Felysia berjalan santai memasuki daerah pekarangan rumahnya. Rumah berwarna biru bercampur hijau itu, ia tinggali bersama ayah dan adiknya. Rumah yang bisa dibilang cukup megah, dengan sebuah taman yang cukup luas, dan sebuah kolam renang di samping rumah.
Perlahan, ia membuka pintu rumahnya. Kakinya mulai melangkah masuk ke dalam ruang tamu. Dan di sofa, ia melihat lelaki paruh baya, berumur 58 tahun. Lelaki itu adalah Reno, ayahnya terkenal sebagai mantan angkatan laut. Dengan tampangnya yang sangar, dan nada suara yang sedikit tinggi, selalu bisa membuat semua teman laki-laki Felysia lari saat berniat untuk main ke rumah perempuan tersebut.
"Oh, kamu udah pulang. Gimana sekolahmu?" tanya Reno.
"Biasa aja. Nggak ada yang spesial dan nggak ada yang jelek," jawab Felysia sambil duduk di samping Reno.
"Masih belum bisa pelajaran fisika?" tanya Reno.
Fisika adalah mata pelajaran yang paling dibenci oleh Felysia. Tetapi, untung saja perempuan itu tidak terlalu bodoh. Jadi perempuan itu, selalu bisa mendapatkan nilai rata-rata di setiap pelajaran fisika.
"Belum sepenuhnya. Masih banyak materi yang masih bingung," jawab Felysia.
"Butuh guru les?" tanya Reno.
"Enggak. Lagian masih bisa dapat di atas rata-rata. Jadi, itu sudah cukup."
Reno mengangguk. Ia tidak ingin memaksakan kehendaknya terhadap Felysia. Felysia sudah besar. Jadi ia yakin, kalau perempuan itu sudah bisa memilih jalannya sendiri.
"Di mana Nindy?" tanya Felysia.
Nindy. Seorang gadis kecil berumur 8 tahun. Anak kedua dari pasangan Reno, dan Prita. Gadis yang selalu tampil dengan segala keriangannya. Dan, selalu tersenyum manis.
"Di kamar. Palingan juga tidur," jawab Reno.
"Oh, kalau gitu aku ke kamar dulu," ucap Felysia sambil berdiri dari sofa.
"Di sekolah kamu, sudah Ayah siapin satu bodyguard. Jadi, kamu bisa tenang."
"Buat apa?"
"Jaga kamu dan mungkin bantu kamu."
Felysia menatap Reno. Ayahnya itu sangat khawatir akan keselamatannya. Sampai-sampai menyiapkan satu bodyguard untuknya. Tetapi, Felysia adalah manusia yang suka dengan kebebasan. Jadi, kehadiran seorang bodyguard akan menghalangi gerak-geriknya. Dan, Felysia tidak suka itu.
"Siapa?" tanya Felysia.
"Nggak mungkin Ayah ngasih tau itu. Kalau, kamu tau siapa bodyguardnya pasti kamu langsung kabur setiap lihat dia," jawab Reno.
"Seorang siswa?"
Sekarang di pikirannya hanya terpikirkan satu nama, yaitu Ardiansyah. Laki-laki itu murid baru. Jadi, ada kemungkinan, kalau Reno yang membayar laki-laki itu untuk jadi bodyguard.
"Dia punya hubungan sama kamu," jawab Reno sambil berdiri.
"Dia orang yang selalu ada buat kamu," lanjut Reno sambil mengelus puncak kepala Felysia lalu melenggang pergi.
Sekarang, orang yang memiliki hubungan dengan Felysia hanyalah Brian. Kalau memang, laki-laki itu adalah bodyguardnya, kenapa Reno baru membahas tentang bodyguard sekarang? Apa memang selama ini, Felysia berpacaran dengan bodyguardnya sendiri? Atau, memang bodyguardnya bukan Brian?
"Dia sayap pelindung kamu. Jadi, dia akan selalu ada saat kamu dalam masalah," ucap Reno.
Reno yakin, kalau bodyguardnya bisa menolong Felysia. Lagi pula, bodyguardnya itu tidak bisa dianggap remeh. Ia tau benar, seberapa besar kekuatan bodyguardnya. Dan, ia tau seberapa besar cinta bodyguard itu terhadap Felysia. Jadi, ia yakin, kalau bodyguardnya itu akan selalu ada buat Felysia.
Sedangkan di satu sisi, sekarang Felysia sedang menebak. Siapa orang yang menjadi bodyguardnya? Di pikirannya sekarang sedang terpikirkan dua nama, yaitu Ardiansyah dan Brian. Salah satu dari kedua orang itu kemungkinan besar adalah bodyguardnya.
"Mau sampai kapanpun, aku akan tetap jadi sayap kamu. Jadi, jangan pernah anggap kamu sendiri."
Tiba-tiba, Felysia teringat dengan kalimat itu. Tetapi, ia lupa siapa orang yang mengucapkan kalimat tersebut. Apa pengucap kalimat tersebut, ada hubungannya dengan bodyguardnya? Dan, kenapa ia tidak mengingat sama sekali wajah pengucap kalimat tersebut.
*****
Denis sedang berada di ruang guru. Hampir semua guru sudah pulang. Sekarang, hanya ada dirinya dan dua guru lain yang sedang menyiapkan sebuah soal buat murid didiknya masing-masing.
Denis menaruh setumpuk berkas di meja kerjanya. Dan, meminum sebuah kopi hitam yang tadi sempat ia beli di kantin. Sungguh merepotkan, karena ia harus mengecek seluruh kelengkapan data siswa.
Dengan penuh paksaan, ia mulai meneliti satu persatu berkas. Matanya terfokus dengan selembaran kertas yang sedang ia pegang, berkali-kali ia menghembuskan nafas panjang. Fokusnya semakin lama semakin meningkat. Dan, dalam saat seperti ini, tidak akan ada orang yang bisa menghancurkan konsentrasinya.
Ia menghembuskan nafas panjang, saat melihat berkas salah satu murid andalannya. Semasa SMP lelaki itu selalu mendapatkan juara 1 di setiap olimpiade dan selalu menjadi murid kebanggaan guru.
"Elvano," gumam Denis.
Elvano. Itu lah nama laki-laki pemilik berkas yang sedang dibaca Denis. Seorang laki-laki yang selalu bisa menarik perhatian Denis. Seorang laki-laki yang selalu tampil dengan senyuman manis di wajahnya. Seorang laki-laki yang selalu siap membantu seluruh sahabat-sahabatnya yang sedang kesusahan. Seorang laki-laki yang selalu menjadi panutan bagi orang-orang di sekitarnya.
Sosok yang selalu terlihat sempurna. Bahkan tak ada yang menyadari, apa kekurangan lelaki itu. Sampai pada akhirnya setelah kenaikan kelas, laki-laki itu menghilang tanpa kabar. Dan, sekarang Denis bisa menemukan laki-laki itu di SMA Nusa Bangsa.
"Apa yang buat kamu berjuang sekeras ini? Kalau saya jadi kamu. Pasti, saya sudah menyerah dari dulu," gumam Denis sambil memfoto berkas milik Elvano menggunakan kamera ponselnya.
Denis tau benar, apa yang sekeras apa Elvano berjuang. Denis adalah orang yang suka menerima apa adanya. Berbanding terbalik dengan Elvano yang selalu berjuang sekuat mungkin, agar bisa mengabulkan keinginannya sendiri. Bisa dibilang, Denis lah satu-satunya guru yang sangat akrab dengan Elvano. Dan Denis lah, satu-satunya orang yang selalu memaksa Elvano menyerah dengan hal yang sedang diperjuangkannya. Ia menyuruh laki-laki itu menyerah, bukan karena ia jahat. Tetapi ia tau, rintangan Elvano yang sedang di hadapinya sekarang, bukan rintangan biasa. Bisa-bisa, Elvano kehilangan jati dirinya yang sebenarnya kalau terus berjuang. Dan Denis tidak mau, melihat murid kesayangannya itu, putus asa.
"Sekarang kita lihat, kamu atau Reno yang akan menang," gumam Denis lalu tersenyum tipis.
Bel istirahat sudah berbunyi dari lima menit yang lalu. Brian dan Felysia langsung memutuskan untuk pergi ke kantin. Dengan langkah kecil, mereka berdua berjalan menuju pintu kelas. Sebelum benar-benar keluar dari kelas, Brian sempat menatap Ardiansyah yang sedang mencatat sebuah materi fisika.Ia masih bingung dengan kejadian kemarin, sebenarnya siapa laki-laki itu? Kenapa laki-laki itu sangat peka dengan perasaan seseorang? Dan, kenapa laki-laki itu selalu tampil dengan mata sayu?Ia menghilangkan semua pemikirannya, saat sudah berada di luar kelas. Ia menggenggam erat tangan kiri Felysia, lalu tersenyum kecil. Seakan menunjukkan kalau dirinya sedang bahagia.Tak begitu lama, akhirnya mereka sampai di kantin. Mereka melihat banyak murid yang sudah mengantri memesan makanan. Bahkan, Brian tidak yakin, kalau dirinya bisa memesan makanan sebelum bel masuk berbunyi."Gimana?" tanya Felysia."Istirahat kedua aja," jawab Brian.Brian dan Felysia
Laura menghentikan langkahnya, saat laki-laki yang berada di depannya berhenti. Sekarang, mereka berdua sedang berada di taman sekolah. Matanya memandang wajah laki-laki itu. Wajah yang tidak membuat orang bosan, saat menatapnya. Semuanya sempurna. Kecuali, mata yang selalu terlihat sayu.Mengenai kejadian tadi, ia sendiri tidak menyangka, kalau lelaki itu membantunya berbohong."Siapa nama lo?" tanya Laura.Laura mendengus kesal. Karena, ia tak kunjung mendapatkan sebuah jawaban. Laki-laki yang di hadapannya sekarang, hanya diam sambil menatap ke arah langit."Hei, siapa nama lo?" tanya Laura."Terserah lo mau manggil gua apa. Yang penting, jangan nama asli gua," jawab laki-laki itu.Laura yang kesal, langsung menarik tubuh laki-laki itu. Sekarang, laki-laki itu sudah menghadap ke arahnya. Jadi, ia bisa melihat name tag laki-laki itu."Ardiansyah," gumam Laura.Nama yang tidak buruk. Tetapi, kenapa laki-laki itu tidak ingin dipa
Bel pulang sekolah berbunyi. Tanda, kalau semua pembelajaran hari ini sudah selesai. Dengan perasaan senang, semua murid pun, langsung menuju ke parkiran.Di parkiran, sudah banyak murid yang sedang mencoba mengeluarkan sepeda motornya dari keramaian yang ada. Terlalu banyak yang mengendarai sepeda motor, sampai-sampai parkiran sekolah penuh.Tiba-tiba, aktivitas mereka terhenti, saat melihat ada sepasang kekasih memasuki parkiran. Mereka menatap sepasang kekasih itu dengan tatapan tajam. Sepasang kekasih itu adalah Ardiansyah dan Laura.Berita tentang mereka resmi berpacaran sudah menyebar ke seluruh murid yang bersekolah di SMA Nusa Bangsa. Tentu saja, semua murid laki-laki langsung kecewa setelah mendengar itu. Bidadari yang selama ini mereka idam-idamkan, sudah menjadi milik orang lain. Tetapi, masih banyak beranggapan, kalau itu hanyalah gosip belaka. Karena, tidak mungkin, seorang murid baru, bisa mendapatkan bidadari idaman mereka.&nb
Semua murid kelas XI MIPA-1 sedang tegang. Karena, hari ini, adalah hari pembagian hasil ulangan harian yang diadakan kemarin. Jam sudah menunjukkan pukul 08.45, yang berarti sebentar lagi Vito akan masuk ke dalam kelas. Vito adalah guru yang mengajar mata pelajaran fisika. Sebuah mata pelajaran yang paling dibenci oleh seluruh murid.Suasana langsung hening saat Vito memasuki kelas dengan membawa setumpuk kertas. Di kertas tersebut, ada sebuah jawab masing-masing murid, dan tentu saja, ada nilai mereka."Selamat pagi," ucap Vito sambil menaruh setumpuk kertas yang tadi ia bawa ke atas meja."Pagi, Pak," jawab seluruh murid."Karena, kemarin kita habis ulangan harian. Bapak pikir, hari ini lebih baik kalian santai-santai sambil ngambil hasil nilai kalian," ucap Vito.Vito berbeda dari guru lainnya. Cara mengajarnya lebih santai. Tetapi, saat ada salah satu muridnya mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Ia pasti akan langsung menghukum murid
Brian duduk di pinggir lapangan basket. Ia menatap jaring ring yang sejak tadi bergerak karena hembusan angin yang cukup kencang. Rasanya, sudah lama sekali, ia tidak bermain basket.Ia tersenyum, saat melihat jam tangannya. Sekarang sudah jam 15.00, berarti waktunya untuk pulang ke rumah. Ia berdiri lalu berbalik. Ia kaget, saat melihat Ardiansyah berada di hadapannya."Kenapa? Apa lo mau main basket?" tanya Brian."Pengen, tapi nggak boleh sama dokter," jawab Ardiansyah sambil memandang ring basket.Dokter? Apa laki-laki yang ada di hadapannya ini punya penyakit? Tetapi, ia terlihat sangat sehat. Dan, Brian sama sekali, tidak pernah melihat laki-laki itu minum obat."Antara Felysia dan Laura. Lo pilih yang mana?" tanya Ardiansyah."Felysia lah. Dia kan pacar gua," jawab Brian."Kalau gitu, nggak ada masalah, kalau gua pacaran sama Laura."Brian langsung terdiam. Benar juga, laki-laki yang berada di hadapannya ini, s
Felysia sedang menikmati sebuah cemilan di ruang tamu. Hari ini adalah hari minggu. Jadi, ia tidak perlu belajar, maupun pergi ke sekolah. Setiap hari minggu, pasti ia habiskan untuk memakan cemilan, menonton TV, tidur, dan membaca novel. Selalu saja begitu. Kencan dengan Brian? Tentu saja tidak. Reno selalu melarang Felysia untuk keluar rumah saat hari minggu tiba.Mata perempuan itu fokus menatap TV. Ia sedang melihat film kesayangan. Pandangannya beralih menatap jam dinding. Dan, ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Yang berarti, film kesayangannya sebentar lagi akan berakhir. Dan, ia akan kembali merasa bosan.Pandangannya beralih lagi, menatap seorang pria paruh baya yang sedang membaca koran. Siapa lagi kalau bukan Reno. Sang Ayah yang terlalu mengekangnya."Ayah pernah bilang, kalau aku punya bodyguard pribadi. Tapi, aku belum pernah ngelihat dia," ucap Felysia."Belum saatnya kamu tau identitas dia," ucap Reno.Felysia m
Ardiansyah sudah masuk ke dalam area parkiran SMA Nusa Bangsa. Ia mencari area yang kosong, untuk memarkirkan sepedanya. Matanya menatap sebuah area kosong di paling ujung. Dengan cepat, ia mengayuh pedal sepedanya.Matanya langsung melotot kaget, saat melihat ada perempuan yang tiba-tiba berdiri di jalan yang akan ia lewati. Dengan cekatan, ia langsung menarik rem sepedanya, lalu kakinya dengan cepat menginjak lantai, supaya badannya tidak terjatuh. Ia menghembuskan nafas panjang. Ia bersyukur karena tidak menabrak perempuan itu."Mata lo buta!" bentak Ardiansyah sambil turun dari sepedanya."Ya elah, kalem aja kali. Nggak kena juga, 'kan," ucap perempuan itu.Ardiansyah menatap perempuan itu malas. Perempuan yang sangat ingin ia bentak. Tetapi, ia ingat, kalau perempuan itu adalah pacar Brian. Jadi, ia urungkan niatnya itu. Ia tidak mau, karena ia membentak gadis itu, pertemanannya dengan Brian jadi rusak."Apa mau lo?" tanya Ardiansyah.&nb
Brian berjalan santai menuju ke arah kantin. Sesekali, ia menyapa orang yang berada di pinggir koridor. Sekarang sudah waktunya istirahat, makanya seluruh murid diperbolehkan berada di luar kelas. Dan, sekarang Brian ingin ke kantin untuk membeli sebuah minuman untuk Felysia.Langkahnya terhenti saat ia berada di dekat toilet murid laki-laki. Ia mendengar suara kegaduhan dari dalam toilet. Dari suara yang ia dengar, ia yakin kalau salah satu orang yang ada di dalam adalah Nova Carlo.Ia melangkahkan kakinya lagi. Tetapi, langkahnya kembali terhenti, saat ia mendengarkan suara yang sudah sangat familiar di telinganya. Itu adalah suara Ardiansyah.Dari yang ia dengar, ia bisa menebak, kalau di dalam sana ada empat atau bahkan lima orang. Kalau dugaannya benar. Nova berada di dalam sana, sudah bisa dipastikan, kalau Ardiansyah sedang di-bully.Tetapi, ia tidak peduli. Lagipula, ia yakin, kalau Ardiansyah bisa melawan musuh-musuhnya tanpa bantuannya.