Share

Bab 5. Penolakan Alan

Apa dia pria yang kasar atau berhati lembut?

Apa dia akan hidup dalam pernikahan yang seperti neraka, penuh tekanan dan siksaan?

Seperti itulah yang tengah di pikirkan Aisa saat ini.

Rode mengantar Aisa untuk mengambil barang-barangnya yang ada di kontrakannya.

Sekarang Aisa harus mempersiapkan dirinya untuk memulai hidup barunya, mempersiapkan diri untuk menikah dengan pria yang sama sekali belum pernah ditemuinya.

Aisa berharap pria yang akan dinikahi menolak pernikahan itu, dengan begitu dirinya tidak perlu menjalani pernikahan itu.

**

Jantung Aisa berdetak dengan sangat kencang, dia juga terlihat sangat gugup. Saat ini dia akan bertemu dengan pria yang akan dinikahi. Keringat dingin kini membasahi kedua telapak tangannya.

Aisa saat ini tengah duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Merlin dan Alan.

Tubuh Aisa semakin gemetar saat dia mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Dia lalu menundukkan wajahnya, tidak berani menatap wajah pria yang akan menjadi suaminya.

Merlin duduk di samping Aisa, lalu mendongakkan wajah gadis itu agar menatapnya.

“Apa kamu begitu gugup, hingga membuat kedua tangan kamu begitu dingin dan penuh dengan keringat?” tanyanya sambil menggenggam tangan Aisa.

Merlin bahkan bisa merasakan tangan Aisa yang gemetar.

“Kamu tidak usah gugup. Anak saya bukan orang jahat, mungkin dia juga akan terkejut mendengar kabar pernikahannya,” lanjutnya.

Aisa seketika langsung membulatkan kedua matanya. Dia menatap wajah wanita yang duduk di sampingnya.

“Jadi Nyonya belum memberitahu tentang rencana pernikahan itu?” tanya Aisa dengan dahi mengernyit.

Merlin menganggukkan. “Sebelum saya memberitahu Alan, saya harap kamu tidak memberitahunya tentang perjanjian, karena perjanjian itu hanya kita berdua yang tahu.”

Aisa menganggukkan kepalanya. Permintaan Merlin bagaikan perintah untuknya.

“Anak saya sedang keluar, sebentar lagi dia akan pulang. Sekarang lebih baik kamu membersihkan diri. Nanti saya akan memanggilmu jika Alan sudah tiba,” lanjutnya sambil menepuk bahu Aisa.

Aisa menganggukkan kepalanya. Dia lalu pamit undur diri untuk membersihkan dirinya.

Setelah mendapatkan anggukkan kepala dari Merlin, Aisa berjalan menuju kamar yang dulu pernah ditempati saat dia pertama kali ada di rumah itu.

Kamar yang begitu luas dengan nuansa yang mewah, bahkan kamar itu sudah dilengkapi dengan gaun-gaun yang sangat indah.

Setelah selesai membersihkan diri, Aisa lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi adiknya. Dia ingin memberitahukan kepada keluarganya, jika dirinya sudah tiba dengan selamat di Jakarta.

“Halo, Nik. Bagaimana keadaan Ayah sekarang?” tanya Aisa setelah panggilan itu mulai tersambung.

“Ayah sudah sadar, Kak. Kenapa Kakak buru-buru kembali ke Jakarta? Ayah menanyakan tentang Kakak saat bangun tadi.”

Aisa tak sanggup menahan laju air matanya setelah mendengar perkataan adiknya. Dia juga sangat merindukan ayahnya dan ingin mengobrol dengan ayahnya seperti dulu lagi.

Tapi sekarang Aisa tak bisa berbuat sesuka hatinya, karena sekarang hidupnya sudah menjadi milik keluarga Admaja.

“Kakak harus kembali bekerja, Nik. Kakak titip Ayah sama Ibu, ya? kamu juga harus belajar yang rajin, jangan kecewakan Ayah dan Ibu.”

“Iya, Kak. Aku akan jaga Ayah dan Ibu. Kapan Kakak akan pulang lagi?”

“Kakak belum tahu. Kakak juga belum lama masuk kerja, tidak enak kalau harus izin terus menerus,” ucap Aisa lalu mengakhiri panggilan itu.

Aisa dan Niko cukup lama mengobrol, dia lalu mengakhiri panggilan itu, menyeka kedua sudut matanya yang basah.

“Maafin aku, Bu. Maafin aku yang mungkin sudah membuat Ibu dan Ayah kecewa.”

Aisa menghela nafas lega setelah mendengar kabar tentang ayahnya. Kini ayahnya sudah kembali pulih, walau ayahnya harus duduk di kursi roda untuk sementara waktu. Bahkan dengan sisa uang yang dia berikan, keluarganya bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Terdengar suara pintu diketuk.

Aisa beranjak dari duduknya, melangkah menuju pintu lalu membukanya.

“Ada apa, Bi?” tanyanya saat melihat asisten rumah tangga Merlin tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

“Nyonya Merlin meminta Nona Aisa untuk turun ke bawah,” sahut wanita paruh baya itu.

“Baik, Bi.” Dengan perasaan gelisah, Aisa menapaki anak tangga satu persatu. Matanya terus tertuju ke arah sosok yang tengah berdiri di samping Merlin dengan memunggunginya.

“Kamu terlihat sangat cantik, Sayang,” puji Merlin sambil berjalan mendekati Aisa.

Aisa hanya mampu menundukkan wajahnya.

Pria itu membalikkan tubuhnya menatap gadis yang kini berdiri di samping mamanya.

“Sayang, ini gadis yang Mama ceritakan tadi, namanya Aisa. Mama ingin kamu dan Aisa menikah,” ucap Merlin sambil menatap Aisa yang masih menundukkan wajahnya.

“Ma! aku gak mau menikah!” seru Alan lantang.

“Sayang, sampai kapan kamu akan terus seperti ini? Mama hanya ingin kamu bahagia. Aisa gadis yang baik, dia gadis yang tepat untuk kamu.” Merlin lalu berjalan mendekati putranya.

“Apa dia tau apa kelemahan aku? Mama tau kan, bagaimana hidup aku dulu sempat hancur hanya gara-gara wanita jahat itu! bahkan sampai sekarang aku masih sangat trauma untuk berhubungan dengan wanita. Apalagi berdekatan dengan mereka!” seru Alan sambil menatap tajam ke arah Aisa yang masih menundukkan kepalanya.

“Maka dari itu, Sayang. Mama ingin kamu menikah dengan Aisa. Dia akan membantumu untuk lepas dari trauma yang kamu alami.”

“Aku tetap tidak mau, Ma!” tolak Alan lagi.

Aisa menghela nafas panjang, entah sampai kapan dia akan mendengarkan perdebatan antara ibu dan anak. Mereka tidak tau betapa gugupnya dirinya saat ini.

Tapi setelah mendengar perdebatan mereka, Aisa merasakan sedikit kelegaan, karena pria itu menolak untuk menikah dengannya.

Aisa memberanikan diri untuk mendongakkan wajahnya. Dia ingin melihat wajah pria yang telah menolak menikah dengannya dan memberikannya sedikit kelegaan.

Tapi, kedua mata Aisa langsung membulat dengan sempurna, saat melihat wajah pria itu. Kini mata mereka saling bertemu pandang.

Aisa yakin dirinya saat ini tidak salah melihat. Pria dilihatnya memang pria sombong yang pernah dirinya temui.

“Kamu!” seru Aisa keras sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Alan.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status