Brian duduk di pinggir lapangan basket. Ia menatap jaring ring yang sejak tadi bergerak karena hembusan angin yang cukup kencang. Rasanya, sudah lama sekali, ia tidak bermain basket.
Ia tersenyum, saat melihat jam tangannya. Sekarang sudah jam 15.00, berarti waktunya untuk pulang ke rumah. Ia berdiri lalu berbalik. Ia kaget, saat melihat Ardiansyah berada di hadapannya.
"Kenapa? Apa lo mau main basket?" tanya Brian.
"Pengen, tapi nggak boleh sama dokter," jawab Ardiansyah sambil memandang ring basket.
Dokter? Apa laki-laki yang ada di hadapannya ini punya penyakit? Tetapi, ia terlihat sangat sehat. Dan, Brian sama sekali, tidak pernah melihat laki-laki itu minum obat.
"Antara Felysia dan Laura. Lo pilih yang mana?" tanya Ardiansyah.
"Felysia lah. Dia kan pacar gua," jawab Brian.
"Kalau gitu, nggak ada masalah, kalau gua pacaran sama Laura."
Brian langsung terdiam. Benar juga, laki-laki yang berada di hadapannya ini, sudah tau tentang perasaannya yang sebenarnya. Ia benar-benar bodoh, karena tadi asal menjawab.
"Gua belum bisa nentuin," ucap Brian.
"Dan, kayaknya hubungan lo sama Laura semakin dekat. Bahkan, setiap hari, dia ngasih lo bekal," lanjut Brian.
"Ya gitu, deh," ucap Ardiansyah.
"Apa lo mau rebut dia dari gua?" tanya Brian.
Brian adalah laki-laki yang sangat egois. Ia menginginkan dua perempuan sekaligus. Laki-laki yang sama sekali, tidak memikirkan perasaan orang yang berada di sekitarnya. Laki-laki yang sifatnya bertolak belakang dengan sifat Ardiansyah.
"Gua bakal jaga dia semampu gua," ucap Ardiansyah.
Brian menatap wajah Ardiansyah. Ternyata, laki-laki yang ada di hadapannya itu sudah memutuskan untuk selalu menjaga Laura. Dan, dengan begitu, ia sudah tidak memiliki kesempatan untuk mendekati perempuan itu lagi.
"Tapi, kalau lo lebih sayang Laura dari pada Felysia. Gua siap ngelepasin Laura kapanpun itu," ucap Ardiansyah.
"Apa lo yakin?" tanya Brian
"Tugas gua cuma jaga dia. Nggak lebih dari itu. Jadi, kalau ada orang yang bisa jaga dia lebih baik daripada gua. Gua siap ngelepasin dia," jawab Ardiansyah.
"Dan, gua yakin. Kalau, lo bisa bikin dia lebih bahagia," lanjut Ardiansyah.
Ardiansyah pun membalikkan badannya. Hari ini, ia sudah sangat banyak ngomong. Jadi, ia rasa sekarang sudah cukup. Ia melangkahkan kakinya menjauh dari tempat Brian berada.
Brian menatap punggung Ardiansyah yang semakin menjauh. Baru seminggu, mereka berkenalan. Tetapi, laki-laki itu sudah rela melepaskan hal yang berharga demi dirinya. Apa ini yang dinamakan sebuah persahabatan? Atau, laki-laki itu hanya iba saat tau perasaannya yang sebenarnya?
"Suatu hari, gua bakal balas kebaikan lo. Jadi, nggak usah khawatir," gumam Brian sambil menunjuk Ardiansyah yang sudah jauh di depannya.
*****
Laura melangkahkan kakinya lebih cepat, saat melihat Ardiansyah sudah menunggunya di depan gerbang sekolah. Padahal sekolah sudah sangat sepi. Tetapi, laki-laki itu masih saja menunggunya. Benar-benar, laki-laki yang sangat aneh.
Langkahnya terhenti saat sudah berada tepat di hadapan Ardiansyah. Ia menatap mata Ardiansyah, lalu tersenyum kecil.
"Makasih, udah mau nungguin aku," ucap Laura.
"Sama-sama," ucap Ardiansyah sambil memalingkan pandangannya dari Laura.
"Yuk."
Mereka pun berjalan meninggalkan gerbang sekolah. Mereka menuju ke arah parkiran untuk mengambil sepeda milik Ardiansyah. Di setiap langkahnya, Laura selalu menyempatkan untuk melirik Ardiansyah. Entah kenapa, ia selalu tersenyum, saat mengingat cerita Felysia tadi.
"Kenapa?" tanya Ardiansyah saat sudah berada di parkiran.
"Nggak kenapa-napa," jawab Laura.
"Apa nggak ada yang mau kamu omongin?" tanya Laura.
"Nggak ada," jawab Ardiansyah.
"Ans."
Ardiansyah langsung menghentikan langkah kakinya. Ia menghadap ke arah Laura. Sebenarnya apa yang sedang perempuan itu rencanakan? Tadi sudah berani-beraninya membuatnya menunggu. Sekarang, memperlambat kepulangannya.
Laura tersenyum. Lalu menggenggam kedua tangan Ardiansyah dengan erat. Matanya menatap lekat kedua manik mata Ardiansyah.
"Makasih," ucap Laura.
"Gua nggak ngelakuin apa-apa," ucap Ardiansyah.
"Aku udah tau semuanya, kok."
Mata Ardiansyah membulat sempurna. Apa jangan-jangan perempuan itu sudah tau tentang Vito yang mengancamnya? Tetapi, dari siapa? Padahal, ia ingin merahasiakan tentang hal ini dari perempuan itu.
"Apa maksud lo?" tanya Ardiansyah.
"Makasih udah ngelindungin aku dari hukuman," jawab Laura.
Laura tidak menyangka, kalau Ardiansyah akan menerima ancaman itu. Padahal, laki-laki itu bisa saja menolak dengan santainya. Tetapi, ternyata laki-laki itu memilih untuk menerima ancaman itu demi dirinya.
"Gua udah bilangkan. Jangan pernah berterima kasih ke gua. Kalau tetap mau ngucapin, ucapin itu saat hubungan kita udah selesai," ucap Ardiansyah.
Bisa dibilang, Ardiansyah adalah sosok yang sangat membenci kata maaf, dan terima kasih. Baginya, dalam sebuah ikatan cinta maupun persahabatan, tidak memerlukan kedua kalimat itu.
"Iya-iya, aku tau. Tapi, ini aku ucapin sekarang, karena aku takut kelupaan," ucap Laura.
"Dasar pikun," ejek Ardiansyah.
"Heh, mulutnya tolong dijaga. Mana mungkin cewek secantik aku bisa pikun."
Laura tersenyum kecil. Laki-laki yang berada di hadapannya ini sangat berbeda dengan laki-laki yang pernah ia temui selama ini. Laki-laki yang tidak mau sebuah ucapan terima kasih, dan maaf dari orang terdekatnya. Dan ia harap, dengan perbedaan itu bisa membuatnya merasakan sebuah ketulusan.
"Kamu harus ubah sikap kamu. Dengan kamu cuek begini, nggak bakal ada yang mau sama kamu," ucap Laura.
"Emang itu tujuan gua," ucap Ardiansyah.
"Loh? Kenapa?" tanya Laura.
"Gua belum siap buat ngerasain sakitnya kehilangan," jawab Ardiansyah.
Laura tersenyum kecil. Ardiansyah belum siap kehilangan. Tetapi, menerima permintaan Laura untuk menjadi sepasang kekasih. Apa laki-laki itu lupa? Kalau hubungan mereka itu palsu. Dan, setelah lulus, Laura akan meninggalkan laki-laki itu untuk selama-lamanya.
"Tapi, kamu udah biarin aku buat masuk ke dalam kehidupan kamu," ucap Laura.
"Gua memang biarin lo masuk ke dalam hidup gua. Tapi, gua nggak pernah biarin lo buat jadi pusat dunia gua," ucap Ardiansyah.
"Dengan begitu, saat kita harus berpisah. Rasa sakit yang gua alami, nggak bakal terasa begitu sakit," lanjut Ardiansyah.
"Kamu orang baik, Ans. Pasti, kamu pasti dapat perempuan yang lebih dari gua," ucap Laura sambil mengeratkan genggamannya.
Ardiansyah tersenyum kecil. Memberi tanda, kalau ia tidak akan membalas perkataan Laura. Mereka berdua pun naik ke atas sepeda milik Ardiansyah. Tentu saja, Ardiansyah yang mengayuh sepeda. Di sepanjang jalan, Laura menikmati angin yang menerpa wajahnya dan menguraikan rambutnya.
Tangannya perlahan mulai melingkar di perut Ardiansyah. Untung saja, tas milik Ardiansyah, berada di pangkuannya. Jadi, Ia menyandarkan wajahnya di punggung laki-laki itu. Dan setelah itu, ia langsung memejamkan matanya.
"Kamu harusnya jangan jadi pelangi buat orang yang buta warna," ucap Laura.
"Orang buta warna, juga butuh warna di hidupnya," ucap Ardiansyah. Situasi jalanan sedang sepi. Dan, sangat minim suara. Jadi, Ardiansyah bisa mendengar dengan jelas ucapan Laura.
Tuhan, sudah begitu baik kepada Laura. Saat ia ingin merasakan sebuah ketulusan. Tuhan, langsung menghadirkan Ardiansyah dalam hidupnya. Seorang laki-laki yang sangat cuek. Tetapi, rela mengorbankan kebebasannya demi ketenangan Laura.
"Dan, maaf. Gua nggak sebaik yang lo pikirkan."
Felysia sedang menikmati sebuah cemilan di ruang tamu. Hari ini adalah hari minggu. Jadi, ia tidak perlu belajar, maupun pergi ke sekolah. Setiap hari minggu, pasti ia habiskan untuk memakan cemilan, menonton TV, tidur, dan membaca novel. Selalu saja begitu. Kencan dengan Brian? Tentu saja tidak. Reno selalu melarang Felysia untuk keluar rumah saat hari minggu tiba.Mata perempuan itu fokus menatap TV. Ia sedang melihat film kesayangan. Pandangannya beralih menatap jam dinding. Dan, ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Yang berarti, film kesayangannya sebentar lagi akan berakhir. Dan, ia akan kembali merasa bosan.Pandangannya beralih lagi, menatap seorang pria paruh baya yang sedang membaca koran. Siapa lagi kalau bukan Reno. Sang Ayah yang terlalu mengekangnya."Ayah pernah bilang, kalau aku punya bodyguard pribadi. Tapi, aku belum pernah ngelihat dia," ucap Felysia."Belum saatnya kamu tau identitas dia," ucap Reno.Felysia m
Ardiansyah sudah masuk ke dalam area parkiran SMA Nusa Bangsa. Ia mencari area yang kosong, untuk memarkirkan sepedanya. Matanya menatap sebuah area kosong di paling ujung. Dengan cepat, ia mengayuh pedal sepedanya.Matanya langsung melotot kaget, saat melihat ada perempuan yang tiba-tiba berdiri di jalan yang akan ia lewati. Dengan cekatan, ia langsung menarik rem sepedanya, lalu kakinya dengan cepat menginjak lantai, supaya badannya tidak terjatuh. Ia menghembuskan nafas panjang. Ia bersyukur karena tidak menabrak perempuan itu."Mata lo buta!" bentak Ardiansyah sambil turun dari sepedanya."Ya elah, kalem aja kali. Nggak kena juga, 'kan," ucap perempuan itu.Ardiansyah menatap perempuan itu malas. Perempuan yang sangat ingin ia bentak. Tetapi, ia ingat, kalau perempuan itu adalah pacar Brian. Jadi, ia urungkan niatnya itu. Ia tidak mau, karena ia membentak gadis itu, pertemanannya dengan Brian jadi rusak."Apa mau lo?" tanya Ardiansyah.&nb
Brian berjalan santai menuju ke arah kantin. Sesekali, ia menyapa orang yang berada di pinggir koridor. Sekarang sudah waktunya istirahat, makanya seluruh murid diperbolehkan berada di luar kelas. Dan, sekarang Brian ingin ke kantin untuk membeli sebuah minuman untuk Felysia.Langkahnya terhenti saat ia berada di dekat toilet murid laki-laki. Ia mendengar suara kegaduhan dari dalam toilet. Dari suara yang ia dengar, ia yakin kalau salah satu orang yang ada di dalam adalah Nova Carlo.Ia melangkahkan kakinya lagi. Tetapi, langkahnya kembali terhenti, saat ia mendengarkan suara yang sudah sangat familiar di telinganya. Itu adalah suara Ardiansyah.Dari yang ia dengar, ia bisa menebak, kalau di dalam sana ada empat atau bahkan lima orang. Kalau dugaannya benar. Nova berada di dalam sana, sudah bisa dipastikan, kalau Ardiansyah sedang di-bully.Tetapi, ia tidak peduli. Lagipula, ia yakin, kalau Ardiansyah bisa melawan musuh-musuhnya tanpa bantuannya.
Ardiansyah tersenyum kecil sambil menyeka darah yang baru saja keluar dari sudut bibirnya. Pandangannya beralih menatap Brian yang sedang menyeka keringatnya.Baru saja, mereka berdua berhasil mengalahkan empat senior mereka. Bertarung secara brutal di dalam kamar mandi. Ardiansyah tidak menyangka, kalau dirinya akan bertarung dengan salah satu seniornya.Ardiansyah menatap ke arah kaca kamar mandi. Untung saja, perkelahiannya tadi tidak membuat kerusakan sedikitpun, jadi tidak akan ada barang bukti yang menunjukkan bahwa ada sebuah pertarungan.Pertarungannya tadi menyita banyak waktu. Dan, sekarang sudah hampir jam istirahat kedua. Yang berarti, mereka telah bolos tiga jam mata pelajaran."Gimana? Mau masuk kelas atau bolos ke kantin sekalian?" tanya Brian."Terserah," jawab Ardiansyah."Kayaknya ke UKS dulu. Luka lo harus diobatin dulu.""Nggak perlu."Brian langsung melangkahkan kakin
Saat bel pulang sekolah, Felysia dengan cepat memasukkan seluruh buku, pensil ke dalam tas ransel miliknya. Rasanya semakin membara saat mengingat perkataan sang kekasihnya."Ardiansyah mau jadi guru les lo. Jadi, lo harus dapat nilai bagus di pelajaran fisika."Kalimat Brian itu sangat membuat dirinya bahagia. Dengan begini, ia tidak perlu membujuk Ardiansyah lagi. Karena, laki-laki itu telah bersedia, walau kelihatannya terpaksa.Matanya beralih menatap seorang laki-laki yang duduk di samping Brian. Laki-laki itu akan adalah orang yang akan menjadi guru lesnya mulai sekarang, entah apa yang akan terjadi, tetapi ia harap semua tujuannya tercapai. Dan, ia segera bisa tau, siapa identitas pengawalnya.Ia langsung melangkahkan kakinya ke arah meja Brian, dan Ardiansyah. Di setiap langkahnya, ia terus memikirkan apa yang akan ia sampai kepada Ardiansyah yang sudah mau menjadi guru lesnya. Langkahnya terhenti. Dan, ia belum mendapatkan sat
Ardiansyah sudah berada di depan rumah Felysia. Ia menatap rumah mewah itu dengan pandangan malas. Sudah sekitar, lima menit ia menunggu di depan gerbang. Tetapi, belum ada satu pun yang membukakan gerbang untuknya.Ia kaget, saat dari belakang ada orang yang menepuk pundaknya dengan keras. Dengan cepat, ia langsung melihat ke arah belakang. Dan, ternyata orang yang menepuk pundaknya adalah Felysia."Nungguin lama?" tanya Felysia."Menurut lo?" tanya Ardiansyah dengan suara yang sedikit tinggi."Ya maaf, tadi gua beli kue sama minuman dulu," jawab Felysia.Ardiansyah mengalihkan pandangannya ke arah plastik yang sedang dibawa Felysia. Sepertinya benar, perempuan itu telat karena membelikannya minuman, dan makanan terlebih dahulu. Tetapi, sepertinya masih ada yang kurang dari perempuan itu. Dan, Ardiansyah pun langsung dapat menyadarinya."Brian mana? Dia nggak nganterin lo sampai depan rumah?" tanya Ardiansyah.
Ardiansyah menghelas nafas panjang. Sekarang masih jam 08.00. Tetapi, ia sudah berada di dalam ruang kepala sekolah.Ia berada di ruangan itu. Karena, dipanggil oleh Vito. Kalau Vito yang memanggilnya, ia yakin, kalau laki-laki itu akan mengancamnya lagi. Tetapi, kenapa guru itu ingin mengancamnya lagi? Bukannya, ia sudah menjalankan perintah guru itu dengan baik?Pandangannya beralih menatap seorang guru laki-laki yang memasuki ruangan kepala sekolah. Sekarang, di ruangan itu hanya ada Ardiansyah, dan guru laki-laki itu."Kenapa Anda memanggil saya?" tanya Ardiansyah sambil menatap tajam Vito."Gimana kalau kamu tebak sendiri?" tanya Vito sambil duduk di kursi yang berada di depan Ardiansyah.Sekarang, posisi Vito, dan Ardiansyah hanya terhalang oleh sebuah meja. Dan, ruangan ini kedap suara. Jadi, kalau Ardiansyah emosi, dan memukul guru itu, pasti tidak akan ada orangyang m
Sore hari, atau lebih tepatnya pukul 15.34. Felysia sudah berada di rumahnya. Tentu saja, bersama dengan Ardiansyah. Mereka sedang duduk berdua di ruang tamu. Felysia menatap seluruh rumus yang berada di dalam buku yang diberikan Ardiansyah. Ia mencoba untuk menghafalkan sedikit demi sedikit rumus yang tertulis di sana. Sedangkan, Ardiansyah sedang memakan donat yang sudah disiapkan oleh Felysia.Rumah Felysia sekarang sedang sepi. Karena, Reno sedang ke rumah Denis. Dan, pembantunya sudah pulang dari 10 menit yang lalu. Sebenarnya masih ada satu orang lagi di rumah ini. Tetapi, orang itu sepertinya belum keluar dari kamarnya."Lo nggak akan bisa hafal semuanya dalam satu hari. Jadi, fokus aja sama beberapa rumus dulu," ucap Ardiansyah sambil mengangkat gelas yang berisi air mineral, lalu meminumnya."Iya, gua tau," ucap Felysia."Di mana dapur lo?" tanya Ardiansyah.Felysia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ardiansyah, atau lebih tepatnya
Semua murid di SMP Alexander digegerkan dengan kabar tuan muda perusahaan Clover akan datang ke sekolah mereka.Tentu saja hal itu membuat semua warga sekolah menjadi sangat khawatir karena tiba-tiba mereka kedatangan tamu yang sangat penting.Perusahaan Clover sudah menyumbang banyak untuk SMP Alexander. Mulai dari dana, barang-barang, dan makanan. Jadi sedikit saja mereka membuat kesalahan, bisa-bisa perusahaan Clover tidak akan memberi bantuan lagi ke mereka. Dan jika itu terjadi, maka mereka akan kesusahan.Seluruh mata terpusat pada seorang gadis dan seorang laki-laki muda dengan jas hitam sedang berjalan masuk ke dalam area sekolahan.Laki-laki muda itu terlihat sangat berwibawa. Jadi sudah dipastikan kalau laki-laki itulah tuan muda yang sedang dibicarakan oleh warga sekolah. Sedangkan gadis yang sedang bersamanya itu adalah adik dari laki-laki itu."Selamat datang, Tuan Ardiansyah. Kalau boleh tau, ada urusan apa, ya? Kok datang menda
Makan malam keluarga Carles. Kalau biasanya cuma ada Hilda, Carles, dan Ardiansyah di meja makan. Kali ini sedikit berbeda. Karena Felysia, Nindy, Arta, Prata, dan Reza ikut dalam acara makan malam ini atas bujukan dari Ardiansyah.Tentu saja Hilda dan Carles tidak begitu masalah kalau sahabat-sahabat putranya ikut serta dalam acara makan malam ini. Mereka malah senang, karena dengan adanya mereka, Ardiansyah terlihat lebih bahagia dan sering tersenyum.Ardiansyah yang selalu terlihat tegas dan dingin. Malam ini terlihat begitu bahagia dan hangat. Sangat berubah dari hari-hari sebelumnya.Carles bahagia melihat itu. Karena akhirnya Ardiansyah menemukan bahagianya yang telah lama menghilang dari hidupnya."Katanya kamu mau tunangan. Acara tunangannya mau diadain di Indonesia atau di sini?" tanya Carles pada Ardiansyah.Ardiansyah langsung terdiam. Ia sama sekali belum memikirkan tentang tempat acara pertunangannya dengan Felysia. Karena ia pik
Setelah acara makannya selesai. Mereka pun melanjutkan perjalan ke rumah Ardiansyah yang letaknya tidak begitu jauh dari restoran tersebut.Karena letaknya tidak begitu jauh. Mereka hanya perlu waktu sekitar lima menit untuk sampai di rumah Ardiansyah.Dan akhirnya mereka sampai. Mobil mereka memasuki halaman rumah yang terbilang sangat luas. Di hadapan mereka sekarang berdiri sebuah rumah yang terlihat seperti istana mewah.Rumah itu terlihat sangat mewah dan megah. Sudah bisa ditebak, kalau rumah itu adalah rumah yang sangat mahal."Menurut laporan, ayah Anda sekarang masih ada di kantor. Jadi sepertinya hanya ada ibu Anda di dalam," ucap Selly saat mobil sudah berhenti sempurna."Kamu mau ikut masuk atau pulang?" tanya Ardiansyah sambil menatap Selly."Kelihatannya lebih baik saya pulang. Saya nggak begitu mau ikut campur dalam urusan ini," jawab Selly sambil memandang Ardiansyah."Oke. Biar supir ini yang nganter kamu pulang."
Rombongan Ardiansyah sudah sampai di Singapura. Mereka keluar dari bandara untuk menanti jemputan mereka.Ada satu hal lucu yang tadi terjadi di pesawat. Tadi saat pesawatnya ingin lepas landas, Nindy sangat merasa ketakutan, sampai-sampai memeluk tubuh Ardiansyah yang duduk tepat di samping kanannya dengan erat. Gadis kecil itu belum pernah naik pesawat sekali pun. Jadi wajar saja kalau gadis itu ketakutan saat harus naik pesawat untuk yang pertama kalinya.Dan sekarang gadis kecil itu sedang tertidur pulas di gendong Ardiansyah."Yang jemput kita supir rumah atau supir kantor?" tanya Ardiansyah pada Selly yang berdiri tepat di sebelah kirinya."Dua-duanya. Jadi akan dua mobil yang akan menjemput kita," jawab Selly.Ardiansyah pun mengangguk pelan setelah mendengar jawaban Selly. Dua mobil. Mobil pertama akan dinaiki oleh dirinya, Selly, Felysia, dan Nindy. Mobil kedua akan dinaiki oleh Arta, Prata, dan Reza.Tidak lama kemudian ada d
Hari keberangkatan Ardiansyah ke Singapura. Pesawatnya akan berangkat jam 10.00. Dan sekarang sudah jam 09.30.Ardiansyah tidak tau, kapan lagi ia akan ada kesempatan untuk kembali ke Indonesia. Kenangannya di negeri ini sangatlah banyak. Membuatnya tersiksa oleh kerinduan jika tidak cepat-cepat pulang ke negeri ini.Pekerjaannya yang banyak membuatnya sangat susah untuk mempunyai waktu luang. Tetapi karena pekerjaannya yang banyak itulah, ia bisa mengalihkan pikiran sejenak dari semua sahabatnya yang ada di Indonesia.Rasanya baru kemarin ia sampai di Indonesia. Tetapi sekarang sudah harus kembali lagi ke Singapura. Sungguh, ia ingin menikmati waktu bersama sahabat-sahabatnya lebih lama lagi."Apakah Anda akan baik-baik saja setelah ini semua?" tanya Selly sambil memberikan sebuah kaleng minuman bersoda ke Ardiansyah."Apa maksud kamu?" tanya balik Ardiansyah sambil mengambil minuman yang disodorkan oleh Selly."Semua kenangan Anda di
Malam yang sangat dingin. Arta, Prata, dan Reza sedang bermain kartu di bawah langit malam. Dengan beralaskan tikar dan ditemani makanan ringan, mereka membuat malam yang sepi ini menjadi malam yang sangat ramai.Walau terasa sangat ramai. Tetapi tetap saja mereka merasa ada yang kurang. Bukan makanan maupun minuman. Tetapi orangnya. Ada satu orang yang tidak hadir di malam ini dan malam-malam sebelumnya.Orang itu sudah tidak pernah muncul lima tahun belakangan ini. Membuat mereka merasakan kesepian. Karena tanpa orang itu, tidak ada lagi makanan-makanan yang enak. Cuma masakan orang itu yang bisa memuaskan perut mereka. Cuma kehadiran orang itu yang bisa memenuhi lubang di hati mereka.Permainan terhenti, saat ada sebuah motor sport berhenti tepat di dekat mereka. Pengemudi itu menggunakan helm, jadi mereka tidak bisa melihat wajah sang pengemudi motor tersebut.Pengemudi itu mematikan motornya. Dan berjalan ke arah mereka dengan sebuah kantong plastik
Pagi ini, Triana sedang mengawasi Vitra dan Citra yang sedang berlatih di kolam renang. Kali ini mereka berlatih menggunakan kolam renang umum. Karena kolam renang di rumah Triana sedang dibersihkan.Triana mengawasi kedua muridnya itu dari pinggir lapangan. Ia tersenyum kecil, saat sadar bahwa kedua muridnya itu sudah sangat berkembang dibanding saat pertama kali ia melatih mereka.Gerakan renang kedua muridnya itu sudah hampir mirip dengan gerakan ibu mereka. Jadi Triana yakin, kalau kedua muridnya itu akan baik-baik saja di masa depan. Karena level mereka sudah jauh di atasnya.Dari dua muridnya itu, ia sangat mengandalkan Citra. Karena Citra bisa sangat rileks dan fokus saat sudah ada di dalam air. Sedangkan Vitra masih sering kehilangan konsentrasi saat berenang. Itu adalah satu-satunya kekurangan Vitra.Triana menyodorkan dua botol air mineral, saat dua muridnya itu sudah sampai ujung. Muridnya itu sudah berlatih sangat keras hari ini. Jadi su
Bel pulang sekolah berbunyi. Sontak semua murid yang ada di kelas langsung berteriak bahagia. Karena akhirnya mereka bisa lepas dari pelajaran-pelajaran yang membuat kepala mereka pusing.Seorang perempuan cantik keluar dari kelas VIII dengan sebuah senyuman di pipi manisnya. Perempuan itu adalah Nindy Carolina. Seorang siswi yang paling pintar di SMP Pelita.Bukan cuma kepintarannya saja yang membuatnya terkenal. Tetapi kecantikannya juga. Perempuan dengan para cantik itu sudah menolak banyak pria dengan alasan ingin fokus belajar. Dan saking banyaknya pria yang sudah ia tolak, ia bahkan sampai tidak bisa menyebutkannya satu per satu.Nindy berjalan ke arah luar bersama teman-temannya. Saat baru saja sampai di luar gerbang. Ia melihat banyak perempuan dari sekolahnya berkumpul di satu titik. Seakan sedang mengamati sesuatu."Itu ada apa?" tanya Nindy pada salah satu temannya."Katanya sih ada cowok ganteng banget di depan. Kayaknya lagi nung
5 tahun setelahnya. Brian sudah menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Bisa dibilang, sekarang Brian selalu bisa membeli apa yang diinginkannya dengan mudah. Bahkan uang yang ada di tabungannya sekarang sudah tidak bisa ia habiskan dalam kurun waktu 1 Minggu. Saking banyaknya, ia sampai tidak tau lagi mau diapakan semua uang yang ada di tabungannya. Oh, iya. Sekarang ia sudah punya anak. Hikari Aurora Xenovia. Hikari adalah nama yang disarankan oleh Ardiansyah. Sedangkan Aurora adalah nama yang disarankan oleh Laura. Dan Xenovia adalah nama yang disarankan oleh Brian. Brian benar-benar menamai anaknya menggunakan nama yang disarankan oleh sahabatnya itu. Karena baginya, nama Hikari itu adalah keinginan sahabatnya sebelum sahabatnya itu dikabarkan meninggal karena sebuah tembakan. Jadi Brian dengan suka rela mengabulkan keinginan terakhir sahabatnya itu. Hari ini adalah hari y