Kana mengenakan seragam olahraganya secepat kilat. Ia bahkan tak sempat mandi, hanya membersihkan wajahnya saja. Itu semua karena sebuah pesan singkat yang muncul saat dirinya masih terlelap. Kana mendengar suara klakson motor yang berada di depan rumahnya. Kana menghambur keluar dari rumahnya dengan penampilan yang masih acak-acakan. Kana melihat Gilang yang duduk di atas motornya sambil tertawa.
"Lo mau jadi gembel?" tanya Gilang.Kana terkekeh lalu kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan mengambil sepatu yang ada di belakang pintu. Lalu segera mengenakannya dengan asal. Kana segera naik ke atas motor Honda Sonic orange milik Gilang. Walau agak kesulitan, Kana akhirnya dapat duduk di atas motor tersebut."Lo ga pakai helm?" tanya Gilang.Kana mengerjapkan kedua matanya. "Lo ga bawa helm lagi?"Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma mau ngajak lo berangkat bareng. Masalah helm tanggung sendiri."Kana mendengus sebal. Lalu ia turun dari motor itu dengan perasaan jengkel. Sambil berjalan memasuki rumahnya, Kana sesekali menoleh dengan mata mendelik. Gilang hanya mengedikan bahu nya tak peduli.Beberapa menit kemudian Kana muncul dengan helm yang sudah bertengger di kepalanya. Gilang mengangkat sebelah tangannya untuk melihat arloji. Waktu baru menunjukan pukul 6 pagi. Gilang segera memerintahkan Kana untuk naik ke motornya. Kana kembali naik dengan kesulitan tingkat medium.
"Na," panggil Gilang.Kana melirik Gilang melalui spion motornya. "Kenapa lagi? Apa lagi yang kurang?"Gilang menahan sekuat tenaga agar sudut bibirnya tak tertarik. "Lo tau ga ikan apa yang kepalanya 2 kali lipat dari tubuhnya?"Kana langsung menggelengkan kepalanya. "Ga tau. Memangnya ada ikan yang kepalanya 2 kali lipat dari tubuhnya?""Ada, contohnya lo," jawab Gilang disusul tawa yang menggelegar.Kana menggeram kesal. Ia memukul bahu Gilang cukup keras. Namun bukannya kesakitan, tawa Gilang semakin pecah. Gilang menghela nafasnya untuk meredakan tawa. Setelah tawa nya mereda, Gilang segera melajukan motornya menjauh dari depan rumah Kana.Selama di perjalanan, Kana merasa belum siap untuk memberitahukan hubungan mereka. Walaupun ia sudah menyetujuinya, namun itu tetap terasa berat. Apalagi ia sama sekali tak berniat menerima tawaran itu. Tapi Gilang menggunakan cara kotor dengan memberinya sogokan berupa martabak keju. Kana menghela napasnya pelan. Diam-diam Gilang terus memperhatikan Kana lewat spionnya walau hanya sebentar.
"Santai aja. Lo ga akan mati cuma karena omongan mereka," ujar Gilang.Kana mengalihkan tatapannya ke arah spion. "Lo ga akan tau rasanya.""Bagaimana rasanya?" tanya Gilang."Seperti menggali kuburan untuk diri sendiri," jawab Kana asal.~~~Kana meringis saat baru turun dari motor Honda Sonic tersebut. Semua mata menatap ke arahnya dengan tatapan tak suka. Ternyata tatapan itu lebih membuatnya terlihat buruk dari tatapan mengejek yang selalu Kana dapatkan. Tapi mulai sekarang, ia harus terbiasa dengan tatapan tersebut.Gilang menggenggam jemari Kana, lalu mulai membawa nya menyusuri koridor sekolah. Semua murid yang awalnya berada di dalam kelas mulai menghambur keluar untuk melihat pemandangan langka tersebut. Segerombolan perempuan yang entah kelas berapa terlihat dari arah berlawanan. Lalu mereka mulai menghantamkan bahu baja mereka ke bahu jelly milik Kana. Hal itu membuatnya sedikit tersentak, tapi Gilang yang ada di sampingnya berusaha menguatkannya."Tahan, Na. Ini baru hari pertama," bisik Gilang."Nanti istirahat gue bawain martabak keju ke kelas," lanjutnya.Kana mendengus pelan, lalu ia menganggukan kepalanya. "Sebahagia lo aja, Kak."Keadaan tak jauh berbeda saat Kana mulai memasuki kelasnya. Semua mata menatapnya tak suka terkecuali sahabatnya. Ia tersenyum kecil saat melewati orang yang menatapnya dengan sorot kebencian tersebut. Tapi ia merasa semua kebencian itu sirna saat melihat tawa dari ketiga sahabatnya. Ia mendudukan dirinya di kursi yang baru beberapa bulan di huninya."Kana!" panggil Gilang yang ternyata masih ada di depan pintu kelasnya."Iya, kenapa, Kak?" tanya Kana tanpa menghampirinya."Semangat belajarnya. Nanti jam istirahat gue kesini lagi," ujar Gilang sambil tersenyum."Bilang aja kalau ada yang macam-macam sama lo," tambahnya.Setelah mengatakan itu, Gilang pun menghilang dari depan pintu kelasnya. Cowok itu menyempatkan diri melambaikan tangannya saat melintasi jendela kelas Kana. Setelah kepergian Gilang, kelas menjadi sangat ricuh. Bahkan ada beberapa siswi yang melempari Kana dengan gumpalan kertas. Ia tertegun saat menyadari bahwa sebentar lagi kehidupan smanya yang hancur akan bertambah hancur.Mirna yang berada di sampingnya pun tak tinggal diam. Ia melempar balik gumpalan kertas yang ada di atas meja Kana ke siswi yang melemparinya. Terjadilah aksi saling lempar bola kertas hingga menimbulkan kekacauan. Kana yang mulai tertarik pun mengambil salah satu bola kertas dan melemparnya ke sembarang arah layaknya murid yang lain. Tapi ternyata lemparan Kana terlalu jauh sampai mengenai wajah Pak Agus yang baru tiba di depan pintu. Pak Agus yang tak sempat mengelak pun harus merelakan wajahnya terkena bols kertas tersebut."KANAAAAA!!!" teriak Pak Agus begitu menggelegar.Kana menghela nafasnya dengan berat. Mengapa setiap yang di lakukannya harus berakhir buruk. Mengapa timing kedatangan Pak Agus dengan lemparannya begitu tepat. Ia menundukan kepalanya dengan lemah. Tiada hari tanpa kesialan memanglah sesuatu yang mutlak dalam hidup Kana.Kana bergegas keluar mengikuti arah telunjuk Pak Agus. Di depan kelas, ia melihat Gilang dan seorang perempuan sedang berbincang. Kana pun menutupi wajahnya agar tak terlihat oleh kedua orang tersebut. Rasanya malu sekali, baru beberapa jam menjadi pacar Gilang sudah harus dihukum. Walaupun ia sudah terbiasa dihukum, tapi untuk kali ini rasanya berbeda. Ada sebuah nama yang menjadi taruhannya.Gilang."Loh, itu pacar lo kan?" ujar perempuan tersebut.Gilang reflek menolehkan kepalanya saat mendengar ucapan temannya tersebut. Gilang terkekeh lalu menganggukan kepalanya tanpa malu."Kok lo mau pacaran sama dia?" tanya temannya tersebut.Gilang berdeham pelan. "Rena ... cinta itu buta.""Kalau lo sih butanya kebangetan, Lang," balas Rena.Gilang menarik sebelah sudut bibirnya. "Apa kabar lo yang pacaran sama Pak Agus?"Rena sontak membekap mulut Gilang. "Lo jangan buka kartu dong!"
Kana melirik kedua orang itu lewat ekor matanya. Mereka nampak sangat dekat untuk cuma sekedar teman. Ia terus memperhatikan mereka dengan sorot tajam versinya sendiri. Saat tengah fokus memperhatikan, tiba-tiba Gilang menoleh ke arah Kana. Akhirnya tatapan mereka bertemu secara tak sengaja. Hanya Gilang yang tak sengaja, sedangkan Kana memang sedari tadi terus melotot ke arah Gilang. Adegan tatap-tatapan itu hanya berlangsung selama kurang dari 2 menit, karena Kana memutuskan untuk mengalihkan tatapannya. Ia memang tak pernah menang saat bertatapan dengan orang lain."Kana!! Mengapa kamu hanya berdiri disitu? Cepat bersihkan toilet!" teriak Pak Agus dari dalam kelas dengan suara yang tak begitu keras."Bukannya saya cuma dihukum berdiri di depan kelas, Pak?" tanya Kana dengan wajah memelasnya."CEPAT!!!" teriak Pak Agus untuk kesekian kalinya.Kana menundukan lesuh, lalu ia melewati Gilang yang tersenyum ke arahnya. Kana menutupi sebelah wajahnya dengan tangannya. Setelah cukup jauh dari Gilang, Kana segera menghambur dengan langkah seribunya menuju toilet."Malu banget!" pekik Kana di dalam toilet.Kana mengusap wajahnya dengan kasar. "Rasanya mau pensiun jadi manusia. Mau daftar jadi batu aja!"Bersambung...Kana berjalan terlebih dahulu menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berjalan ke sudut kantin sambil menundukan kepalanya. Saat tiba di kursi, ia segera duduk tanpa menoleh kemana pun. Lalu ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Kana reflek menoleh saat melihat ada sebuah tangan di bahunya. Ia memejamkan matanya dengan frustasi saat melihat sosok Gilang dengan cengiran menyebalkannya. Kana segera melepaskan dirinya dari rangkulan cowok itu. Tapi sepertinya semua orang yang ada di kantin sudah terlanjur melihatnya. Semua mata pun menatap Kana dengan tatapan super tak suka. "Genit banget sih jadi cewek!" celetuk seoeang gadis yang duduk di meja sebelahnya. "Ga dapat Kak Edo langsung deketin temannya," sahut teman yang satunya. Kana menghela nafasnya, lalu ia menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan. Ia merasakan sebuah tangan berada di puncak kepalanya. Kana mendelik, segera mengangkat kep
Kana tiba di rumahnya saat matahari sudah hampir terbenam. Hari masih belum berganti, ia sudah terasa sangat lelah. Kana membuka pintu kamarnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia tersenyum tipis sambil mengepalkan kedua tangannya. Seolah ia terus nemberikan semangat pada dirinya sendiri. Tanpa terasa kedua mata nya mulai terpejam. Kana mulai terbawa ke alam bawah sadarnya. Namun baru sebentar tertidur, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. "Na?" Kana dapat mendengar suara ibu nya yang memanggilnya. Kana pun dengan malas membuka kedua matanya lagi. Lalu ia mulai beranjak dari kasurnya menuju pintu yang sebenarnya tak terkunci. Kana membuka pintu itu, lalu ibunya segera memeluknya dengan erat. Kana yang melihat ibunya seperti itu pun sangat kaget. "Ada apa, Bu?" tanya Kana. "Ibu hamil, Na," ujar ibu nya. Setelah mengatakan itu, ibunya menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Kana. Akhirnya Kana pun menarik ibunya masuk ke
'Pulang sekolah gue ke rumah lo.' Kana mengusap wajahnya dengan kasar. Ia baru saja bangun tidur, lalu mendapati pesan seperti itu dari Gilang. Padahal ia sudah bersikeras melarang Gilang datang ke rumahnya. Kana melihat jam yang ada di sudut tengah atas ponselnya. Waktu sudah menunjukan pukul 15.30. Sekolah mulai bubar pada jam 15.15. Itu artinya Gilang akan datang 5 menit lagi karena jarak tempuhnya 20 menit. Kana segera bangun dari kasurnya dan menghambur ke kamar mandi. Ia punya waktu 5 menit untuk mengubah penampilannya. Ia tak ingin Gilang melihat penampilannya yang seperti gembel lagi. Kana keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah baru. Wajahnya juga sudah di poles sebisanya. Kana melirik jam di dinding kamarnya, masih kurang 1 menit lagi sampai Gilang datang ke rumahnya. Kana segera keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, bel rumahnya berbunyi. Kana segera menarik nafas dan menghembuskannya. Kemudian ia mengatur senyu
Hari minggu ini Kana sudah bersiap di depan rumahnya. Matahari masih malu-malu, tapi Kana sudah di paksa berdiri di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tapi yang di tunggu entah ada dimana. Kana mengecek ponselnya kembali, tapi sama sekali tak ada notifikasi selain kartu yang masa tenggang. Kana menghela nafasnya, ia kembali memasukan ponselnya ke sakunya. Tak lama, Kana bisa melihat Gilang bersama motor Honda Sonicnya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata. Gilang tak menghiraukan mobil di belakangnya yang terus membunyikan klakson. "Serius Ibu mendukung gue sama cowok yang otaknya geser gitu?" gumam Kana sambil menggelengkan kepalanya. Setelah tiba di depan rumah Kana, Gilang langsung melepas helm full facenya. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi. "Cepat naik. Mirna udah sampai kayaknya nih," ujar Gilang. Kana mengernyitkan dahinya. "
Kana menarik lengan Gilang saat suasana mulai terasa sengit. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap dengan antusias. Gilang menoleh sekilas ke arah Kana yang menatapnya dengan mata melotot."Kenapa? Biar dia percaya kalau kita pacaran." bisik Gilang dengan sorot tajamnya.Kana menghembuskan nafasnya pelan. "Lo salah tempat, Lang.""Masa sih?" tanya Gilang.Kana menginjak kaki Gilang cukup kencang. "Coba lo liat ke sekitar."Faiz terus memperhatikan Kana dan Gilang yang saling berbisik. Faiz menoleh ke arah kerumunan yang mulai tertarik dengan mereka. Lalu Faiz melemparkan senyuman dengan tangan yang seolah mengusir mereka semua. Perlahan orang-orang itu pun bubar. Sedangkan Faiz memilih untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang masih sibuk berdebat."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang menganggukan kepalanya. "Gue juga. Kartu parkir nya sama lo kan?"
Pagi ini Kana sudah duduk cantik di ruang tamu nya. Waktu baru saja menunjukan pukul 6 kurang 10 menit tapi Kana seperti kerasukan sesuatu. Ia bangun sangat pagi hari ini. Mungkin karena akan di jemput Faiz? Mungkin saja. Kana berulang kali menatap wajahnya di layar ponsel. Kana tersenyum tipis melihat wajahnya yang sudah cantik walau hanya dibalut bedak bayi.Tak lama Kana mendengar suara deru motor di depan rumahnya. Kana segera menghambur untuk membuka pintu rumahnya. Tapi wajah Kana mendadak muram saat melihat sosok yang ada di atas motor itu."Ayo berangkat, Na." ujar Edo sambil tersenyum tipis.Kana meringis sambil menganggukan kepalanya. "Tunggu ya kak. Gue bilang ibu dulu."Kana kembali masuk ke ruang tamu, lalu ia mengambil ponselnya. Kana menelepon nomor yang diketahui milik Faiz tersebut. Tapi panggilannya tak kunjung di jawab. Akhirnya Kana memutuskan untuk pergi bersama Edo daripada tragedi maraton itu terjadi lagi.
Kana harus terjebak di lapangan sekolah saat semua siswa sudah pulang ke rumah. Mata Kana terus menatap dengan bosan ke arah kedua laki-laki yang sedang menyapu lapangan. Mereka sesekali terlihat bertengkar karena masalah perbatasan. Kana menghela nafasnya berat, entah sudah berapa laka ia duduk di pinggir lapangan. Kana pun memutuskan untuk menghampiri Gilang yang paling dekat dengannya. Kana menepuk bahu Gilang yang sedang fokus menyapu lapangan bagiannya."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang mendelikkan kedua matanya saat mendengar ucapan Kana. Lalu ia menggelengkan kepalanya."Ga boleh, Na. Lo ga lihat gue luka-luka gini karena lo!" protes Gilang dengan suara cukup keras.Edo yang semula sedang menyapu pun mulai menoleh ke arah Kana dan Gilang yang terlibat perselisihan. Ia memilih tetap di tempatnya dan mendengarkan saja."Gue ga minta lo bertengkar kayak gini." ujar Kana pelan.Gilang menoleh ke arah Edo dan menudingkan jari telunjuknya
"Ibu lo kemana, Na?" tanya Gilang.Kana yang sedang merapihkan barang di dapur itu menoleh sekilas. "Pergi ke rumah nenek."Gilang menganggukan kepalanya, sedangkan matanya terus mengawasi gerak-gerik perempuan tersebut. Perempuan itu berulang kali berjongkok dan berdiri merapihkan peralatan dapur yang tergeletak di lantai. Ia perlahan mendekati Kana yang masih sibuk dengan kegiatannya. Lalu ia secepat mungkin menahan lengan Kana. Hal itu tentu saja membuat Kana menatapnya dengan bingung."Kenapa?" tanya Kana."Lo hampir pegang pisau." ujar Gilang yang langsung menarik tangannya.Kana menganggukan kepalanya. "Gue juga lihat kok ada pisau."Gilang mendesis pelan. "Maka dari itu, Na. Lo lihat ada pisau, tapi tetap lo pegang. Kalau tangan lo luka gimana?"Kana mengedikan bahunya. "Pasti mengerikan banget ya, Lang. Tapi sayangnya usia gue sudah terlalu tua buat ceroboh kayak gitu.""Tuaan gue." ujar Gilang.Kana mendecih pel