Para Asisten Rumah Tangga berdiri di depan sebuah pintu kamar tinggi yang tertutup rapat, wajah mereka menegang ketakutan. Enam orang berdiri disana tanpa satupun yang berani membuka pintu kamar itu, teriakan dan suara pecahan barang terdengar dari dalam.
“Minggir!” Hardikan itu sukses membuat enam orang itu menyingkir dari sana, seorang lelaki tua dengan perawakan tinggi besar dan nampak berwibawa itu kini menguarkan aura mengerikan. Dia membuka pintu dan mendapati kamar anak perempuannya telah porak poranda.
“Naya! Hentikan!”
“AAAGHHHH! AGHHHHHHHH!” Wanita itu, yang mengenakkan setelan rapi berwarna putih -yang kini telah terlihat sangat berantakan- tengah melempar beberapa botol minuman dan juga vas bunga ke lantai dengan membabi buta. Dia menjerit sambil menangis.
“Nona! Nona Naya!” Enam orang itu ikut merangsek masuk, beberapa menghalangi Tanaya untuk melempar barang, beberapa dengan segera membereskan kekacauan itu.
“TANAYA!” Bentakkan Sadik membuat Tanaya berhenti, tangisnya masih memenuhi ruangan kamar. Dia meraung sambil terduduk lemas di lantai, rambutnya yang indah dan tebal itu kini berantakan.
“Pa..Papa…Hasbi selingkuh dari aku pa..”
Hati Sadik serasa diremas, melihat anak perempuannya itu menangis tersedu dan histeris setelah mengetahuinya dari berita membuatnya sangat marah. Dia tahu kalau Tanaya beberapa kali meminta Hasbi untuk menunggu dan menunda pernikahan sampai delapan tahun. Tapi, dia tidak pernah berpikir kalau Hasbi akan berselingkuh dengan wanita lain.
Hasbi sudah mengkhianati putrinya, bocah itu seperti mendeklarasikan perang pada keluarga Juhara. Istrinya yang kini berada di New Zealand tadi meneleponnya, juga menangis karena mengetahui hal itu.
“Naya…” Sadik melembutkan suaranya, dia mendekat dan memeluk putrinya erat.
“Pa… Hasbi jahat sama aku…” Tanaya merengek, balik memeluk sang ayah dengan erat.
Beberapa bulan lalu dia memang cekcok dengan Hasbi, pertengkaran itu cukup besar sampai dia mengatakan pada Hasbi kalau sebaiknya pertunangan dibatalkan. Delapan tahun dan Hasbi masih tetap merengek padanya untuk segera melangsungkan pernikahan.
Tanaya muak mendengar ocehan Hasbi dan mengucapkan hal itu begitu saja. Dia tidak pernah menyangka Hasbi akan benar-benar menduakannya.
“Kita batalkan semua kontrak yang sudah ditandatangani..”
Sadik meminta beberapa Asisten Rumah Tangga merapikan kamar Tanaya dan membawa anak perempuannya itu ke kamar lain untuk sementara. Setelah memastikan Tanaya sudah tenang, Sadik pergi, dia hendak menemui Lisa untuk membatalkan pertunangan juga semua kontrak omong kosong itu.
Tanaya diam di dalam kamar, matanya sembab, jari kakinya tergores dan itu terasa perih. Beberapa orang Asisten Rumah Tangga membantunya berganti pakaian, merapikan tubuhnya diatas kasur.
Matanya menatap langit-langit kamar sampai para Asisten itu pergi dan seorang wanita yang cukup berumur masuk, menatapnya.
“Nona melakukan semua itu, untuk apa?”
Tanaya melirik tanpa sekalipun menggerakan kepalanya, dia menutup kedua mata dan tersenyum tipis. “Kalau aku tidak sedramatis itu, papa akan sangat curiga. Lagipula bisa-bisanya Arianti kecolongan hal ini dan tidak melapor ke kamu, Nur.”
Nur, si Asisten Pribadi Tanaya itu menghela napas. Dia menggeser sebuah kursi di pojok dan membawanya ke dekat kaki Tanaya, dengan perlahan dia membersihkan luka di kaki majikannya.
“Arianti bilang dia sudah membuntuti perempuan itu selama sebulan dan memang tidak ada tanda-tanda kalau wanita itu berniat untuk menjebak tuan Hasbi.”
“Lagipula si sialan Hasbi, berani juga dia meniduri wanita lain dibelakangku.” Tanaya mengatakannya dengan gigi gemeretak.
“Tuan Hasbi melakukannya dalam keadaan mabuk.”
Tanaya terkekeh, “Kamu percaya? Mana ada laki-laki yang bisa terangsang dalam keadaan mabuk. Kamu kira kita sedang dalam sebuah sinetron picisan?”
Nur tidak menanggapi, dia menutup luka terbuka itu setelah dirasa sudah cukup bersih.
“Ibu histeris mendengar tuan muda mengkhianati nona.”
“Jangan beritahu ibu, dia akan lebih histeris kalau aku hanya belagak gila ketika tahu Hasbi berselingkuh.”
Nur mengangguk perlahan, “Saya akan tetap meminta Arianti untuk memberitahu info lanjutan dari keduanya.”
“Hasbi tidak akan berani mengambil tindakan, dia tidak berani menolakku atau bahkan membangkang. Dia tidak punya nyali untuk itu, hidupnya selalu ada dibawah ketek ibunya. Semua yang dikatakan Nyonya Lisa akan dia turuti dan dengarkan.” Ujar Tanaya sambil turun dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon, dia membuka kotak di pojok kamar dan mengambil sebungkus rokok. Membakar dan menghisap rokok itu dalam-dalam.
“Kenapa nona tidak membatalkan pertunangan itu sejak awal.”
Tanaya menoleh pada Nur yang masih duduk di tempatnya.
“Yang benar saja, kontrak yang ditawarkan keluarga Hasbi itu ratusan milyar hampir mencapai triliunan! Hanya dengan bertunangan dengan pria itu semua kontrak itu dengan mudah beralih pada Juniar Group. Aku tidak akan menyia-nyiakannya.”
“Tapi..”
“Aku suka Hasbi kok, kalau tidak, aku tidak akan bertahan selama delapan tahun.” Tanaya menyela Nur, menghisap rokoknya lagi dan membuang asapnya di udara. “Aku hanya tidak menyukai sifat Hasbi yang terlalu tunduk pada ibunya dan segala obsesinya untuk memiliki anak.”
Nur terdiam, ponselnya bergetar ketika dia baru saja membereskan peralatan P3K yang dipakai untuk membersihkan luka Tanaya. Dia membuka ponsel itu dan mematung, Tanaya keluar dari kamar mandi. Baru saja menyikat gigi serta membasuh wajahnya, menyiramnya dengan wewangian agar ayahnya tidak menyadari aroma tembakau.
Keduanya bertatapan, Tanaya mengerenyitkan dahi tidak mengerti ekspresi yang Nur lemparkan padanya.
“Ada apa?”
“Arianti baru saja mengirimkan pesan.”
“Lalu?”
“Tuan Hasbi akan menikahi wanita itu.”
“Kenapa kamu dengan seenaknya menyelenggarakan pernikahan sedangkan aku tidak sudi melakukan hal itu?” Jaima menatap penuh amarah kepada Hasbi, matanya memerah dan dia sudah hampir menangis. Rasa mual yang mendera juga kepalanya yang pusing berputar itu membuatnya hampir ambruk ke sekian kalinya. Dia kini tengah duduk dengan tangan yang diinfus, Hasbi meminta dokter keluarga datang untuk merawatnya di kamar hotel ini.“Kamu harus menikah denganku.” Hasbi menjawab dengan enteng.“Aku tidak akan meminta apa-apa padamu untuk kesejahteraan anak ini.”“Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi membawa anak ini dan hidup dengan penderitaan. Dia keturunan keluarga Mahatma.”Jaima menggigit bibirnya, dia memang tidak punya kepercayaan diri untuk membiayai anak ini dengan layak. Dia selalu berusaha mengundur lagi dan lagi jadwal ke dokter kandungan karena rasa takut kehilangan.“Bagaimana kalau kita gugurkan saja?”Pertanyaan itu sontak membuat Hasbi, Arianti dan juga dokter yang ada di ruangan
Jaima menoleh ke kanan dan ke kiri, beberapa hari semenjak kedatangannya di hotel dan pecah berita mengenai dia sebagai selingkuhan CEO keluarga Mahatma Group naik di udara dia tidak pernah sekalipun melangkahkan kakinya keluar. Dia terkukung di dalam hotel, segala yang dia perlukan disediakan dengan baik terutama baju ganti serta dokter.Kehamilannya membuat dia tidak berhenti muntah, dia bahkan tidak bisa duduk sehingga dokter dua puluh empat jam bersama dengan dirinya di hotel tersebut. Si CEO menyewa satu lantai hanya untuk kenyamanan Jaima juga proteksi kalau-kalau ada reporter yang mengendus keberadaannya.Dan sekarang, Jaima berada di sebuah rumah dengan keagungan yang luar biasa. Dari gerbang depan saja Jaima sudah dibuat terpesona. Rumah ini seperti yang sering dia tonton di televisi tentang orang kaya raya.
“SIALAN!” Tanaya memekik dengan kencang, urat-urat di sekitar lehernya mulai tampak sehingga membuat wajahnya bak kepiting kukus.“Naya! Tenang dulu nak!” Sadik turut memekik, kini memeluk buah hatinya dengan erat.“Mas, astaga! Kenapa kamu menyetujui pernikahan itu? Kenapa kamu menyetujui tawaran keluarga Mahatma? Ini membuat keluarga besarmu malu mas, bagaimana dengan JUNIAR Group?” Rani, ibu Tanaya mengoceh sambil memeluk Tanaya. Mencoba menenangkan anak bungsunya itu yang kini menangis meraung-raung.“Dengar dulu, biar papa jelaskan Naya.. Izinkan papa jelaskan dulu..”Tanaya menoleh dengan jangan berantakan, airmata dan juga air liurnya menjadi satu. “Apa yang mau papa jelaskan? Papa membuat aku malu! Papa bahkan
Pernikahan yang sejak dulu selalu diimpikan Jaima kini terwujud, sayangnya, itu semua jauh dari apa yang dia dambakan. Pria yang bersanding dengannya bukanlah pria yang dia cintai, dia bahkan tidak mengenal pria itu secara utuh, keluarga besar pria itu menatapnya sinis sejak dia jalan menuju altar.Pria yang mendampinginya untuk berjalan ke altar bukanlah kerabatnya atau orang yang dia tunjuk, mereka hanya membayar orang yang tidak dikenal untuk melakukan hal itu.Bak sulap, dalam dua bulan persiapan pernikahan itu selesai begitu saja. Gedung yang sudah dipesan, gaun pengantin yang dibuat dengan cekatan, ketika Jaima keluar dari dalam kamar yang ada di rumah bak istana itu segalanya telah siap.“Ini pengantinnya..” Kata salah satu pembantu rumah tangga, mempapah Jaima masuk ke dalam sebuah ruangan dimana
“Kehamilannya bagus, adik bayi juga sehat ya. Bisa bapak dan ibu lihat ini adalah jari jemarinya, tangan kanan kiri, kaki kanan dan kiri semuanya sudah lengkap ada lima. Tempurung kepala oke, hidung, mata, bibir, dagu. Anus. Semuanya sudah terbentuk dengan bagus dan baik, usia kandungan enam bulan sesuai dengan volume air ketuban. Semuanya oke.”“Bagaimana dengan jenis kelaminnya, dok?” Tanya Hasbi dengan penuh antusias.“Selamat, bayi bapak dan ibu berjenis kelamin laki-laki.”Jaima masuk ke dalam mobil, disusul dengan Hasbi dari belakang.Empat bulan berlalu semenjak pernikahan megah mereka, hujatan demi hujatan semakin tajam menghujani Jaima setiap dia memiliki acara di depan publik.
“Nyonya, Nyonya Jaima..”Jaima membuka matanya ketika pendengarannya menangkap suara Imas dari luar pintu kamar. Dia terbangun lagi setelah sebelumnya terlelap ketika isi kepalanya menerawang jauh pergi menyusuri kenangan lama saat pertama kali masuk ke rumah ini.Dia menoleh, mengelus sekali lagi pipi Rama untuk memastikan si putra kecilnya masih terlelap.“Maaf ya, saya ketiduran lagi.” Kata Jaima, membuka pintu.Imas menatapnya sendu, bisa terlihat mata yang sembab, rambut yang berantakan menyambutnya di pagi ini. Majikannya meminta maaf padanya yang tidak sekalipun pernah dia dengar selama bertahun-tahun menjadi seorang asisten pribadi.“Nyonya, tidak perlu meminta maaf. Lagipula ini masih pu
Mobilnya berhenti di sebuah tempat parkir yang agak jauh dari venue tersebut, dia turun dan masuk ke dalam mobil dimana Hasbi berada. Ketika dia masuk Hasbi sedang tertidur, dia tidak banyak bicara. Imas masih di mobil miliknya, mereka akan bertemu begitu sampai di venue.Jaima melirik ke arah Hasbi, pria dengan wajah blasteran itu tertidur dengan mulut setengah terbuka. Tidak membuat ketampanan pria itu berkurang, Jaima menyusuri wajah itu secara diam-diam. Hidung yang tinggi, bibir yang tebal juga rahang yang tegas. Hasbi memiliki sedikit janggut tipis di sekitar rahangnya membuat dia terlihat begitu macho sebagai seorang laki-laki.“Tuan, kita sudah sampai.” Suara si supir membuat Hasbi membuka mata, kepalanya masih agak sedikit pusing. Dia baru saja kembali dari Swedia malam tadi, masih merasa jet lag. Hasbi menyingkirkan selimut yang menutupi s
Noah adalah orang yang paling Hasbi benci.Bukan, bukan karena dia jauh lebih tua dua tahun darinya tapi wajahnya terlihat begitu muda. Atau bahkan karena perusahaan yang dia pimpin sekarang jauh lebih pesat dan mampu mengimbangi Mahatma Group. Bukan juga fakta bahwa Noah pernah menyimpan rasa pada Tanaya dan kemudian wanita itu menolaknya.Hasbi hanya membenci Noah seperti bernapas.“Kau datang?” Pria itu mendekati Jaima dengan senyum yang sama lebarnya dengan si wanita, mata mereka saling memandang.“Ya, sejak kapan kamu sampai di Indonesia?”Hasbi mengerenyitkan dahinya, pertanyaan macam apa itu? Kenapa rasanya begitu akrab di telinga?
Tanaya turun dari mobil mewah tepat di depan kantornya, semua mata langsung tertuju ke arahnya. Beberapa karyawan terkejut karena setelah absen begitu lama pada akhirnya wanita itu kembali datang ke kantor, beberapa lainnya merasa hal itu sudah bisa ditebak.Post-broken heart katanya memakan waktu dua tiga bulan.“Dia terlihat begitu kurus.”“Wajar saja, tunangannya selama delapan tahun meninggalkannya demi perempuan lain.”Desas desus mengenai kondisinya sudah menyebar ke seluruh bagian kantor, Tanaya tersenyum puas di dalam hati. Itulah yang dia inginkan, semua perhatian dan juga tanggapan banyak orang mengenai dirinya setelah Hasbi melangsungkan pernikahan.
Lisa Sarkara Mahatma.Namanya menjadi bahan perbincangan di berbagai media ketika usianya baru menginjak dua puluh tahun, keluarganya begitu dikenal sebagai konglomerat urutan ketiga di Indonesia. Ketika itu Lisa ditunjuk sebagai penerus Mahatma Group, ayahnya meninggal karena sakit jantung dan meninggalkan wasiat bahkan sebelum kematian menjelang. Dari enam anak, lima anak laki-laki dan satu anak perempuan, pemimpin Mahatma Group mewariskan seluruh perusahaannya pada si anak perempuan.Hal itu menjadi perbincangan serius. Patriarki tidak pernah luput dimanapun berada begitu juga di Indonesia, banyak orang menyayangkan keputusan Almarhum untuk memberikan wewenang sebesar itu pada seorang perempuan.“Apa-apaan? Kita harus menuruti keputusan seorang anak berusia dua puluh tahun?”
Keningnya berkerut, kedua alisnya saling bertaut, mata Hasbi tidak lepas dari Jaima yang kini tengah tertidur tepat di sampingnya. Setelah keadaan canggung karena piyama Jaima tembus pandang, Hasbi berusaha untuk mengendalikan apa yang ada di dalam pikirannya namun wanita yang tengah hamil delapan bulan ini malah tertidur dengan santai di sampingnya.Hasbi tidak habis pikir, sesekali wanita ini terlihat mengigau atau sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Dia teringat ucapan dokter kandungan yang mengatakan usia kehamilan yang semakin tua akan membuat si ibu mengalami susah tidur.“Aku gak yakin manusia ini susah tidur..” Dia bergumam.Pagi sudah menjelang, Hasbi mengelus tengkuknya. Baguslah, setidaknya dia dan Jaima sudah menghabiskan malam bersama meskipun dia sama sekali tidak bisa memejamkan mata
“Tanaya?”Wanita itu merangsek masuk ke dalam dan segera memeluk Noah yang masih terdiam karena tidak berpikir akan melihat Tanaya ada disana. Wanita itu menangis tersedu di dalam pelukannya membuat Noah kebingungan.Noah membiarkan Tanaya menangis beberapa saat, kini tangis wanita itu telah berhenti dan Noah menyodorkan coklat panas padanya. Wanita itu masih mengenakkan pakaian kantor, rambutnya tergerai indah seperti biasa, aroma parfume yang dia kenakan masih sama seperti dalam ingatan Noah.“Ada apa?” Noah mulai bertanya, dia duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Tanaya.Wanita itu menyesap coklat hangat di dalam mug berwarna putih, rasa hangat langsung menjalari kerongkongannya. Dia mengelap airmata yang masih tersisa di pipinya.
Mata Hasbi tengah mengekori Jaima yang baru saja masuk ke dalam rumah, melirik ke arah jam tangan waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Hasbi meminta Imas membatalkan kedatangan Jaima ke acara pesta hari ini, setelah mengadakan rapat dengan tim legal hari ini, dia memutuskan untuk mengecualikan Jaima di beberapa acara untuk tidak menarik perhatian publik lebih lanjut.Untuk sementara saja.“Kalian tidak memiliki ide yang jauh lebih baik?” Hasbi menatap ketiga orang team legalnya yang kini menunduk jauh lebih dalam di depannya.“Itu yang paling terbaik tuan, publik harus tahu kalau pernikahan kalian memang berdasarkan hubungan terlarang bukan dari-maaf, cinta satu malam.” Takut-takut salah satu dar
Noah melambaikan tangannya pada mobil yang menjauh, dia melirik ke arah tangan kanannya yang tidak berhenti melambai. Dia menaikkan kedua bahunya, setiap kali dia bertemu dengan wanita bernama Jaima itu ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya.Rasa simpati.Entah karena Jaima dari kalangan orang biasa seperti Almarhumah ibunya atau ada hal lain yang membuat rasa simpati itu menyeruak di dalam dadanya dan enggan pergi begitu saja. Isi kepalanya di penuhi dengan ekspresi wanita itu, rasa sakit yang sedikitnya bisa Noah rasakan.Dia menghela napas, menyusuri jalanan panti jompo yang mulai sepi dan remang-remang. Semilir angin malam terasa begitu sejuk alih-alih dingin, dia menyukai suasana disini. Pandangannya bertumpu pada gedung panti jompo yang berdiri kokoh.
“Terima kasih..” Jaima tersenyum lebar, kedua tangannya meraih cangkir yang diberikan oleh Noah. Mereka tengah berada di Green House tidak jauh dari gedung panti jompo, biasanya Green House ini dipakai untuk beberapa keluarga yang berkunjung menikmati hari.Noah menatap Jaima yang sekarang tengah menyesap teh di cangkir porselen cantik itu, matanya menyisiri setiap lekuk wajah Jaima.Benar seperti yang orang-orang bilang, wanita ini terlihat cantik. Ketika berita mengenai Hasbi dan Jaima menikah mencuat, semua orang dari kalangan konglomerat mulai membicarakannya karena mereka tidak mengira kalau wanita yang menjadi selingkuhan Hasbi adalah wanita yang cantik.
Noah membaca setiap baris kalimat di buku yang tengah dia pegang, buku ini baru ia beli beberapa hari lalu sesampainya di Indonesia. Dia suka menghabiskan waktu berjam-jam hanya dengan membaca, semilir angin memainkan rambut berwarna kuning pucat miliknya yang sudah panjang.Beberapa perawat berlalu lalang sambil membawa para lansia yang mereka urus melewati Noah, para perawat tua maupun muda mencuri-curi pandang padanya. Mereka tidak ingin melewatkan satupun kesempatan menikmati ciptaan Tuhan yang begitu sempurna,Mata yang teduh, bulu mata yang lentik, bibir yang penuh, rahang tegas serta hidung yang panjang. Kakinya yang jenjang menambah poin baru dalam kesempurnaan seorang Noah Sadawira.“Noah, kenapa tidak memberi kabar kalau mau kesini?” Suara itu menginterupsi kegiatannya, menoleh ke asal suara bu
Mobil Hasbi berhenti tepat di depan pintu utama gedung perusahaan miliknya. Gedung tinggi dengan lima belas lantai itu menjulang dengan gagah, tulisan MAHATMA terpampang besar disana. Para satpam dan beberapa karyawan yang lewat menundukkan kepala, menghormatinya.Dia berjalan bersama si asisten pribadi di sebelahnya juga beberapa penjaga, masuk ke dalam perusahaan dia menggunakan lift yang memang dibuat khusus untuk para petinggi saja.Kantornya berada di lantai dua, ruangan miliknya ada disana dengan asisten pribadi dan ruang rapat direksi. Tidak ada lagi. Karyawan sembarangan tidak diperbolehkan masuk, akses lantai dua hanya dimiliki oleh beberapa orang tertentu saja.“Hari ini tuan ada rapat sampai pukul dua siang dan menghadiri undangan pernikahan putri dari Nyonya Rika Ageng.” Arianti membacakan ja