Malam ini Regina siap akan pergi kerumah Rava. Setelah makan malam dengan keluarganya selesai gadis itu bergegas mengganti pakaian di kamar. Memasukan buku-buku penting dan keperluan lainnya. Gina bangkit berjalan menuruni tangga, berpamitan kepada kedua orang tuanya.
"Ance pergi dulu yah Ma, nanti pulang jam 10," ujar Gina dengan menyebutkan Ance. Karena kedua orang tuanya memanggil Gina dengan sebutan Ance. Mau tak mau Gina menurut, ia juga tidak terlalu memperdulikan.
"Mau kemana lagi Ance? Kenapa tidak belajar dirumah saja?"
Gina menatap Mamanya dengan malas, sekali bilang ia akan pergi Gina tidak mendengarkan larangan kedua orang tuanya. Gadis tetap berjalan tanpa berbalik untuk masuk kamar.
Setelah masuk kedalam mobil. Regina duduk, ia mengambil ponselnya untuk mengabari Rava bahwa dirinya sebentar lagi akan sampai.Dirumah Rava terdiam sembari memegang buku paket fisika di tanganya. Besok ia ulangan fisika, jika pak Harjo tidak memperbolehkan Rava untuk ikut yang kali ini. Tentu saja ia akan mendapatkan nilai kosong karena selama mapel tidak mengikuti.
Rava berpikir keras bagaimana caranya agar ia diperbolehkan masuk dan ikut ulangan? Apa dia harus meminta bantuan pada Gina. Sosok perempuan itu pasti bisa membujuk pak harjo agar Rava di perbolehkan.
"Rava temanmu ada yang datang, temui dia," suara lantang ibunya terdengar jelas. Rava tersadar ia bangkit berjalan membukakkan pintu untuk Gina.
Karena pulang sekolah tadi mereka berencana akan belajar bersama. Sebenarnya Rava menolak, ia takut Gina tidak nyaman karena tinggal di rumah reot miliknya. Rumah Rava tidak sebesar rumah Gina, jauh berkali-kali lipat.
Namun dengan keyakinan penuh Gina berbicara akan baik-baik saja. Ia tidak keberatan tinggal di rumah Rava yang biasa saja tidak seperti rumahnya yang nyaman dan megah. Gina tersenyum manis menyapa Rava yang biasa saja.
"Kenapa?" tanya Gina menaikan kedua alisnya bingung, Rava mengacuhkan bahunya. Ia menarik tangan Regina masuk dan menemui ibunya di dapur.
"Ehh ada tamu, namanya siapa kok nggak dikenalin sama ibu Rav?" tanya Melinda menarik tangan Gina duduk dikursi yang terbuat dari kayu.
"Malem tante saya Gina temen Rava," balas Gina menunduk malu ketika Rava melotot. Sepertinya tidak terima saat di depan ibunya Gina berkata mereka hanya sebatas teman.
"Gina pacar aku bu, ibu restuin kita kan?" tanya Rava tersenyum jahil menatap ibunya. Melinda tidak memperdulikan ucapan putra sulungnya. Ia meletakan dua telur mata sapi dipiring dan segelas air putih.
"Ibu adanya cuma lauk ini, kamu makan yah sama Rava. Ibu tinggal ke kamar dulu mau beresin kamar," pamit Melinda meninggalkan keduanya, Gina menghela napas berat. Melihat kondisi Rava yang seperti ini rasanya Gina ingin menangis.
Makan malam nya tadi dirumah selalu enak, tidak seperti dirumah Rava yang hanya telur goreng. Beruntung sebelum ke rumah Rava Gina membeli makanan di restauran. Ia membuka bungkus pelastik itu. Meletakan semuanya dimeja.
"Panggil ibu lagi, kita makan bareng," suruh Gina menatap tajam Rava yang hanya diam. Membuat Gina kesal dan mencubit kedua pipinya.
"Kamu bawa makanan sebanyak ini nggak dimarahin? Lain kali nggak perlu Re. Aku sama Ibu biasa makan seadanya aja. Kita masih bersyukur bisa makan walaupun lauknya cuma itu-itu aja."
Gina spesial, ia meletakan ayam goreng di piring Rava dan satunya lagi di piring Melinda. Rava bangkit ia berjalan menuju kamar ibunya. Perempuan itu masih melipat pakaian para pelanggan. Siang tadi juga banyak yang laundry di tempat Melinda.
"Bu, makan dulu yah. Rava tauh ibu belum makan. Gina bawa makanan banyak ibu harus ikut makan."
"Kamu yang suruh yah? Lain kali jangan gitu yah. Kita emang keluarga miskin Rava, tapi ibu nggak pernah ngajarin kamu buat minta-minta sama orang lain," balas ibu dan Rava keluar dari kamar.
Mereka duduk, Gina tersenyum lagi. Ia memberikan piring yang lengkap dengan lauk pauk. Melinda mengangguk terimakasih. Rava yang melihat Gina begitu baik dengan ibunya, ia semakin cinta pada gadis itu.
"Maaf yah bu, Gina beli ini semua bukan maksud gimana. Cuma Gina pengen aja gitu," ujar Gina dengan terbata-bata, Melinda mengerti ia menganggukan kepalanya paham.
"Ibu paham Gin, udah yah kita makan. Yang penting besok-besok jangan lagi yah." Peringat Melinda menyuapkan makanannya kedalam mulut.
Selesai makan malam, Gina membersihkan semua piring kotornya dengan Melinda. Sedangkan Rava yang sedaritadi hanya melihat saja. Ia akan menunggu Gina selesai dan belajar bersama untuk ulangan besok pagi.
"Kamu lanjutin belajar aja sama Rava, biar ibu yang selesaiin ini semua."
Gina mengangguk ia berbalik menatap Rava. Mereka duduk di ruang tamu yang beralas karpet. Dan meja yang penuh dengan bunga hiasan. Rava mengeluarkan buku fisika, besok ulangan ia harus mendapatkan nilai diatas kkm.
Agar pak Harjo mempercayainya lagi, setelah berbulan-bulan Rava hanya keluar masuk kelas saja."Re, bisa tolongin aku buat besok pagi?" tanya Rava menatap Gina yang sedang merapikan semua buku-buku Rava yang berserakan.
"Apa? Aku bantuin kamu selagi bisa."
"Besok aku ulangan Fisika, kamu bantu aku bilang sama pak Harjo yah, setiap ulangan aku selalu nggak dibolehin ikut Re. Dan yang jadi taruhanya nilai aku nanti saat semester,"
Gina mengernyit mendengar penuturan cowok itu. Rava tidak diperbolehkan ikut pelajaran? Bagaimana bisa guru itu melaranganya? Apa karena kondisi keluarga Rava yang tidak mampu. Maka semua guru bertindak sesukanya?
Tak heran saat kemarin Gina melihat di mading, Rava berada di urutan bawah saat di lab kimia. Ternyata ini semua salah guru yang tidak mengizinkan ikut pelajaran. Hanya karena faktor itu saja.
"Besok aku bilangain sama pak Harjo kamu tenang aja. Tapi janji sama aku nilai kamu harus diatas 70 bisa?"
Sinar mentari menerobos jendela di kamar Rava yang semalam tidak dikunci. Rava terbangun karena pantulan sinar matahari. Ia bangkit untuk segera mandi, pagi ini Rava akan menjemput Gina untuk berangkat sekolah bersama.Selesai mandi Rava memakai seragam sekolah, menyisir rambut dan memakai kaca mata yang baru semalam di berikan oleh Melinda. Rava keluar kamar ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuk pagi ini."Selamat pagi bu, mau Rava bantuin?" tanya Rava hendak membantu Melinda yang sedang menumis kangkung dan tempe goreng. Menu sederhana Rava pagi ini sangat menggiurkan. Setelah matang ia dan Melinda makan dengan khidmat hanya berdua, Jiyo Ayahnya sedang bekerja di pabrik. Satu minggu sekali akan pulang.Rava cukup kangen dengan Ayahnya yang lama tidak pulang. Biasanya mereka akan makan bersama kadang juga berkebun ketika sore hari. Ia sangat merindukan sosok pahlawan itu."Nanti kalau kamu dapet nilai 100 ibu kasih uang lebih buat jajan hari
Setelah berkutik dengan rumus-rumus selama hampir dua jam. Rava menyelesaikan yang pertama, Rava bangkit memberikan soal itu pada pak Harjo dan keluar kelas. Jam istirahat lima menit lagi berbunyi, tujuannya saat ini pergi ke kantin dan menemui bu Ceci untuk membantu mencuci piring.Saat ulangan tadi Rava sangat serius dan teliti. Ia sudah tiga kali mengerjakan soal itu hingga semua jawaban ia anggap benar. Semoga saja pengumuman nanti di grub kelas Rava mendapat nilai tinggi ia tidak ingin mengecewakan Regina dan Melinda.Langkahnya terhenti di kantin, ia melihat Gina sedang berbicara pada bu Ceci, Rava mendekati keduanya. Gina tidak melirik Laki-laki itu sama sekali, berbeda dengan Rava yang sudah menebar senyum pada Gina maupun Bu Ceci."Gimana ulangan pagi ini? Dibolehin sama pak Harjo?" tanya Bu Ceci menggoda Rava yang tersenyum malu."Dibantuin sama Gina juga bu, kalau nggak yah udah daritadi aku kesini. Rava langsung cuci piring aja yah ke belakang
Gina geram mendengar balasan dari gadis di depannya. Ia bangkit meninggalkan keduanya yang terdiam, tanpa berpamitan pada Rava Gina keluar dari kantin. Hanya meninggalkan uang untuk membayar bubur dimeja.Rava berganti menatap Gevania yang tersenyum lebar tanpa dosa. Rava memutar bola matanya malas, sepulang sekolah nanti ia akan membujuk Gina agar memaafkanya lagi."Sorry yah Van, gue males lagi ngomong sama lo. Gina marah karena ucapan lo tadi, sama aja lo ngerusak hubungan gue sama dia. Dan inget dia senior lo! Jaga sopan santun," Setelah mengatakan hal itu Rava bangkit ia sudah mengatakan pada bu Ceci untuk membayarkan bubur ayam. Rava berjalan keluar dari kantin, Gevania masih mengekorinya dari belakang.Tanganya di cekal oleh gadis itu hingga berhenti, dari arah berlawanan ia melihat Dion dan segerombol temanya. Rava meneguk salivanya berulang kali, dengan cepat ia menepis tangan Vania."Pergi sana jangan gangu gue," ujar Rava hendak berbelok
Gina duduk di halte ia menunggu Rava yang sedang mengambil motor di parkiran. Lima menit kemudian Rava keluar dari pekarangan dan Gina segera duduk di atas motor milik cowok itu. Saat hendak pergi mereka mendengar suara cempreng seseorang cewek yang berlari mengejar keduanya. "RAVA! TUNGGUIN GUE," suara Vania terputus-putus karena mengejar Rava dari parkiran. Saat ia baru saja keluar dari toilet justru melihat sosok Rava yang menaiki motornya keluar kelas. Dengan cepat Vania mengejar sampai di luar gerbang. Beruntung cowok itu belum pergi jauh. "Gue mau ikut bolehin yah?" rengek Vania menatap Rava dengan memohon. Gina yang melihat itu memutar bola matanya malas. Ia menepuk pundak Rava agar menjalankan motornya. Namun respon cowok itu justru terdiam, seakan bingung dengan kondisinya sekarang. Memilih antara pergi dengan Gina atau meninggalkan Vania di sekolahan sendirian. Sebenarnya ia bisa saja pergi dengan Gina tanpa memperdulikan Vania, yang setatusny
Pagi ini Regina di panggil oleh Bu Karen untuk ke UKS karena salah satu adik kelasnya bertengkar. Ia menyimpan buku diary nya di tas, setelah itu bangkit dan berjalan keluar kelas. Di koridor Regina menjadi pusat perhatian, selalu saat ia keluar dari kelas menjadi atensi mereka.Rambut pendek sebahu, kulit putih dan mulus, cantik dan pintar, berhati bak malaikat yang selalu menolong. Tapi sayang Regina terlalu cuek di lingkungan sekitar, ia tidak memiliki teman karena terlalu memilih. Hingga satu cewek di kelasnya pun menjauh tidak ada yang mau berteman dengan Regina.Langkah perempuan itu masuk dalam UKS. Selalu dia melihat korbannya adalah laki-laki berkacamata ini. Gina duduk di kursi ia menarik paksa tangan laki-laki itu untuk mengobatinya. Terdengar ringisan keluar dari bibir cowok itu."Mau sampe kapan hidup lo kaya gitu? jadi orang jangan pengecut, bangun jangan jadi pecundang, hadapi semua orang yang udah pernah buly lo! Buat mereka bertekuk lutut di had
Guru Biologi itu menatap Rava dari atas sampai bawah. Rambut acak-acakan pakaian penuh dengan noda, bau busuk tercium dari seluruh tubuh cowok itu. Rava hendak berjalan duduk di bangku suara Pak Edy memperhentikan langkahnya."Jangan ikut pelajaran saya, keluar kamu Rava. Nanti yang ada semua teman-teman kamu tidak ada yang betah. Karena satu ruangan dengan kamu. Sebagai gantinya kamu berjemur sampai jam pelajaran saya habis.""Tapi kan pak--?" ujarnya dengan nada tak rela. Rava berbalik melangkah keluar kelas. Saat memasuki lapangan indor. Semua siswi maupun siswa menyorakinya karena bauh dari tubuh Rava yang menyengat.Rava tidak memperdulikan, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di tiang bendera. Melepaskan kaca mata lalu membersihkan dengan seragam putihnya. Rava memakai kembali kaca mata itu, pandangannya sudah jelas.Ia mengangkat tangan untuk hormat ke bendera merah-putih yang berkibar di atas sana. Segerombol cowok yang sedang bermain basket t
Siang ini Gina duduk di kantin sendirian. Matanya terus menatap pintu kantin, menunggu kedatangan sosok Ravangga yang tak kunjung datang. Ia melirik arlojinya yang menujukan pukul 10:5 menit artinya lima menit lagi bel istirahat berakhir dan sosok laki-laki itu belum datang menemuinya.Gina bangkit saat beberapa siswa berlarian menuju lapangan untuk melihat sesuatu yang terjadi. Pikirannya tidak enak, ia berjalan tergesa-gesa keluar kantin, langkahnya mematung saat di lapangan. Sosok yang sedaritadi ia tunggu sudah terkapar tak berdaya di lantai lapangan."RAVA!" Gina berlari membela kerumunan, ia berjongkok mengusap darah yang keluar dari hidung cowok itu. Mata Rava terpejam erat, Gina mengepalkan tanganya kuat, memandang seluruh murid yang hanya menyaksikan Rava yang pingsan."PAK ADRIAN! ADA SISWA YANG PINGSAN PAK, TOLONGIN SAYA!" teriak Gina menatap salah satu guru yang lewat, ia sangat berharap guru baik itu mau menolongnya. Dan benar, langkah Pak Adrian be
Gina duduk di halte ia menunggu Rava yang sedang mengambil motor di parkiran. Lima menit kemudian Rava keluar dari pekarangan dan Gina segera duduk di atas motor milik cowok itu. Saat hendak pergi mereka mendengar suara cempreng seseorang cewek yang berlari mengejar keduanya. "RAVA! TUNGGUIN GUE," suara Vania terputus-putus karena mengejar Rava dari parkiran. Saat ia baru saja keluar dari toilet justru melihat sosok Rava yang menaiki motornya keluar kelas. Dengan cepat Vania mengejar sampai di luar gerbang. Beruntung cowok itu belum pergi jauh. "Gue mau ikut bolehin yah?" rengek Vania menatap Rava dengan memohon. Gina yang melihat itu memutar bola matanya malas. Ia menepuk pundak Rava agar menjalankan motornya. Namun respon cowok itu justru terdiam, seakan bingung dengan kondisinya sekarang. Memilih antara pergi dengan Gina atau meninggalkan Vania di sekolahan sendirian. Sebenarnya ia bisa saja pergi dengan Gina tanpa memperdulikan Vania, yang setatusny
Gina geram mendengar balasan dari gadis di depannya. Ia bangkit meninggalkan keduanya yang terdiam, tanpa berpamitan pada Rava Gina keluar dari kantin. Hanya meninggalkan uang untuk membayar bubur dimeja.Rava berganti menatap Gevania yang tersenyum lebar tanpa dosa. Rava memutar bola matanya malas, sepulang sekolah nanti ia akan membujuk Gina agar memaafkanya lagi."Sorry yah Van, gue males lagi ngomong sama lo. Gina marah karena ucapan lo tadi, sama aja lo ngerusak hubungan gue sama dia. Dan inget dia senior lo! Jaga sopan santun," Setelah mengatakan hal itu Rava bangkit ia sudah mengatakan pada bu Ceci untuk membayarkan bubur ayam. Rava berjalan keluar dari kantin, Gevania masih mengekorinya dari belakang.Tanganya di cekal oleh gadis itu hingga berhenti, dari arah berlawanan ia melihat Dion dan segerombol temanya. Rava meneguk salivanya berulang kali, dengan cepat ia menepis tangan Vania."Pergi sana jangan gangu gue," ujar Rava hendak berbelok
Setelah berkutik dengan rumus-rumus selama hampir dua jam. Rava menyelesaikan yang pertama, Rava bangkit memberikan soal itu pada pak Harjo dan keluar kelas. Jam istirahat lima menit lagi berbunyi, tujuannya saat ini pergi ke kantin dan menemui bu Ceci untuk membantu mencuci piring.Saat ulangan tadi Rava sangat serius dan teliti. Ia sudah tiga kali mengerjakan soal itu hingga semua jawaban ia anggap benar. Semoga saja pengumuman nanti di grub kelas Rava mendapat nilai tinggi ia tidak ingin mengecewakan Regina dan Melinda.Langkahnya terhenti di kantin, ia melihat Gina sedang berbicara pada bu Ceci, Rava mendekati keduanya. Gina tidak melirik Laki-laki itu sama sekali, berbeda dengan Rava yang sudah menebar senyum pada Gina maupun Bu Ceci."Gimana ulangan pagi ini? Dibolehin sama pak Harjo?" tanya Bu Ceci menggoda Rava yang tersenyum malu."Dibantuin sama Gina juga bu, kalau nggak yah udah daritadi aku kesini. Rava langsung cuci piring aja yah ke belakang
Sinar mentari menerobos jendela di kamar Rava yang semalam tidak dikunci. Rava terbangun karena pantulan sinar matahari. Ia bangkit untuk segera mandi, pagi ini Rava akan menjemput Gina untuk berangkat sekolah bersama.Selesai mandi Rava memakai seragam sekolah, menyisir rambut dan memakai kaca mata yang baru semalam di berikan oleh Melinda. Rava keluar kamar ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuk pagi ini."Selamat pagi bu, mau Rava bantuin?" tanya Rava hendak membantu Melinda yang sedang menumis kangkung dan tempe goreng. Menu sederhana Rava pagi ini sangat menggiurkan. Setelah matang ia dan Melinda makan dengan khidmat hanya berdua, Jiyo Ayahnya sedang bekerja di pabrik. Satu minggu sekali akan pulang.Rava cukup kangen dengan Ayahnya yang lama tidak pulang. Biasanya mereka akan makan bersama kadang juga berkebun ketika sore hari. Ia sangat merindukan sosok pahlawan itu."Nanti kalau kamu dapet nilai 100 ibu kasih uang lebih buat jajan hari
Malam ini Regina siap akan pergi kerumah Rava. Setelah makan malam dengan keluarganya selesai gadis itu bergegas mengganti pakaian di kamar. Memasukan buku-buku penting dan keperluan lainnya. Gina bangkit berjalan menuruni tangga, berpamitan kepada kedua orang tuanya."Ance pergi dulu yah Ma, nanti pulang jam 10," ujar Gina dengan menyebutkan Ance. Karena kedua orang tuanya memanggil Gina dengan sebutan Ance. Mau tak mau Gina menurut, ia juga tidak terlalu memperdulikan."Mau kemana lagi Ance? Kenapa tidak belajar dirumah saja?"Gina menatap Mamanya dengan malas, sekali bilang ia akan pergi Gina tidak mendengarkan larangan kedua orang tuanya. Gadis tetap berjalan tanpa berbalik untuk masuk kamar.Setelah masuk kedalam mobil. Regina duduk, ia mengambil ponselnya untuk mengabari Rava bahwa dirinya sebentar lagi akan sampai.Dirumah Rava terdiam sembari memegang buku paket fisika di tanganya. Besok ia ulangan fisika, jika pak Harjo tidak memperbolehkan
Siang ini Gina duduk di kantin sendirian. Matanya terus menatap pintu kantin, menunggu kedatangan sosok Ravangga yang tak kunjung datang. Ia melirik arlojinya yang menujukan pukul 10:5 menit artinya lima menit lagi bel istirahat berakhir dan sosok laki-laki itu belum datang menemuinya.Gina bangkit saat beberapa siswa berlarian menuju lapangan untuk melihat sesuatu yang terjadi. Pikirannya tidak enak, ia berjalan tergesa-gesa keluar kantin, langkahnya mematung saat di lapangan. Sosok yang sedaritadi ia tunggu sudah terkapar tak berdaya di lantai lapangan."RAVA!" Gina berlari membela kerumunan, ia berjongkok mengusap darah yang keluar dari hidung cowok itu. Mata Rava terpejam erat, Gina mengepalkan tanganya kuat, memandang seluruh murid yang hanya menyaksikan Rava yang pingsan."PAK ADRIAN! ADA SISWA YANG PINGSAN PAK, TOLONGIN SAYA!" teriak Gina menatap salah satu guru yang lewat, ia sangat berharap guru baik itu mau menolongnya. Dan benar, langkah Pak Adrian be
Guru Biologi itu menatap Rava dari atas sampai bawah. Rambut acak-acakan pakaian penuh dengan noda, bau busuk tercium dari seluruh tubuh cowok itu. Rava hendak berjalan duduk di bangku suara Pak Edy memperhentikan langkahnya."Jangan ikut pelajaran saya, keluar kamu Rava. Nanti yang ada semua teman-teman kamu tidak ada yang betah. Karena satu ruangan dengan kamu. Sebagai gantinya kamu berjemur sampai jam pelajaran saya habis.""Tapi kan pak--?" ujarnya dengan nada tak rela. Rava berbalik melangkah keluar kelas. Saat memasuki lapangan indor. Semua siswi maupun siswa menyorakinya karena bauh dari tubuh Rava yang menyengat.Rava tidak memperdulikan, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di tiang bendera. Melepaskan kaca mata lalu membersihkan dengan seragam putihnya. Rava memakai kembali kaca mata itu, pandangannya sudah jelas.Ia mengangkat tangan untuk hormat ke bendera merah-putih yang berkibar di atas sana. Segerombol cowok yang sedang bermain basket t
Pagi ini Regina di panggil oleh Bu Karen untuk ke UKS karena salah satu adik kelasnya bertengkar. Ia menyimpan buku diary nya di tas, setelah itu bangkit dan berjalan keluar kelas. Di koridor Regina menjadi pusat perhatian, selalu saat ia keluar dari kelas menjadi atensi mereka.Rambut pendek sebahu, kulit putih dan mulus, cantik dan pintar, berhati bak malaikat yang selalu menolong. Tapi sayang Regina terlalu cuek di lingkungan sekitar, ia tidak memiliki teman karena terlalu memilih. Hingga satu cewek di kelasnya pun menjauh tidak ada yang mau berteman dengan Regina.Langkah perempuan itu masuk dalam UKS. Selalu dia melihat korbannya adalah laki-laki berkacamata ini. Gina duduk di kursi ia menarik paksa tangan laki-laki itu untuk mengobatinya. Terdengar ringisan keluar dari bibir cowok itu."Mau sampe kapan hidup lo kaya gitu? jadi orang jangan pengecut, bangun jangan jadi pecundang, hadapi semua orang yang udah pernah buly lo! Buat mereka bertekuk lutut di had