Share

BAB 4

Penulis: mapoeri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 19:00:35

Jaima bisa merasakan tatapan telisik milik Arianti, asisten pribadi Hasbi yang berdiri di samping pria itu. Pria itu datang dengan beberapa orang yang disebut sebagai ‘donatur’ oleh si perawat, tidak lupa beberapa wartawan hadir disana untuk meliput kegiatan tersebut.

“Ini putri ibu Garini, mbak Jaima.” Perawat itu memperkenalkan Jaima dengan ceria pada orang-orang tersebut yang kemudian mengulurkan tangan, bersalaman dengan Jaima.

“Saya dengar ibu anda harus menjalani perawatan intensif untuk mmendapatkan pengobatan lebih lanjut setelah kondisinya yang memburuk?” Salah satu donatur itu bertanya pada Jaima, dia menatap seolah-olah peduli dengan kesehatan para orangtua disana.

“Ah, ya.. Itu yang saya dengar..” Jaima menjawab dengan kikuk, terlebih lagi dia tengah menahan keinginannya untuk memuntahkan isi perutnya. Entah kenapa sejak melihat Hasbi rasa mualnya timbul dengan sangat brutal.

“Semoga donasi kali ini bisa membantu ibu anda jauh lebih baik lagi.” Hasbi menimpali, menatap Jaima dengan senyum lebar seolah dia tidak mengingat apa yang sudah dilakukan pada Jaima sebulan yang lalu.

Jaima mengangguk, kemudian para wartawan itu meminta mereka berjajar dengan rapi untuk mengambil foto. Jaima ditarik mendekat ke arah Hasbi sebagai wali dari pasien.

“Ugh..” Jaima berusaha menahan mualnya ketika parfume mahal milik Hasbi tercium hidungnya.

“Mbak, wajahnya pucat.. Mbak gak apa-apa?” Salah satu wartawan yang bertugas memfoto mereka bertanya pada Jaima, dia sedikit khawatir karena Jaima begitu pucat seperti tanpa darah.

“A-ah, ya, maaf. Saya baru pulang bekerja dari shift malam.” Jaima mencoba mengalihkan rasa mualnya, menjawab sebisa mungkin.

“Baik kalau begitu, senyum ya mbak..” Si wartawan berceloteh lagi, namun belum juga wartawan itu memencet shutter kameranya Jaima tergopoh-gopoh berlari ke kamar mandi, menutup pintunya dengan kencang sampai orang-orang disana terkejut, dia memuntahkan isi perutnya tanpa ampun.

Beberapa orang itu merasa risih namun si wartawan buru-buru mengalihkan perhatian mereka dengan cepat mengambil gambar tanpa Jaima.

Arianti terdiam, matanya menatap tajam ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.

Jaima keluar setelah beberapa saat, kepalanya pusing dan dia hanya duduk diatas toilet. Ini sudah kesekian kalinya dia muntah dan badannya terasa begitu lelah, dia yakin telah kehilangan bobot yang lumayan karena itu semua.

“Mbak, yakin mbak gak apa-apa? Biar diperiksa sama dokter umum disini.” Si perawat menghampiri Jaima dengan wajah khawatir.

Jaima menggeleng dan tersenyum kecil, “Aku cuma kecapekan aja..” Ujarnya singkat sambil duduk di samping ibunya lagi.

“Selamat pagi mbak Jaima..” Suara Arianti membuat Jaima menoleh, wanita itu tersenyum tipis. Pakaiannya yang rapi, riasan tipis namun terlihat begitu elegan. “Bisa saya bicara berdua saja dengan mbak Jaima?” Tanya Arianti pada perawat muda yang terlihat agak kebingungan namun beranjak pergi dari sana. Meninggalkan mereka berdua.

“Saya tidak tahu kalau ibu mbak Jaima berada di panti jompo milik yayasan Mahatma Group.” Katanya sembari berjalan mendekat ke arah jendela.

Garini masih duduk diatas kasur, pandangannya dia lemparkan keluar jendela. Masih menikmati sinar matahari hangat yang sedikit menyoroti wajahnya dengan semilir angin dingin. Panti jompo ini berada diatas gunung sehingga udaranya masih begitu sejuk.

“Saya juga baru tahu kalau yayasan ini masih milik Mahatma Group.” Ujar Jaima.

Arianti mengangguk, menoleh dan kini bisa melihat Jaima dengan jelas. Wanita itu jauh lebih berantakan dari yang terakhir ia lihat, wajahnya tirus dan kurus. Seperti yang wartawan itu bilang, wajahnya juga pucat.

“Sudah berapa bulan?”

Jaima terkesiap mendengar pertanyaan itu terlontar dari mulut Arianti, dia menatap wanita itu dengan kening berkerut. “Apa maksud anda?”

“Anda lebih tahu maksud saya mbak Jaima.”

Keduanya saling tatap, Arianti dengan tatapan dingin dan datar sedangkan Jaima berusaha dengan keras menyembunyikan rasa terkejutnya karena seperti orang yang baru saja dipergoki.

“Saya tidak mengerti.”

“Anda tengah mengandung, bukan?”

Ucapan Arianti sukses membuat Jaima mematung di tempatnya, dia menunduk.

“Saya tidak tahu apakah anda baru mengetahui hal itu baru-baru ini, tapi yang ingin saya tanyakan, kenapa anda mempertahankannya?”

Jaima menelan ludah, matanya terasa panas. Dia juga tidak tahu kenapa bersikap seolah-olah ingin merawat janin itu, padahal isi kepalanya ingin melenyapkannya. Anak itu tidak dia inginkan, bukan. Ini bukan saat yang tepat baginya memiliki seorang anak, ibunya masih butuh pengobatan. Biaya panti jompo masih harus dia tanggung.

“Apakah anda berpikir untuk memeras tuan muda?”

Jaima mengangkat kepalanya, wajahnya kini terlihat sedikit bingung dan marah yang menjadi satu. “Memeras?”

Arianti menghela napas, dia membuka ponsel lipatnya, “Itu semua yang pasti dilakukan oleh kalian para wanita miskin, menjebak tuan muda dengan birahi dan memiliki anak untuk memerasnya.”

PLAKKK! Suara tamparan itu memenuhi ruangan yang hening, suaranya begitu nyaring. Pipi Arianti terasa panas, saking kencangnya tamparan itu ponselnya sampai terpelanting ke arah kasur.

“Saya tidak peduli dengan semua itu! Tuan muda yang anda banggakan sudah memperkosa saya dan itu faktanya! Lagipula, saya akan membiayai dan membesarkannya sendiri! Saya tidak akan meminta sepeserpun pembiayaan untuk kehamilan saya dan anak ini dari Mahatma group!” Jaima berteriak dengan suara yang tertahan, dia masih memikirkan pasien lain dan juga para perawat yang tidak jauh dari ruangan tempat ibunya berada. Matanya memerah, airmata sudah turun satu persatu.

Arianti masih terdiam memegangi pipinya.

“Hamil?” Suara dalam dan berat itu terdengar, tubuh Jaima mematung sedangkan Arianti buru-buru mengambil ponselnya. Dia menunduk dan pergi dari hadapan Jaima.

“Kamu hamil….Anakku?”

Bab terkait

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 5

    Hasbi masih melempar pandangannya jauh keluar jendela mobil. Apa yang baru saja terjadi membuatnya resah, dia bahkan tidak bisa bereaksi sebagaimana mestinya.Sebagaimana mestinya?Memangnya Hasbi harus bereaksi apa ketika dia mendengar seorang wanita yang bahkan dia tidak tahu namanya dan hanya dia ingat wajah serta bagaimana wanita itu di ranjang saat dia gauli dalam keadaan mabuk tengah mengandung anaknya?“Siapa nama wanita tadi?” Hasbi bersuara, bertanya pada Arianti yang duduk di depan sebelah supir.“Jaima tuan muda, Jaima Lalitha.”“Jaima…Dia bekerja?”Arianti melirik dengan ujung matanya, mencoba menerka kenapa Hasbi ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 6

    “Apa kamu sendiri tidak yakin itu anak dari CEO kami?” Arianti menutup ponsel lipatnya dan kini beralih pada Jaima yang tengah duduk di sofa ruang tamu kontrakannya.Dia terkejut karena tiba-tiba Arianti datang ke kontrakannya di malam hari, lebih terkejut karena Arianti tahu dimana dia tinggal. Jaima kini menatap wanita itu, semua kalimat yang keluar dair mulutnya penuh dengan keangkuhan juga mengecilkan pihak lawan bicara.“Itu bukan urusan anda, ini janin saya. Tidak ada urusan dengan keluarga Mahatma.”“Saya juga inginnya begitu, tapi tuan muda tetap ingin tahu.” Arianti menyela sebelum Jaima mengucapkan sepatah kata lainnya. Dia menyisiri rumah kontrakan kecil namun rapi itu, perabotan dengan warna kayu cantik juga ruangan yang wangi.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 7

    Para Asisten Rumah Tangga berdiri di depan sebuah pintu kamar tinggi yang tertutup rapat, wajah mereka menegang ketakutan. Enam orang berdiri disana tanpa satupun yang berani membuka pintu kamar itu, teriakan dan suara pecahan barang terdengar dari dalam.“Minggir!” Hardikan itu sukses membuat enam orang itu menyingkir dari sana, seorang lelaki tua dengan perawakan tinggi besar dan nampak berwibawa itu kini menguarkan aura mengerikan. Dia membuka pintu dan mendapati kamar anak perempuannya telah porak poranda.“Naya! Hentikan!”“AAAGHHHH! AGHHHHHHHH!” Wanita itu, yang mengenakkan setelan rapi berwarna putih -yang kini telah terlihat sangat berantakan- tengah melempar beberapa botol minuman dan juga vas bunga ke lantai dengan membabi buta. Dia menjerit sambil menangis.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 8

    “Kenapa kamu dengan seenaknya menyelenggarakan pernikahan sedangkan aku tidak sudi melakukan hal itu?” Jaima menatap penuh amarah kepada Hasbi, matanya memerah dan dia sudah hampir menangis. Rasa mual yang mendera juga kepalanya yang pusing berputar itu membuatnya hampir ambruk ke sekian kalinya. Dia kini tengah duduk dengan tangan yang diinfus, Hasbi meminta dokter keluarga datang untuk merawatnya di kamar hotel ini.“Kamu harus menikah denganku.” Hasbi menjawab dengan enteng.“Aku tidak akan meminta apa-apa padamu untuk kesejahteraan anak ini.”“Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi membawa anak ini dan hidup dengan penderitaan. Dia keturunan keluarga Mahatma.”Jaima menggigit bibirnya, dia memang tidak punya kepercayaan diri untuk membiayai anak ini dengan layak. Dia selalu berusaha mengundur lagi dan lagi jadwal ke dokter kandungan karena rasa takut kehilangan.“Bagaimana kalau kita gugurkan saja?”Pertanyaan itu sontak membuat Hasbi, Arianti dan juga dokter yang ada di ruangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 9

    Jaima menoleh ke kanan dan ke kiri, beberapa hari semenjak kedatangannya di hotel dan pecah berita mengenai dia sebagai selingkuhan CEO keluarga Mahatma Group naik di udara dia tidak pernah sekalipun melangkahkan kakinya keluar. Dia terkukung di dalam hotel, segala yang dia perlukan disediakan dengan baik terutama baju ganti serta dokter.Kehamilannya membuat dia tidak berhenti muntah, dia bahkan tidak bisa duduk sehingga dokter dua puluh empat jam bersama dengan dirinya di hotel tersebut. Si CEO menyewa satu lantai hanya untuk kenyamanan Jaima juga proteksi kalau-kalau ada reporter yang mengendus keberadaannya.Dan sekarang, Jaima berada di sebuah rumah dengan keagungan yang luar biasa. Dari gerbang depan saja Jaima sudah dibuat terpesona. Rumah ini seperti yang sering dia tonton di televisi tentang orang kaya raya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 10

    “SIALAN!” Tanaya memekik dengan kencang, urat-urat di sekitar lehernya mulai tampak sehingga membuat wajahnya bak kepiting kukus.“Naya! Tenang dulu nak!” Sadik turut memekik, kini memeluk buah hatinya dengan erat.“Mas, astaga! Kenapa kamu menyetujui pernikahan itu? Kenapa kamu menyetujui tawaran keluarga Mahatma? Ini membuat keluarga besarmu malu mas, bagaimana dengan JUNIAR Group?” Rani, ibu Tanaya mengoceh sambil memeluk Tanaya. Mencoba menenangkan anak bungsunya itu yang kini menangis meraung-raung.“Dengar dulu, biar papa jelaskan Naya.. Izinkan papa jelaskan dulu..”Tanaya menoleh dengan jangan berantakan, airmata dan juga air liurnya menjadi satu. “Apa yang mau papa jelaskan? Papa membuat aku malu! Papa bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 11

    Pernikahan yang sejak dulu selalu diimpikan Jaima kini terwujud, sayangnya, itu semua jauh dari apa yang dia dambakan. Pria yang bersanding dengannya bukanlah pria yang dia cintai, dia bahkan tidak mengenal pria itu secara utuh, keluarga besar pria itu menatapnya sinis sejak dia jalan menuju altar.Pria yang mendampinginya untuk berjalan ke altar bukanlah kerabatnya atau orang yang dia tunjuk, mereka hanya membayar orang yang tidak dikenal untuk melakukan hal itu.Bak sulap, dalam dua bulan persiapan pernikahan itu selesai begitu saja. Gedung yang sudah dipesan, gaun pengantin yang dibuat dengan cekatan, ketika Jaima keluar dari dalam kamar yang ada di rumah bak istana itu segalanya telah siap.“Ini pengantinnya..” Kata salah satu pembantu rumah tangga, mempapah Jaima masuk ke dalam sebuah ruangan dimana

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 12

    “Kehamilannya bagus, adik bayi juga sehat ya. Bisa bapak dan ibu lihat ini adalah jari jemarinya, tangan kanan kiri, kaki kanan dan kiri semuanya sudah lengkap ada lima. Tempurung kepala oke, hidung, mata, bibir, dagu. Anus. Semuanya sudah terbentuk dengan bagus dan baik, usia kandungan enam bulan sesuai dengan volume air ketuban. Semuanya oke.”“Bagaimana dengan jenis kelaminnya, dok?” Tanya Hasbi dengan penuh antusias.“Selamat, bayi bapak dan ibu berjenis kelamin laki-laki.”Jaima masuk ke dalam mobil, disusul dengan Hasbi dari belakang.Empat bulan berlalu semenjak pernikahan megah mereka, hujatan demi hujatan semakin tajam menghujani Jaima setiap dia memiliki acara di depan publik.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 77

    Jaima mengerjapkan matanya berkali-kali, apa yang dia lihat sekarang adalah sesuatu yang tidak terpikirkan olehnya. Lalu lalang orang membuat dia sedikit kebingungan, ini bukan kali pertama dia makan disini. Sejujurnya, tempat makan ini adalah tempat paling terjangkau ketika Jaima hidup sendiri.Tentu saja, selain murah karena porsinya juga banyak.“Kamu gak suka?” Hasbi menelengkan kepalanya ke arah kiri, matanya menatap penuh pengharapan pada Jaima, tangannya menggenggam dengan lembut.“Suka, tentu saja. Tapi, aku gak sangka kamu bawa aku ke tenda pecel ayam..”Tenda pecel ayam itu besar dan juga bersih, ini adalah kawasan tempat makan cukup terkenal untuk kalangan orang biasa. Disini orang-orang berlalu lalang tanpa peduli sekitar, mereka lebih senang memilah tenda mana yang akan mereka singgahi untuk makan malam atau hanya memilih cemilan mana yang akan mereka tenteng selagi berjalan-jalan.“Aku lagi pengen makan pecel ayam.” Ujar Hasbi dengan senyum lebar.Genggaman tangan itu ti

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 76

    Jaima terburu-buru pulang setelah Hasbi mengatakan kalau Rama menangis. Dia menelepon pengasuh di tengah perjalanan pulang, namun si pengasuh jadi kebingungan.“Bapak tidak pulang bu ataupun telepon.”Ketika Jaima sampai rumah, tidak ada tanda-tanda Hasbi disana. Hanya ada si pengasuh yang baru saja selesai memandikan Rama, wanita tua itu kebingungan ketika Jaima bertanya mengenai Hasbi.Kini Jaima tengah berada di kamar bersama Rama, menemani anak itu bermain meskipun isi kepalanya masih memikirkan alasan Hasbi memintanya pulang dengan segera.Ketika dia tengah merenung, ponselnya berbunyi. Satu pesan masuk.Noah.[Kenapa tidak bilang kalau pulang lebih dulu? TT.]Jaima tersenyum membaca pesannya, entah kenapa dia bisa membayangkan wajah pria itu yang terlihat sedih. Jaima segera pulang setelah Hasbi meneleponnya, saat itu Noah tengah berbicara dengan beberapa orang. Dia tidak berpamitan.Maafkan aku, aku mendapat kabar kalau Rama menangis.Tidak lama, pesan lainnya masuk.[Ah, kalau

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 75

    Hasbi berada di dalam mobil, wajahnya tertekuk sempurna. Pandangannya dia lempar keluar jendela, memandangi gedung-gedung yang terlewati olehnya. Di tidak dalam keadaan baik-baik saja, hatinya sedang dilanda rasa kacau yang luar biasa.Seperti orang bodoh dia datang ke acara yang Jaima datangi untuk mengejutkan wanita itu, namun ternyata dialah yang terkejut melihat bagaimana kedekatan Jaima dengan Noah.Wanita itu tersenyum dengan lebar dan wajahnya terlihat begitu ceria.“Dia tidak pernah seperti itu padaku..” Gumam Hasbi pada dirinya sendiri.Helaan napasnya terasa begitu berat. Dia tidak ingin merasa cemburu, dia tidak punya hak atas itu, bagaimanapun nantinya setelah bercerai dengannya Jaima akan punya kehidupannya sendiri. Namun, dia tidak bisa melakukan itu sekarang.Bahkan bersama dengan Tanaya terasa begitu berat. Setiap hari ketika dia sampai di apartemen ada banyak hal yang dia ributkan dengan Tanaya, entah permasalahan kecil maupun besar.Kebanyakan karena wanita itu terus

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 74

    Jaima kembali dengan kesibukannya, percakapannya dengan Hasbi terakhir adalah dua minggu lalu ketika dia meminta pengasuh untuk Rama. Tiga hari kemudian pengasuh itu datang, seorang wanita paruh baya yang suaranya begitu lembut.Imas bilang kalau ibu mertuanyalah yang memilihkan, dalam dua minggu terakhir sudah tiga kali Rama diasuh oleh si pengasuh dan semuanya berjalan dengan lancar. Si pengasuh meskipun sudah tua namun juga cekatan dalam urusan elektronik, dia tidak pernah absen mengirimkan kabar pada Jaima apa yang tengah Rama lakukan selama Jaima berada diluar.“Tuan Hasbi pulang ke apartemennya dengan nona Tanaya..” Kata Imas ketika Jaima bertanya.Jaima hanya mengangguk, berpura-pura mengerti meskipun perasaannya sakit.

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 73

    “Apa maksudmu?” Tanaya mengerenyitkan dahinya, merasa tidak senang dengan apa yang baru saja dia dengar. Kedua tangannya saling menyilang di dada, kakinya bertumpu satu sama lain dan punggungnya bersadar di kursi.Dia menatap Noah dengan tatapan tidak percaya, sedangkan pria di depannya tengah menyesap secangkir teh hangat dengan perlahan.“Aku sudah mengatakannya.”“Ulangi.”Noah menyimpan cangkir diatas meja, menatap balik Tanaya.“Aku tidak ingin campur lagi untuk mengambil Jaima dari sisi Hasbi.”“Jangan gila!” Tanaya berkata, dengan wajah serius.“Aku tidak ingin me

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 72

    Seminggu berlalu semenjak kedatangan Tanaya ke Rumah Sakit dan membuat gaduh, percekcokan Hasbi dan Tanaya tidak berhenti disana. Setelah kepergian Tanaya dan kembali ke ruangan, Jaima bersikap seolah tidak terjadi apapun. Wanita itu tidak bertanya, Hasbi tidak menjelaskan apapun.Semuanya berlalu begitu saja untuknya dan Jaima.Sedangkan Tanaya masih terus menuntutnya untuk segera melepaskan Jaima setelah apa yang wanita itu katakan ketika Tanaya datang ke ruangan Rama. Tanaya merasa ucapan Jaima sudah sangat keterlaluan, Hasbi sendiri ingin Tanaya melupakan hal itu.Percekcokan demi percekcokan yang seperti tidak ada ujungnya.Dilain sisi, Rama sudah kembali ceria. Tawa dan celotehannya sudah mulai mengisi rumah, Jaima tidak memberitahu Hasbi kalau ibu mertuanya datang

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 71

    “Tidak, dia bukan anakmu..”Tanaya menoleh bersamaan dengan Hasbi, Jaima menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia membuang muka dengan cepat sedangkan Imas meminta kedua orang itu keluar karena tangisan Rama yang begitu nyaring.Dada Jaima begitu kencang berdetak. Tangannya gemetar ketika dia memeluk Rama, menenangkan anak itu meskipun dirinya sendiri tidak merasa tenang.Kedua orang itu dengan jelas mendengarnya.Kalimat itu keluar begitu saja tanpa dia sadari ketika dia melihat Tanaya masuk ke dalam ruangan dan memanggil Rama, mengklaim bocah itu sebagai anaknya.“Nyonya..”“Mereka mendengarnya ‘kan? Mereka mendengar aku mengatakan hal itu?&r

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 70

    Ini hari ketiga Rama ada di Rumah Sakit, kondisinya sudah jauh lebih baik. Anak-anak memang cepat pulih, dia sudah berteriak-teriak lagi dan tertawa lagi, sudah mulai mau makan namun susu lebih utama.Jaima menundukkan kepalanya, tenggorokannya terasa tercekat, dia bisa mendengar Rama berceloteh riang diatas tempat tidur. Anak itu mengeluarkan suara dengan kata-kata yang tidak bisa dimengerti, dia terdengar begitu senang.Namun dilain sisi, Jaima begitu tegang. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat.“Apa yang dokter bilang?” Suara si ibu mertua terdengar dari samping tempat tidur Rama, membuat bulu kuduk Jaima meremang.Dia tidak pernah berpikir kalau Lisa Sarkara akan mengunjungi Rama. Sejauh ini, tidak pernah sekalipun dia berpikir kalau ibu mertuanya menyuka

  • SEBATAS ISTRI CADANGAN SANG TUAN   BAB 69

    Hasbi mengambil selimut yang ada di dalam lemari di ruangan kamar VVIP rawat inap yang mereka tempati. Dia membawa selimut itu untuk menutupi badan Jaima, wanita itu tertidur setelah menangis cukup lama. Hasbi duduk di samping Jaima, menatap wajahnya.Wajah itulah yang membuatnya penasaran ketika pertama kali melihat di hotel, wajah yang masih terlihat sama meskipun dia sudah menjadi miliknya. Matanya terlihat begitu sembab dan memerah. Jari jemari Hasbi menyusuri wajah itu tanpa menyentuhnya, dia takut Jaima terbangun.“Maafkan aku..” Bisiknya perlahan.Dia meminta maaf untuk banyak hal, termasuk karena sudah tidak pulang ke rumah dan tidak memperhatikan wanita itu sama sekali. Perasaan Hasbi berantakan, namun dia tidak bisa meninggalkan Tanaya dan dia merasa sangat bersalah pada Jaima. Dia tidak ingin

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status