Kana berjalan terlebih dahulu menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berjalan ke sudut kantin sambil menundukan kepalanya. Saat tiba di kursi, ia segera duduk tanpa menoleh kemana pun. Lalu ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Kana reflek menoleh saat melihat ada sebuah tangan di bahunya. Ia memejamkan matanya dengan frustasi saat melihat sosok Gilang dengan cengiran menyebalkannya. Kana segera melepaskan dirinya dari rangkulan cowok itu. Tapi sepertinya semua orang yang ada di kantin sudah terlanjur melihatnya. Semua mata pun menatap Kana dengan tatapan super tak suka.
"Genit banget sih jadi cewek!" celetuk seoeang gadis yang duduk di meja sebelahnya."Ga dapat Kak Edo langsung deketin temannya," sahut teman yang satunya.Kana menghela nafasnya, lalu ia menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan. Ia merasakan sebuah tangan berada di puncak kepalanya. Kana mendelik, segera mengangkat kepalanya."Hayo, kenapa lo? Kaget banget," ujar Mirna.Kana menghela nafasnya dengan kesal. "Bikin kaget aja lo!"Mirna memegang kepala Kana dengan kedua tangannya. "Bebeb gue ada disana, Na."Kana melirik Mirna dengan sinis. "Terus?"Mirna mengedikan bahunya. Lalu ia mengambil ponsel yang ada di sakunya. Ia kembali sibuk dengan aktivitasnya. Sedangkan Kana yang tak terbiasa bermain ponsel itu pun memilih melihat Gilang dan teman-temannya yang berjarak 3 meja darinya."Eh, Mir!" panggil Kana.Mirna hanya berdeham dengan pandangan yang terus tertuju pada ponselnya."Gue baru sadar kalau lo lumayan mirip sama Gilang," ujar Kana."Masa sih?" tanya Mirna.Mirna mulai melihat ke arah Gilang, lalu ia segera mengalihkan pandangannya kembali ke ponsel. Kana mengguncang bahu sahabatnya itu agar tak bermain ponselnya lagi. Mirna pun memutuskan untuk meletakan ponselnya di meja. Lalu ia memberikan perhatian penuh pada gadis cantik di hadapannya."Ada apa, Kana sayang?" tanya Mirna dengan senyuman manisnya."Ah sayang kana~"Semua mata reflek menoleh ke arah suara tersebut. Begitu juga dengan Kana dan Mirna yang langsung menolehkan kepalanya saat mendengar suara yang begitu menjijikan tersebut. Mereka mendapati sosok Fahri dan Ilham sudah ada di meja belakangnya dengan senyum menyebalkannya.Gilang dan teman-temannya juga menoleh ke arah suara tersebut. Cowok itu memicingkan matanya saat mendengar pacarnya di panggil sayang oleh cowok lain. Beberapa orang bahkan sempat menoleh ke arah Gilang dengan tatapan sedih."Kalau gue lihat-lihat, Kana cantik juga ya," ujar Faiz tiba-tiba.Gilang dan Edo yang sedang minum pun terbatuk bersamaan. Sedangkan Kevin yang baru selesai menyantap baksonya itu bersendawa. Ketiga temannya menoleh ke arah Kevin yang sedang mengelus perutnya sambil tersenyum."Apa?" tanya Kevin."Kana cantik ga, Vin?" tanya Faiz.Kevin menggumam panjang, seolah sedang berpikir. Ia sesekali menoleh ke arah Kana. Lalu ia menganggukan kepalanya."Kana tuh tipe ideal gue banget. Putih, gingsul, tingginya juga pas banget buat di peluk atau di rangkul," jelas Kevin dengan mata yang melirik ke Gilang."Kalau menurut lo gimana, Lang?" tanya Kevin.Gilang mengedikan bahunya. "Dia benar-benar bukan tipe gue.""Bukan tipe tapi rangkul-rangkulan," ujar Faiz dan Kevin bersamaan.Faiz dan Kevin tertawa cukup keras sampai membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. Lalu tiba-tiba Faiz menghentikan tawanya. Ia menoleh ke arah Edo yang masih tertawa."Mari kita dengar pendapat dari Lord Edo," ujar Faiz.Edo berdeham pelan. "Menurut gue dia cantik. Gue beberapa kali jalan sama dia, cukup nyaman juga."Gilang yang sedang memakan mie instan itu langsung mengangkat kepalanya. Lalu ia menatap tajam Edo yang sedang tersenyum miring ke arahnya. Edo menaikan sebelah alisnya tanpa menghapus senyum miring di wajahnya.Gilang menarik nafasnya panjang, lalu ia bangkit dari kursi nya. "Gue ke kelas duluan ya. Lupa kalau disuruh nganter tugas ke ruang guru."Kana menolehkan kepalanya saat mendengar decitan kursi. Ia melihat Gilang yang sudah berdiri di dekat kursinya. Cowok itu juga tanpa sengaja melihat ke arahnya. Kegiatan tatap menatap itu hanya berlangsung beberapa detik sebelum akhirnya Gilang mulai melangkahkan kakinya.~~~
"Mir, lo kalau lagi kencan sama Gilang ngapain aja?" tanya Kana.
Duk!Sebuah penghapus papan tulis jatuh tepat di atas meja Kana. Mirna yang sedang menulis cukup terkejut saat benda persegi itu hampir mengenai mejanya. Sedangkan Kana yang menjadi target lemparan itu hanya bisa mematung dengan mulut yang terkatup rapat. Ia sama sekali tak berani bergerak saat ini."Kana! Apa kamu tidak bisa serius sebentar saja?" tanya seorang ibu-ibu dengan rambut di sanggul.Kana menggigit bibir bawahnya. "Ma-maaf Bu Nani. Saya—""KELUAR!!" teriak Bu Nani dengan suara melengkingnya.Kana bangkit dari kursinya dengan menunduk lesuh. Pagi hari dihukum, siang hari pun dihukum. Tidak ada hari tanpa hukuman. Ia berjalan keluar kelas dengan raut wajah sedih. Saat sudah berada di luar kelas, Kana melongokkan kepalanya ke dalam kelas. Bu Nani yang semula sudah mulai mengajar pun merasa terganggu."Ada apa lagi, Kana?" tanya Bu Nani."Cuma berdiri aja, Bu?" tanya Kana diiringi cengirannya.Bu Nani menghela nafasnya. "Kalau kamu mau bersihin lapangan pun ibu izinkan."Kana meringis lalu menggelengkan kepalanya. Ia memilih tetap berada di depan kelas daripada membersihkan lapangan yang sedang dipadati murid kelas XII IPA 2. Kana terdiam sejenak, ia menoleh ke kelas sebelah yang kosong. Kana pun mendekati pembatas untuk melihat ke lapangan. Ia melihat Gilang dan Faiz yang sedang duduk di pinggir lapangan. Mereka sesekali tertawa, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Lalu Kana juga melihat Edo yang baru saja bergabung. Setelah itu suasana yang tadinya berwarna jingga mulai berubah menjadi hitam kelam. Tiba-tiba Faiz memergokinya yang sedang mengamati mereka. Cowok itu terlihat menepuk bahu Gilang, lalu menggerakkan telunjuknya ke arah Kana yang ada di lantai 2. Bukannya bersembunyi, Kana justru menutupi wajahnya dengan kedua tangan.Gilang tersenyum tipis melihat Kana yang sedang menyembunyikan wajahnya. Lalu Faiz merangkul bahu Gilang dengan senyum mengejek."Kalau menurut lo Kana ga cantik, tapi dia imut banget ga sih?" ujar Faiz.Gilang menggelengkan kepalanya tanpa menghapus senyum di wajahnya. "Engga sama sekali. Dia bukan tipe gue.""Gue ambil boleh ga, Lang?" tanya Faiz.Gilang menoleh ke arah Faiz dengan sorot tajamnya. "Langkahi dulu mayat gue."Edo yang sedari tadi hanya menyimak pun mulai geram. "Sebenarnya apa tujuan lo pacaran sama dua cewek kayak gitu?"Gilang menatap Edo sekilas. "Gue cuma ga mau Mirna jadi korban amukan fans gue.""Terus lo maunya Kana yang jadi korban amukan fans lo? Gila lo ya!" protes Edo.Gilang menghela nafasnya, ia juga memejamkan matanya sebentar. "Bukan begitu maksud gue. Lo salah paham."Edo mendecih pelan. "Salah paham lo bilang? Nenek-nenek sekarat pun tau maksud buruk lo itu!""Gue sama sekali ga bermaksud kayak apa yang lo bilang!" bentak Gilang yang sudah mulai tersulut emosi. Edo menarik kerah baju olahraga Gilang hingga membuatnya berdiri secara paksa. Edo menatap sahabatnya itu dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Gilang hanya menaikan sebelah alisnya dengan ekspresi tak suka. Edo mendekatkan wajahnya dengan Gilang, setelah itu ia membisikan sesuatu. "Sekarang lo harus tentukan! Lo pilih Kana atau Mirna?"Bersambung...Kana tiba di rumahnya saat matahari sudah hampir terbenam. Hari masih belum berganti, ia sudah terasa sangat lelah. Kana membuka pintu kamarnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia tersenyum tipis sambil mengepalkan kedua tangannya. Seolah ia terus nemberikan semangat pada dirinya sendiri. Tanpa terasa kedua mata nya mulai terpejam. Kana mulai terbawa ke alam bawah sadarnya. Namun baru sebentar tertidur, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. "Na?" Kana dapat mendengar suara ibu nya yang memanggilnya. Kana pun dengan malas membuka kedua matanya lagi. Lalu ia mulai beranjak dari kasurnya menuju pintu yang sebenarnya tak terkunci. Kana membuka pintu itu, lalu ibunya segera memeluknya dengan erat. Kana yang melihat ibunya seperti itu pun sangat kaget. "Ada apa, Bu?" tanya Kana. "Ibu hamil, Na," ujar ibu nya. Setelah mengatakan itu, ibunya menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Kana. Akhirnya Kana pun menarik ibunya masuk ke
'Pulang sekolah gue ke rumah lo.' Kana mengusap wajahnya dengan kasar. Ia baru saja bangun tidur, lalu mendapati pesan seperti itu dari Gilang. Padahal ia sudah bersikeras melarang Gilang datang ke rumahnya. Kana melihat jam yang ada di sudut tengah atas ponselnya. Waktu sudah menunjukan pukul 15.30. Sekolah mulai bubar pada jam 15.15. Itu artinya Gilang akan datang 5 menit lagi karena jarak tempuhnya 20 menit. Kana segera bangun dari kasurnya dan menghambur ke kamar mandi. Ia punya waktu 5 menit untuk mengubah penampilannya. Ia tak ingin Gilang melihat penampilannya yang seperti gembel lagi. Kana keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah baru. Wajahnya juga sudah di poles sebisanya. Kana melirik jam di dinding kamarnya, masih kurang 1 menit lagi sampai Gilang datang ke rumahnya. Kana segera keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, bel rumahnya berbunyi. Kana segera menarik nafas dan menghembuskannya. Kemudian ia mengatur senyu
Hari minggu ini Kana sudah bersiap di depan rumahnya. Matahari masih malu-malu, tapi Kana sudah di paksa berdiri di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tapi yang di tunggu entah ada dimana. Kana mengecek ponselnya kembali, tapi sama sekali tak ada notifikasi selain kartu yang masa tenggang. Kana menghela nafasnya, ia kembali memasukan ponselnya ke sakunya. Tak lama, Kana bisa melihat Gilang bersama motor Honda Sonicnya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata. Gilang tak menghiraukan mobil di belakangnya yang terus membunyikan klakson. "Serius Ibu mendukung gue sama cowok yang otaknya geser gitu?" gumam Kana sambil menggelengkan kepalanya. Setelah tiba di depan rumah Kana, Gilang langsung melepas helm full facenya. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi. "Cepat naik. Mirna udah sampai kayaknya nih," ujar Gilang. Kana mengernyitkan dahinya. "
Kana menarik lengan Gilang saat suasana mulai terasa sengit. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap dengan antusias. Gilang menoleh sekilas ke arah Kana yang menatapnya dengan mata melotot."Kenapa? Biar dia percaya kalau kita pacaran." bisik Gilang dengan sorot tajamnya.Kana menghembuskan nafasnya pelan. "Lo salah tempat, Lang.""Masa sih?" tanya Gilang.Kana menginjak kaki Gilang cukup kencang. "Coba lo liat ke sekitar."Faiz terus memperhatikan Kana dan Gilang yang saling berbisik. Faiz menoleh ke arah kerumunan yang mulai tertarik dengan mereka. Lalu Faiz melemparkan senyuman dengan tangan yang seolah mengusir mereka semua. Perlahan orang-orang itu pun bubar. Sedangkan Faiz memilih untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang masih sibuk berdebat."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang menganggukan kepalanya. "Gue juga. Kartu parkir nya sama lo kan?"
Pagi ini Kana sudah duduk cantik di ruang tamu nya. Waktu baru saja menunjukan pukul 6 kurang 10 menit tapi Kana seperti kerasukan sesuatu. Ia bangun sangat pagi hari ini. Mungkin karena akan di jemput Faiz? Mungkin saja. Kana berulang kali menatap wajahnya di layar ponsel. Kana tersenyum tipis melihat wajahnya yang sudah cantik walau hanya dibalut bedak bayi.Tak lama Kana mendengar suara deru motor di depan rumahnya. Kana segera menghambur untuk membuka pintu rumahnya. Tapi wajah Kana mendadak muram saat melihat sosok yang ada di atas motor itu."Ayo berangkat, Na." ujar Edo sambil tersenyum tipis.Kana meringis sambil menganggukan kepalanya. "Tunggu ya kak. Gue bilang ibu dulu."Kana kembali masuk ke ruang tamu, lalu ia mengambil ponselnya. Kana menelepon nomor yang diketahui milik Faiz tersebut. Tapi panggilannya tak kunjung di jawab. Akhirnya Kana memutuskan untuk pergi bersama Edo daripada tragedi maraton itu terjadi lagi.
Kana harus terjebak di lapangan sekolah saat semua siswa sudah pulang ke rumah. Mata Kana terus menatap dengan bosan ke arah kedua laki-laki yang sedang menyapu lapangan. Mereka sesekali terlihat bertengkar karena masalah perbatasan. Kana menghela nafasnya berat, entah sudah berapa laka ia duduk di pinggir lapangan. Kana pun memutuskan untuk menghampiri Gilang yang paling dekat dengannya. Kana menepuk bahu Gilang yang sedang fokus menyapu lapangan bagiannya."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang mendelikkan kedua matanya saat mendengar ucapan Kana. Lalu ia menggelengkan kepalanya."Ga boleh, Na. Lo ga lihat gue luka-luka gini karena lo!" protes Gilang dengan suara cukup keras.Edo yang semula sedang menyapu pun mulai menoleh ke arah Kana dan Gilang yang terlibat perselisihan. Ia memilih tetap di tempatnya dan mendengarkan saja."Gue ga minta lo bertengkar kayak gini." ujar Kana pelan.Gilang menoleh ke arah Edo dan menudingkan jari telunjuknya
"Ibu lo kemana, Na?" tanya Gilang.Kana yang sedang merapihkan barang di dapur itu menoleh sekilas. "Pergi ke rumah nenek."Gilang menganggukan kepalanya, sedangkan matanya terus mengawasi gerak-gerik perempuan tersebut. Perempuan itu berulang kali berjongkok dan berdiri merapihkan peralatan dapur yang tergeletak di lantai. Ia perlahan mendekati Kana yang masih sibuk dengan kegiatannya. Lalu ia secepat mungkin menahan lengan Kana. Hal itu tentu saja membuat Kana menatapnya dengan bingung."Kenapa?" tanya Kana."Lo hampir pegang pisau." ujar Gilang yang langsung menarik tangannya.Kana menganggukan kepalanya. "Gue juga lihat kok ada pisau."Gilang mendesis pelan. "Maka dari itu, Na. Lo lihat ada pisau, tapi tetap lo pegang. Kalau tangan lo luka gimana?"Kana mengedikan bahunya. "Pasti mengerikan banget ya, Lang. Tapi sayangnya usia gue sudah terlalu tua buat ceroboh kayak gitu.""Tuaan gue." ujar Gilang.Kana mendecih pel
Kana menatap laki-laki di sampingnya itu dengan sebal. Saat ini ia tak ingin bertemu dengan laki-laki ini, tapi nampaknya ia tak punya pilihan lain. "Jadi apa yang mau lo bicarakan sama gue?" tanya Kana. "Soal semalam--" Kana membelalakan kedua matanya. "Gak! Itu ga perlu dibicarakan sekarang!" "Lah, kenapa? Gue yakin lo pasti kepikiran soal semalam. Iya, 'kan? " tanya Gilang. Kana menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gue sama sekali ga kepikiran. Gue ngerti lo cuma bingung. Makanya--" "Gue sama sekali ga bingung saat itu. Gue seng--" Kana langsung membekap mulut Gilang dengan telapak tangannya. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Ia sama sekali tak ingin membicarakan kejadian semalam. Perlahan ia melepaskan tangannya saat laki-laki itu sudah tak mengatakan apa pun. "Gue suka sama lo, Na," gumam Gilang. Tubuh Kana membeku, ia sama sekali tak bisa bergerak saat mendengar ucapan