Beranda / Romansa / School Diary / 7. Hari pertama

Share

7. Hari pertama

Kana mengenakan seragam olahraganya secepat kilat. Ia bahkan tak sempat mandi, hanya membersihkan wajahnya saja. Itu semua karena sebuah pesan singkat yang muncul saat dirinya masih terlelap. Kana mendengar suara klakson motor yang berada di depan rumahnya. Kana menghambur keluar dari rumahnya dengan penampilan yang masih acak-acakan. Kana melihat Gilang yang duduk di atas motornya sambil tertawa.

"Lo mau jadi gembel?" tanya Gilang.

Kana terkekeh lalu kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan mengambil sepatu yang ada di belakang pintu. Lalu segera mengenakannya dengan asal. Kana segera naik ke atas motor Honda Sonic orange milik Gilang. Walau agak kesulitan, Kana akhirnya dapat duduk di atas motor tersebut.

"Lo ga pakai helm?" tanya Gilang.

Kana mengerjapkan kedua matanya. "Lo ga bawa helm lagi?"

Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma mau ngajak lo berangkat bareng. Masalah helm tanggung sendiri."

Kana mendengus sebal.  Lalu ia turun dari motor itu dengan perasaan jengkel. Sambil berjalan memasuki rumahnya, Kana sesekali menoleh dengan mata mendelik. Gilang hanya mengedikan bahu nya tak peduli.

Beberapa menit kemudian Kana muncul dengan helm yang sudah bertengger di kepalanya. Gilang mengangkat sebelah tangannya untuk melihat arloji. Waktu baru menunjukan pukul 6 pagi. Gilang segera memerintahkan Kana untuk naik ke motornya. Kana kembali naik dengan kesulitan tingkat medium.

"Na," panggil Gilang.

Kana melirik Gilang melalui spion motornya. "Kenapa lagi? Apa lagi yang kurang?"

Gilang menahan sekuat tenaga agar sudut bibirnya tak tertarik. "Lo tau ga ikan apa yang kepalanya 2 kali lipat dari tubuhnya?"

Kana langsung menggelengkan kepalanya. "Ga tau. Memangnya ada ikan yang kepalanya 2 kali lipat dari tubuhnya?"

"Ada, contohnya lo," jawab Gilang disusul tawa yang menggelegar.

Kana menggeram kesal. Ia memukul bahu Gilang cukup keras. Namun bukannya kesakitan,  tawa Gilang semakin pecah. Gilang menghela nafasnya untuk meredakan tawa. Setelah tawa nya mereda, Gilang segera melajukan motornya menjauh dari depan rumah Kana.

Selama di perjalanan, Kana merasa belum siap untuk memberitahukan hubungan mereka. Walaupun ia sudah menyetujuinya, namun itu tetap terasa berat. Apalagi ia sama sekali tak berniat menerima tawaran itu. Tapi Gilang menggunakan cara kotor dengan memberinya sogokan berupa martabak keju. Kana menghela napasnya pelan. Diam-diam Gilang terus memperhatikan Kana lewat spionnya walau hanya sebentar.

"Santai aja. Lo ga akan mati cuma karena omongan mereka," ujar Gilang.

Kana mengalihkan tatapannya ke arah spion. "Lo ga akan tau rasanya."

"Bagaimana rasanya?" tanya Gilang.

"Seperti menggali kuburan untuk diri sendiri," jawab Kana asal.

~~~

Kana meringis saat baru turun dari motor Honda Sonic tersebut. Semua mata menatap ke arahnya dengan tatapan tak suka. Ternyata tatapan itu lebih membuatnya terlihat buruk dari tatapan mengejek yang selalu Kana dapatkan. Tapi mulai sekarang, ia harus terbiasa dengan tatapan tersebut.

Gilang menggenggam jemari Kana, lalu mulai membawa nya menyusuri koridor sekolah. Semua murid yang awalnya berada di dalam kelas mulai menghambur keluar untuk melihat pemandangan langka tersebut. Segerombolan perempuan yang entah kelas berapa terlihat dari arah berlawanan. Lalu mereka mulai menghantamkan bahu baja mereka ke bahu jelly milik Kana. Hal itu membuatnya sedikit tersentak, tapi Gilang yang ada di sampingnya berusaha menguatkannya.

"Tahan, Na. Ini baru hari pertama," bisik Gilang.

"Nanti istirahat gue bawain martabak keju ke kelas," lanjutnya.

Kana mendengus pelan, lalu ia menganggukan kepalanya. "Sebahagia lo aja, Kak."

Keadaan tak jauh berbeda saat Kana mulai memasuki kelasnya. Semua mata menatapnya tak suka terkecuali sahabatnya. Ia tersenyum kecil saat melewati orang yang menatapnya dengan sorot kebencian tersebut. Tapi ia merasa semua kebencian itu sirna saat melihat tawa dari ketiga sahabatnya. Ia mendudukan dirinya di kursi yang baru beberapa bulan di huninya.

"Kana!" panggil Gilang yang ternyata masih ada di depan pintu kelasnya.

"Iya, kenapa, Kak?" tanya Kana tanpa menghampirinya.

"Semangat belajarnya. Nanti jam istirahat gue kesini lagi," ujar Gilang sambil tersenyum.

"Bilang aja kalau ada yang macam-macam sama lo," tambahnya.

Setelah mengatakan itu, Gilang pun menghilang dari depan pintu kelasnya. Cowok itu menyempatkan diri melambaikan tangannya saat melintasi jendela kelas Kana. Setelah kepergian Gilang, kelas menjadi sangat ricuh. Bahkan ada beberapa siswi yang melempari Kana dengan gumpalan kertas. Ia tertegun saat menyadari bahwa sebentar lagi kehidupan smanya yang hancur akan bertambah hancur.

Mirna yang berada di sampingnya pun tak tinggal diam. Ia melempar balik gumpalan kertas yang ada di atas meja Kana ke siswi yang melemparinya. Terjadilah aksi saling lempar bola kertas hingga menimbulkan kekacauan. Kana yang mulai tertarik pun mengambil salah satu bola kertas dan melemparnya ke sembarang arah layaknya murid yang lain. Tapi ternyata lemparan Kana terlalu jauh sampai mengenai wajah Pak Agus yang baru tiba di depan pintu. Pak Agus yang tak sempat mengelak pun harus merelakan wajahnya terkena bols kertas tersebut.

"KANAAAAA!!!" teriak Pak Agus begitu menggelegar.

Kana menghela nafasnya dengan berat. Mengapa setiap yang di lakukannya harus berakhir buruk. Mengapa timing kedatangan Pak Agus dengan lemparannya begitu tepat. Ia menundukan kepalanya dengan lemah. Tiada hari tanpa kesialan memanglah sesuatu yang mutlak dalam hidup Kana.

Kana bergegas keluar mengikuti arah telunjuk Pak Agus. Di depan kelas, ia melihat Gilang dan seorang perempuan sedang berbincang. Kana pun menutupi wajahnya agar tak terlihat oleh kedua orang tersebut. Rasanya malu sekali, baru beberapa jam menjadi pacar Gilang sudah harus dihukum. Walaupun ia sudah terbiasa dihukum, tapi untuk kali ini rasanya berbeda. Ada sebuah nama yang menjadi taruhannya.

Gilang.

"Loh, itu pacar lo kan?" ujar perempuan tersebut.

Gilang reflek menolehkan kepalanya saat mendengar ucapan temannya tersebut. Gilang terkekeh lalu menganggukan kepalanya tanpa malu.

"Kok lo mau pacaran sama dia?" tanya temannya tersebut.

Gilang berdeham pelan. "Rena ... cinta itu buta."

"Kalau lo sih butanya kebangetan, Lang," balas Rena.

Gilang menarik sebelah sudut bibirnya. "Apa kabar lo yang pacaran sama Pak Agus?"

Rena sontak membekap mulut Gilang. "Lo jangan buka kartu dong!"

Kana melirik kedua orang itu lewat ekor matanya. Mereka nampak sangat dekat untuk cuma sekedar teman. Ia terus memperhatikan mereka dengan sorot tajam versinya sendiri. Saat tengah fokus memperhatikan, tiba-tiba Gilang menoleh ke arah Kana. Akhirnya tatapan mereka bertemu secara tak sengaja. Hanya Gilang yang tak sengaja, sedangkan Kana memang sedari tadi terus melotot ke arah Gilang. Adegan tatap-tatapan itu hanya berlangsung selama kurang dari 2 menit, karena Kana memutuskan untuk mengalihkan tatapannya. Ia memang tak pernah menang saat bertatapan dengan orang lain.

"Kana!! Mengapa kamu hanya berdiri disitu? Cepat bersihkan toilet!" teriak Pak Agus dari dalam kelas dengan suara yang tak begitu keras.

"Bukannya saya cuma dihukum berdiri di depan kelas, Pak?" tanya Kana dengan wajah memelasnya.

"CEPAT!!!" teriak Pak Agus untuk kesekian kalinya.

Kana menundukan lesuh, lalu ia melewati Gilang yang tersenyum ke arahnya. Kana menutupi sebelah wajahnya dengan tangannya. Setelah cukup jauh dari Gilang, Kana segera menghambur dengan langkah seribunya menuju toilet.

"Malu banget!" pekik Kana di dalam toilet.

Kana mengusap wajahnya dengan kasar. "Rasanya mau pensiun jadi manusia. Mau daftar jadi batu aja!"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status