Gina geram mendengar balasan dari gadis di depannya. Ia bangkit meninggalkan keduanya yang terdiam, tanpa berpamitan pada Rava Gina keluar dari kantin. Hanya meninggalkan uang untuk membayar bubur dimeja.
Rava berganti menatap Gevania yang tersenyum lebar tanpa dosa. Rava memutar bola matanya malas, sepulang sekolah nanti ia akan membujuk Gina agar memaafkanya lagi.
"Sorry yah Van, gue males lagi ngomong sama lo. Gina marah karena ucapan lo tadi, sama aja lo ngerusak hubungan gue sama dia. Dan inget dia senior lo! Jaga sopan santun," Setelah mengatakan hal itu Rava bangkit ia sudah mengatakan pada bu Ceci untuk membayarkan bubur ayam. Rava berjalan keluar dari kantin, Gevania masih mengekorinya dari belakang.
Tanganya di cekal oleh gadis itu hingga berhenti, dari arah berlawanan ia melihat Dion dan segerombol temanya. Rava meneguk salivanya berulang kali, dengan cepat ia menepis tangan Vania.
"Pergi sana jangan gangu gue," ujar Rava hendak berbelok melewati lapangan. Namun suara tegas Dion mengurungkan niatnya.
"Gak usah kabur, pinter yah lo. Udah deketin Gina, sekarang murid baru Gevania yang cantik ini," ujar Dion melirik Gevania yang bergidik ngeri. Rava mendorong bahu Vania untuk pergi menjauh dari Dion. Namun yang ada cewek petakilan itu justru berjalan menghalangi tubuh Rava yang di depanya.
"Gue sama Rava mau ke kelas, bisa minggir?" ujarnya penuh penekanan dan dingin. Dion menoel pipi Vania dan mengelus kedua pipinya. Dengan cepat kedua tangan Vani mendorong keras bahu Dion.
Bagas, teman Dion hampir tertawa. Selama mereka berteman baru kali ini ia melihat Dion di kasarin dengan perempuan. Biasanya mereka akan tunduk pada Dion, tapi tidak dengan perempuan di depan mereka.
Tidak ada raut ketakutan, justru ekspresinya yang dingin menjadikan Bagas tersenyum. Bangga karena melihat perempuan yang tidak takut pada mereka. Rava yang melihat tingkah Vania yang melawan ia menarik tangan cewek itu mundur.
"Apasih Rav? Biarin gue habisin mereka semua. Lo nggak perlu ikut campur," dengus Vania menarik Rava untuk mundur lagi. Rava mencengkram tangan Vania erat.
Tatapannya tajam menatap Dion yang tersenyum licik dan nakal. Berulang kali Rava menghadapi sifat Dion. Baru kali ini melihatnya tampak berbeda. Sesuatu yang buruk akan terjadi. Rava sepenuhnya tidak yakin jika Vania tidak disangkut pautkan.
"Gak usah basa-basi. Lo mau apa lagi sama gue? Belum puas kemarin bikin gue sekarat di lapangan? Kayanya lo suka banget kalau gue menderita?" tanya Rava memincingkan matanya tajam, yang ditatap justru tertawa kencang seolah ucapan Rava hanya angin yang lewat saja.
"Udah berani lo lawan gue? Nggak bisu lagi kalau gue suruh apa? Bagus! Hari ini gue mau cewek simpenan lo itu buat gue. Dan untuk Gina, gue ikhlas."
Vania melotot tajam mendengar cowok di depannya berkata kalau Vania adalah cewek simpanan Rava. Dalam hati Vani berdoa semoga saja yang dikatakan laki-laki itu terwujud. Vania rela kalau Rava menjadikannya sebagai cewek simpanan.
"Hey sembarangan kalau ngomong! Gue itu temenya, terus apa tadi lo bilang? Cewek simpenan? Enak aja kalau ngomong!"
"Nggak usah macem-macem Dion! Gue nggak akan biarin lo manfaatin dia gitu aja. Dan satu lagi, dia bukan cewek simpenana gue. Inget itu!"
Rava menarik tangan Gevania dari Dion. Mereka berdua berjalan tergesa-gesa di koridor. Rava melepaskannya ketika mereka sampai di depan mading. Vania meringis cengkraman tangan Rava sangat kuat. Tangan Vania sampai memerah karena selama dikoridor ia di tarik secara paksa.
"Masuk kelas duluan sana, gue mau ke kelas Gina. Dan satu lagi, jangan deket-deket sama Dion dan temen-temenya. Mereka bahaya buat lo!"
Rava melangkah pergi dari hadapan Vania yang terdiam. Tujuannya saat ini adalah menemui Gina yang berada di kelasnya, namun saat sudah di depan kelas Gina justru kosong. Tidak ada siswi lainnya yang berada di kelas. Rava merogoh ponselnya ia menelfon Gina baru beberapa menit panggilan langsung ditolak.
Mencoba keduakalinya akhirnya berhasil, dari nada bicaranya Gina sangat kesal pada Rava. Namun secepat mungkin Rava menjelaskannya pada Gina.
"Kamu dimana sekarang? Aku kesana yah?"
"Nggak usah mending kamu masuk kelas sana belajar. Dan jangan sampai aku lihat berduaan lagi sama cewek centil itu." Ujar Gina dengan nada kesal.
Rava terkekeh pelan, ternyata Gina cemburu melihat kedekatan keduanya antara Vania dan Rava. Padahal Rava hanya berniat menolong gadis itu saat di jalan, dan berakhir Vania yang menyukainya. Rava tidak mengerti kenapa hal itu terjadi. Dia jujur tidak memiliki perasaan apapun pada cewek itu.
Hanya Gina yang ada di dalam hatinya."Jawab aku Re, kamu dimana?"
"Di perpus Rava, kamu kenapa sih nanya terus?"
"Aku kesana sekarang. Jangan pergi tungguin aku sampai."
Rava langsung mematikan ponselnya. Ia menuruni tangga berjalan tergesa-gesa dikoridor. Berharap cepat sampai dan menemui Gina. Sesampainya di perpus Rava masuk, ia menyapa Pak Rasyem selaku guru penjaga perpus.
Setelah menulis absen ia masuk dan mencari keberadaan Gina. Hingga sosok yang ia cari sedang fokus menulis di sebuah buku. Rava mendekati duduk di sebelahnya.
"Sibuk banget kayanya? Mau aku bantuin nggak nih? Atau bisa sendiri?"
Gina duduk di halte ia menunggu Rava yang sedang mengambil motor di parkiran. Lima menit kemudian Rava keluar dari pekarangan dan Gina segera duduk di atas motor milik cowok itu. Saat hendak pergi mereka mendengar suara cempreng seseorang cewek yang berlari mengejar keduanya. "RAVA! TUNGGUIN GUE," suara Vania terputus-putus karena mengejar Rava dari parkiran. Saat ia baru saja keluar dari toilet justru melihat sosok Rava yang menaiki motornya keluar kelas. Dengan cepat Vania mengejar sampai di luar gerbang. Beruntung cowok itu belum pergi jauh. "Gue mau ikut bolehin yah?" rengek Vania menatap Rava dengan memohon. Gina yang melihat itu memutar bola matanya malas. Ia menepuk pundak Rava agar menjalankan motornya. Namun respon cowok itu justru terdiam, seakan bingung dengan kondisinya sekarang. Memilih antara pergi dengan Gina atau meninggalkan Vania di sekolahan sendirian. Sebenarnya ia bisa saja pergi dengan Gina tanpa memperdulikan Vania, yang setatusny
Pagi ini Regina di panggil oleh Bu Karen untuk ke UKS karena salah satu adik kelasnya bertengkar. Ia menyimpan buku diary nya di tas, setelah itu bangkit dan berjalan keluar kelas. Di koridor Regina menjadi pusat perhatian, selalu saat ia keluar dari kelas menjadi atensi mereka.Rambut pendek sebahu, kulit putih dan mulus, cantik dan pintar, berhati bak malaikat yang selalu menolong. Tapi sayang Regina terlalu cuek di lingkungan sekitar, ia tidak memiliki teman karena terlalu memilih. Hingga satu cewek di kelasnya pun menjauh tidak ada yang mau berteman dengan Regina.Langkah perempuan itu masuk dalam UKS. Selalu dia melihat korbannya adalah laki-laki berkacamata ini. Gina duduk di kursi ia menarik paksa tangan laki-laki itu untuk mengobatinya. Terdengar ringisan keluar dari bibir cowok itu."Mau sampe kapan hidup lo kaya gitu? jadi orang jangan pengecut, bangun jangan jadi pecundang, hadapi semua orang yang udah pernah buly lo! Buat mereka bertekuk lutut di had
Guru Biologi itu menatap Rava dari atas sampai bawah. Rambut acak-acakan pakaian penuh dengan noda, bau busuk tercium dari seluruh tubuh cowok itu. Rava hendak berjalan duduk di bangku suara Pak Edy memperhentikan langkahnya."Jangan ikut pelajaran saya, keluar kamu Rava. Nanti yang ada semua teman-teman kamu tidak ada yang betah. Karena satu ruangan dengan kamu. Sebagai gantinya kamu berjemur sampai jam pelajaran saya habis.""Tapi kan pak--?" ujarnya dengan nada tak rela. Rava berbalik melangkah keluar kelas. Saat memasuki lapangan indor. Semua siswi maupun siswa menyorakinya karena bauh dari tubuh Rava yang menyengat.Rava tidak memperdulikan, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di tiang bendera. Melepaskan kaca mata lalu membersihkan dengan seragam putihnya. Rava memakai kembali kaca mata itu, pandangannya sudah jelas.Ia mengangkat tangan untuk hormat ke bendera merah-putih yang berkibar di atas sana. Segerombol cowok yang sedang bermain basket t
Siang ini Gina duduk di kantin sendirian. Matanya terus menatap pintu kantin, menunggu kedatangan sosok Ravangga yang tak kunjung datang. Ia melirik arlojinya yang menujukan pukul 10:5 menit artinya lima menit lagi bel istirahat berakhir dan sosok laki-laki itu belum datang menemuinya.Gina bangkit saat beberapa siswa berlarian menuju lapangan untuk melihat sesuatu yang terjadi. Pikirannya tidak enak, ia berjalan tergesa-gesa keluar kantin, langkahnya mematung saat di lapangan. Sosok yang sedaritadi ia tunggu sudah terkapar tak berdaya di lantai lapangan."RAVA!" Gina berlari membela kerumunan, ia berjongkok mengusap darah yang keluar dari hidung cowok itu. Mata Rava terpejam erat, Gina mengepalkan tanganya kuat, memandang seluruh murid yang hanya menyaksikan Rava yang pingsan."PAK ADRIAN! ADA SISWA YANG PINGSAN PAK, TOLONGIN SAYA!" teriak Gina menatap salah satu guru yang lewat, ia sangat berharap guru baik itu mau menolongnya. Dan benar, langkah Pak Adrian be
Malam ini Regina siap akan pergi kerumah Rava. Setelah makan malam dengan keluarganya selesai gadis itu bergegas mengganti pakaian di kamar. Memasukan buku-buku penting dan keperluan lainnya. Gina bangkit berjalan menuruni tangga, berpamitan kepada kedua orang tuanya."Ance pergi dulu yah Ma, nanti pulang jam 10," ujar Gina dengan menyebutkan Ance. Karena kedua orang tuanya memanggil Gina dengan sebutan Ance. Mau tak mau Gina menurut, ia juga tidak terlalu memperdulikan."Mau kemana lagi Ance? Kenapa tidak belajar dirumah saja?"Gina menatap Mamanya dengan malas, sekali bilang ia akan pergi Gina tidak mendengarkan larangan kedua orang tuanya. Gadis tetap berjalan tanpa berbalik untuk masuk kamar.Setelah masuk kedalam mobil. Regina duduk, ia mengambil ponselnya untuk mengabari Rava bahwa dirinya sebentar lagi akan sampai.Dirumah Rava terdiam sembari memegang buku paket fisika di tanganya. Besok ia ulangan fisika, jika pak Harjo tidak memperbolehkan
Sinar mentari menerobos jendela di kamar Rava yang semalam tidak dikunci. Rava terbangun karena pantulan sinar matahari. Ia bangkit untuk segera mandi, pagi ini Rava akan menjemput Gina untuk berangkat sekolah bersama.Selesai mandi Rava memakai seragam sekolah, menyisir rambut dan memakai kaca mata yang baru semalam di berikan oleh Melinda. Rava keluar kamar ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuk pagi ini."Selamat pagi bu, mau Rava bantuin?" tanya Rava hendak membantu Melinda yang sedang menumis kangkung dan tempe goreng. Menu sederhana Rava pagi ini sangat menggiurkan. Setelah matang ia dan Melinda makan dengan khidmat hanya berdua, Jiyo Ayahnya sedang bekerja di pabrik. Satu minggu sekali akan pulang.Rava cukup kangen dengan Ayahnya yang lama tidak pulang. Biasanya mereka akan makan bersama kadang juga berkebun ketika sore hari. Ia sangat merindukan sosok pahlawan itu."Nanti kalau kamu dapet nilai 100 ibu kasih uang lebih buat jajan hari
Setelah berkutik dengan rumus-rumus selama hampir dua jam. Rava menyelesaikan yang pertama, Rava bangkit memberikan soal itu pada pak Harjo dan keluar kelas. Jam istirahat lima menit lagi berbunyi, tujuannya saat ini pergi ke kantin dan menemui bu Ceci untuk membantu mencuci piring.Saat ulangan tadi Rava sangat serius dan teliti. Ia sudah tiga kali mengerjakan soal itu hingga semua jawaban ia anggap benar. Semoga saja pengumuman nanti di grub kelas Rava mendapat nilai tinggi ia tidak ingin mengecewakan Regina dan Melinda.Langkahnya terhenti di kantin, ia melihat Gina sedang berbicara pada bu Ceci, Rava mendekati keduanya. Gina tidak melirik Laki-laki itu sama sekali, berbeda dengan Rava yang sudah menebar senyum pada Gina maupun Bu Ceci."Gimana ulangan pagi ini? Dibolehin sama pak Harjo?" tanya Bu Ceci menggoda Rava yang tersenyum malu."Dibantuin sama Gina juga bu, kalau nggak yah udah daritadi aku kesini. Rava langsung cuci piring aja yah ke belakang
Gina duduk di halte ia menunggu Rava yang sedang mengambil motor di parkiran. Lima menit kemudian Rava keluar dari pekarangan dan Gina segera duduk di atas motor milik cowok itu. Saat hendak pergi mereka mendengar suara cempreng seseorang cewek yang berlari mengejar keduanya. "RAVA! TUNGGUIN GUE," suara Vania terputus-putus karena mengejar Rava dari parkiran. Saat ia baru saja keluar dari toilet justru melihat sosok Rava yang menaiki motornya keluar kelas. Dengan cepat Vania mengejar sampai di luar gerbang. Beruntung cowok itu belum pergi jauh. "Gue mau ikut bolehin yah?" rengek Vania menatap Rava dengan memohon. Gina yang melihat itu memutar bola matanya malas. Ia menepuk pundak Rava agar menjalankan motornya. Namun respon cowok itu justru terdiam, seakan bingung dengan kondisinya sekarang. Memilih antara pergi dengan Gina atau meninggalkan Vania di sekolahan sendirian. Sebenarnya ia bisa saja pergi dengan Gina tanpa memperdulikan Vania, yang setatusny
Gina geram mendengar balasan dari gadis di depannya. Ia bangkit meninggalkan keduanya yang terdiam, tanpa berpamitan pada Rava Gina keluar dari kantin. Hanya meninggalkan uang untuk membayar bubur dimeja.Rava berganti menatap Gevania yang tersenyum lebar tanpa dosa. Rava memutar bola matanya malas, sepulang sekolah nanti ia akan membujuk Gina agar memaafkanya lagi."Sorry yah Van, gue males lagi ngomong sama lo. Gina marah karena ucapan lo tadi, sama aja lo ngerusak hubungan gue sama dia. Dan inget dia senior lo! Jaga sopan santun," Setelah mengatakan hal itu Rava bangkit ia sudah mengatakan pada bu Ceci untuk membayarkan bubur ayam. Rava berjalan keluar dari kantin, Gevania masih mengekorinya dari belakang.Tanganya di cekal oleh gadis itu hingga berhenti, dari arah berlawanan ia melihat Dion dan segerombol temanya. Rava meneguk salivanya berulang kali, dengan cepat ia menepis tangan Vania."Pergi sana jangan gangu gue," ujar Rava hendak berbelok
Setelah berkutik dengan rumus-rumus selama hampir dua jam. Rava menyelesaikan yang pertama, Rava bangkit memberikan soal itu pada pak Harjo dan keluar kelas. Jam istirahat lima menit lagi berbunyi, tujuannya saat ini pergi ke kantin dan menemui bu Ceci untuk membantu mencuci piring.Saat ulangan tadi Rava sangat serius dan teliti. Ia sudah tiga kali mengerjakan soal itu hingga semua jawaban ia anggap benar. Semoga saja pengumuman nanti di grub kelas Rava mendapat nilai tinggi ia tidak ingin mengecewakan Regina dan Melinda.Langkahnya terhenti di kantin, ia melihat Gina sedang berbicara pada bu Ceci, Rava mendekati keduanya. Gina tidak melirik Laki-laki itu sama sekali, berbeda dengan Rava yang sudah menebar senyum pada Gina maupun Bu Ceci."Gimana ulangan pagi ini? Dibolehin sama pak Harjo?" tanya Bu Ceci menggoda Rava yang tersenyum malu."Dibantuin sama Gina juga bu, kalau nggak yah udah daritadi aku kesini. Rava langsung cuci piring aja yah ke belakang
Sinar mentari menerobos jendela di kamar Rava yang semalam tidak dikunci. Rava terbangun karena pantulan sinar matahari. Ia bangkit untuk segera mandi, pagi ini Rava akan menjemput Gina untuk berangkat sekolah bersama.Selesai mandi Rava memakai seragam sekolah, menyisir rambut dan memakai kaca mata yang baru semalam di berikan oleh Melinda. Rava keluar kamar ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuk pagi ini."Selamat pagi bu, mau Rava bantuin?" tanya Rava hendak membantu Melinda yang sedang menumis kangkung dan tempe goreng. Menu sederhana Rava pagi ini sangat menggiurkan. Setelah matang ia dan Melinda makan dengan khidmat hanya berdua, Jiyo Ayahnya sedang bekerja di pabrik. Satu minggu sekali akan pulang.Rava cukup kangen dengan Ayahnya yang lama tidak pulang. Biasanya mereka akan makan bersama kadang juga berkebun ketika sore hari. Ia sangat merindukan sosok pahlawan itu."Nanti kalau kamu dapet nilai 100 ibu kasih uang lebih buat jajan hari
Malam ini Regina siap akan pergi kerumah Rava. Setelah makan malam dengan keluarganya selesai gadis itu bergegas mengganti pakaian di kamar. Memasukan buku-buku penting dan keperluan lainnya. Gina bangkit berjalan menuruni tangga, berpamitan kepada kedua orang tuanya."Ance pergi dulu yah Ma, nanti pulang jam 10," ujar Gina dengan menyebutkan Ance. Karena kedua orang tuanya memanggil Gina dengan sebutan Ance. Mau tak mau Gina menurut, ia juga tidak terlalu memperdulikan."Mau kemana lagi Ance? Kenapa tidak belajar dirumah saja?"Gina menatap Mamanya dengan malas, sekali bilang ia akan pergi Gina tidak mendengarkan larangan kedua orang tuanya. Gadis tetap berjalan tanpa berbalik untuk masuk kamar.Setelah masuk kedalam mobil. Regina duduk, ia mengambil ponselnya untuk mengabari Rava bahwa dirinya sebentar lagi akan sampai.Dirumah Rava terdiam sembari memegang buku paket fisika di tanganya. Besok ia ulangan fisika, jika pak Harjo tidak memperbolehkan
Siang ini Gina duduk di kantin sendirian. Matanya terus menatap pintu kantin, menunggu kedatangan sosok Ravangga yang tak kunjung datang. Ia melirik arlojinya yang menujukan pukul 10:5 menit artinya lima menit lagi bel istirahat berakhir dan sosok laki-laki itu belum datang menemuinya.Gina bangkit saat beberapa siswa berlarian menuju lapangan untuk melihat sesuatu yang terjadi. Pikirannya tidak enak, ia berjalan tergesa-gesa keluar kantin, langkahnya mematung saat di lapangan. Sosok yang sedaritadi ia tunggu sudah terkapar tak berdaya di lantai lapangan."RAVA!" Gina berlari membela kerumunan, ia berjongkok mengusap darah yang keluar dari hidung cowok itu. Mata Rava terpejam erat, Gina mengepalkan tanganya kuat, memandang seluruh murid yang hanya menyaksikan Rava yang pingsan."PAK ADRIAN! ADA SISWA YANG PINGSAN PAK, TOLONGIN SAYA!" teriak Gina menatap salah satu guru yang lewat, ia sangat berharap guru baik itu mau menolongnya. Dan benar, langkah Pak Adrian be
Guru Biologi itu menatap Rava dari atas sampai bawah. Rambut acak-acakan pakaian penuh dengan noda, bau busuk tercium dari seluruh tubuh cowok itu. Rava hendak berjalan duduk di bangku suara Pak Edy memperhentikan langkahnya."Jangan ikut pelajaran saya, keluar kamu Rava. Nanti yang ada semua teman-teman kamu tidak ada yang betah. Karena satu ruangan dengan kamu. Sebagai gantinya kamu berjemur sampai jam pelajaran saya habis.""Tapi kan pak--?" ujarnya dengan nada tak rela. Rava berbalik melangkah keluar kelas. Saat memasuki lapangan indor. Semua siswi maupun siswa menyorakinya karena bauh dari tubuh Rava yang menyengat.Rava tidak memperdulikan, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di tiang bendera. Melepaskan kaca mata lalu membersihkan dengan seragam putihnya. Rava memakai kembali kaca mata itu, pandangannya sudah jelas.Ia mengangkat tangan untuk hormat ke bendera merah-putih yang berkibar di atas sana. Segerombol cowok yang sedang bermain basket t
Pagi ini Regina di panggil oleh Bu Karen untuk ke UKS karena salah satu adik kelasnya bertengkar. Ia menyimpan buku diary nya di tas, setelah itu bangkit dan berjalan keluar kelas. Di koridor Regina menjadi pusat perhatian, selalu saat ia keluar dari kelas menjadi atensi mereka.Rambut pendek sebahu, kulit putih dan mulus, cantik dan pintar, berhati bak malaikat yang selalu menolong. Tapi sayang Regina terlalu cuek di lingkungan sekitar, ia tidak memiliki teman karena terlalu memilih. Hingga satu cewek di kelasnya pun menjauh tidak ada yang mau berteman dengan Regina.Langkah perempuan itu masuk dalam UKS. Selalu dia melihat korbannya adalah laki-laki berkacamata ini. Gina duduk di kursi ia menarik paksa tangan laki-laki itu untuk mengobatinya. Terdengar ringisan keluar dari bibir cowok itu."Mau sampe kapan hidup lo kaya gitu? jadi orang jangan pengecut, bangun jangan jadi pecundang, hadapi semua orang yang udah pernah buly lo! Buat mereka bertekuk lutut di had