Hari minggu ini Kana sudah bersiap di depan rumahnya. Matahari masih malu-malu, tapi Kana sudah di paksa berdiri di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tapi yang di tunggu entah ada dimana. Kana mengecek ponselnya kembali, tapi sama sekali tak ada notifikasi selain kartu yang masa tenggang. Kana menghela nafasnya, ia kembali memasukan ponselnya ke sakunya.
Tak lama, Kana bisa melihat Gilang bersama motor Honda Sonicnya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata. Gilang tak menghiraukan mobil di belakangnya yang terus membunyikan klakson."Serius Ibu mendukung gue sama cowok yang otaknya geser gitu?" gumam Kana sambil menggelengkan kepalanya.Setelah tiba di depan rumah Kana, Gilang langsung melepas helm full facenya. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi."Cepat naik. Mirna udah sampai kayaknya nih," ujar Gilang.Kana mengernyitkan dahinya. "Kana menarik lengan Gilang saat suasana mulai terasa sengit. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap dengan antusias. Gilang menoleh sekilas ke arah Kana yang menatapnya dengan mata melotot."Kenapa? Biar dia percaya kalau kita pacaran." bisik Gilang dengan sorot tajamnya.Kana menghembuskan nafasnya pelan. "Lo salah tempat, Lang.""Masa sih?" tanya Gilang.Kana menginjak kaki Gilang cukup kencang. "Coba lo liat ke sekitar."Faiz terus memperhatikan Kana dan Gilang yang saling berbisik. Faiz menoleh ke arah kerumunan yang mulai tertarik dengan mereka. Lalu Faiz melemparkan senyuman dengan tangan yang seolah mengusir mereka semua. Perlahan orang-orang itu pun bubar. Sedangkan Faiz memilih untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang masih sibuk berdebat."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang menganggukan kepalanya. "Gue juga. Kartu parkir nya sama lo kan?"
Pagi ini Kana sudah duduk cantik di ruang tamu nya. Waktu baru saja menunjukan pukul 6 kurang 10 menit tapi Kana seperti kerasukan sesuatu. Ia bangun sangat pagi hari ini. Mungkin karena akan di jemput Faiz? Mungkin saja. Kana berulang kali menatap wajahnya di layar ponsel. Kana tersenyum tipis melihat wajahnya yang sudah cantik walau hanya dibalut bedak bayi.Tak lama Kana mendengar suara deru motor di depan rumahnya. Kana segera menghambur untuk membuka pintu rumahnya. Tapi wajah Kana mendadak muram saat melihat sosok yang ada di atas motor itu."Ayo berangkat, Na." ujar Edo sambil tersenyum tipis.Kana meringis sambil menganggukan kepalanya. "Tunggu ya kak. Gue bilang ibu dulu."Kana kembali masuk ke ruang tamu, lalu ia mengambil ponselnya. Kana menelepon nomor yang diketahui milik Faiz tersebut. Tapi panggilannya tak kunjung di jawab. Akhirnya Kana memutuskan untuk pergi bersama Edo daripada tragedi maraton itu terjadi lagi.
Kana harus terjebak di lapangan sekolah saat semua siswa sudah pulang ke rumah. Mata Kana terus menatap dengan bosan ke arah kedua laki-laki yang sedang menyapu lapangan. Mereka sesekali terlihat bertengkar karena masalah perbatasan. Kana menghela nafasnya berat, entah sudah berapa laka ia duduk di pinggir lapangan. Kana pun memutuskan untuk menghampiri Gilang yang paling dekat dengannya. Kana menepuk bahu Gilang yang sedang fokus menyapu lapangan bagiannya."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang mendelikkan kedua matanya saat mendengar ucapan Kana. Lalu ia menggelengkan kepalanya."Ga boleh, Na. Lo ga lihat gue luka-luka gini karena lo!" protes Gilang dengan suara cukup keras.Edo yang semula sedang menyapu pun mulai menoleh ke arah Kana dan Gilang yang terlibat perselisihan. Ia memilih tetap di tempatnya dan mendengarkan saja."Gue ga minta lo bertengkar kayak gini." ujar Kana pelan.Gilang menoleh ke arah Edo dan menudingkan jari telunjuknya
"Ibu lo kemana, Na?" tanya Gilang.Kana yang sedang merapihkan barang di dapur itu menoleh sekilas. "Pergi ke rumah nenek."Gilang menganggukan kepalanya, sedangkan matanya terus mengawasi gerak-gerik perempuan tersebut. Perempuan itu berulang kali berjongkok dan berdiri merapihkan peralatan dapur yang tergeletak di lantai. Ia perlahan mendekati Kana yang masih sibuk dengan kegiatannya. Lalu ia secepat mungkin menahan lengan Kana. Hal itu tentu saja membuat Kana menatapnya dengan bingung."Kenapa?" tanya Kana."Lo hampir pegang pisau." ujar Gilang yang langsung menarik tangannya.Kana menganggukan kepalanya. "Gue juga lihat kok ada pisau."Gilang mendesis pelan. "Maka dari itu, Na. Lo lihat ada pisau, tapi tetap lo pegang. Kalau tangan lo luka gimana?"Kana mengedikan bahunya. "Pasti mengerikan banget ya, Lang. Tapi sayangnya usia gue sudah terlalu tua buat ceroboh kayak gitu.""Tuaan gue." ujar Gilang.Kana mendecih pel
Kana menatap laki-laki di sampingnya itu dengan sebal. Saat ini ia tak ingin bertemu dengan laki-laki ini, tapi nampaknya ia tak punya pilihan lain. "Jadi apa yang mau lo bicarakan sama gue?" tanya Kana. "Soal semalam--" Kana membelalakan kedua matanya. "Gak! Itu ga perlu dibicarakan sekarang!" "Lah, kenapa? Gue yakin lo pasti kepikiran soal semalam. Iya, 'kan? " tanya Gilang. Kana menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gue sama sekali ga kepikiran. Gue ngerti lo cuma bingung. Makanya--" "Gue sama sekali ga bingung saat itu. Gue seng--" Kana langsung membekap mulut Gilang dengan telapak tangannya. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Ia sama sekali tak ingin membicarakan kejadian semalam. Perlahan ia melepaskan tangannya saat laki-laki itu sudah tak mengatakan apa pun. "Gue suka sama lo, Na," gumam Gilang. Tubuh Kana membeku, ia sama sekali tak bisa bergerak saat mendengar ucapan
"Kana! Posisi tangan mu salah!"Kana mendengus sebal menatap Gilang yang berdiri di sampingnya. Sedangkan yang ditatap itu hanya menaikan sebelah alisnya dengan bingung."Tangan lo salah, Na ...," bisik Gilang.Kana tersenyum tipis sambil berkata, "Mata lo juga salah!""Kana, Mengapa kamu berteriak pada Gilang?" tanya Bu Endang yang mengawasi mereka di pinggir lapangan.Kana menggelengkan kepalanya lemah. Ia melirik Gilang yang terus menatap tiang bendera. Untuk pertama kali ia melihat sosok populer itu di hukum seperti ini. Andai saja ia tidak terlalu menikmati permainan cowok ini. Pasti mereka tidak akan di hukum."Na ...," panggil Gilang lirih.Kana menoleh sekilas. "Kenapa?""Gue ga mau putus, Na ...." Gilang menarik ujung seragam Kana dengan tangan bebasnya. "Gue sayang sama lo. Serius ....""Gilang! Tangan kamu genit banget ya!" teriak Bu Endang dengan suata nya
Kana menyapukan pandangannya ke segala arah. Hamparan rumput hijau yang cukup luas membentang dari depan gerbang sampai teras rumah berwarna biru muda. Untuk pertama kalinya ia melihat rumah yang begitu nyaman untuk ditempati oleh manusia."Ini rumah lo?" tanya Kana.Gilang yang sedang memarkir motornya pun menjawab, "Iya, sorry ya ga mewah.""Menurut gue ga penting mewah atau sederhana. Yang penting lo nyaman tinggal disana," ujar Kana sambil tersenyum.Mendengar ucapan cewek itu, Gilang pun tersenyum. Ia mengamit lengan Kana dan menariknya masuk ke dalam rumah. Ia tak menemukan siapapun di dalam rumah selain kucing yang langsung menghambur ke arahnya."Papa lo kemana?" tanya Kana.Gilang mengedikan bahunya. "Gue juga ga tahu. Mungkin papa lagi pergi sama adik gue."Kana sontak menoleh ke arah Gilang. "Lo punya adik? Kok gue ga tahu?""Tapi sekarang sudah tahu, 'kan?" kata Gilang
Bugh! Kana menarik nafasnya dalam-dalam. Hari nya baru dimulai beberapa jam yang lalu, tapi sudah di sambut hal yang buruk. Sebuah bola plastik menghantam belakang kepalanya cukup keras. Ia mengusap belakang kepalanya yang terasa sakit. Lalu ia menolehkan kepalanya ke arah bola itu berasal. Kana dapat melihat beberapa cowo dari kelas X menatapnya sambil tertawa. Ia ingin marah, tapi melihat jumlah mereka akhirnya ia pun memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju ke kelas. Sepanjang perjalanan menuju kelas, Kana selalu saja mendengar bisikan-bisikan yang menyebut namanya. Sekilas ia mendengar ucapan yang tak enak di dengar tentangnya. Tapi sebisa mungkin ia menulikan telinganya. Saat tiba di depan kelas, Kana melihat Edo yang sedang berdiri di depan kelasnya. Pikirannya lagi-lagi mengingat kejadian semalam. Tapi ia yakin Edo tak akan mengingatnya karena mabuk. "Na," panggil Edo. Kana menarik kedua sudur bibir