Hari Senin menjadi hari pertama sejak Kana menyetujui negosiasinya dengan Gilang. Ia harus siap menerima apapun yang akan terjadi padanya hari ini. Ia duduk di pinggir lapangan saat suasana sekolah masih sangat sepi. Ia tidak ingin dihukum pada hari pertamanya menjadi pacar tameng Gilang. Ia mengakui bahwa cowok itu memang sangat populer. Kepopuleran Gilang bukan hanya di SMA Permata Putri yang menjadi tempatnya bersekolah saat ini. Tapi menjamah sampai ke luar kota Jakarta. Mungkin itu terjadi karena Gilang seorang kapten tim basket yang pernah menjadi Juara Nasional.
Kana menoleh ke arah parkiran yang terletak di luar gerbang. Ia melihat Mirna dan Gilang yang baru saja tiba. Mirna nampak sangat bahagia, begitu juga dengan Gilang. Kana menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa."Apa Mirna sudah tau hal ini ya?" gumam Kana.Betul juga. Apa Mirna sudah mengetahuinya? Sahabatnya adalah pacar sungguhan Gilang. Bagaimana jika ternyata cowok itu belum memberitahukannya pada Mirna. Pasti rasanya akan sangat sakit. Ia akan menanyakan hal itu sebelum ada yang tahu hubungannya dengan Gilang.Kana tersenyum tipis saat Gilang muncul terlebih dahulu dari arah gerbang. Jika di pikir-pikir, Gilang dan Mirna memang selalu datang hampir bersamaan. Tapi ia sama sekali tak menyadarinya. Lalu Mirna mulai muncul dari arah gerbang. Gadis imut yang menjadi temannya dari masa SMP itu melambaikan sebelah tangannya pada Kana. Ia pun segera menghambur kearah Mirna yang juga berjalan ke arahnya. Ia tersenyum lebar, begitu juga dengan Mirna."Lama banget lo kayak siput," ujar Kana sambil merangkul leher Mirna yang lebih tinggi darinya.Mirna mencebikan bibirnya. "Kak Gilang lama datangnya. Masih untung ga telat nih."Kana hanya menganggukan kepalanya. Ia menarik Mirna untuk segera masuk ke kelas. Mereka melintasi tangga yang hanya cukup di lalui oleh dua orang tersebut. Mereka nampak tak memperdulikan deretan orang yang mengantri di belakang.Sesampainya di kelas, Kana segera menarik Mirna ke kursi mereka. Ia menarik dan mengembuskan napasnya berulang kali. Lalu Kana menatap kedua mata sahabatnya lekat-lekat."Mirna, Kak Gilang ada ngomong sesuatu ke lo?" tanya Kana.Mirna menganggukan kepalanya. "Ada, Kenapa?"Kana menggaruk tengkuknya. "Tentang gue?"Mirna mengangguk lagi. Kemudian ia sedikit merapatkan tubuhnya dengan Kana. "Lo yakin setuju sama dia? Lo bisa aja terluka gara-gara fans dia loh."Kana mendengus pelan. "Daripada lo yang harus terluka, kan? Lagian gue cuma pura-pura juga sama dia. Yang gue pertanyakan tuh, lo yakin gapapa kalo seisi sekolah ini tahunya gue pacar Gilang?"Mirna menganggukan kepalanya. "Gue rela berbagi Kak Gilang sama lo."Setelah mengatakan itu, Kana dan Mirna pun berpelukan. Semua yang ada di dalam kelas menatap mereka dengan bingung. Terkecuali Fahri yang sudah terbiasa melihat kedua sahabatnya yang memang otaknya sedikit salah kabel.~~~Selesai upacara, Kana dan Mirna tak langsung masuk ke dalam kelas. Mereka memilih untuk kabur sebentar ke kantin. Kana dengan cepat mengambil tiga botol minuman dingin dan memasukannya ke dalam almamater. Ia berjalan terlebih dahulu sambil menyembunyikan minumannya. Sedangkan Mirna akan membayar minuman itu.Kana menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri koridor. Suasana begitu sepi, ia segera melesat menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Namun baru saja menjejakan kakinya di anak tangga pertama, Kana merasakan kerah baju nya tertarik ke belakang. Kana memejamkan kedua matanya dengan erat. Lalu ia perlahan mulai menoleh ke belakang."Apa yang lo sembunyiin di balik baju?"Kana perlahan membuka sebelah matanya. Ia yang semula mengira itu adalah Pak Agus merasa sedikit lega. Kini yang ia lihat hanyalah sosok Gilang dengan penggaris jumbo yang biasa dibawa oleh Bu Endang."Engga ada kak. Cuma minuman dingin," ujar Kana sambil tersenyum lebar.Kana sontak menggigit bibir bawahnya saat menyadari dirinya sudah terlalu jujur. Kana pun mengeluarkan tiga botol minuman dingin yang ada di balik bajunya. Lalu ia menyerahkannya pada Gilang yang sedang menatapnya dengan datar."Gue ambil nih ya," ujar Gilang.Kana mulai merasa beban di tangannya berkurang saat kantong plastik itu mulai berpindah tangan. Walau hati sangat tak rela, tapi apa daya. Ia harus mengikhlaskan minuman dingin yang sudah terasa di kerongkongannya itu harus disita oleh ketua osis tersebut.Saat Kana sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Gilang pun berbalik hendak pergi. Kana mengumpulkan keberanian untuk melakukan negosiasi pada Gilang yang mulai melangkahkan kakinya menaiki anak tangga."Kak," panggil Kana.'Mampus lo, Na!' batin Kana.Gilang menolehkan kepalanya, lalu menarik sebelah sudut bibirnya. "Ya? Mau negosiasi?"Kana mengangguk dengan ragu. Lalu Gilang kembali ke tempat semulanya. Cowok itu hanya diam saat sudah tiba di hadapan Kana. Ia menunggu Kana mengucapkan teks negosiasinya."Tolong kembalikan 1 botol kak. Mirna yang bayar semuanya loh," ujar Kana.Gilang mengernyitkan dahinya. "Mirna? Lo ga lagi bohong kan?"Kana menggelengkan kepalanya dengan mantap. Bersamaan dengan itu, Mirna datang dengan napas terengah-engah. Ia berhenti tepat di tengah Kana dan Gilang. Ia mengarahkan telunjuknya ke koridor yang terhalang tangga."Pak Agus mau kesini!" ujar Mirna dengan panik.Tanpa banyak bicara, Mirna segera menarik lengan Kana untuk menaiki anak tangga meninggalkan Gilang. Mereka tidak boleh sampai tertangkap oleh Pak Agus karena tak masuk kelas seusai upacara.Saat tiba di dalam kelas, Kana melepaskan tangannya dari genggaman sahabatnya. Ia menatap sahabatnya itu dengan wajah cemberutnya. Mirna sama sekali tak tahu apa yang terjadi pun bingung."Lo kenapa, Na?" tanya Mirna.Kana menghentakan sebelah kakinya. "Minuman nya di sita Kak Gilang!"Mirna mengusap wajahnya dengan kasar. "Sia-sia dong gue lari dari kejaran macan tutul."~~~Sepulang sekolah, Kana menunggu angkutan umum yang terasa sangat langka. Padahal waktu baru menunjukan pukul 4 sore. Ia sempat mengira bahwa angkutan umum sudah punah layaknya Dinosaurus. Cukup lama menunggu, ia memutuskan untuk duduk di bangku panjang yang ada di pinggir jalan. Matanya terus menatap ke kiri jalan. Angkutan umum sedari tadi terus bermunculan dari arah kanan, tapi sama sekali tak ada yang ke arah kirinya.Lalu sepintas ia melihat Mirna dan Gilang yang sedang berada di atas motor. Mereka nampak sangat bahagia. Sangat berbeda dengan keadaan Kana saat ini. Mereka seperti berada di dimenasi yang berbeda dengan Kana. Saat motor Gilang melintas ke arahnya, ia dapat melihat Gilang yang menatapnya sekilas. Lalu motor itu melesat dengan cepat melewatinya.Bersamaan dengan itu angkutan umum yang langkanya melebihi Dinosaurus itu mulai terlihat. Ia berdiri dari kursi dan mendekati sisi jalan. Ia merentangkan sebelah tangannya ke arah jalan agar angkot itu berhenti. Saat angkot itu sudah mulai mendekat, Kana semakin menatap angkot itu dengan mata yang berbinar-binar. Namun saat jarak mereka sudah sangat dekat, angkot itu tetap terus melaju dengan kecepatan yang begitu pelan. Kana dapat melihat seisi penghuni angkutan umum itu dengan jelas. Dalam penglihatan Kana, mereka nampak sedang melambai-lambaikan tangan dengan senyum mengejek ke arah Kana.Ia sangat tak percaya melihat angkot itu melewatinya begitu saja. Ia menarik napas dan menghembuskan berulang kali untuk meredakan emosinya. Lalu ia menghentakan kedua kakinya dengan sangat kesal."KENAPA GUE SELALU SIAL??!!" teriak Kana hingga membuat semua mata tertuju padanya. Tapi ia sama sekali tak memperdulikan tatapan tersebut."SENIN EMANG HARI PALING INDAH!!"Bersambung...
Kana berlari tergopoh-gopoh menuju gerbang sekolah yang berjarak sekitar 1 KM lagi. Ia merasa sedang mengikuti lomba lari jarak pendek. Namun ia berlomba dengan jarum detik yang terus berjalan enggan berhenti sejenak. Ia mempercepat langkahnya saat jarum detik sudah berada di angka 10. Beberapa detik lagi waktu akan menunjukan pukul 7 pagi. Ia sama sekali tak berniat untuk berdiri di tengah lapangan lagi. Bertepatan dengan jarum detik di angka 12, Kana berhasil tiba di gerbang tersebut. Nampak sosok Pak Agus sedang menggeleng-gelengkan kepala sambil menatapnya. Ia melihat Ilham dan Fahri yang sedang menyapu lapangan. Kana pun bergegas menghampiri kedua temannya tersebut. "Lo kenapa nyapu lapangan pagi-pagi gini?" tanya Kana. Ilham mengedikan dagu nya ke arah Pak Agus yang sedang duduk mengamati mereka. "Suami lo lagi PMS. Kita cuma ke toilet di bilang mau bolos." Kana bergidik saat mendengar kata suami. "Suami lo kali!" "Gue masi
Kana mengenakan seragam olahraganya secepat kilat. Ia bahkan tak sempat mandi, hanya membersihkan wajahnya saja. Itu semua karena sebuah pesan singkat yang muncul saat dirinya masih terlelap. Kana mendengar suara klakson motor yang berada di depan rumahnya. Kana menghambur keluar dari rumahnya dengan penampilan yang masih acak-acakan. Kana melihat Gilang yang duduk di atas motornya sambil tertawa. "Lo mau jadi gembel?" tanya Gilang. Kana terkekeh lalu kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan mengambil sepatu yang ada di belakang pintu. Lalu segera mengenakannya dengan asal. Kana segera naik ke atas motor Honda Sonic orange milik Gilang. Walau agak kesulitan, Kana akhirnya dapat duduk di atas motor tersebut. "Lo ga pakai helm?" tanya Gilang. Kana mengerjapkan kedua matanya. "Lo ga bawa helm lagi?" Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma mau ngajak lo berangkat bareng. Masalah helm tanggung sendiri." Kana me
Kana berjalan terlebih dahulu menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berjalan ke sudut kantin sambil menundukan kepalanya. Saat tiba di kursi, ia segera duduk tanpa menoleh kemana pun. Lalu ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Kana reflek menoleh saat melihat ada sebuah tangan di bahunya. Ia memejamkan matanya dengan frustasi saat melihat sosok Gilang dengan cengiran menyebalkannya. Kana segera melepaskan dirinya dari rangkulan cowok itu. Tapi sepertinya semua orang yang ada di kantin sudah terlanjur melihatnya. Semua mata pun menatap Kana dengan tatapan super tak suka. "Genit banget sih jadi cewek!" celetuk seoeang gadis yang duduk di meja sebelahnya. "Ga dapat Kak Edo langsung deketin temannya," sahut teman yang satunya. Kana menghela nafasnya, lalu ia menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan. Ia merasakan sebuah tangan berada di puncak kepalanya. Kana mendelik, segera mengangkat kep
Kana tiba di rumahnya saat matahari sudah hampir terbenam. Hari masih belum berganti, ia sudah terasa sangat lelah. Kana membuka pintu kamarnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia tersenyum tipis sambil mengepalkan kedua tangannya. Seolah ia terus nemberikan semangat pada dirinya sendiri. Tanpa terasa kedua mata nya mulai terpejam. Kana mulai terbawa ke alam bawah sadarnya. Namun baru sebentar tertidur, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. "Na?" Kana dapat mendengar suara ibu nya yang memanggilnya. Kana pun dengan malas membuka kedua matanya lagi. Lalu ia mulai beranjak dari kasurnya menuju pintu yang sebenarnya tak terkunci. Kana membuka pintu itu, lalu ibunya segera memeluknya dengan erat. Kana yang melihat ibunya seperti itu pun sangat kaget. "Ada apa, Bu?" tanya Kana. "Ibu hamil, Na," ujar ibu nya. Setelah mengatakan itu, ibunya menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Kana. Akhirnya Kana pun menarik ibunya masuk ke
'Pulang sekolah gue ke rumah lo.' Kana mengusap wajahnya dengan kasar. Ia baru saja bangun tidur, lalu mendapati pesan seperti itu dari Gilang. Padahal ia sudah bersikeras melarang Gilang datang ke rumahnya. Kana melihat jam yang ada di sudut tengah atas ponselnya. Waktu sudah menunjukan pukul 15.30. Sekolah mulai bubar pada jam 15.15. Itu artinya Gilang akan datang 5 menit lagi karena jarak tempuhnya 20 menit. Kana segera bangun dari kasurnya dan menghambur ke kamar mandi. Ia punya waktu 5 menit untuk mengubah penampilannya. Ia tak ingin Gilang melihat penampilannya yang seperti gembel lagi. Kana keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah baru. Wajahnya juga sudah di poles sebisanya. Kana melirik jam di dinding kamarnya, masih kurang 1 menit lagi sampai Gilang datang ke rumahnya. Kana segera keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, bel rumahnya berbunyi. Kana segera menarik nafas dan menghembuskannya. Kemudian ia mengatur senyu
Hari minggu ini Kana sudah bersiap di depan rumahnya. Matahari masih malu-malu, tapi Kana sudah di paksa berdiri di depan rumahnya. Ia sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tapi yang di tunggu entah ada dimana. Kana mengecek ponselnya kembali, tapi sama sekali tak ada notifikasi selain kartu yang masa tenggang. Kana menghela nafasnya, ia kembali memasukan ponselnya ke sakunya. Tak lama, Kana bisa melihat Gilang bersama motor Honda Sonicnya berjalan dengan kecepatan di bawah rata-rata. Gilang tak menghiraukan mobil di belakangnya yang terus membunyikan klakson. "Serius Ibu mendukung gue sama cowok yang otaknya geser gitu?" gumam Kana sambil menggelengkan kepalanya. Setelah tiba di depan rumah Kana, Gilang langsung melepas helm full facenya. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi. "Cepat naik. Mirna udah sampai kayaknya nih," ujar Gilang. Kana mengernyitkan dahinya. "
Kana menarik lengan Gilang saat suasana mulai terasa sengit. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap dengan antusias. Gilang menoleh sekilas ke arah Kana yang menatapnya dengan mata melotot."Kenapa? Biar dia percaya kalau kita pacaran." bisik Gilang dengan sorot tajamnya.Kana menghembuskan nafasnya pelan. "Lo salah tempat, Lang.""Masa sih?" tanya Gilang.Kana menginjak kaki Gilang cukup kencang. "Coba lo liat ke sekitar."Faiz terus memperhatikan Kana dan Gilang yang saling berbisik. Faiz menoleh ke arah kerumunan yang mulai tertarik dengan mereka. Lalu Faiz melemparkan senyuman dengan tangan yang seolah mengusir mereka semua. Perlahan orang-orang itu pun bubar. Sedangkan Faiz memilih untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang masih sibuk berdebat."Gue mau pulang." ujar Kana.Gilang menganggukan kepalanya. "Gue juga. Kartu parkir nya sama lo kan?"
Pagi ini Kana sudah duduk cantik di ruang tamu nya. Waktu baru saja menunjukan pukul 6 kurang 10 menit tapi Kana seperti kerasukan sesuatu. Ia bangun sangat pagi hari ini. Mungkin karena akan di jemput Faiz? Mungkin saja. Kana berulang kali menatap wajahnya di layar ponsel. Kana tersenyum tipis melihat wajahnya yang sudah cantik walau hanya dibalut bedak bayi.Tak lama Kana mendengar suara deru motor di depan rumahnya. Kana segera menghambur untuk membuka pintu rumahnya. Tapi wajah Kana mendadak muram saat melihat sosok yang ada di atas motor itu."Ayo berangkat, Na." ujar Edo sambil tersenyum tipis.Kana meringis sambil menganggukan kepalanya. "Tunggu ya kak. Gue bilang ibu dulu."Kana kembali masuk ke ruang tamu, lalu ia mengambil ponselnya. Kana menelepon nomor yang diketahui milik Faiz tersebut. Tapi panggilannya tak kunjung di jawab. Akhirnya Kana memutuskan untuk pergi bersama Edo daripada tragedi maraton itu terjadi lagi.