam renovasi, tidak hanya restoran tetapi juga meliputi kantor F&B dan loker perempuan. Ruang ker

    Last Updated : 2021-08-04

Latest chapter

  • Sebelum Terlarang Untukku   Be careful, Laila!

    “Hey, girls!” sapa Laila kepada Wendi dan Elsa yang tengah terpaku pada layar monitor.“Hey!” Elsa menjawab sambil terus mengetik.“Dare to go to the beach?”“Yea!” Elsa lagi yang menjawab.Wendi masih saja serius dengan pekerjaannya.“Let’s go!” Laila berdiri di antara kedua perempuan berbeda warga negara tersebut agar bersiap.“I am coming!” Elsa berdiri sambil meraih tas kecilnya menyambut ajakan manajer yang ceria tersebut. “Let’s go, Wendi!”Ketiganya memang kerap bertiga jalan-jalan. Sore itu, enam puluh menit menjelang waktu pulang, mereka bermaksud hendak jalan-jalan ke pantai yang menjadi satu bagian dengan resort mereka bekerja.Sinar matahari

  • Sebelum Terlarang Untukku   Senandika Alia

    Tahukah kau, aku kerap mencuri pandang, memandangi wajahmu yang cerah penuh senyuman dari tempatku memasak? Kau tidak seperti Chef lainnya yang kaku. Di saat kebanyakan chef dengan sengaja memasang wajah kaku berkalimat tegas, kau malah kerap bersenda gurau bersama tim dapur. Tak sanggup aku melepaskan pikiranku darimu. Kau begitu mudah untuk disukai.Berawal dari interview di depan para kepala bagian, termasuk dirimu, aku sudah menyukai vibrasi positif lingkungan ini. Bahkan kurasa aku jatuh cinta pada pembawaan hangat, ramah dan penuh senyumanmu. Sejak hari itu, aku terus menyelipkan doa agar aku bisa berada dalam lingkungan hotel berpantai putih ini. Tak luput dari anganku betapa bahagianya bisa selalu berdekatan denganmu.Rupanya Tuhan mendengar doaku. Pada hari pertama bekerjaku, kau sendiri yang menyambutku lalu mengantarku berkeliling berkenalan dengan semua personel yang telah lebih dahulu menjadi bagian dari hotel ini. Kita

  • Sebelum Terlarang Untukku   Mahligai

    Pagi yang cerah, Hendro dan Laila bergerak dengan sigap membersihkan dan menata rumah mungil mereka. Dalam tiga puluh menit rumah tinggal pasangan muda tersebut telah rapi dan bersih.Laila mengenakan blazer hitam dan gaun warna senada yang berpotongan sederhana, roknya mengembang sehingga ia terlihat langsing. Kedua kaki jenjangnya dilapisi stoking hitam dan bersepatu hitam setinggi lima sentimeter. Sebuah bros berbentuk kembang kecil bertahtakan sepuluh buah berlian tersemat di dada kirinya.Hendro berseragam Chef serba putih di mana lis hitam menghiasi pinggir kain. Terlihat garis samar sisa-sisa mencukur berwarna hijau menghiasi area dagu dan pipi, wajahnya terlihat bersih dan segar. Sebelum berangkat, mereka berdua mematut diri pada sebuah cermin besar yang hampir setinggi tubuh manusia.Situasi area F&B masih dalam renovasi, tidak hanya restoran tetapi juga meliputi kantor F&B dan loker perempuan. Ruang ker

  • Sebelum Terlarang Untukku   Hendro

    Kuterbangun di pagi hari karena sebuah sentuhan lembut di pipi. Rasa geli agak gatalnya menembus alam tidurku. Wajah Laila yang masih menyisakan sedikit make up terpampang begitu dekat dengan wajahku. Aku senang melihatnya terkejut dan tersipu-sipu. Tampaknya ia tengah mengagumiku, mungkin juga teringat pergulatan tadi malam.Tak kuasa menahan diri, kuraih ia dalam pelukan. Tubuh semampainya terasa mungil dan lembut. Pakaian minim yang kami kenakan membuat kulit kami saling bersentuhan dengan leluasa, seketika itu hormon kebahagiaan melaju deras, lalu kuberikan kecupan pada bibirnya yang merah jambu. Kita pun mengulangi kebahagiaan tadi malam. Aku ingin mengulanginya lagi dan lagi, bersamamu.Laila, aku sungguh bahagia. Kau membuatku bahagia. Bersentuhan denganmu adalah yang kuinginkan. Sungguh hasratku tak dapat kukendalikan ketika berhadapan denganmu.Laila, tahukah kamu, aku sudah terpikat sejak pandangan per

  • Sebelum Terlarang Untukku   Aku, Laila

    Aku terbangun di pagi hari dengan Hendro di sisiku yang helaan nafasnya terdengar teratur. Kurapatkan tubuhku padanya, kupandangi wajahnya lekat-lekat lalu kusentuh pipinya dengan ujung jariku. Seakan ingin memastikan ini bukanlah mimpi. Aroma tubuhnya begitu menyenangkan. Rasa nyaman pun menyelinap dalam sukmaku. Ia tidak menyadari apa yang kulakukan, sepertinya masih jauh tenggelam dalam tidurnya.Hendro, tahukah kau?Semenjak pertama kita bertemu, aku seperti telah mengenalmu puluhan tahun lamanya. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Ataukah pertanda jodoh? Sosokmu serupa tokoh dalam bayangku. Kau persis sama seperti yang kumau. Keceriaanmu, gaya bicaramu yang apa adanya, kecerdasanmu, dan penampilanmu yang mempesona. Begitu mudah bagi siapa pun untuk akrab denganmu.Kau selalu lebih dahulu memulai percakapan. Menyapaku duluan saat melihatku santai sendirian di bar, atau saat aku tengah sibuk denga

  • Sebelum Terlarang Untukku   Hari Bahagia

    “Sekitar dua jam lagi saya tiba, Bu. Masih macet, niy.” kataku. “Siap, Mbak Laila. Kira-kira pukul delapan, ya… Saya tunggu, kok.” sahut Bu Bambang kepadaku dengan intonasinya yang lembut menenangkan. Gawai pun kututup. Malam ini aku dan Hendro bermaksud mengunjungi Bu Bambang di Griya Aseri untuk fitting final. Sebetulnya posisi saat ini dekat saja dengan kediamannya, tapi macet yang mengular membuatku berasumsi akan lama di jalan. Aku—Hannah Laila dan Hendro Angkawijaya—calon suamiku tengah mempersiapkan sebuah hari yang istimewa. Besok adalah hari bahagia kami berdua, karena esok pagi sebuah sumpah suci akan dilangitkan. Acaranya sederhana saja. Akad di KUA lalu dilanjutkan makan siang di restoran pilihan. Tamu yang diundang pun terbatas hanya dari keluarga dan sahabat dekat kami di mana jumlahnya hanya sekitar seratus orang banyaknya. Akhirnya tibalah di kediaman Bu Bambang. Wanita anggun

DMCA.com Protection Status