Share

Bab 2. Keputusan

"Maaf kan aku, Bu. Aku terpaksa harus melakukan semua ini. Aku tau Ibu pasti akan terluka jika Ibu tau aku menjual harga diri aku hanya demi uang. Tapi aku terpaksa, Bu. Maafin anakmu ini."

Aisa bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah mewah dan megah itu. Dia sudah tidak sanggup lagi jika harus terus memikirkan hal buruk yang akan terjadi pada ayahnya jika dalam jangka waktu tiga hari tidak segera mendapatkan uang itu.

Aisa dengan terpaksa harus menerima penawaran yang ditawarkan oleh nyonya besar keluarga Admaja. Dengan sangat tergesa-gesa, Aisa berlari ke jalan untuk mencari angkutan umum untuk pergi menuju rumah keluarga Admaja.

Aisa terus berlari tiada henti, bahkan dia tidak memperdulikan lalu lalang kendaraan.

"Awas!" teriak seseorang dari dalam mobil, membuat sang supir langsung menginjak rem secara mendadak setelah mendengar teriakan dari pria yang duduk di sampingnya.

Tubuh Aisa tersungkur di depan sebuah mobil mewah.

"Ada apa? Kenapa berhenti?" tanya pria yang duduk dibangku penumpang belakang.

"Emmm ... itu, Tuan. Di depan ada seorang gadis yang menyebrang tidak hati-hati," sahut pria yang duduk di samping supir.

"Cepat kamu turun. Aku sudah sangat lelah dan ingin segera pulang!” perintah pria yang memakai setelan jas lengkap, dengan rambut yang ditata dengan sangat rapi.

Raut wajah tegas dan dingin, terlihat jelas di wajah pria itu.

"Ba—baik, Tuan." Pria yang duduk di kursi penumpang depan bergegas membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.

Aisa mencoba untuk berdiri, dia merasakan nyeri di kedua lutut dan sikunya yang ternyata luka dan mengeluarkan darah.

"Kamu tidak apa-apa?" Pria itu membantu Aisa berdiri.

"Maafkan saya, Tuan. Ini salah saya, karena tidak menyeberang jalan dengan hati-hati." Aisa meminta maaf sambil membungkukkan tubuhnya.

Pria itu melihat kedua lutut dan siku Aisa yang berdarah. "Apa perlu saya antar ke rumah sakit? Sepertinya lutut dan siku kamu butuh perawatan, kalau nggak nanti lukanya ...."

"Tidak usah Tuan, terima kasih. Saat ini saya sedang terburu-buru." Aisa tidak memperdulikan rasa sakit di kedua lutut dan sikunya, yang dia pedulikan sekarang adalah keselamatan ayahnya.

"Tapi luka kamu harus diobati." Pria itu tetap bersikukuh ingin bertanggung jawab, meski itu bukan sepenuhnya kesalahannya.

Sang pemilik mobil merasa sangat geram melihat asistennya yang tak kunjung masuk kedalam mobil. Pria itu dengan sangat terpaksa harus turun tangan sendiri.

"Rendy!" teriak Pria itu dengan nada meninggi.

"Mengurus hal kecil kayak gini saja kamu tidak becus, berapa lama lagi aku harus menunggu kamu menyelesaikan masalah kecil ini!" seru pria itu sambil berjalan mendekati Rendy sang Asisten.

"Ma—maafkan saya, Tuan. Gadis ini terluka, saya berniat untuk membawanya ke rumah sakit." Rendy membungkukkan tubuhnya di depan sang majikannya.

Pria itu menatap lekat wajah Aisa dari atas sampai bawah. "Kenapa kamu harus bertanggung jawab? Jelas-jelas dia yang bersalah, menyeberang jalan sembarangan!" serunya dengan nada dingin.

Aisa menatap wajah pria yang berdiri cukup jauh darinya.

"Maaf, Tuan yang terhormat. Saya memang bersalah, saya juga tidak meminta pertanggung jawaban anda." Aisa berujar dengan sangat geram. Dia tidak suka melihat pria sombong yang kini tengah berdiri cukup jauh darinya.

"Kamu dengar itu! Dia saja tidak butuh pertanggungjawaban aku. Sekarang kita pergi!" Pria itu berbalik dan hendak membuka pintu mobilnya.

Tapi teriakan Aisa berhasil menghentikan niat pria itu. Aisa berjalan mendekati pria sombong dan dingin itu.

"Anda adalah pria yang tidak punya hati yang pernah saya temui. Harusnya anda bersyukur mempunyai asisten yang sangat baik dan jujur seperti dia." Aisa menunjuk ke arah Rendy.

"Apa kamu bilang? Pria nggak punya hati! Siapa kamu berani menghina aku seperti itu!" teriak pria itu keras dengan rahang mengeras.

Rendy berjalan mendekati Aisa dan majikannya. "Tu—tuan, ini salah saya," ucap dengan penuh rasa bersalah.

"Maaf Tuan, tapi menurut saya ini bukan salah anda, tapi salah dia!" tunjuk Aisa ke arah pria sombong berwajah dingin yang berdiri di hadapannya.

"Kamu!" seru Pria itu geram.

"Kenapa? Kamu gak mau mengakui kesalahan kamu? Atau kamu gak tau kesalahan kamu?" Aisa memiringkan senyumannya.

"Dasar cewek licik, kamu sengajakan menabrakan diri kamu ke mobil aku agar kamu dapat meminta uang sebanyak-banyaknya sebagai kompensasi!" tuduh pria itu.

Aisa tidak terima ada orang yang menilai rendah dirinya. Sejak tadi dia sudah mencoba menahan amarahnya. Tapi setelah mendengar hinaan itu, amarahnya semakin memuncak. Dengan reflek Aisa melayangkan tangannya ke wajah pria dingin yang tengah berdiri tepat di depannya.

Tapi dengan cepat pria itu mencengkram pergelangan tangan Aisa yang membuat sang empu semakin geram.

Bukan hanya Aisa yang terlihat terkejut, tapi Rendy juga terkejut melihat sang majikan mencengkram kuat pergelangan tangan Aisa.

‘Tuan Muda! Apa aku tidak salah melihat, dia menyentuh tangan gadis itu! Bukannya dia sangat anti jika harus bersentuhan dengan wanita. Bukannya dia merasa tidak nyaman saat bersentuhan dengan wanita manapun kecuali Nyonya Merlin?’ gumam Rendy dalam hati.

"Lepasin tangan aku!" seru Aisa sambil mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman pria itu.

"Aku tidak akan melepaskan kamu sebelum kamu meminta maaf sama aku atas perkataan kamu!" pria itu semakin geram dan mengeratkan cengkraman tangannya pada pergelangan Aisa.

Aisa meringin menahan sakit di pergelangan tangannya. Dia tak akan bisa melepaskan cengkraman pria itu dengan mudah. Sekarang hanya satu cara yang dapat Aisa pikirkan agar bisa lepas dari cengkraman pria dingin itu.

Asia menarik tangannya yang dicengkram erat oleh pria itu, lalu dia menggigit lengan pria itu dengan sangat kuat. Hingga pria itu menjerit kesakitan dan langsung melepaskan cengkraman tangannya pada tangan Aisa.

"Sukurin, emang enak!" teriak Aisa lalu berlari menjauh dari pria itu, karena dirinya tak punya banyak waktu untuk meladeni pria itu.

Aisa bahkan tak peduli dengan rasa sakit di kedua lutut dan sikunya.

"Awas saja kalau sampai kita ketemu lagi! Tunggu saja pembalasan aku!" teriak pria itu dengan amarah yang sudah memuncak, wajahnya sudah merah padam.

Rendy hanya tersenyum melihat tingkah majikannya, karena ini pertama kalinya dia melihat sahabat sekaligus majikannya tidak menghindar dari tatapan mata seorang wanita, bahkan mereka juga saling bersentuhan.

"Ada apa denganmu? Kenapa kamu malah cengar-cengir seperti itu? Kamu bahagia di atas penderitaan aku!" kesal pria itu saat melihat Rendy yang senyum-senyum tak jelas.

"Ma—maafkan saya, Tuan. Saya ...."

"Sudahlah, gara-gara cewek gila itu mood aku jadi jelek. Aku ingin segera sampai di rumah. Aku capek dan ingin segera beristirahat."

"Baik Tuan." Rendy berjalan menuju mobil dan membukakan pintu mobil untuk majikannya.

Pria itu masuk ke dalam mobil sambil memegang tangannya yang telah digigit oleh Aisa.

"Aku tidak akan pernah melepaskan cewek itu, lihat saja pembalasan aku akan lebih sakit dari ini," ucap pria itu dengan kedua telapak tangan mengepal erat.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status