Beranda / Romansa / School Diary / 5. Senin terindah

Share

5. Senin terindah

Hari Senin menjadi hari pertama sejak Kana menyetujui negosiasinya dengan Gilang. Ia harus siap menerima apapun yang akan terjadi padanya hari ini. Ia duduk di pinggir lapangan saat suasana sekolah masih sangat sepi. Ia tidak ingin dihukum pada hari pertamanya menjadi pacar tameng Gilang. Ia mengakui bahwa cowok itu memang sangat populer. Kepopuleran Gilang bukan hanya di SMA Permata Putri yang menjadi tempatnya bersekolah saat ini. Tapi menjamah sampai ke luar kota Jakarta. Mungkin itu terjadi karena Gilang seorang kapten tim basket yang pernah menjadi Juara Nasional.

Kana menoleh ke arah parkiran yang terletak di luar gerbang. Ia melihat Mirna dan Gilang yang baru saja tiba. Mirna nampak sangat bahagia, begitu juga dengan Gilang. Kana menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa.

"Apa Mirna sudah tau hal ini ya?" gumam Kana.

Betul juga. Apa Mirna sudah mengetahuinya? Sahabatnya adalah pacar sungguhan Gilang. Bagaimana jika ternyata cowok itu belum memberitahukannya pada Mirna. Pasti rasanya akan sangat sakit. Ia akan menanyakan hal itu sebelum ada yang tahu hubungannya dengan Gilang.

Kana tersenyum tipis saat Gilang muncul terlebih dahulu dari arah gerbang. Jika di pikir-pikir, Gilang dan Mirna memang selalu datang hampir bersamaan. Tapi ia sama sekali tak menyadarinya. Lalu Mirna mulai muncul dari arah gerbang. Gadis imut yang menjadi temannya dari masa SMP itu melambaikan sebelah tangannya pada Kana. Ia pun segera menghambur kearah Mirna yang juga berjalan ke arahnya. Ia tersenyum lebar, begitu juga dengan Mirna.

"Lama banget lo kayak siput," ujar Kana sambil merangkul leher Mirna yang lebih tinggi darinya.

Mirna mencebikan bibirnya. "Kak Gilang lama datangnya. Masih untung ga telat nih."

Kana hanya menganggukan kepalanya. Ia menarik Mirna untuk segera masuk ke kelas. Mereka melintasi tangga yang hanya cukup di lalui oleh dua orang tersebut. Mereka nampak tak memperdulikan deretan orang yang mengantri di belakang.

Sesampainya di kelas, Kana segera menarik Mirna ke kursi mereka. Ia menarik dan mengembuskan napasnya berulang kali. Lalu Kana menatap kedua mata sahabatnya lekat-lekat.

"Mirna, Kak Gilang ada ngomong sesuatu ke lo?" tanya Kana.

Mirna menganggukan kepalanya. "Ada, Kenapa?"

Kana menggaruk tengkuknya. "Tentang gue?"

Mirna mengangguk lagi. Kemudian ia sedikit merapatkan tubuhnya dengan Kana. "Lo yakin setuju sama dia? Lo bisa aja terluka gara-gara fans dia loh."

Kana mendengus pelan. "Daripada lo yang harus terluka, kan? Lagian gue cuma pura-pura juga sama dia. Yang gue pertanyakan tuh, lo yakin gapapa kalo seisi sekolah ini tahunya gue pacar Gilang?"

Mirna menganggukan kepalanya. "Gue rela berbagi Kak Gilang sama lo."

Setelah mengatakan itu, Kana dan Mirna pun berpelukan. Semua yang ada di dalam kelas menatap mereka dengan bingung. Terkecuali Fahri yang sudah terbiasa melihat kedua sahabatnya yang memang otaknya sedikit salah kabel.

~~~

Selesai upacara, Kana dan Mirna tak langsung masuk ke dalam kelas. Mereka memilih untuk kabur sebentar ke kantin. Kana dengan cepat mengambil tiga botol minuman dingin dan memasukannya ke dalam almamater. Ia berjalan terlebih dahulu sambil menyembunyikan minumannya. Sedangkan Mirna akan membayar minuman itu.

Kana menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri koridor. Suasana begitu sepi, ia segera melesat menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Namun baru saja menjejakan kakinya di anak tangga pertama, Kana merasakan kerah baju nya tertarik ke belakang. Kana memejamkan kedua matanya dengan erat. Lalu ia perlahan mulai menoleh ke belakang.

"Apa yang lo sembunyiin di balik baju?"

Kana perlahan membuka sebelah matanya. Ia yang semula mengira itu adalah Pak Agus merasa sedikit lega. Kini yang ia lihat hanyalah sosok Gilang dengan penggaris jumbo yang biasa dibawa oleh Bu Endang.

"Engga ada kak. Cuma minuman dingin," ujar Kana sambil tersenyum lebar.

Kana sontak menggigit bibir bawahnya saat menyadari dirinya sudah terlalu jujur. Kana pun mengeluarkan tiga botol minuman dingin yang ada di balik bajunya. Lalu ia menyerahkannya pada Gilang yang sedang menatapnya dengan datar.

"Gue ambil nih ya," ujar Gilang.

Kana mulai merasa beban di tangannya berkurang saat kantong plastik itu mulai berpindah tangan. Walau hati sangat tak rela, tapi apa daya. Ia harus mengikhlaskan minuman dingin yang sudah terasa di kerongkongannya itu harus disita oleh ketua osis tersebut.

Saat Kana sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Gilang pun berbalik hendak pergi. Kana mengumpulkan keberanian untuk melakukan negosiasi pada Gilang yang mulai melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.

"Kak," panggil Kana.

'Mampus lo, Na!' batin Kana.

Gilang menolehkan kepalanya, lalu menarik sebelah sudut bibirnya. "Ya? Mau negosiasi?"

Kana mengangguk dengan ragu. Lalu Gilang kembali ke tempat semulanya. Cowok itu hanya diam saat sudah tiba di hadapan Kana. Ia menunggu Kana mengucapkan teks negosiasinya.

"Tolong kembalikan 1 botol kak. Mirna yang bayar semuanya loh," ujar Kana.

Gilang mengernyitkan dahinya. "Mirna? Lo ga lagi bohong kan?"

Kana menggelengkan kepalanya dengan mantap. Bersamaan dengan itu, Mirna datang dengan napas terengah-engah. Ia berhenti tepat di tengah Kana dan Gilang. Ia mengarahkan telunjuknya ke koridor yang terhalang tangga.

"Pak Agus mau kesini!" ujar Mirna dengan panik.

Tanpa banyak bicara, Mirna segera menarik lengan Kana untuk menaiki anak tangga meninggalkan Gilang. Mereka tidak boleh sampai tertangkap oleh Pak Agus karena tak masuk kelas seusai upacara.

Saat tiba di dalam kelas, Kana melepaskan tangannya dari genggaman sahabatnya. Ia menatap sahabatnya itu dengan wajah cemberutnya. Mirna sama sekali tak tahu apa yang terjadi pun bingung.

"Lo kenapa, Na?" tanya Mirna.

Kana menghentakan sebelah kakinya. "Minuman nya di sita Kak Gilang!"

Mirna mengusap wajahnya dengan kasar. "Sia-sia dong gue lari dari kejaran macan tutul."

~~~

Sepulang sekolah, Kana menunggu angkutan umum yang terasa sangat langka. Padahal waktu baru menunjukan pukul 4 sore. Ia sempat mengira bahwa angkutan umum sudah punah layaknya Dinosaurus. Cukup lama menunggu, ia memutuskan untuk duduk di bangku panjang yang ada di pinggir jalan. Matanya terus menatap ke kiri jalan. Angkutan umum sedari tadi terus bermunculan dari arah kanan, tapi sama sekali tak ada yang ke arah kirinya.

Lalu sepintas ia melihat Mirna dan Gilang yang sedang berada di atas motor. Mereka nampak sangat bahagia. Sangat berbeda dengan keadaan Kana saat ini. Mereka seperti berada di dimenasi yang berbeda dengan Kana. Saat motor Gilang melintas ke arahnya, ia dapat melihat Gilang yang menatapnya sekilas. Lalu motor itu melesat dengan cepat melewatinya.

Bersamaan dengan itu angkutan umum yang langkanya melebihi Dinosaurus itu mulai terlihat. Ia berdiri dari kursi dan mendekati sisi jalan. Ia merentangkan sebelah tangannya ke arah jalan agar angkot itu berhenti. Saat angkot itu sudah mulai mendekat, Kana semakin menatap angkot itu dengan mata yang berbinar-binar. Namun saat jarak mereka sudah sangat dekat, angkot itu tetap terus melaju dengan kecepatan yang begitu pelan. Kana dapat melihat seisi penghuni angkutan umum itu dengan jelas. Dalam penglihatan Kana, mereka nampak sedang melambai-lambaikan tangan dengan senyum mengejek ke arah Kana.

Ia sangat tak percaya melihat angkot itu melewatinya begitu saja. Ia menarik napas dan menghembuskan berulang kali untuk meredakan emosinya. Lalu ia menghentakan kedua kakinya dengan sangat kesal.

"KENAPA GUE SELALU SIAL??!!" teriak Kana hingga membuat semua mata tertuju padanya. Tapi ia sama sekali tak memperdulikan tatapan tersebut.

"SENIN EMANG HARI PALING INDAH!!"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status