Beranda / Romansa / School Diary / 6. "Gue ga baik-baik aja."

Share

6. "Gue ga baik-baik aja."

Penulis: Fit
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-29 14:05:18

Kana berlari tergopoh-gopoh menuju gerbang sekolah yang berjarak sekitar 1 KM lagi. Ia merasa sedang mengikuti lomba lari jarak pendek. Namun ia berlomba dengan jarum detik yang terus berjalan enggan berhenti sejenak. Ia mempercepat langkahnya saat jarum detik sudah berada di angka 10. Beberapa detik lagi waktu akan menunjukan pukul 7 pagi. Ia sama sekali tak berniat untuk berdiri di tengah lapangan lagi. Bertepatan dengan jarum detik di angka 12, Kana berhasil tiba di gerbang tersebut. Nampak sosok Pak Agus sedang menggeleng-gelengkan kepala sambil menatapnya. Ia melihat Ilham dan Fahri yang sedang menyapu lapangan. Kana pun bergegas menghampiri kedua temannya tersebut. 

"Lo kenapa nyapu lapangan pagi-pagi gini?" tanya Kana.

Ilham mengedikan dagu nya ke arah Pak Agus yang sedang duduk mengamati mereka. "Suami lo lagi PMS. Kita cuma ke toilet di bilang mau bolos."

Kana bergidik saat mendengar kata suami. "Suami lo kali!"

"Gue masih normal!" ujar Ilham sambil melayangkan sapu lidi ke arah Kana.

"ILHAM! FAHRI!" teriak Pak Agus dari pinggir lapangan.

Fahri yang sedari tadi diam pun ikut mendapat teguran. Ia memejamkan matanya, lalu menoleh ke Kana yang sedang tersenyum lebar. Fahri mendorong tubuh Kana agar segera pergi dari sana. 

"Pergi lo istri Agus!!" ujar Fahri dengan penekanan di bagian nama Agus.

Suara Fahri yang tak terlalu kencang itu ternyata dapat di dengar oleh Pak Agus. Hingga akhirnya Pak Agus memberikan hukuman tambahan pada kedua temannya tersebut. Kedua temannya menatap Kana dengan sorot tajam. Sedangkan Kana hanya tertawa sambil sesekali menjulurkan lidahnya. Kana pun bergegas pergi dari sana. Namun suara peluit Pak Agus membuatnya membalikan tubuh.

"Kamu mau kemana, Miss bad luck?" tanya Pak Agus.

"Mau ke kelas pak," jawab Kana dengan santai.

Pak Agus dengan wajah garangnya itu mulai berjalan ke arah Kana. Hal itu membuatnya merasakan sesuatu yang tak enak. Kemungkinan harinya yang selalu sial akan dimulai kembali. Pak Agus memberikan sebuah sapu lidi yang entah sejak kapan ada di tangannya. Kana dengan senyum penuh kesedihan pun menerima sapu lidi itu. Kini giliran kedua temannya yang tertawa melihat Kana yang ikut di hukum.

"Makasih, Na. Lo setia kawan banget," ujar Fahri.

Mendengar ucapan temannya itu pun membuat Kana menjadi tersulut emosi. Ia pun melayangkan gagang sapu lidi ke punggung Fahri. Lalu cowok itu pun segera berlari menghindari pukulan selanjutnya. Sedangkan Ilham masih terus menyapu bagiannya agar cepat selesai.

"Ternyata cuma gue yang waras," gumam Ilham.

~~~

Setelah menyelesaikan hukuman, Kana dan kedua temannya bergegas pergi ke kelas sebelum hukuman lain muncul. Mereka nampak bingung saat melihat kelas yang begitu ramai. Kana pun menyeruak masuk ke dalam kelas melewati kerumunan orang. Ia melihat Gilang yang sedang duduk di kursinya. Ia menghela nafasnya dengan berat. Lalu ia kembali mengendap-endap keluar sebelum Gilang menyadari kehadirannya. Kana berhasil keluar dari kelas dengan selamat. Ia menyeret kedua temannya untuk menjauh dari kelas tersebut. Kana membawa kedua temannya itu menuju toilet yang ada di lantai 2.

"Lo kenapa, Na?" tanya Ilham.

Fahri menganggukan kepalanya. "Terus kenapa lo pegang-pegang tangan gue? Nanti Nadia lihat, gue bisa mati."

Kana menggigit bibir bawahnya. "Ada Gilang di kelas."

Fahri mengernyitkan dahinya. "Gilang yang sok ganteng itu?"

Kana menganggukan kepalanya. "Kita disini dulu sampai dia pergi."

Posisi toilet yang berada di ujung koridor lantai 2 itu dapat melihat dengan jelas ke depan kelas Kana. Maka dari itu mereka memutuskan untuk bersembunyi disana. Ia menjadikan kedua temannya sebagai tameng agar tak ada yang melihat kehadirannya. Ia menggerakan tangan Fahri agar ada di pinggang layaknya orang yang pegal-pegal. Hal itu ia lakukan agar bisa melihat lewat celah tangan Fahri.

Kana terus mengamati depan kelasnya tersebut. Ia memperhatikan siapapun yang keluar dari dalam kelas. Hingga akhirnya ia melihat sosok Gilang keluar dari dalam kelasnya. Semua cewek yang ada di dalam kelas itu pun mulai menepi dan memberikan jalan pada Gilang.

"Dia mau masuk ke kelasnya, Na," ujar Ilham setengah berbisik. 

Kana menganggukan kepalanya. "Kita tunggu sampai dia masuk ke kelasnya."

Mereka terus mengamati Gilang yang berjalan ke arah kelasnya. Namun saat tiba di depan kelas, Gilang masih terus saja berjalan melewati kelasnya. Kana pun menjadi panik sendiri. Ia menepuk bahu Fahri berkali-kali. 

"Gue masuk ke dalam toilet aja, ya?" tanya Kana dengan panik.

Fahri menganggukan kepalanya. "Cepat. Gue halangi dia supaya ga bisa liat lo."

Kana tersenyum haru mendengar ucapan Fahri. Ia pun segera masuk ke dalam toilet. Tapi Kana tak melihat bahwa ia masuk ke dalam toilet cowok. Dalam keadaan panik Kana sama sekali tak memikirkan itu. Hal terpenting saat ini, ia berhasil sembunyi dari sosok Gilang. Setelah berada di dalam toilet, ia masuk ke dalam ruangan kecil yang biasa di gunakan untuk mengganti pakaian. Samar-samar ia dapat mendengar Gilang yang sedang berbicara dengan kedua temannya.

"Ngapain kalian ada disini?" tanya Gilang.

"Kita di beri tugas menjaga toilet," jawab Fahri.

Kana reflek menepuk dahinya saat mendengar jawaban temannya tersebut. Terlalu mempercayai mereka memang dapat berakibat buruk. Tapi Kana masih terus menantikan jawaban-jawaban random dari temannya tersebut. 

Gilang terdengar menghela nafasnya. "Siapa yang suruh kalian untuk jaga toilet?"

"Pak Janggut!" seru Fahri dan Ilham bersamaan.

"Pak Janggut?" tanya Gilang.

"Maksud kita Pak Agus yang janggutnya sepanjang Tol Jagorawi," jelas Ilham.

Kana yang berada di kamar mandi hanya bisa terkekeh mendengar ucapan temannya tersebut. "Teman gue memang sinting."

Setelah itu Kana tak mendengar apapun lagi. Mereka sama sekali tak berbicara atau berkelahi. Kana pun menempelkan telinganya ke pintu untuk memperjelas pendengarannya.

"LO MAU NGAPAIN?!" ujar Ilham dengan suara cukup kencang hingga membuat Kana terkejut.

"Gue mau ke toilet lah. Masa gue mau ngeband," ujar Gilang dengan sedikit kesal.

Kana yang mendengar itu pun menjadi sangat panik. Ia keluar dari ruangan itu lalu bergegas mengunci pintu toilet. Tapi ia melupakan fakta bahwa ia seorang miss bad luck. Sial sekali karena pintu toilet itu sama sekali tak mau terkunci. Gilang mulai mendorong pintu itu agar terbuka. Sedangkan Kana berusaha mendorong pintu itu agar tertutup. Terjadilah aksi dorong mendorong antara kedua insan tersebut. Tapi tenaga cowok memang lebih unggul dari cewek. Pintu itu pun terdorong ke dalam hingga terbuka. Kana yang tak sanggup menahan dorongan itu akhirnya terjungkal ke belakang. Ia merasakan rok abu-abunya mulai menyerap air yang ada di lantai toilet.

"Kana!" ujar Gilang dengan wajah terkejut.

Kana meringis saat melihat wajah Gilang yang begitu terkejut melihatnya. "Halo kak."

Gilang menarik sebelah tangan Kana untuk membantunya berdiri. Kana reflek memegang bagian belakang roknya yang basah. Ia tersenyum tipis, lalu menatap Fahri dan Ilham dengan tatapan sedihnya. Kedua temannya itu hanya mengedikan bahunya lalu bergegas pergi ke kelas meninggalkan Kana dan Gilang yang masih di toilet. Keduanya masih sama-sama tak membuka suara. Kana masih sibuk menutupi roknya yang basah. Sedangkan Gilang masih terus menatap wajah Kana yang begitu panik.

"Kenapa lo ngehindari gue? Lo bilang setuju mau jadi tamengnya Mirna," ujar Gilang.

Kana menggigit bibir bawahnya karena panik. "Bu-bukan gitu. Tolong biarin gue pergi kali ini aja. Kondisinya benar-benar darurat."

Kana berjalan miring agar Gilang tak dapat melihat bagian belakang roknya yang basah. Tapi lengannya tertahan hingga membuat Kana memejamkan matanya dengan gemas. Ia benar-benar tak mengerti dengan isi kepala cowok di hadapannya tersebut. Gilang sama sekali tak peka dengan keadaan. Tapi itu memang salahnya karena tak memberitahu Gilang keadaannya saat ini.

"Lo mau batalin perjanjian kita?" tanya Gilang.

Kana menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia sama sekali tak berniat untuk membiarkan martabak keju itu pergi.

Gilang tersenyum tipis melihat respon Kana. "Kasih tau gue alasan lo ngehindari gue?" 

"Gue belum siap," jawab Kana sekenanya. 

Saat sedang berbincang, tiba-tiba terdengar suara beberapa orang di luar toilet. Mereka pasti akan segera masuk ke dalam toilet. Gilang pun menarik Kana menuju ke ruangan untuk ganti baju agar tak ketahuan siapapun. Benar saja, orang-orang itu masuk ke dalam toilet. Kana bisa memperkirakan mereka berjumlah 4 orang. Laki-laki memang begitu, mau buang air kecil pun harus bergerombol.

"Lo tau Kak Kana?"

Kana menggigit bibir bawahnya saat mendengar namanya mulai disebut.

"Tau lah. Cantik sih, waktu masa orientasi gue sempet naksir dia."

"Jangan. Lo mau kebagian sial?"

Gilang segera menutup kedua telinga Kana dengan tangannya. Kana menoleh ke arah Gilang dengan senyum tipisnya, lalu ia menggelengkan kepalanya. Kana menjauhkan kedua tangan Gilang darinya. Ia menghela napasnya beberapa kali.

'Gue ga baik-baik aja.'

Bersambung... 

Bab terkait

  • School Diary   7. Hari pertama

    Kana mengenakan seragam olahraganya secepat kilat. Ia bahkan tak sempat mandi, hanya membersihkan wajahnya saja. Itu semua karena sebuah pesan singkat yang muncul saat dirinya masih terlelap. Kana mendengar suara klakson motor yang berada di depan rumahnya. Kana menghambur keluar dari rumahnya dengan penampilan yang masih acak-acakan. Kana melihat Gilang yang duduk di atas motornya sambil tertawa. "Lo mau jadi gembel?" tanya Gilang. Kana terkekeh lalu kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan mengambil sepatu yang ada di belakang pintu. Lalu segera mengenakannya dengan asal. Kana segera naik ke atas motor Honda Sonic orange milik Gilang. Walau agak kesulitan, Kana akhirnya dapat duduk di atas motor tersebut. "Lo ga pakai helm?" tanya Gilang. Kana mengerjapkan kedua matanya. "Lo ga bawa helm lagi?" Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma mau ngajak lo berangkat bareng. Masalah helm tanggung sendiri." Kana me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • School Diary   8. Pilihan yang rumit

    Kana berjalan terlebih dahulu menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berjalan ke sudut kantin sambil menundukan kepalanya. Saat tiba di kursi, ia segera duduk tanpa menoleh kemana pun. Lalu ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Kana reflek menoleh saat melihat ada sebuah tangan di bahunya. Ia memejamkan matanya dengan frustasi saat melihat sosok Gilang dengan cengiran menyebalkannya. Kana segera melepaskan dirinya dari rangkulan cowok itu. Tapi sepertinya semua orang yang ada di kantin sudah terlanjur melihatnya. Semua mata pun menatap Kana dengan tatapan super tak suka. "Genit banget sih jadi cewek!" celetuk seoeang gadis yang duduk di meja sebelahnya. "Ga dapat Kak Edo langsung deketin temannya," sahut teman yang satunya. Kana menghela nafasnya, lalu ia menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan. Ia merasakan sebuah tangan berada di puncak kepalanya. Kana mendelik, segera mengangkat kep

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • School Diary   9. 'Mas Ganteng'

    Kana tiba di rumahnya saat matahari sudah hampir terbenam. Hari masih belum berganti, ia sudah terasa sangat lelah. Kana membuka pintu kamarnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia tersenyum tipis sambil mengepalkan kedua tangannya. Seolah ia terus nemberikan semangat pada dirinya sendiri. Tanpa terasa kedua mata nya mulai terpejam. Kana mulai terbawa ke alam bawah sadarnya. Namun baru sebentar tertidur, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. "Na?" Kana dapat mendengar suara ibu nya yang memanggilnya. Kana pun dengan malas membuka kedua matanya lagi. Lalu ia mulai beranjak dari kasurnya menuju pintu yang sebenarnya tak terkunci. Kana membuka pintu itu, lalu ibunya segera memeluknya dengan erat. Kana yang melihat ibunya seperti itu pun sangat kaget. "Ada apa, Bu?" tanya Kana. "Ibu hamil, Na," ujar ibu nya. Setelah mengatakan itu, ibunya menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Kana. Akhirnya Kana pun menarik ibunya masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • School Diary   10. Pilihan Ibu Vs Pilihan Kana

    'Pulang sekolah gue ke rumah lo.' Kana mengusap wajahnya dengan kasar. Ia baru saja bangun tidur, lalu mendapati pesan seperti itu dari Gilang. Padahal ia sudah bersikeras melarang Gilang datang ke rumahnya. Kana melihat jam yang ada di sudut tengah atas ponselnya. Waktu sudah menunjukan pukul 15.30. Sekolah mulai bubar pada jam 15.15. Itu artinya Gilang akan datang 5 menit lagi karena jarak tempuhnya 20 menit. Kana segera bangun dari kasurnya dan menghambur ke kamar mandi. Ia punya waktu 5 menit untuk mengubah penampilannya. Ia tak ingin Gilang melihat penampilannya yang seperti gembel lagi. Kana keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah baru. Wajahnya juga sudah di poles sebisanya. Kana melirik jam di dinding kamarnya, masih kurang 1 menit lagi sampai Gilang datang ke rumahnya. Kana segera keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, bel rumahnya berbunyi. Kana segera menarik nafas dan menghembuskannya. Kemudian ia mengatur senyu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-02
  • School Diary   11. Toko Buku

    Hari minggu ini Kana sudah bersiap di depan rumahnya. Matahari masih malu-malu, tapi Kana sudah di paksa berdiri di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tapi yang di tunggu entah ada dimana. Kana mengecek ponselnya kembali, tapi sama sekali tak ada notifikasi selain kartu yang masa tenggang. Kana menghela nafasnya, ia kembali memasukan ponselnya ke sakunya. Tak lama, Kana bisa melihat Gilang bersama motor Honda Sonicnya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata. Gilang tak menghiraukan mobil di belakangnya yang terus membunyikan klakson. "Serius Ibu mendukung gue sama cowok yang otaknya geser gitu?" gumam Kana sambil menggelengkan kepalanya. Setelah tiba di depan rumah Kana, Gilang langsung melepas helm full facenya. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi. "Cepat naik. Mirna udah sampai kayaknya nih," ujar Gilang. Kana mengernyitkan dahinya. "

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-03
  • School Diary   12. Pesan

    Kana menarik lengan Gilang saat suasana mulai terasa sengit. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap dengan antusias. Gilang menoleh sekilas ke arah Kana yang menatapnya dengan mata melotot."Kenapa? Biar dia percaya kalau kita pacaran." bisik Gilang dengan sorot tajamnya.Kana menghembuskan nafasnya pelan. "Lo salah tempat, Lang.""Masa sih?" tanya Gilang.Kana menginjak kaki Gilang cukup kencang. "Coba lo liat ke sekitar."Faiz terus memperhatikan Kana dan Gilang yang saling berbisik. Faiz menoleh ke arah kerumunan yang mulai tertarik dengan mereka. Lalu Faiz melemparkan senyuman dengan tangan yang seolah mengusir mereka semua. Perlahan orang-orang itu pun bubar. Sedangkan Faiz memilih untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang masih sibuk berdebat."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang menganggukan kepalanya. "Gue juga. Kartu parkir nya sama lo kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • School Diary   13. Baku hantam

    Pagi ini Kana sudah duduk cantik di ruang tamu nya. Waktu baru saja menunjukan pukul 6 kurang 10 menit tapi Kana seperti kerasukan sesuatu. Ia bangun sangat pagi hari ini. Mungkin karena akan di jemput Faiz? Mungkin saja. Kana berulang kali menatap wajahnya di layar ponsel. Kana tersenyum tipis melihat wajahnya yang sudah cantik walau hanya dibalut bedak bayi.Tak lama Kana mendengar suara deru motor di depan rumahnya. Kana segera menghambur untuk membuka pintu rumahnya. Tapi wajah Kana mendadak muram saat melihat sosok yang ada di atas motor itu."Ayo berangkat, Na." ujar Edo sambil tersenyum tipis.Kana meringis sambil menganggukan kepalanya. "Tunggu ya kak. Gue bilang ibu dulu."Kana kembali masuk ke ruang tamu, lalu ia mengambil ponselnya. Kana menelepon nomor yang diketahui milik Faiz tersebut. Tapi panggilannya tak kunjung di jawab. Akhirnya Kana memutuskan untuk pergi bersama Edo daripada tragedi maraton itu terjadi lagi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • School Diary   14. Sesuatu di dapur

    Kana harus terjebak di lapangan sekolah saat semua siswa sudah pulang ke rumah. Mata Kana terus menatap dengan bosan ke arah kedua laki-laki yang sedang menyapu lapangan. Mereka sesekali terlihat bertengkar karena masalah perbatasan. Kana menghela nafasnya berat, entah sudah berapa laka ia duduk di pinggir lapangan. Kana pun memutuskan untuk menghampiri Gilang yang paling dekat dengannya. Kana menepuk bahu Gilang yang sedang fokus menyapu lapangan bagiannya."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang mendelikkan kedua matanya saat mendengar ucapan Kana. Lalu ia menggelengkan kepalanya."Ga boleh, Na. Lo ga lihat gue luka-luka gini karena lo!" protes Gilang dengan suara cukup keras.Edo yang semula sedang menyapu pun mulai menoleh ke arah Kana dan Gilang yang terlibat perselisihan. Ia memilih tetap di tempatnya dan mendengarkan saja."Gue ga minta lo bertengkar kayak gini." ujar Kana pelan.Gilang menoleh ke arah Edo dan menudingkan jari telunjuknya

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10

Bab terbaru

  • School Diary   Info Terbaru!

    Halo semuanya.Author Fit menerbitkan beberapa karya baru loh. Kalian lebih suka cerita romance atau thriller guys? Jujur aja, sebenarnya saya lebih handal menulis cerita horor/thriller. Setiap harinya saya merasa tidak pernah mengalami writer block. Tapi jika saya hanya mengikuti keinginan pribadi,cerita saya tidak akan laku di pasarannya. Hampir semua platform mengedepankan cerita romance.Oh iya, saya juga menulis di beberapa platform lainnya. mohon dukungannya untuk para pembaca ^^Sekian, untuk School Diary season 2 akan rilis bulan depan. Sedikit bocoran, judulnya akan berubah karena di season 2 lebih membahas tentang kehidupan setelah sekolah.Terima kasih atas perhatiannya ^^Terima kasih.Salam author Fit.

  • School Diary   52. Takdir (END)

    Kini 6 bulan berlalu usai pertemuan terakhirnya dengan Gilang, kini Kana sedikit demi sedikit sudah bisa melupakan cowo itu. Rasa yang dahulu menumpuk hingga setinggi gunung, kini mulai sirna. Buktinya, ia bisa duduk tenang walau nama Gilang terpampang di layar ponselnya. Cowo itu sudah berkali-kali menghubunginya, namun ia enggan untuk menjawab panggilan tersebut."Kana, ponselnya tolong dimatikan."Kana menatap ponselnya sebentar, lalu ia mengangguk. Ia langsung mematikan ponselnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Gilang saat ini. Dewi yang duduk di sebelah Kana hanya bisa tersenyum tipis. Ia sudah mengetahui cukup banyak terkait cowo bernama Gilang.Masa lalu Kana yang cukup menyakitkan."Nanti pulang sekolah kita belajar bareng, 'kan?" kata Dewi setengah berbisik.Kana menoleh ke arah Dewi, lalu ia mengangguk mantap. "Jelas.""Gapapa tuh teleponmu dimatiin? Gilang engga akan datang ke sini, 'kan?" tanya Dewi.Kana mengedikkan b

  • School Diary   51. Balikan

    "Menggambar itu harus pakai perasaan, Do. Biar orang yang lihat gambar kamu, bisa tau gimana perasaanmu."Begitu kata bibi selama proses pembelajaran awal. Edo menggambar garis yang tak beraturan dengan perasaan yang masih abu-abu. Ia tersenyum lebar saat melihat hasil gambarnya. Ia menunjukkannya pada sang bibi. Wajah bibinya sangat terkejut melihat gambar yang ada di kertas tersebut."Kamu kelas berapa sih, Do?" tanya bibinya yang langsung merampas kertas itu dari tangan Edo.Edo menggaruk tengkuknya. "Sudah lulus SMA, Bi.""Terus kenapa gambar kamu kayak anak SD?" tanya bibinya dengan kesal.Edo tersenyum tipis sambil mengangkat bahunya. Ia memang sama sekali tidak memiliki bakat dalam hal seni seperti itu. Bibinya memberikan kertas baru yang masih kosong pada keponakannya itu. Edo menyambar kertas itu dengan semangat yang membara. Ia tidak boleh gagal lagi. Kegagalannya itu pasti karena perasaannya belum tertuang k

  • School Diary   50. Menggambar

    Melihat Kana yang memejamkan matanya membuat Ferdi tak bisa menahan tawa. Ia langsung menjauh dan mundur dua langkah. Setelah itu Kana membuka matanya. Ia menatap Ferdi dengan kesal. Ia bergegas pergi, namun dengan cepat Ferdi menahan tangannya."Mau ke mana cantik?" goda Ferdi.Kana mendecak sebal. "Diam lo!"Dalam satu tarikan, Kana sudah ada di samping Ferdi."Apa sih?" tanya Kana dengan marah.Ferdi menghela napasnya pelan. Ia menggenggam kedua lengan Kana dengan lembut."Sebenarnya ada yang mau gue omongin sama lo, Na. Udah ya jangan marah lagi," kata Ferdi.Kana menjawabnya hanya dengan anggukan pelan. Setelah itu Ferdi melepas sebelah tangannya. Ia mengambil sesuatu dari sakunya. Ia meletakkannya di telapak tangan Kana. Ternyata sebuah kalung perak dengan lambang hati. Kana menatap Ferdi dengan bingung."Ini apa?" tanya Kana.Ferdi tersenyum tipis. "Ini bakwan,

  • School Diary   49. Karena cinta

    Hari ini Gilang sudah berangkat ke Yogyakarta. Ia akan mengurus pendaftaran kuliahnya di salah satu universitas yang cukup ternama. Alasan utamanya memilih Yogyakarta adalah untuk bisa lebih dekat dengan Kana. Walaupun teman-temannya sudah bersikeras untuk memaksanya agar tetap ke Kanada, tapi cinta sudah membutakannya. Ia lebih memilih Kana."Hubungi papa kalau sudah selesai," kata papanya ketika sudah tiba di depan gerbang kampus.Gilang mendesis pelan. "Aku sudah besar pa, aku bisa pulang sendiri."Papanya mengangguk pelan. Apa yang dikatakan oleh putranya itu memang benar. Setelah kepergian papanya, Gilang segera memasuki universitas pilihannya tersebut. Deretan gedung yang besar langsung memanjakan kedua matanya. Ia menyusuri kawasan itu dan mencari tempat pembayaran. Setelah ditemukan, ia sangat terkejut saat melihat sosok Ren yang sudah lebih dahulu mengantri di loket pembayaran. Cewek itu menoleh, lalu terkejut saat melihat kehadiran Gi

  • School Diary   48. Perpisahan

    Waktu berlalu begitu cepat, Kana sedang bersiap pergi menghadiri acara perpisahan di sekolahnya. Sebentar lagi ia akan berpisah dengan Ferdi. Sebenarnya ia tak ingin berpisah, tapi cowok itu harus segera pergi ke Kanada. Ia berhasil mendapat beasiswa yang diinginkannya selama ini. Kana tidak bisa lagi menghalangi langkah Ferdi. Ia melihat gerbang sekolah yang terbuka lebar. Suasana begitu meriah, terutama saat kumpulan balon terikat di dekat tiang bendera. Balon itu nantinya akan terbangkan setelah wisuda selesai.Kana berlari kecil saat melihat Dewi yang melambaikan tangan ke arahnya. Cewek itu mengenakan seragam putih abu-abu dilengkapi almamater. Sahabatnya itu bertugas untuk menjaga pintu masuk bersama anggota osis lainnya. Kana tersenyum lebar lalu merangkul bahu Dewi. Walau mereka saling mengenal kurang dari satu tahun, tapi kedekatan mereka tidak diragukan lagi."Kamu udah ketemu sama Kak Ferdi?" tanya Kana.Dewi menggelengkan kepalanya.

  • School Diary   47. Pelaku sebenarnya

    Kana dan Ferdi sudah berada di dalam travel. Mereka memutuskan untuk langsung pulang walau hari sudah sangat larut. Selain karena tidak memiliki tempat tujuan, Kana juga sudah tidak ingin berada di sana. Ia lebih suka berada di rumah barunya. Hanya di rumah itulah ia bisa merasakan ketenangan walau tanpa harus diusik orang Gilang. Kana melirik Ferdi yang duduk di sampingnya, cowok itu nampak sudah memejamkan matanya. Kini menyisakan Kana seorang diri yang masih terjaga. Ia mengambil ponselnya, lalu membuka sosial media. Tiba-tiba ada permintaan pesan, ia pun langsung membukanya. Kana mendengus pelan, hidupnya sudah tidak lagi tenang. Cowok itu kembali akan menghantui kesehariannya seperti dahulu. Tanpa membuang waktu, Kana langsung memblokir akun tersebut."Siapa?"Kana menoleh ke arah Ferdi yang baru membuka matanya. Lalu ia menggeleng sambil tersenyum lebar. Kana kembali memasukkan ponsel ke tasnya. Namun Ferdi dengan cepat menahan ponsel itu sebelum masu

  • School Diary   46. Benci dan rindu

    Kana tiba di depan rumah sakit yang berada tak cukup jauh dari SMA Permata Putri. Ia dan Ferdi langsung menuju ruang rawat Gilang yang sudah diberitahukan oleh Mirna. Ia setengah berlari memasuki lift yang sebentar lagi tertutup. Untungnya, orang di dalam lift membiarkannya masuk terlebih dahulu. Kana melirik Ferdi yang sedari tadi hanya diam. Cowok itu menundukkan kepalanya."Terima kasih, Kak," gumam Kana.Ferdi beralih menatap Kana dengan senyum lebarnya. "Kesurupan hantu lift lo? Tumben manggil gue gitu."Kana terkekeh pelan. "Kayaknya iya."Ferdi melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kita ga bisa pulang hari ini, Na. Sudah hampir jam 10 malam."Kana mengangguk pelan. "Kita bisa tidur di rumah sakit.""Apa ga sebaiknya lo tidur di rumah Mirna? Biar gue yang di rumah sakit," ujar Ferdi.Kana tersenyum lebar lalu menepuk bahu Ferdi cukup keras. Ia benar-benar tidak berpiki

  • School Diary   45. Batas antara sahabat

    Gilang membuka matanya dengan perlahan. Pandangannya terasa memburam, semuanya abu-abu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah pengelihatannya berwarna. Ia melihat Faiz yang sedang menatapnya dengan cemas. Ada juga Kevin yang terus menundukkan kepalanya memandang ponsel. Gilang memaksa tubuhnya untuk bangkit, tapi ternyata sangat sulit."Jangan gerak dulu, Lang!" ucap Faiz.Gilang menghela napasnya pelan, ia kembali merebahkan tubuhnya di posisi yang paling nyaman. Ia memejamkan kedua matanya. Kejadian beberapa jam yang lalu kembali terlintas di otaknya. Ia sempat melihat mobil yang menabraknya tersebut. Honda Jazz berwarna merah terang. Tapi ia sama sekali tak ingat plat mobil tersebut. Jika mencarinya hanya berbekal nama dan warna mobil itu, pasti akan sangat sulit. Tak hanya ada satu atau dua orang yang memiliki mobil seperti itu."Lo ingat?" tanya Faiz.Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma ingat warna mobilnya."

DMCA.com Protection Status