Share

Agreement..

Author: ekaphrp
last update Last Updated: 2023-02-16 16:19:25

Pagi itu matahari terasa terik, seorang gadis berjalan dari stasiun bawah tanah dengan tergesa. Sesekali ia melirik jam tangannya. Lalu lalang para pekerja memadati jalanan Ibu Kota Jakarta di hari itu. Tak sedikit orang yang berjalan menuju halte untuk sampai ke tujuannya. Seperti gadis berkulit putih dengan setelan kemeja putih dipadu rok midi plisket berwarna nude. Ia berjalan melewati beberapa pejalan kaki yang langkahnya lebih santai, tidak seperti dirinya yang seolah tengah diburu waktu. 

Datanglah jam 8 pagi. Temui beliau di ruang eksekutif. 

Pesan teks itu membekas di ingatannya. Dengan penuh harap, ia berjalan untuk sampai tujuan. 

Tok Tok Tok.

Suara ketuk pintu terdengar tiga kali, seseorang yang telah menunggu di kursi tersebut menengok ke arah pintu. “Itu pasti dia, bukalah!” Seorang pria memerintahkan pria lain disana. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya seseorang masuk ke ruangan itu. 

“Selamat pagi, Tuan,” sapa seorang gadis sambil melangkah mendekatinya.

“Hai! Pagi!” Pria itu beranjak lalu mendekati sofa yang ada di ruangan tersebut. Senyumnya terukir tipis sambil menyambut kedatangan seorang gadis disana.

“Teh atau kopi?” tawar pria disana tanpa basa-basi setelah berhasil duduk dihadpaan gadis itu. 

“Eung … kopi b-boleh,” jawabnya dengan gugup.

“Baiklah.” Lagi-lagi senyum tipisnya menyambut gadis itu dengan hangat. “Kris, tolong bawakan kopi untuknya,” pinta pria itu pada asisten disana. 

“Ya, Tuan!” 

Kris berlalu. Anjani berdeham. Ia terlihat begitu gugup. Jemarinya tak berhenti mengepal. Sesekali ia menoleh kesamping, menunggu pria itu memulai pembicaraan. 

“Kau pasti terkejut karena aku tiba-tiba memanggilmu.” 

Akhirnya kalimat yang ditunggu-tunggu terucap. Anjani pun mengangguk. “Tentang proyek itu—” Arjuna menggantungkan ucapannya, ia melihat Kris datang bersama office girl dengan membawa morning coffee untuk tamunya.

“Terima kasih,” ujar gadis itu pelan.  

Setelah office girl berlalu. Arjuna melihat ke arah Kris yang masih berdiri disisinya. 

“Kris, can you leave us?” 

Kris menoleh heran. Begitupun Anjani yang langsung memandang ke arah Arjuna. 

“Oh, ya, baiklah.” 

Detik berlalu setelah Kris meninggalkan ruangan itu. Mereka menatap dalam diam sesaat, sampai akhirnya Arjuna berdeham. “Ini kontrak untuk proyek yang terakhir kali kau presentasikan.” 

Arjuna menyodorkan dokumen ber-map merah disana. Anjani yang tak tahu bahwa proyek ini akan dengan cepat disetujui, begitu terkejut. Benarkah? Secepat itukah? Monolog Anjani. Diantara keheningan, Anjani berhati-hati meraih dokumen itu. Lalu meminta izin untuk membacanya secara seksama. Arjuna pun mempersilahkannya. 

This Memorandum of Agreement (hereinafter referred to as the "Agreement") was made and entered into in Jakarta on Monday, February 14, year two thousand and twenty-two (02/14/2022), by and between Arjuna Barathawardana and Anjani ...

Anjani tidak melanjutkannya. Menurutnya, ada yang aneh dengan agreement ini. Apa ini? Mengapa perjanjian kerjasama bukan atas nama institusi?

“Apa ini tidak salah tulis?” Anjani meyakinkan dirinya, bahwa ia sedang tidak salah baca. 

“Tidak. Agreement ini dibuat memang untuk kita.”

Kita? Anjani tertegun. Ia tidak mengerti. Sungguh. “Coba ulangi, Tuan? Maaf? Maksudnya?”

Anjani menyergahnya. Ia bertanya tanpa jeda. Meminta penjelasan dari si empunya perjanjian tersebut. Matanya menelisik lebih dalam, melihat gelagat Arjuna yang mulai kebingungan. Ada yang aneh pikirnya. “Akan aku jelaskan, tapi bisakah kau lanjut baca diktum pertama?” Arjuna meminta Anjani untuk terus membaca perjanjian itu tanpa protes. Mendengar perintah itu, Anjani pun mengarahkan pandangannya pada secarik kertas disana sambil membaca diktum pertama seperti yang diminta pria itu. 

The purpose of this agreement is to bind the PARTY to each other to establish terms and conditions regarding the rights and obligations of the PARTY regarding the financing of digital technology-based real estate projects to the SECOND PARTY by the FIRST PARTY. So, the FIRST PARTY has the right to ask for compensation from the SECOND PARTY as a mutual agreement.

“Mutual agreement?” Anjani masih tidak mengerti. Jika ini menyangkut proyek, mengapa perjanjian ini tidak dibuat atas nama insitusi, mengapa Arjuna hanya mengikat namanya dalam perjanjian tersebut.

“Aku ingin kau jadi istriku …” tegas Arjuna. Anjani begitu terkesiap, matanya membulat lalu memandangnya dengan penuh tanda tanya. “Kontrak,” lanjutnya. Pernyataan pertama cukup membuat Anjani terkejut, ditambah dengan pernyataan selanjutnya membuat Anjani merasa sangat kesal. “Apa maksudmu?” Wajahnya mulai mengeras. Mood Anjani rusak seketika. Anjani beranjak. 

“Tenanglah!” Arjuna pun beranjak, dengan memohon pada gadis itu agar kembali ke posisinya semula. “Aku akan jelaskan—tapi bisakah kau tetap tenang?” Arjuna menatap mata gadis itu yang berkilat. 

***

Seseorang melangkah dengan gontai. Ia tak habis pikir, entah apa yang telah merasukinya saat itu. Berkali-kali ia berpikir atas keputusannya. Dasar bodoh. Mengapa Anjani menyanggupinya. Gadis itu mengutuk sambil berjalan dengan tatapan kosong. Tak sekali ia menabrak pundak pejalan lain. Namun ia tak menggubrisnya.

“Aku tahu saat ini dirimu tinggal sebatang kara … dan aku yakin, hidupmu sangat kesulitan di negeri orang.” Seseorang disana bergeming. Ia mengepalkan jemarinya, merutuki bahwa perkataan pria itu semuanya benar. “Aku akan membantumu bertahan hidup. Aku akan menjamin kehidupanmu. Tapi—aku butuh bantuanmu untuk sementara waktu.” Ia mendongak. Sejujurnya wajah pria itu tidak begitu menakutkan. Justru, wajahnya begitu teduh hingga membutakan hatinya. Tatapan itu, menghangatkan jiwanya. Suara itu, mampu meredam amarahnya. “Aku akan tetap mendanai proyek di Malaysia. Namun setelah itu kau harus menetap disini. Jadilah istri sekaligus rekan bisnisku.Anjani terus memandang dalam diam. “Dalam jangka satu tahun, tolong bantu aku sampai rapat akhir tahun dewan direksi.” Arjuna mendekatkan tubuhnya sedikit ke seberang meja gadis itu. Menatapnya lekat, seraya memohon agar gadis itu mengabulkan permintaannya. 

“Hei! Kau buta, ya!” seru seorang wanita paruh baya, kesal. “Ah! Maaf, Bu! Aku tak sengaja,” jawabnya linglung. Seseorang lainnya menarik lengan gadis itu menuju sudut lobby kantor tersebut. 

“Kau baik-baik saja?” 

“Eung?” Anjani menoleh. Ia melihat Naomi memandangnya heran. “Anjani, apa kau baik-baik saja?” tanyanya untuk kedua kali. Selama satu dekade bersahabat, Naomi tidak pernah melihat Anjani sebingung itu, bahkan ketika kedua orangtuanya meninggal pun, Anjani terlihat begitu tegar.

“Naomi, apa yang harus kulakukan?” Anjani menggenggam tangan Naomi dengan erat, seolah memohon untuk mengeluarkannya dari situasi saat ini. 

“Ayo, ikut aku!” Naomi menarik tangan sahabatnya. Menuntunnya menuju kafe di seberang kantor. Mereka melangkah dengan tergesa. Setibanya disana, Naomi duduk berhadapan dengan gadis itu. Sesekali Naomi menyeruput hot cappucino-nya sambil menatap Anjani yang masih bergeming. 

“Ada apa? Kau bisa cerita?” Naomi menuntut gadis itu berkali-kali, sejak mereka duduk lima belas menit yang lalu, Anjani tetap bergeming dengan memainkan jemarinya. 

“Anjani? Kau bisa mendengarku?” Naomi mengetukkan meja tiga kali di hadapannya. “Naomi menurutmu apa aku gadis matre?” sergahnya tanpa intro. Naomi yang sama sekali tak mengerti arah pembicaraannya, memicingkan mata lalu menatap serius Anjani. Tak lama, terdengar gelak tawa memecah keheningan. Di kafe itu, terlihat tiga barista dan beberapa pengunjung yang sibuk dengan urusannya, langsung menoleh ke arah mereka. Anjani menengok kekanan dan kekiri, meyakini semua orang tengah membicarakan mereka, setelah itu menunduk malu. “Kenapa bisa kau berpikir seperti itu?” Ditengah gelak tawanya, Naomi bertanya. Namun Anjani tetap terdiam sambil menyembunyikan wajahnya yang saat itu tak mampu menahan malu. 

“Aku mengenalmu hampir sebelas tahun, Anjani—“. Naomi menetralkan tawanya sambil berdehem. “Kalau kau matre, aku tidak akan berteman denganmu.” Anjani masih tak percaya ucapan itu, ia masih terdiam menatap Naomi yang juga menatapnya. Sesaat terdengar hela nafas panjang. Hela nafas penuh keputusasaan. 

“Memangnya kenapa? Siapa yang berani menyebut dirimu matre?”

Anjani menggeleng cepat.  Ia kembali teringat ucapan itu. “Aku akan transfer biaya hidupmu per bulan, kau akan difasilitasi dengan berbagai macam fasilitas sepertiku, mulai dari tempat tinggal, mobil, kartu kredit, dan lainnya hingga kontrak selesai.” 

“Hanya saja …” Anjani menggantungkan kalimatnya. “Tuan Arjuna memintaku untuk …” 

Naomi tak sabaran, ia pun menyambar ucapan Anjani dengan meluap-luap. “Untuk apa?” 

“Untuk jadi istri kontraknya.” Anjani menghela nafas setelah berhasil menceritakannya. 

“Gila!” seru Naomi dan membuat pengunjung disana kembali menatap sinis mereka. “Dasar gila!” Dengan tanpa sadar, Naomi menyumpah serapahi atasannya. Naomi adalah sekretaris manajemen di kantor Arjuna dan juga salah satu kepercayaan pria itu, mereka menjadi dekat karena satu almamater, meski beda tingkatan, intensitas yang sering, membuat Naomi lambat laun menjadi akrab hingga lupa bahwa mereka terpaut jarak usia tiga tahun. 

“Hust!” 

“Kenapa bisa? Ada masalah apa?”

“Aku juga tidak tahu. Tapi—aku diminta untuk jadi istrinya hingga rapat akhir tahun dewan direksi.” 

Naomi menerka. Ia merasa ada yang tidak beres dari atasan sekaligus temannya tersebut. 

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
setelah pertemuan bisnis..anjani dosodori kontrak .dikira kontrak bisnis..tapi arjuna membuat kontrak nikkah
goodnovel comment avatar
Rubby
Gue jadi anjani juga terkejoet, diajak nikah kaya ngajak nonton dangdutan ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Pandangan Pertama

    Derap langkah terdengar berdampingan menuju sebuah ruangan, tempat dimana terlihat begitu dijaga ketat oleh beberapa petugas keamanan. Mereka berdiri mengenakan jas hitam lalu berdiri tegak berbaris. Seorang lainnya menyusuri koridor sambil mengarahkan pandangan ke berbagai sudut. Ia tak mengira akan menginjakkan kaki di tempat seperti itu.“Kau sudah siap?” Seorang pria membuyarkan lamunannya. Ia menatap pada tangan yang menjulur dihadapannya seolah tawaran untuknya. Ia masih terdiam. Bingung. Sekali lagi, pria itu memberi isyarat agar ia menerima uluran tangan tersebut. “Eung—” Anjani gugup. Wajahnya jelas ingin menunjukan senyum, namun ia tak mampu. Ceklek!Suara pintu terbuka. Pria itu menggandeng gadisnya masuk. “Hai, Nek! Apa kabar?” Pria itu melepas genggaman tangannya lalu meraih tubuh sang nenek kedalam dekapannya. Kini pelukan hangat menyambutnya. Seketika ia tersenyum saat teringat terakhir kali disambut oleh pukulan clutch coach. Sedangkan gadis disana masih terdiam,

    Last Updated : 2023-02-16
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Sorry and Thank You!

    3 Minggu Kemudian..Johor Bahru, Malaysia. HomeSweet Enterprise.“Baik, boleh kita mulai pertemuan ini?” Seseorang dengan setelan kemeja putih dan jas abu-abu memulai pertemuan disana. Terlihat beberapa rekan dan investor hadir menindaklanjuti kerjasama pendanaan proyek mereka. Disisi lain, seorang gadis tertunduk dengan perasaan yang tak bisa ditebak. Hatinya berkecamuk dan pikirannya tidak fokus. “Anjani, boleh kita mulai?”Tak ada sahutan dari si empunya nama, ia terus tertunduk dengan wajah penuh cemas. Sosok pria lain terus mengamatinya. Entah apa yang terjadi dengan gadis itu saat ini. “Anjani? Hello? Kau mendengarku?” Rekan disisi kanan pun menepuk pundaknya. Seketika Anjani terkejut. “Yes, sorry?”“Are you okay, right?” “Ah, yes, i’m okay.” Anjani berusaha terlihat baik-baik saja. “Thank you, Ammar,” timpalnya pelan. Sebuah nama terucap. Ammar. Pria itu merupakan CEO HomeSweet Enterprise, sebuah perusahaan startup yang selama ini menjadi tempat Anjani bernaung dan memb

    Last Updated : 2023-02-17
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   The Beginning

    Seminggu berlalu..Jakarta Selatan, Indonesia. Sore itu langit tak lagi bercahaya. Awan gelap—mulai menyelimuti seluruh penjuru kota. Sang gemuruh saling bersahutan hingga memberi sensasi menakutkan. Hujan memang belum turun, namun aroma tanah mulai menelisik ke rongga hidung seseorang. Anjani terus berdiri diatas tanah kosong. Memandang lurus papan nama yang berdiri diatas tiang, “Barathaland Group,” gumamnya. Sesaat matanya terpejam. Ia tak mampu mempercayai bahwa tanah itu milik keluarga Arjuna. Tanah yang dulunya pernah berdiri sebuah bangunan dengan segala kenangan indah di dalamnya. “Aku bahkan tidak punya tempat untuk mengingat kenangan bersama mereka,” gumamnya, lirih.Langit seolah tak mendukung, semilir angin kencang disertai rintik hujan membasahi. Anjani bergeming. Ia tak berniat melangkah pergi. Tubuhnya masih meminta untuk tetap tinggal dan mengenang masa-masa indah bersama kedua orang tuanya.“Kau—Anjani Samitha?” Tiba-tiba suara berat mengejutkannya. Seketika gadis

    Last Updated : 2023-02-19
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Rival

    Diruang kerja, Arjuna memandang satu kartu nama bertuliskan “Krediby”, salah satu perusahaan pinjaman dengan suku bunga yang super tinggi. Ia kembali teringat ketika Anjani meringkuk sambil memohon pertolongannya. Kasihan, pikirnya. Gadis itu harus menanggung beban dari lintah darat seperti mereka. Tak lama, pria itu meremas kartu nama dengan geram.“Target pasar mereka memang kalangan menengah ke bawah. Mereka memberikan pinjaman tanpa syarat, akan tetapi mereka mengambil keuntungan dari peminjam yang sulit membayar karena bunga diatas rata-rata,” tutur seseorang dihadapan Arjuna. “Kurang ajar, ini namanya pemerasan!” Arjuna memandang tajam ke depan. “Sudah banyak korban yang terjerat. Mereka yang menjadi korban harus membayar jaminan entah itu dengan uang atau dengan tubuh mereka.”Prank! Suara gebrakan meja terdengar keras. Jadi itulah mengapa Anjani begitu ketakutan saat kali terakhir mereka bertemu. Apakah gadis itu mendapatkan ancaman yang sama? Arjuna menerka. “Bereskan me

    Last Updated : 2023-02-20
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   The Married Life

    Setelah memutuskan menikah dicatatan sipil, Arjuna dan Anjani hidup bersama dalam satu atap untuk mengenal satu sama lain. Tepatnya, di sebuah apartemen pemberiannya. Malam itu, Arjuna menghampiri Anjani yang tengah menonton tv di sofa ruang tamu. Ia menyodorkan secarik kertas berisi perjanjian lanjutan. “Hmmm—”Anjani menoleh. Ia menengadahkan wajah sambil memandang Arjuna yang masih berdiri. “Ini perjanjian lanjutan after we got married.” Dengan balutan piyama navy, Arjuna beranjak duduk disebelah gadis itu yang mana secara hukum sah sebagai istrinya. “Setidaknya ada lima pasal yang perlu kita bahas.” Anjani memandang serius. Ia meraih secarik kertas yang sedari tadi terabaikan olehnya.“Pertama, meski secara hukum pernikahan ini sah, kita akan tidur di kamar yang berbeda. Aku akan tidur di kamar utama dan kau di kamar tamu.” Arjuna mengambil jeda. “Kedua, dilarang mencampuri privasi masing-masing. Ketiga, setiap akhir pekan kita berusaha untuk makan malam bersama Nenek. Keempa

    Last Updated : 2023-02-21
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Hot Isu

    Pagi itu Arjuna menemui Nyonya Nirwasita di kediamannya. Jam sibuk kerja kini sudah tak dihiraukan olehnya sejak terlibat dengan Anjani. Si pekerja keras yang ambisius itu kini menjadi si pria yang hanya memikirkan cara agar menguasai semua tahta kerajaan keluarganya, Barathaland Group. “Ada apa denganmu, Sayang? Kau terlihat tidak bersemangat?” Nyonya Nirwasita menghampiri cucunya yang tengah bersandar di sofa. Wajahnya terlihat kusut dan keningnya mengkerut. Sejak bertengkar dengan Anjani kemarin, ia memutuskan untuk pergi. “Nek, apa kau marah jika aku jujur padamu?”Alis Nyonya Nirwasita menyatu. Tatapan matanya, menghunus Arjuna dengan tajam. “Tentang apa?” Arjuna menoleh. Ia memandang neneknya dengan wajah ragu. Sejujurnya, tentang pernikahan sipil itu, ia mengambil langkah yang terlalu jauh. “Aku dan Anjani—” Arjuna menggantungkan ucapannya. Bingung harus memulai darimana, Arjuna tak mampu melanjutkan ucapannya.“Ada apa dengan kalian?” Wajah cemas tergambar dari raut sang ne

    Last Updated : 2023-02-21
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   I’m Sorry!

    Senja berganti malam. Arjuna terdiam di kursi kekuasaan ditengah gelap gulitanya ruangan. Hanya ada sinar rembulan yang menembus dari kaca ruangan tersebut. Berkali-kali ia menghela nafas sambil memikirkan apa yang terjadi. Ia berpikir, dulu hidupnya tentram dan damai. Namun, saat ini kehidupannya berubah 360 derajat. Keterlibatan Anjani dalam perebutan tahta berbuah malapetaka. Bukan ia tak tahu konsekuensinya dan bukan pula ia ingin menyalahkan keadaan, namun ia hanya tak memikirkan lebih jauh tentang rencananya. Arjuna merasa bodoh. Tak lama, derap langkah kaki membuyarkan lamunannya. Arjuna mendongak. Ia melihat sosok gadis menggelengkan kepala sambil mengejeknya. “Kau baik-baik saja, Tuan?” tanya gadis itu, tertawa tipis. Ia menatap tajam lalu membuang wajahnya. “Jika saja kau lebih tanggap, mungkin semua tak akan seheboh ini,” cicit Arjuna yang masih kesal. Lagi-lagi kesalahan dilimpahkan pada Naomi, Sekretaris perusahaannya. Setahu Arjuna, Naomi pribadi yang bisa menger

    Last Updated : 2023-02-22
  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Konferensi Pers

    “Jadi apa rencana kalian selanjutnya?”Nyonya Nirwasita bergantian memandang Anjani dan Arjuna yang tengah menikmati makan malam. Mereka saling membisu di tengah meja itu. Arjuna melirik Anjani yang masih terus mengunyah. Meski sudah berbaikan, pria itu merasa Anjani masih bersikap dingin terhadapnya. “Arjuna, Anjani, kalian mendengarkan, Nenek?” Sekali lagi, Nyonya Nirwasita memastikan dan disaat itu pula keduanya menoleh.“Ya, Nek?” Lantas mereka saling memandang, tak disangka mereka bisa sekompak itu. Nenek pun terkekeh hingga membuat keduanya tersipu malu. “Tentang kabar berita itu ... bukankah lebih baik jika kita adakan pesta pernikahan?”Seketika Anjani tersedak. Mukanya memerah karena menahan makanan yang hampir menyumbat saluran nafasnya. Ia pun terbatuk. Arjuna yang duduk bersebelahan segera memberikan air minum, menuntun gadis itu lalu mengusap punggungnya. “Kau baik-baik saja?” tanya Arjuna dan Anjani hanya mengangguk. “Rasanya terlalu terburu-buru, Nek.” Arjuna menge

    Last Updated : 2023-02-22

Latest chapter

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Biarkan Dia Memilih …

    Di tengah perbincangan yang santai, ketiga gadis yang saling bersahabat mulai mengarah pada Anjani. Salah satunya, Naomi. Setelah Raina tertidur di stroller, Naomi tak henti mengamati kedekatan Sadewa dan Chayra di sisi tembok yang sedang mereka warnai. Meski gadis cilik di hadapannya itu sangat terlihat tenang dan fokus terhadap aktivitasnya, tapi Sadewa sesekali menggoda dengan menggores tinta ke pipinya.“Sadewa!”Suster dari keluarga Hoover pun menenangkan sang majikan, ia berlutut dan mengelus dada gadis cilik tersebut.Naomi dibuat penasaran dengan kedekatan itu. Tak sekali dua kali pula Kris mengatakan tentang perjodohan keluarga Barathawardana dan Hoover.“Jadi, benar?”Naomi mencondongkan tubuhnya seraya bertanya pelan. Sementara Kayla hanya mengamati kedua orang yang sudah

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Enam Tahun Kemudian

    “Sadewa apa yang kau lakukan! Kembalikan!”Seorang gadis cilik bermata biru mengerang kesal ketika anak laki-laki itu mengambil boneka dari tangannya lalu berlari mengelilingi ruangan tersebut. Wajahnya begitu bahagia mengerjai gadis sebaya yang rambutnya dikuncir dua.“Sadewa ….”Sang ibu yang tengah membantu bibi Sri di dapur mengingatkan dengan datar. Sementara ayah mereka tengah berdiskusi di ruang tamu. Ketika kedua anak itu saling berlari dan terus kejar mengejar melewati Arjuna dan Jarvis, senyum terbit diantara pria dewasa disana.Arjuna berhasil menangkap Sadewa yang melewati jalan kosong di hadapannya.“Hap! Tertangkap!” seru Arjuna.Sementara Chayra merajuk diatas pangkuan sang ayah.“Ayah ….”“Tidak apa-apa, Sayang. Sadewa hanya ingin bermain denganmu.”“Sadewa, kau tidak boleh seperti itu, ya, Nak.”Anjani yang baru

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Ya, Aku Berjanji!

    “Berjanjilah untuk bersikap hangat padaku ….”Di tengah nafas yang memburu, mata mereka saling memandang lekat.“Ya, aku berjanji!”Tak lama kemudian, Rama pun melanjutkan ciuman panas mereka. Bibir saling bertaut dibersamai saliva yang bertukar hangat membuat hasrat mereka kian membara. Rama tak lagi ingat bahwa ia takut akan sebuah komitmen. Gejolak primitifnya kian membara, membuat dirinya tak bisa mengendalikan naluri yang terus membawanya jauh. Mereka menyatu dengan cepat bersama suara indah yang menusuk ke telinga. Lambat laun, Kayla mulai merasa bahwa ia pun tak bisa menolak permainan itu. Jemarinya menyusuri kulit punggung sang pria, sesekali tanpa sadar ia mencakarnya kuat.“Ah!”Rama terus bergerak dengan tempo yang cepat seraya menciuminya tanpa ampun.“Hmmmmmp!”“I gonna crazy because of you, Kay ….”Di tengah desakan yang kian memunc

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Berjanjilah!

    Kayla melangkah dengan tergesa ketika lift telah mengantarkannya ke lantai dasar. Ia gegas melangkah dengan tergesa. Beberapa pegawai yang melihatnya langsung menundukkan kepala seraya menghormati. Ketika berhasil melewati pintu lobi yang berputar dan hampir menarik handle pintu mobil yang terparkir disana, seseorang menahan jemarinya.“Biar aku antar,” ucap pria itu.Kayla menatap tangannya yang hangat dalam genggaman. Lalu, ia menatap pria itu dengan dalam. Sungguh! Ingin rasanya ia mencaci. Namun, ia tak mampu lakukan itu. Faktanya gengsi wanita memang lebih besar. Dan Kayla, menyingkirkan genggaman itu dengan tangannya yang lain.“Tidak perlu.”Gadis itu hendak menarik kembali handle pintu tersebut. Namun, lagi-lagi tertahan.“Jangan keras kepala!”“Tsk!”Kayla berdecih sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.“Jangan sok peduli!”

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Satu Bulan Sebelum Pernikahan

    “Kau mau mandi bersama?”Kris mengerlingkan mata pada gadis yang kini telah resmi menyandang status sebagai istrinya. Naomi yang tengah berbaring disisinya, lantas menoleh. Pipi pun jadi merona seketika. Ini bukan kali pertama—tapi mendengar pertanyaan itu membuat gemuruh jantungnya berdetak hebat.“Eung …”Tak butuh jawaban dari wanita itu. Kris langsung beranjak lalu membopong gadis itu hingga Naomi terpekik karena gerakan yang begitu tiba-tiba.“Kyaaaaaaaa!”Meskipun begitu, Naomi begitu merasa dicintai. Tak pernah menyangka bahwa pria yang selama ini bekerjasama dengannya sebagai rekan kerja, menjadi pasangan seumur hidupnya.Waktu berlalu begitu saja—entah sejak kapan mereka telah berada dalam kondisi yang polos dan saling berpangkuan di atas bathup. Meski udara dingin menusuk tulang, keduanya justru dibasahi oleh peluh yang bercampur dengan air busa di bathup ters

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Sebuah Perjanjian

    “Apa kau sudah menikah?” Jantung Rama seketika diremas, setiap kali bertemu orang dan di usianya yang menginjak kepala tiga—pertanyaan tentang pernikahan selalu mengiang di telinganya. Padahal, mereka ke tempat itu untuk membicarakan soal bisnis. Tapi, Tuan Hoover seolah memancing adrenalin-nya. Rama melirik ke arah Arjuna yang tersenyum tipis, seperti orang yang sangat bahagia atas penderitaan orang lain. “I-tuuuu,” gumam Rama. Sebenarnya ia bisa saja menjawab bahwa sudah ada calon dan akan segera melangsungkan pernikahan. Tapi bibirnya terasa kaku. “Sayangnya, aku tak mungkin memberikan putriku untukmu, Rama ….” “Apa?” “Apa?” Kontan Arjuna dan Rama membeliak. “Karena Chayra sudah milik Sadewa.” Lelucon macam apa itu, Rama hampir mencelos mendengar pernyataan Jarvis. Ternyata ia hanya bergurau. ‘Ya Tuhan … lelucon macam apa itu.’ Rama bermonolog lalu tersenyum tipis. Di tengah makan mal

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Lagi-Lagi Ditanya Kapan Menikah?

    Memandang wajah Rama yang berubah pias membuat Kayla tersenyum dibalik Zivaa yang penuh mengisi layar ponsel itu. Zivaa dan Sadewa seolah sengaja membuat Rama tak berkutik dengan menggodanya.“Ayolah, Paman! Jangan membuat Bibi Kayla menunggu lebih lama lagi.”“Eung …”Di ujung panggilan video itu, terlihat Rama yang terus menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia terdengar menghela nafas berkali-kali.“Sudahlah, kalian jangan terus menerus menggoda Paman Rama.”Anjani meraih ponsel itu dari wajah Zivaa dan mengembalikannya pada Kayla. Ia lantas merebut Sadewa dalam genggaman sang ibu mertua.“Bu, biarkan Kayla berbicara dengan Rama. Mereka pasti saling merindukan,” goda Anjani.Lantas ia beranjak menuju kamar Sadewa.“Ayo, Bu!”Zivaa pun mengangguk dan berpindah dari ruang keluarga menuju kamar anak bayi itu. Setelah kedua orang itu berlalu dan menghilang dari pandangan. Kayla lantas menatap layar ponsel itu dengan senyum tak biasa.“Kau menertawakanku?” “Tidak. Hanya saja … lucu.”“Ap

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Bibi Kayla

    Dalam perjalanan menuju bandara, Rama tak berhenti diam. Ia terus mendengus sambil sesekali mengecek ponselnya. Hasrat yang belum tuntas dan rasa rindu pun sudah menggebu bahkan sebelum ia benar-benar meninggalkan tanah air. Arjuna yang sedari tadi mengamati, hanya bisa menggelengkan kepala. Dasar si keras kepala itu. Ia tidak ingin cepat-cepat menikahi wanita yang sudah jelas dicintai.“Baru saja bertemu, kau sudah rindu?”Rama pun menoleh hingga matanya bersirobok di udara dengan Arjuna.“Ya?”“Kau itu terlalu gengsi!”“Apa?”Tak lama suara gelak tawa memenuhi penjuru mobil. Arjuna terlihat begitu puas menertawai sang adik yang jelas-jelas tengah dilanda frustasi.“Ada yang lucu?” tanya Rama kesal karena ditertawai begitu saja.“Sikapmu yang lucu! Kau tidak ingin menikahinya cepat-cepat, tapi kau dengan lihai melakukan permainan di kantor. Aku sampai merinding—hih!”“Shut up!”Meski mereka pernah berseteru, tapi setiap kali Arjuna mengolok-olok Rama, tak ada lagi kecanggungan dianta

  • Sebatas Pernikahan Bisnis   Aku Akan Menikahimu, Secepatnya …

    “Apa kau setuju jika Sadewa dijodohkan dengan rekan bisnisku?”Mata gadis itu membola. Seketika Anjani terperanjat hingga tanpa sadar mendorong tubuh Arjuna menjauh.“Kau gila?”“Tenanglah!” seru Arjuna dengan senyum tak biasa, membuat Anjani semakin tak tenang. Bagaimana mungkin bayi yang belum genap sebulan sudah ingin dijodohkan? Apa suaminya ini gila?Anjani tak berhenti menggeleng sambil menatap mata sang suami dengan tajam.“Dia Tuan Hoover yang akan menginvestasikan dananya untuk proyek Paradise.”“Paradise?”“Ya, setelah semua sengketa clear tak ada alasan untuk menunda pembangunan bukan?”Anjani termangu. Tiba-tiba sorot matanya meredup. Bagaimanapun tanah itu, pernah berdiri sebuah bangunan yang penuh kenangan. Tapi, semua sudah berlalu. Anjani seharusnya tak lagi mengingat itu sementara ia sudah memiliki Arjuna dan Sadewa di sisinya.“Kenapa?”Arjuna seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sang istri. Ia menengadahkan wajah sang istri lalu menangkup pipi serta mengusapnya lemb

DMCA.com Protection Status